Love?

Warning : AU, Hum!Alien, Hum!Robot, No Super power, OOC, Typo

Rated : T

Ganre : friendsip, romance

Pairing : silakan tebak sendiri :3 #dilemparkursi

Boboiboy milik Animonsta studio saya hanya meminjam charanya saja

Jika berkenan silakan baca ^_^

.

~o0o0o0o~

.

Rintik-rintik hujan mulai melebat setelah waktu hampir menunjukkan waktu sore. Langit mendung menghiasi suasana sore tersebut, membuat banyak orang semakin ingin pulang kerumah atau hanya sekedar ingin berteduh saja. Bagi siswa atau pelajar saat hujan mereka pasti ingin segera pulang ke rumah atau tidak berteduh didalam sekolah, biasanya mereka menghubungi keluarga mereka untuk meminta di jemput atau tidak memberi tahu kalo mereka pulang telat bahkan ada yang sampai nekat berlari ditengah hujan agar sampai dirumah secepat mungkin. Tapi tidak untuk seorang pemuda ini, pemuda ini lebih memilih untuk menyelesaikan tugasnya sebagai ketua OSIS daripada memikirkan nasibnya yang terperangkap didalam sekolah.

Tring!

Bunyi hp pemuda tersebut yang menandakan ada sebuah pesan masuk. Pemuda tersebut menghentikan kegiatannya sesaat untuk melihat siapa yang baru mengirimnya sebuah pesan. Saat pemuda tersebut selesai membaca pesannya entah apa yang membuatnya tersenyum tipis, segera saja dia membalas pesannya.

'Gempa, Kakak tunggu di koridor depan ya! Jangan lama-lama diruang OSIS nanti kau malah jadi botak gara-gara kelamaan mikirin kertas-kertas itu, hehehe bercanda :3

Pokoknya jangan maksain diri, santai saja ok!

Dari kakakmu yang paling tampan.'

'Ok kak, Gempa ga akan botak kok tenang aja. Iya Gempa ga akan maksain diri, dan wajah kak Taufan itu ga tampan kok hehehe. Kak, Gempa mau ngecek kelas dulu takut ada yang tertinggal ya'

Begitulah isi dan balasan pesan tersebut. Setelah pemuda yang disebut Gempa itu selesai membalas pesan segera saja dia membereskan kertas-kertas yang tadi dia kerjakan dan memasukannya kedalam map dan meletakkannya didalam laci besi yang banyak berisi data-data OSIS.

Setelah selesai membereskan data-data tersebut Gempa langsung keluar dari ruang OSIS dan menguncinya. Dia berjalan menuju kelasnya untuk mengecek ada yang tertinggal atau tidak. Setelah selesai mengecek semua barangnya Gempa langsung keluar kelas dan berjalan menuju ke koridor depan. Saat menuju koridor depan, Gempa melewati Lab Komputer yang lampunya masih menyala.

'Masih ada orang di lab komputer?' batinnya bertanya pada dirisendiri.

Masih diselimuti dengan rasa penasaran, Gempa memilih untuk menghampiri lab komputer tersebut. Dengan sedikit perasa gelisah Gempa meraih knop pintu tersebut dan saat ingin membuka pintu tersebut tanpa Gempa tau ada seseorang yang keluar dari ruangan tersebut, akibatnya wajah Gempa terkena pintu yang dibuka dengan keras tersebut dan membuat dirinya terjatuh sambil memegang wajahnya yang terkena pintu.

Seseorang yang membuka pintu tersebut atau bisa dibilang pelaku yang membuat wajah Gempa terpukul pintu itu memekik kaget dan langsung berwajah cemas.

"Ah! Maaf, aku tidak melihat ada orang tadi. Kau baik-baik saja? Ada yang terluka?" tanya orang tersebut khawatir.

"Tenang saja, aku baik-baik saja kok" jawab Gempa masih memegang wajahnya.

"Aku benar-benar minta maaf, ah! Ini, aku sudah memberinya air dingin" balas orang tersebut sambil memberikan Gempa sapu tangan yang sudah diberi air dingin untuk mendinginkan memar kecil yang disebabkan oleh insiden pintu tadi.

