Yo, gue balik lagi ama fic twoshot. Gue harap sih kalian suka. Tokoh utama di fic ini si Neji. Oke deh, gue gak mau banyak cincong, loe baca aja ya!
Naruto by Masashi Kishimoto
White Death Angel by Ren Ichizuki
Langkah kaki pemuda itu tak berhenti untuk berlari mencari jalan keluar dari apartemen miliknya sendiri yang seolah tak ia kenali lagi. Rasa takut akan seseorang yang terus mengikutinya dengan senyum dingin telah membutakan akal pikirannya, juga melenyapkan rasionalisme yang ia miliki. Seseorang yang mustahil untuk kembali ke dunia dan muncul di hadapannya.
"Gaara…" suaranya serak dan menakutkan. Membuat usaha Gaara untuk membuka pintu yang baru saja ia temukan berhenti, dan kini menoleh ke belakang dengan rasa takut yang menyelimuti tubuhnya.
"Gaara…" lagi, suara serak itu memanggilnya. Membuat mata hijaunya yang biasanya berkilat datar, melotot tidak percaya pada pemandangan di hadapannya. "Ka…kau…"
Ia tak sanggup melanjutkan ucapannya, ataupun menyebut nama dia yang sedari tadi menerornya. "Pergi… ja…jangan mendekat. Pergi…." Ia meminta dengan nada sia-sia.
"Kenapa, Gaara? Bukankah kau begitu memujaku, dulu?"
Lagi, pemuda bernama Gaara itu mencari jalan lain untuk menghindar darinya. Dari belakang dapat didengarnya suara itu terus memanggil namanya dengan suara seraknya yang membuat bulu kuduk siapapun akan berdiri karenanya.
Tep~!
Untuk kesekian kalinya ia berhenti berlari, namun bukan karena ia menemukan pintu atau jalan keluar. Melainkan ia melihatnya telah berdiri di hadapannya dengan senyum dinginnya yang menakutkan.
"Gaara~"
Debaran jantungnya tak lagi mampu ia rasakan saat melihatnya mendekat. Kakinya pun tak mampu ia gerakkan, bukan karena terpaku pada sosok itu, tetapi kakinya memang benar-benar tak dapat digerakkan dari tempatnya berdiri.
Saat ia menoleh ke bawah, dilihatnya sepasang tangan telah menahan kakinya. Keringat dingin pun terus menerus keluar dari setiap lubang pori-porinya yang menjadi tanda akan rasa takut yang begitu besar.
"Aku datang untuk menjemputmu, Gaara~"
Desah yang keluar dari suara serak itu telah menjadi mimpi terburuk yang pernah dialaminya. Belum lagi ia sempat memohon pengampunannya, dilihatnya iris langit di hadapannya terlepas satu persatu dan darah muncrat dari kepalanya. Mengingatkan Gaara akan kejadian beberapa tahun sebelumnya. "Datanglah padaku, Gaara~"
Sraaaat~
Ia tak sanggup lagi mengeluarkan teriakan saat dirasanya tubuhnya telah berpisah dengan beberapa bagian tubuhnya. Ia hanya bisa melihat kedua tangan, kedua kaki, telinga, dan organ lainnya meninggalkan tempat di tubuhnya dengan darah yang terus merembes dari setiap tempat organ itu pernah tertinggal. Hingga ia menghembuskan nafas terakhirnya karena darah yang tak lagi mencukupi kebutuhan tubuhnya.
Sosok itu pun perlahan menghilang dengan senyum dingin yang terpatri di wajahnya.
"Selamat datang, Gaara~"
"Ohayou gozaimashita Neji-nii," suara lembut dari seorang gadis berambut indigo panjang mengalihkan perhatian Neji dari koran paginya. Hinata Hyuuga, adik sepupunya, melangkah anggun ke arahnya dengan senyum lembut di pipinya.
Neji segera berdiri dan membalas sapaan pewaris utama klan Hyuuga di hadapannya dengan teramat sopan, "Ohayou gozaimashita Hinata-sama."
"Neji-nii selalu saja bersikap sopan padaku. Bagaimanapun juga aku ini lebih muda empat tahun darimu. Jadi harusnya kau bisa bersikap biasa saja padaku," ujar Hinata lagi.
