Pagi telah datang, namun nampaknya matahri masih belum mau muncul ke permukaan. Embun tipis melapisi udara, berkumpul di ujung dedaunan bersamaan dengan air gutasi yang perlahan menganak dan jatuh ke rerumputan basah di tanah. Udara terasa amat sejuk, cukup untuk membuat seseorang menggigil sekejap. Burung berkicau pelan, berirama dan saling sahut menyahut satu sama lainnya.
Tidak ada sesuatu yang spesial di Kota Magnolia pagi ini, semua berjalan seperti biasa. Penduduk mulai memenuhi jalanan kota, menyesaki area pasar untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Riuh rendah suara manusia mulai memenuhi relung kota yang mulai hidup bersamaan dengan merangkaknya matahari dari persembunyiannya, sinarnya muncul sembari memberikan kehangatan yang perlahan merambat.
Satu hari yang damai di Magnolia.
Namun hal itu tidak berlaku di sebuah bangunan di bukit pinggir kota Magnolia.
"BOCAH-BOCAH KURANG ASEEEEM!" Suara itu menggelegar, hingga mungkin dapat terdengar ke seluruh penjuru Magnolia hingga ke gang-gang sempit sekalipun.
"Ara… ara…," seorang wanita setengah baya yang tengah menjemur pakaian di halaman rumahnya hanya bisa tertawa pelan sembari memeras pakaian. Dia mendongak ke arah bukit yang cukup jauh di atas rumahnya, "seperti biasa Natsu-kun selalu semangat di pagi hari, ya?"
Jika kau berjalan sedikit ke dalam bukit tersebut, ada sebuah bangunan tua yang cukup besar bercat merah kusam. Dinding-dindingnya bertambal di mana-mana, atap rumahnya terlihat lapuk, dan beberapa daun jendelanya hampir copot dengan sebagian besar kaca yang direkat plester. Namun keadaan tersebut sama sekali tidak membuat bangunan tersebut terlihat kumuh atau reyot karena di halaman depan bangunan tersebut, terhampar kebun dengan sayur-mayur yang menghijau, juga bunga-bunga aneka warna dan bentuk membuat bangunan tua ini terlihat sangat hidup.
"KEMBALI KE SINI KALIAN BOCAH NAKAL!"
Bahkan terlalu hidup karena kau dapat mendengar suara teriakan dan suara barang jatuh berdebum seperti ini hampir setiap saat di sini. Namun, itulah uniknya tempat ini. Dengan sebuah lambang mirip anak ayam yang memiliki ekor tajam berwarna merah terpampang pada papan nama di depan rumah tua tersebut, tempat ini dikenal sebagai;
Piyo Tail.
Sebuah tempat di mana kau dapat menemukan kebahagiaanmu.
Fairy Tail © Hiro Mashima
Welcome to Piyo Tail © Me
Sebuah kumpulan drabble, cerita pendek, cerbung, yang digabung menjadi satu tentang sebuah panti asuhan kecil di bukit pinggiran kota Magnolia. Dengan para Dragon Slayer + Lucy Heartfilia sebagai karakter dewasa yang menjadi penjaga tempat ini.
Enjoy :D
BRAK. BRUK. GOMPRANG.
Bunyi barang-barang yang berjatuhan, logam-logam bertubrukan, dan dinding yang bergetar karena dihantam sesuatu. Suara tersebut terdengar riuh rendah; ada yang berteriak, ada yang tertawa, ada yang marah, ada pula yang menangis. Itu baru suara yang terdengar dari luar bangunan rumah tua yang sudah lapuk itu. Jika kau penasaran dan iseng-iseng mengintip dari balik pintu depan yang terbuka sedikit. Maka kau akan melihat;
Pandemonium.
Eits, bercanda kok. Kau tak akan melihat monster super besar yang saling beradu tinju dan napas api, hanya saja kau akan melihat setan-setan kecil yang tengah berlari-lari dengan ganasnya.
Iya, setan-setan kecil yang kini tengah mengerubungi seorang pemuda bersurai pink dengan apron merah muda yang kini hampir lepas dari tubuhnya. Ikat kepala putih yang melekat di kepalanya kini tengah ditarik-tarik oleh seorang bocah berambut hitam yang hanya memakai celana dalam.