"Terimakasih tapi tenang aku baik-baik saja" balas Gempa sambil melepas tangannya yang tadi menutup wajahnya untuk menahan sakit diwajahnya. Saat Gempa melihat kearah orang tersebut, Gempa langsung membelalakkan matanya terkejut. Dilihatnya seorang gadis bersurai pirang sepunggung, beriris biru langit, yang membuatnya teringat akan sosok seseorang dimasa lalu, seseorang yang sering bermain bersamanya dan saudara-saudaranya di masa lalu, seseorang yang sangat berharga bagi mereka, dan seseorang yang pernah menghilang tiba-tiba.

"Kau..."

~o0o0o0o~

Didalam koridor sekolah SMA Pulau Rintis terlihat seorang pemuda sedang memandang kearah hujan yang belum juga mereda setelah lama menghujani daerah Pulau Rintis. Pemuda tersebut selalu saja melihat jam tangannya yang sudah hampir menunjukkan pukul lima sore.

"Aduh.. kenapa hujannya belum berhenti? Sudah mau jam lima lagi, udah gitu ga bawa payung lagi, terus Gempa belum dateng lagi, mau sms tapi hp mati, mau nyari Gempa takut nanti disangka udah pulang terus ditinggal, apalagi Kak Hali ga tau kemana. Main tinggal seenaknya aja, ninggalin adik-adiknya lagi, sial banget hari ini" gerutu pemuda tersebut yang biasa dikenal dengan Taufan.

Iris coklatnya tak berhenti-henti melihat kearah hujan, terus ke arah jam, terus ke dalam koridor, ke arah hujan lagi, ke arah jam lagi, dan ke dalam koridor sekolah lagi, terus begitu sampai membuat pemuda tersebut pegal sekaligus frustasi sendiri.

"Argghhh...! Kenapa Gempa belum dateng juga! Masa dia dicegat oleh sesuatu yang ga masuk akal kayak ketabrak pintu!" teriaknya tanpa sadar dan juga meneriaki sesuatu yang sebenarnya memang terjadi.

"Ya Allah, kenapa Kau memberiku cobaan ini?!" teriak Taufan dengan gaya yang dilebih-lebihkan tanpa rasa sungkan kalo nanti dianggap gila, sudahlah memang Taufan orangnya begini.

Taufan kembali cemas, takut terjadi sesuatu pada Gempa yang adalah adik kesayangannya. Dia kembali memandang hujan yang belum juga mereda, inginnya sih dia lari menerobos hujan tapi pasti nanti dia bakal kena marah adiknya itu dan bisa-bisa dia disuruh makan sayur sebagai hukuman dari adik tersayangnya itu. Hukuman yang ringan tapi bagi Taufan yang memang kurang suka makan sayur terutama brokoli, itu adalah hukuman yang lumayan berat untuk dijalani.

Taufan masih setia menunggu adiknya itu, karena memang hanya Gempa saja yang bawa payung. Tanpa sadar ada seseorang yang mendekat kearahnya sambil memperhatikannya dalam diam. Orang tersebut berjalan ke arah Taufan dan berhenti di samping Taufan dan langsung saja membuka payung berwarna kuning untuk melindungi dirinya.

Taufan melihat orang tersebut melalui ekor matanya tanpa bisa melihat wajahnya karena tertutup oleh payung. Dengan wajah malas dia kembali melihat hujan, saat masih melihat hujan Taufan merasa ada sesuatu yang mengenai lengan kirinya. Segera saja Taufan membalikkan wajahnya melihat ke kiri dan mendapati seseorang yang di sampingnya sedang menyerahkan sesuatu.

"Eh? Dia belum pulang? Dan ini maksudnya apa?" batin Taufan bingung, dan saat dilihat lagi orang tersebut sedang menyerahkan sebuah payung berwarna biru kepadanya.

Awalnya Taufan memandang orang itu dengan wajah bingung dan baru paham apa maksud orang itu. Segera saja Taufan memasang wajah ceria dan mengambil payung tersebut.