"Hn, ya." Neji berujar kaku. Didikan keras dari ayahnya yang sangat menjunjung tinggi kedisiplinan dan sopan santun membuat Neji sangat sulit untuk meluluskan permintaan Hinata yang satu itu. Ia telah terbiasa memanggil Hinata dengan embel-embel –sama.
Mereka pun menikmati sarapan pagi itu dalam diam. Ketenangan di meja makan merupakan salah satu ajaran yang mereka terima sejak kecil. Oleh sebab itulah mereka tidak pernah berbicara saat berada di meja makan.
Usai sarapan, Neji bergegas memanaskan mobil untuk mengantar Hinata ke kampusnya. Biasanya Hinata berangkat sendiri dengan mobil pribadinya, namun karena mobil Hinata sedang masuk bengkel untuk perawatan rutin dan baru bisa diambil saat sore, maka sudah tugas Neji untuk mengantarnya. Sekalian membuat pengamanan baru untuk nonanya dari kumbang kampus yang menurut Neji sangat berbahaya untuk Hinata yang lembut dan rapuh.
Mobil Neji menyusuri jalan kota Konoha yang sudah mulai ramai oleh kendaraan. Di sampingnya Hinata duduk dengan manis sembari mendengarkan musik klasik dari tape mobil Neji.
Ketenangan tersebut tiba-tiba saja terusik oleh dering ponsel Neji yang menyanyi merdu. Dengan segera Hinata mematikan musik yang ia dengar, sementara Neji menjawab teleponnya melalui earphone. Safety drive gitu….
"Halo?" suara baritone Neji didengar Hinata yang masih menikmati pemandangan kesibukan kota Konoha di pagi hari.
"Apa?" Hinata mengalihkan pandangannya pada Neji yang kedataran suaranya tampak terganggu. "Aku segera ke sana," Neji mengakhiri teleponnya dengan terburu-buru, dan Hinata yakin ia melihat keringat mengaliri wajah Neji. Padahal saat itu ac mobil masih menyala.
"Ada apa Neji-nii?" Hinata bertanya lembut pada kakaknya yang ia yakini sedang gusar. Neji hanya menggelengkan kepalanya, dan meminta maaf karena ia harus singgah di suatu tempat sebelum mengantarkan Hinata ke kampus. Setelah Hinata menjawab tidak apa-apa dengan suara lembut khasnya, Neji pun menambah kecepatan mobilnya menuju satu arah yang dimaksud si penelepon.
"Kapten Hyuuga," seorang pria berusia sebaya Neji menyambut Neji yang baru datang di sebuah apartemen yang tergolong mewah. Tampak para petugas polisi sibuk mondar mandir dan memeriksa keseluruhan isi apartemen itu. Namun yang membuat jantung Neji hampir berhenti adalah sesosok tubuh yang sangat ia kenali hanya dari rambut merahnya, tampak terbujur kaku di lantai dengan jubah putih yang ternoda darah. Mata yang harusnya berwarna hijau emerald tampak tak berada di posisinya, begitu pula tangan, kaki, hidung, sepasang telinga, bibir (yang digunting), lidah, dan yang paling parah alat vitalnya, berada dalam satu wadah yang diletakkan di samping kepala korban. Semuanya dipisahkan dari tempat anggota tubuh itu seharusnya berada.
Di atas tubuh itu, tergeletak sebuah boneka malaikat putih dengan mata biru dan rambut pirang, dan sedang memegang sebuah sabit, seperti milik malaikat maut yang sering ditayangkan dalam anime anak-anak. Di samping kiri boneka itu terdapat empat tangkai mawar putih yang aneh. Aneh, sebab dua tangkai mawar putih sudah kering, sedangkan dua lainnya masih segar. Namun mawar putih yang berada di deret ketiga tampak ternoda darah.
Selain itu, ada sebuah kartu yang terletak di atas perut si korban, yang letaknya berada di bawah boneka dan mawar yang berada di atas dada korban.