"Gray! Jangan tarik-tarik ikat kepalaku dan… pakai baju sana! Evergreen jangan buat temanmu jadi batu, kembalikan Elfman seperti semula! Alzack, Bisca, jangan tembaki aku dengan pistol air!" Pemuda pinkish yang tengah kalap itu bicara dengan mulut menyembur-nyemburkan percikan api kecil yang membuat anak-anak disekitarnya tertawa, "Levy! Freed! Jangan mencoret tembok dengan solid script dan jutsu shiki! Kalian mau menghancurkan bangunan ini heh?"
"Warren, hentikan mengirim telepati tidak penting ke semua orang! Max, kalau kau mau main pasir di luar sana! Dan kau Nab… kerjakan sesuatu! Mira, Erza, berhenti berkelahi! Bickslow kembalikan boneka Lissana! Juvia jangan nangis terus, rumah kebanjiran! Jet dan Droy kalian jangan lari-lari sambil numpahin tanah dari pot! Vijeeter jangan menari di atas meja makan! Laki, buang benda-benda penyiksaan ini ke gudang cepat! Reedus, berhenti menggambar di dinding!"
"Hah… hah…," pemuda yang tahun ini berumur tujuh belas tahun ini terengah-engah, bukan hanya karena harus teriak-teriak setiap pagi seperti ini, tapi dirinya juga harus mengabsen satu persatu setan kecil ini yang entah kenapa tak kunjung jinak. Ditambah lagi kelakuan mereka yang suka menarik-narik apa saja yang melekat di tubuh pemuda ini.
"WENDY! GAJEEL! KEMANA KALIAN?! AKU BUTUH BANTUAN!"
Nah, perkenalkan pengurus Piyo Tail yang lain. Wendy Marvel dan Gajeel Redfox. Dan sesaat setelah teriakan itu membahana, dua orang yang dimaksud muncul ke ruang di mana setan-setan kecil itu tengah mengelilingi pemuda pinkish yang nampak kepayahan.
"Ano ne, Natsu-san, saya tadi sedang menjemur pakaian anak-anak, kau tidak apa-apa kan?" Wendy, seorang anak perempuan berumur dua belas tahun, masuk dengan sekeranjang penuh pakaian anak-anak yang sudah kering, "Hm… sepertinya saya tidak bisa membantu di sini, Natsu-san, saya harus menyetrika baju anak-anak," Wendy berkata sambil melirik ke arah Gajeel.
"Sudah jangan hiraukan si Otak Batu Bara itu, kau kerjakan saja urusan pakaian anak-anak," Gajeel yang bertubuh tinggi dengan banyak tindikkan di wajahnya menaruh keranjang berisi ikan dan sayur mayur. Lalu gadis bersurai biru dengan model rambut twin tail itu pergi dari ruangan dengan membawa setumpuk baju yang siap disetrika.
"Gajeeeeell… temee… adaw!" Belum sempat Natsu membalas ucapan dari pemuda tindikan itu, Gray membekukan kepalanya dengan sekali pukul.
"Ice make! Ice Cube! Ahahaha…"
"Nice one ice boy, geehe!" Gajeel melipat kedua tangannya sambil menyeringai melihat wajah natsu yang kini dilapisi es tebal.
"Aaah~ mattaku mo," suara helaan napas berat terdengar dari balik pintu, kemudian dari sana muncul lah sosok gadis dengan balutan apron merah muda (senada dengan milik Natsu) dengan sendok sayur di tangan kirinya. Rambut pirangnya diikat ekor kuda, dengan bandu putih lebar yang disematkan di rambutnya. Dia melirik ke arah Gajeel sambil berkata, "Kau ini sudah dewasa, harusnya jangan menyemangati anak-anak untuk jahil dong," ucap gadis itu sambil mendengus.
"Geez… kau kayak nenek-nenek saja."
"Apa kau bilang?"
"Bukan, bukan apa-apa," ucap Gajeel lagi sambil mengibas-ngibaskan tangannya.
"Aneh," tak mau memperpanjang konversasinya dengan pemuda tindikan itu, gadis tersebut kemudian maju ke arah setan-setan kecil dan Natsu yang kini kepalanya tengah membeku.