"Terimakasih ya! Nanti aku kembalikan, oh ya nama mu siapa? Kelas mana?" tanya Taufan tapi sayang seseorang yang baru saja meminjamkan payung tersebut langsung pergi, melewati hujan yang masih deras. Dan saat Taufan memperhatikan orang itu dia baru sadar kalo seseorang tadi adalah seorang gadis. Taufan kembali memperhatikan payung biru yang dipinjamkan oleh gadis tadi dan menemukan sesuatu yang menggantung dibawah payung itu, sebuah gantungan kecil yang tergantung manis dibawah payung itu.

"Pinguin?"

~o0o0o0o~

Saat ini, hujan masih senantiasa membasahi daerah Pulau Rintis. Tidak ada daerah yang tidak terkena hujan, bahkan daerah gang kecil yang terlihat ada seorang pemuda tengah terduduk lemaspun tak terlewatkan oleh rintik-rintik hujan ini. Pemuda tersebut sudah berpenampilan sangat berantakan dari atas hingga bawah sukses basah karena terkena hujan, memar dan luka juga menambah penampilan pemuda ini. Darah mengalir dari sudut bibirnya, memar dipipinya sudah membiru, luka bekas goresan benda tajam menghiasi lengannya. Menandakan pemuda tersebut habis bertarung dengan hebat.

Tangannya segera saja membersihkan darah yang sedang mengalir itu. Rasa perih bisa ia rasakan saat menyentuh sudut bibirnya, matanya memandang langit yang sudah hampir menggelap. Membuatnya berdecih dengan emosi.

'Cih, kalo bukan karena senior itu aku pasti sudah pulang sekarang' batinnya dengan emosi mengingat siapa yang telah membuat dirinya begini.

Ya penyebab dirinya menjadi penuh luka ini adalah hanya karena seorang senior yang awalnya hanya mengajaknya bertanding satu lawan satu di dalam gang ini. Arus pertandingan awalnya dipegang oleh pemuda itu tapi segera berpindah kepada seniornya karena tanpa pemuda itu sangka bala bantuan datang atau bisa disebut kaki tangan senior itu. Dan liciknya mereka semua membawa senjata dari yang berat hingga yang tajam, beruntung tidak ada yang membawa senjata api. Tapi pada akhirnya pemuda itu tetap saja menang walau harus mendapatkan luka-luka ini.

'Aku harus pulang, urusan senior itu bisa diselesaikan besok' batin pemuda itu berusaha untuk berdiri, namun sayang belum juga sepenuhnya bangun pemuda itu sudah terduduk lemas lagi dan di tambah oleh bunyi perut yang kelaparan.

Kruyukk~

'Sial! Karna tadi belum makan energiku habis, mana bisa pulang kalo kayak gini' batinnya emosi. Pemuda tersebut menatap kearah langit yang masih setia membasahi daerah Pulau Rintis tanpa henti membuat pemuda itu sedikit cemas 'Apa Gempa dan Taufan sudah pulang? Cih, kalo senior itu tidak mengajakku bertarung aku pasti sudah pulang dengan mereka' batinnya meruntuki nasibnya.

Pemuda itu atau biasa dikenal dengan nama Halilintar memandang kedepan saat dirasakannya ada seseorang yang menghampirinya. Halilintar memandang orang itu dengan tatapan yang dingin dan menusuk. Seseorang itu berdiri didepan dirinya dan langsung berjongkok untuk menyamakan tinggi mereka dan memayunginya.

"A-anu...kau baik-baik saja?" tanya seseorang itu dan dibals dengan tatapan dingin dan menusuk dari Halilintar. Seseorang itu yang ternyata adalah seorang gadis berhijab awalnya hanya sedikit takut karna dibalas oleh tatapan seperti itu tapi dia tidak menyerah untuk bertanya pada pemuda yang ada didepannya.

"Sepertinya kau habis bertarung, ah! Ini aku baru beli obat merah dan hansaplast" ucap gadis itu sambil menyerahkan dua benda tersebut kepada Halilintar dan hanya dibalas oleh tatapan datar oleh Halilintar. Gadis itu tidak mundur saat ditatap dengan datar oleh Halilintar, malah dia mulai membersihkan luka yang ada disudut bibir Halilintar dengan tisu dan langsung ditangkis oleh Halilintar.