Neji mengenakan sarung tangan dan mengambil kartu tersebut. Lalu membacanya…
Karena malaikat tak selalu putih,
Maka malaikat maut tak selalu hitam,
Karena bunga kasih sayang penuh cinta tak harus putih,
Maka bunga kematian pun tak harus hitam,
Wahai kau insan berdosa yang menyembunyikan diri di balik jubah putih,
Dengan topeng kebaikan menutupi diri yang tak lagi suci,
Ku kirimkan kepadamu malaikat kematian berjubah putih,
Dengan mata hampa yang akan menjemputmu bukan ke surgawi,
Namun ke tempat lain bernama neraka abadi,
Ingatlah kau akan satu hari yang pernah kau lalui,
Dimana seorang malaikat kau buat tak lagi suci,
Satu dosa besar yang membuat dosa-dosamu terus berbuih…
Selamat datang ke dunia abadi, Gaara Sabaku….
Neji meremas kartu di tangannya dengan penuh emosi. Kali ini sudah korban ketiga, dan ia masih belum menemukan satu petunjuk pun untuk mengungkap si pelaku pembunuhan. Dalam enam bulan ini telah terjadi tiga pembunuhan dengan cara yang sama dan dengan motif yang sama sekali tidak jelas apa maksudnya. Terlebih lagi, semua korban itu adalah orang-orang terdekatnya.
Korban pertama, Inuzuka Kiba, sahabat SMA sekaligus tunangan Hinata. Ia ditemukan tewas dengan keadaan yang persis sama dengan Gaara Sabaku. Tergeletak di lantai dengan jubah putih yang ternoda darah. Mata dicungkil, bibir digunting, lidah dan hidung, serta telinganya, terpotong, tangan dan kaki juga dimutilasi, termasuk alat vitalnya. Dan semua itu disatukan dalam satu wadah berlapis kain putih dan diletakkan di samping kepala korban.
Di atas dada diletakkan boneka putih yang menyerupai malaikat, serta empat tangkai bunga mawar putih. Namun keempat tangkai mawar di atas dada Kiba masih segar semuanya, dan hanya mawar yang berada di deret pertama yang ternoda darah. Lalu di atas perut Kiba pun diletakkan sehelai kartu dengan tulisan yang persis sama.
Kematian Kiba yang tragis dan tiba-tiba itu membuat Hinata tidak bisa tidur dan terus menangis selama hampir seminggu dan berujung ia harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, ia memerlukan waktu hampir tiga bulan lamanya untuk menerima kepergian tunangan yang sangat ia cintai itu. Namun sampai sekarang pun Neji yakin Hinata masih mengenang Kiba.
Korban kedua, Uchiha Sasuke, bungsu keluarga Uchiha dan adik kesayangan Itachi. Ia juga merupakan teman SMA Neji. Keadaannya sama dengan Gaara dan Kiba. Yang berbeda hanyalah empat tangkai mawar yang diletakkan di atas dadanya. Tangkai di deret pertama sudah kering, sementara di deret kedua ternoda darah, dan dua tangkai lainnya masih segar dan bersih.
Kematian Sasuke masih menyisakan dendam tersendiri bagi Itachi. Ia bahkan sampai menyewa detektif untuk mencari pelaku pembunuh adiknya, namun hingga sekarang masih belum ditemukan siapa pelakunya.
Namun satu hal yang membuat Neji sedikit bingung, semua korban tewas di kediaman masing-masing dan tak ada satu pun tetangga maupun pembantu yang mendengar suara teriakan mereka, atau melihat seseorang mendatangi mereka.
Aneh…
"BRUK!"
Satu suara berisik itu menyadarkan Neji dari alam pemikirannya. Dan ia langsung berlari ke arah para polisi yang menggotong satu tubuh lunglai yang ternyata adalah Hinata.
"Hinata-sama," Neji menyapa adik sepupunya yang baru saja sadar. Sekarang mereka ada di rumah sakit, karena Neji yang panik langsung membawa Hinata ke rumah sakit. Khawatir ingatan tentang kematian Kiba mempengaruhi jiwa adiknya saat melihat mayat Gaara tadi.
Dan benar saja dugaan Neji, Hinata bukannya menjawab sapaannya, ia malah menangis dengan tubuh gemetar dan pandangannya tampak kosong. Ia juga terus berbisik lirih dan memanggil nama tunangannya yang telah pergi ke dunia lain.