"Anak-anak, kalian tidak boleh nakal ya," kemudian sendok sayurnya melayang ke arah kepala Natsu, membuat bongkahan es di kepala pemuda itu pecah, "kalian tidak kasihan dengan Natsu-nii? Kalau Natsu-nii marah, nanti siapa yang akan menemani kalian main, mengerti anak-anak?" Gadis itu berkata dengan nada pelan tanpa maksud memarahi.
"Haaaaai…," ucap anak-anak bak paduan suara yang sudah dilatih tiap hari.
"Oi, Lucy… aku mengerti kau ingin menolongku dari bongkahan es, tapi…," Natsu yang jatuh tersungkur kemudian bangun dengan perlahan, "…tapi, GAK PAKAI PUKUL KEPALAKU JUGA DONG! KAU NGGAK BISA PAKAI CARA YANG LEBIH HALUS?!"
"Urusai Natsu, salah sendiri punya kelakuan selevel bocah lima tahun, makanya anak-anak ini tidak ada respect kepadamu."
"Dih, kau sendiri cuma gaya-gayaan pakai apron sambil pegang-pegang sendok sayur, tapi masakanmu gak ada yang beres!"
"Ugh, untuk gadis cantik sepertiku kekurangan seperti itu pasti dimaafkan oleh mereka, iya kan anak-anak…," ucap Lucy dengan suara yang diimut-imutkan.
"Lucy-nee seram," ucap anak-anak serempak.
"NANI?!"
"Kyaaa… Monster Lucy mengamuk, lari semuanya!"
"Kemari kalian bocah-bocah kecil! Siapa yang kalian sebut monster hah?" Lucy kemudian mengejar anak-anak yang kini tertawa terbahak-bahak sambil melemparkan sesuatu ke arah gadis blonde itu.
"Hee… Lucy-san kenapa Gajeel-san?" Wendy baru saja bergabung kembali, menatap kejar-kejaran itu dengan bingung.
"Biasalah… rutinitas pagi hari, dan kau katanya mau nyetrika cepat amat selesainya."
"Oh… saya tunda dulu, sekarang waktunya sarapan kan?" Kemudian Wendy mengerling hati-hati ke arah Lucy yang masih sibuk mengejar anak-anak, "Soalnya saya agak khawatir kalau Lucy-san yang masak," ucap Wendy dengan volume pelan.
"Geehe! Aku setuju, sejak Lucy yang mengambil alih urusan dapur, kita semua jadi antre ke toilet," ucap Gajeel dengan lega, setidaknya perutnya tak perlu mulas setelah sarapan. "Eh, katanya kau mau masak, kok masih di sini?"
"Ehe… soalnya pemandangan ini sayang kalau dilewatkan," ucap Wendy girang sambil menatap kejar-kejaran itu dan kini Natsu juga ikut serta.
"Hah… yeah, setidaknya di dunia ini ada hal yang dapat membuatku senang hanya dengan melihat kelakuan konyol mereka dan bocah ingusan itu," jawab Gajeel sambil menyandarkan punggungnya ke tembok.
BRAK. BRUK. GOMPRANG.
Suara benda-benda berbenturan, logam bertubrukan, dan suara anak-anak yang ribut terdengar seperti suara peperangan tiada henti. Yeah, di sini adalah tempat yang ribut, setiap saat selalu riuh rendah, namun ada kalanya tempat ini sunyi senyap, dan saat itu adalah sekarang.
Lucy berjalan mengitari meja makan panjang yang sudah agak reyot. Sesekali dirinya membenarkan posisi sendok dan garpu, sambil menaruh seketul roti ukuran genggaman telapak tangannya ke atas piring masing-masing anak. Sesekali dia memeriksa anak-anak yang tengah duduk dengan manis di kursi mereka masing-masing. Ah ternyata, Gajeel juga sudah duduk di kursinya.
"Kau sudah cuci tangan Droy? Simpan dulu pot tanamanmu ke pinggir jendela."
"Levy, jangan ganggu Gajeel-nii, kau bisa duduk di kursimu sendiri, kan?"