"Mau apa kau?!" bentak Halilintar pada gadis itu sedangkan yang dibentak hanya berwajah kaget dan langsung mengubah tatapan matanya menjadi tegas.

"Aku ingin membersihkan luka mu" jawab gadis itu dengan wajah yang tidak menunjukkan wajah takut sedikit pun.

"Jangan menyentuhku!" bentak Halilintar lagi.

"Sudahlah kau diam saja! Kalo luka ini makin parah gimana? Nanti kau repot sendiri" balas gadis itu dengan wajah yang mulai terlihat kesal oleh tingkah Halilintar.

"Itu bukan urusanmu!" Halilintar mulai geram dengan tingkah 'sok peduli' gadis yang ada didepannya ini. Mungkin dia adalah gadis pertama yang tidak takut akan bentakan Halilintar karena biasanya gadis lain akan langsung ketakutan atau mungkin sudah menangis.

"Ini urusanku! Aku melihatmu terluka berarti ini urusanku juga! Sudahlah kau diam saja biar aku urus luka di wajahmu itu" jawab gadis itu yang malah membuat Halilintar jadi tidak berkutik, sungguh perkataan gadis yang ada didepannya ini membuat Halilintar jadi tidak bisa membalas kata-katanya.

'Apa-apaan dia? Kenapa dia ingin sekali membantuku?' batin Halilintar bingung. Halilintar diam saja saat sudut bibirnya dibersihkan dengan tisu. Ringisan terdengar dari Halilintar saat merasakan perih di sudut bibirnya yang dibersihkan oleh tisu.

"Ah! Ma-maaf" seru gadis itu saat mendengar ringisan dari Halilintar dan hanya dibalas oleh dengusan kasar dari Halilintar. Gadis itu memberi obat merah di atas kapas dan menempelkannya di sudut bibir Halilintar dengan hansaplast dan menaruh beberapa Hansaplast di luka lain.

"Aku tidak beli perban tadi untuk menutup luka di tanganmu dan sepertinya hansaplast juga tidak bisa menutup luka itu jadi aku pakai sapu tangan saja boleh?" seru dan tanya gadis itu dengan senyum diwajahnya sedangkan yang ditanya hanya memutar matanya saja.

"Aku anggap itu sebagai boleh" keputusan sepihak gadis itu membuat Halilintar menghela nafas kasar. Halilintar kembali melihat wajah gadis yang sedang sibuk menutup luka dilengannya 'Dasar gadis aneh' batin Halilintar sambil mendengus geli.

"Selesai!" seru gadis itu senang sepertinya dia puas atas hasil kerjanya. Halilintar melihat kearah lengannya yang baru saja diikat oleh sapu tangan milik gadis itu untuk menutup lukanya. Kemudian Halilintar berdiri -yang entah mendapatkan energi dari mana- membuat gadis itu mengernyitkan dahinya bingung.

"Kau mau kemana?" tanyanya dengan wajah yang bingung dan ikut berdiri.

"Pulang, kau juga pulang sana sudah mau gelap" seru Halilintar dengan nada dingin dan membalikkan badannya meninggalkan gadis yang sedang memandang punggung Halilintar, saat gadis itu ingin membalikka badannya Halilintar mengucapkan sesuatu dengan pelan dan tanpa membalikkan badannya tapi walau begitu gadis itu masih bisa mendengarnya dan segera saja membalikkan badannya lagi untuk melihat kearah pemuda yang sedang berjalan meninggalkannya.

'Tadi dia bilang 'terimakasih'?' badin gadis itu dengan wajah bingung bercampur dengan wajah yang senang. Sedangkan Halilintar sedang berjalan menuju rumahnya sambil sesekali memandang sapu tangan yang menutup lukanya.

'Pink?'

TBC or DELET(?)

A/N : hai minna~ hehehe saya muncul lagi membawa fanfic baru lagi, ini fanfic romance pertama jadi mohon kasih kritik dan sarannya yaa^^

terimakasih telah membaca^^ -Miyu