"Kiba-kun…..Kiba-kun…..Kiba-kun," terus seperti itu hingga Neji terpaksa menggoyang-goyangkan tubuh Hinata agar kembali ke dunia nyata.
"Neji-nii," heiress Hyuuga itu memanggil dengan suara serak.
"Kenapa kau masuk tadi? Bukankah aku sudah bilang untuk tidak masuk?" Neji bertanya lembut sembari memeluk tubuh Hinata yang masih gemetar,
Hinata mencengkram erat baju Neji dan mulai bicara dengan sedikit terisak, "Hiks, tadi aku sudah terlambat. Makanya aku mau minta izin untuk pergi dengan taksi, hiks, tapi saat masuk, hiks aku melihat, hiks…huhuhuhu, Dulu Kiba-kun, Sasuke-kun, dan sekarang Gaara-kun. Huhuhu, Neji-nii aku takut, kau akan menjadi target selanjutnya. Aku takut Neji-nii…"
"Tidak apa-apa Hinata-sama, aku akan segera menangkap pelakunya. Tenanglah…" ucap Neji menenangkan adik sepupunya yang masih ketakutan dalam pelukannya. Setelah dirasanya Hinata sudah tenang, ia pun meninggalkan rumah sakit untuk melanjutkan tugasnya sebagai seorang polisi.
_oOOO-_
Ichizuki Ren
_oOOOo_
Seminggu berlalu setelah kematian Gaara. Neji berupaya ekstra keras untuk mengumpulkan bukti-bukti mengenai pelaku. Beruntung, ia mendapat bantuan dari kepolisian pusat Negara HI dengan dikirimkannya seorang agen rahasia jenius bernama Naara Shikamaru.
Drrrt…drrrt….drrt….
Handphone Neji yang bergetar membuat Neji yang sedang tertidur lelap terpaksa bangun. Dengan asal-asalan ia menjawab telepon tanpa melihat siapa yang meneleponnya.
"Mencariku Hyuuga-san?" suara serak itu membuat Neji tersadar sepenuhnya karena kaget. Ia pikir ada hantu yang meneleponnya malam-malam.
"Siapa?" Neji bertanya dengan merendahkan intonasi suaranya hingga terdengar mengancam.
Si penelepon tampak tertawa terkekeh-kekeh mendengar suara penuh ancaman milik Neji. Ia pun lalu berbicara kembali dengan suara khas seraknya hingga Neji tak tahu yang bicara itu lelaki atau perempuan, "bukankah kau sedang terobsesi padaku Hyuuga-san? Kau bekerja ekstra keras hanya untuk menemukanku dan memenjarakanku bukan? Khekhekhekhekhe."
"Kau?" suara Neji tertahan untuk sementara waktu, "Kau yang membunuh mereka?"
"Binggo! This is me, Hyuuga-sahn," suara berdesis itu mendesah puas di akhir kalimat.
"Kenapa kau lakukan itu pada mereka?"
Lagi, Neji mendengar suara itu terkekeh-kekeh, "kau akan segera tahu. Karena kau pun tak berbeda dengan mereka. Insan penuh dosa yang bersembunyi di balik topeng kebaikan. Berlagak suci, padahal berlumur dosa. Bersikap layaknya malaikat, namun sesungguhnya hanyalah iblis terkutuk. Kau-"
"Hentikan omong kosongmu!" sergah Neji kesal.
"Aku akan datang padamu bila saatnya tiba. Aku, malaikat maut berjubah putih. Pencabut nyawa orang-orang berdosa yang bersembunyi di balik jubah putih yang melambangkan kesucian. Tut tut tut…"
"Brengsek!" Neji mengumpat dan segera melihat nomor yang baru saja meneleponnya. Namun nihil, pelakunya menggunakan nomor pribadi. Ia pun menelepon seseorang.
"Neji-nii kelihatan lelah, sebaiknya Neji-nii jangan masuk kerja hari ini," ujar Hinata yang melihat tampang Neji yang awut-awutan. Kantung matanya jelas sekali terlihat, wajahnya pun lebih pucat dari biasanya.