"Kau boleh duduk di samping Gray, Juvia-chan, makanya berhenti menangis ya."
"Ano… Reedus? Buku gambarmu kau tutup dulu, nanti gambarmu bisa luntur kena air minum dan Vijeeter sebentar lagi kita sarapan, berhenti dulu ya menarinya."
"Jet, Warren, Nab jangan berkelahi di meja makan, nah begitu baru bagus, duduk manis ya."
"Kau boleh memahat kayu setelah sarapan seleasi Laki, sekarang simpan dulu alat pahatanmu ke bawah meja, oke?"
"Pasir adalah salah satu bahan terlarang di meja makan bukan begitu Max dear? Nah, cuci tanganmu sekali lagi sebelum ke meja makan."
"Mirajane, Lissana, Elfman Strauss… hentikan take over kalian, kita mau makan, kalian juga raijinshuu, bersikap baiklah sebelum makanan datang."
"Alzack dan Bisca duduk bersebelahan ya ah iya kemari Erza, jangan duduk di pojok sendirian… ah itu dia makanannya sudah datang."
"Omatase simashita mina-san," Wendy datang membawa piring besar berisi telur datar super besar bersama dengan Natsu yang tengah membawa sepanci besar sayur sup dengan sedikit kesulitan. Anak-anak yang duduk di kursinya menatap ke arah Wendy dan Natsu dengan tatapan berbinar.
"Nah, bocah-bocah, waktunya makan!" Seru Natsu setelah semua anak mendapat bagian masing-masing.
"Hush Natsu, sabar dulu," Lucy mementung kepala Natsu dengan sendok sayurnya, "mana manner-mu sebelum makan?."
"Ceh… mendokusai."
Tung! Kembali gadis blonde itu mementung kepala Natsu.
"Natsu Dragneel, beri contoh yang baik untuk anak-anak!"
"Hah… baik, baik… Nona Lucy Heartfilia," Natsu kemudian menatap ke arah anak-anak yang sudah tidak sabar untuk makan, "Nah… semuanya, Ittadakimasu!" Ucapnya sambil menepuk ke-dua tangannya.
"ITTADAKIMASU!"
Lucy hanya bisa mendengus maklum sambil tersenyum sebelum dirinya sendiri duduk di kursinya. Suasanya menyenangkan, setidaknya ketika waktu makan mereka semua bisa duduk diam dan bersikap amat manis. Kalau dalam keadaan seperti ini, mereka sangat imut dan menyenangkan seperti malaikat kecil. Fuh, Lucy menopang wajahnya dengan sebelah tangan, makannya belum dia sentuh, dirinya masih sibuk memperhatikan anak-anak yang tengah makan. Lucu sekali, sungguh.
Piyo Tail, tempat di mana anak-anak yatim piatu di Magnolia bisa tinggal tanpa harus takut udara dingin di luar. Tempat di mana kau bisa berbagi, baik senang maupun susah. Tempat di mana kau tak perlu takut sendirian, karena di Piyo Tail…
Kau menemukan sebuah keluarga.
Sebuah keluarga yang diimpikan oleh Lucy Heartfilia. Lalu senyum terukir kembali di wajah belia 17 tahun itu hingga salah satu anak sadar akan hal itu.
"Lucy-nee," panggil Gray.
"Ya, kenapa Gray?"
"Waktu kau tersenyum… wajahmu menakutkan."
Krak! Wajah Lucy seperti terbelah ketika mendengar hal itu.
W—well… kalau ejekan setan-setan kecil itu bisa dikurangi sedikiiit saja, maka Lucy akan mendapatkan keluarga yang sempurna.
.
.
.
.
FIN or TBC
Hm… karena ini adalah kumpulan cerita drabble dan cerpen, saya akan pasang status di Fanfiksi ini dengan status complete, tapi sewaktu-waktu akan di update karena chapter 1 ini bisa dibilang PROLOG doang. Ke depannya mungkin akan ada cerita perindividu atau kelompok dari bocah-bocah kecil ini atau mungkin para orang dewasa penjaga Piyo Tail. Maka dari itu, ditunggu ya :D *umbar-umbar janji* /heh
Oke minna, bersedia me-riview? ;)