"Aku tidak apa-apa Hinata-sama. Sedikit lagi, kasus ini pasti akan terungkap. Apa lagi aku akan dibantu oleh agen khusus dari Negara," ujar Neji datar dan segera menghabiskan sisa sarapannya. Lalu berangkat ke kantor. Sedangkan Hinata hanya bisa menatapnya dengan cemas, lalu ia sendiri berangkat ke kampusnya.
Sesampainya di kantor, Neji segera disambut oleh Ten Ten. Wakilnya itu merupakan polisi wanita terbaik seangkatannya. Sangat mahir menggunakan senjata dan juga cermat. Alasan kenapa Neji mengangkatnya sebagai wakil.
"Kapten, saya sudah mendapatkan nomor yang menelpon anda semalam, dan saya juga sudah mencari informasi ke pusat provider telepon itu. Dan nama yang terdaftar atas nomor tersebut adalah Uzumaki Naruto," ucap Ten Ten. Mendengar nama itu disebut, Neji langsung membatu, dengan gerakan patah-patah, ia menoleh pada wakilnya yang masih memegang berkas. "Siapa tadi?"
"Uzumaki Naruto. Anak tunggal keluarga Namikaze-Uzumaki. Tapi dia-"
"Berikan saja berkasnya padaku. Aku akan mempelajarinya sendiri," sela Neji cepat.
Ten Ten menatap bingung pada Neji yang tampak banjir keringat padahal masih pagi. "Anda tidak apa-apa kapten?"
"Tidak. Sekarang biarkan aku mempelajari berkasnya. Kerjamu bagus," ucap Neji dan langsung merebut berkas itu dan menutup pintu kantornya. Tidak memberi kesempatan pada Ten Ten untuk melanjutkan laporannya.
"Sudah datang?" suara itu membuat Neji langsung beku. "Ada apa Hyuuga? Kau tampak kacau," ucap pemuda berambut nanas itu lagi pada Neji yang sedang menghela napas lega.
Neji hanya menggeleng, dan mulai membaca berkas di tangannya.
"Uzumaki Naruto, lahir tanggal 10 Oktober. Anak tunggal keluarga Namikaze-Uzumaki. Berambut pirang, berkulit tan, dan memiliki tanda lahir di pipinya," Neji berhenti membaca berkas di tangannya saat mendengar suara Shikamaru.
"Aku sudah merebut berkas itu dari wakilmu sebelum kau datang," jawab Shikamaru malas. Lalu ia melanjutkan penjelasannya, "tingginya sekitar 170 cm, sangat suka ramen, pemuda yang easy going dan ramah, temannya banyak, termasuk kau dan tiga korban kemarin. Tiga tahun yang lalu ia ditemukan tewas kehabisan darah di gudang peralatan Konoha University dalam keadaan tak berbusana, dengan bekas gigitan di hampir seluruh tubuhnya, memar di wajah, bibir yang bengkak, dan dubur yang koyak. Tapi penyebab kematiannya adalah kehabisan darah karena bunuh diri dengan membenturkan kepalanya pada dinding gudang. Yang jelas adalah ia sempat diperkosa beramai-ramai menurut otopsi dari rumah sakit. Namun pelakunya tidak diketahui siapa sebab tubuh korban sudah terlebih dahulu dibersihkan oleh pelaku hingga tak ada bukti yang pasti. Tak ada sperma, ludah atau apapun. Dan satu hal lagi yang pasti, pemerkosaan itu sudah direncanakan dengan matang."
Neji meletakkan berkas di tangannya ke atas meja. "Ada apa Hyuuga-san?" Suara Shikamaru menyadarkan Neji dari lamunannya.
Neji menggeleng, "aku telah kehilangan empat temanku dengan cara yang tragis. Dan semalam pelaku itu menelponku dengan nomor Naruto. Aku tidak mengerti ada apa dengan semua ini."
"Hm, mendokusei~"
Malam menjelang di kediaman Hyuuga dengan keheningan yang merajai hampir di setiap sudut ruangan di rumah yang terbilang sangat mewah untuk ditinggali berdua itu. Neji tampak sibuk membaca ulang hasil penyelidikannya atas kematian tiga sahabatnya, sehingga ia bahkan melupakan makan malam yang telah disediakan Hinata sebelum pergi ke tempat Hanabi di Otto untuk kunjungan rutin gadis berusia 14 tahun itu, menggantikan tugas ayah mereka yang teramat sibuk di luar negeri.
Drrrt~ Drrrt~
Neji hampir terjatuh dari kursinya saat mendengar suara yang dihasilkan dari ponselnya yang bergetar. Dengan setengah mengumpat ia menjawab panggilan masuk tanpa melihat siapa nama orang yang sudah mengusik konsentrasinya itu.
"Neji~" panggilan itu langsung membuat bulu kuduk Neji berdiri. Suara yang sangat ia kenali, namun seharusnya tak mungkin dapat ia dengar kembali setelah kejadian tiga tahun yang lalu.
"Kau…"
"Neji~ aku merindukanmu."
"Jangan bercanda! Siapa kau? Tidak mungkin kau adalah dia!"
"Neji~ bukankah aku malaikat kecilmu? Little angel~"
"Tidak mungkin! Seharusnya kau sudah-"
"Mati? Hehehehe, aku kesepian Neji. Datanglah, padaku… tut tut tut…!"
Neji terpaku pada layar ponselnya yang sama sekali tidak menunjukkan nama atau nomor penelepon. Bahkan tidak ada keterangan apapun bila ada yang telah melakukan panggilan ke nomornya.
Keringat dingin langsung saja membanjiri wajah tampannya. Tak merasa lagi memiliki kaki, ia jatuh terduduk di kursinya. "Tidak, tidak mungkin dia…"
Kring~ kring~
Dering telepon di seluruh rumah sekali lagi menyentak kesadaran pemuda yang hampir ternggelam dalam keterpakuan dan ketakutannya itu. Namun hal itu sama sekali tidak menolongnya untuk menghilangkan rasa takut yang melandanya. Melainkan menambah rasa takut yang sudah menghantuinya sejak pagi.
Tep~ tep~ tep~
Suara langkah kaki di rasakan indera pendengaran Neji, dengan segera ia mengambil pistol di mejanya dan keluar dari kamar sekaligus ruang kerjanya itu.
Dengan perlahan ia meniti tangga menuju lantai dua, mengikuti jejak tapak kaki yang ia dengar. Dan suara pintu kamar yang ditutup, yang diyakini Neji sebagai kamar Hinata, membuat Neji yakin siapapun dia yang berani melangkahkan kakinya di kediaman Hyuuga tanpa izin, sudah siap untuk mati di tempat.
Ia pun segera mempercepat langkahnya untuk sampai ke kamar Hinata dan ia langsung membuka pintu kamar tersebut tanpa menurunkan pistolnya.
"…."
Tak ada satu suara pun yang dikeluarkan Neji saat melihat penyusup itu. Melainkan keringat dingin dan mata yang menatap tidak percaya pada pemandangan di hadapannya yang ia lihat. Sosok berambut pirang cerah dengan iris biru tengah berdiri di dekat tempat tidur Hinata.
"Ne…ji…" sosok itu memanggilnya dengan tatapan ramah khas yang dulu selalu dilihat Neji. Juga dengan senyum riang yang tak pernah lepas darinya.
"…."
Bulu kuduk Neji meremang menatapnya. Apalagi sosok yang ditangkap oleh retinanya seolah ada dan tiada. Ia serupa bayangan yang mencoba mempertahankan wujud nyatanya.
"Neji~ datanglah padaku…" ia mengulurkan tangan tannya di hadapan Neji, masih dengan senyum ramahnya. Mengatahui uluran tangannya tak bersambut, senyum ramah di wajahnya menghilang, berganti dengan senyum dingin.
Tluk!
Pistol di tangan Neji terjatuh, begitu pula dengan pemegangnya sendiri saat langkah kaki penyusup itu mendekat padanya secara perlahan.
Masih dengan mata hampa dan senyum dingin yang terpatri di wajahnya…
"Na….
…. ru….
… to…"
Setitik air mata terjatuh dari sepasang mata perak milik Neji setelah mengucapkan nama itu.
TBC
