Pwenth present
Panwink threeshot! Fanfiction
Warn: typos, prank plot, BL, Yaoi
.
Rencana
Chapter 1
.
Enjoy~
.
Jihoon benar-benar tak habis pikir dengan Kang Daniel. Bagaimana bisa dia berkata yang tidak-tidak tentang adiknya sendiri?
"Jihoonie... kumohon sekali ini saja! Jauhi Lai Guanlin atau kau akan menyesal!"
Pria manis itu sudah benar-benar muak mendengar ocehan Daniel yang membuat telinganya panas. Ia merasa sudah harus menghentikan pria berbahu lebar itu sekarang.
"Kau, Daniel. Kau!"
Daniel tampak terkejut dengan raut wajah Jihoon. Selama lima tahun mereka mengenal, baru kali ini Jihoon menunjukkan mimik tersebut.
Wajah manis itu benar-benar tampak murka. Emosi tercetak sangat jelas disana. Seolah-olah kemarahan yang tertimbun sangat lama diledakkan dalam satu waktu.
"Bukan aku yang harus berhenti tapi kau! Berhentilah berbicara hal-hal tak masuk akal tentang Guanlin! Aku tahu kau sangat iri padanya tapi bukan ini caranya! Bagaimana mungkin kau berbuat hal seperti ini sedangkan Guanlin sudah sangat baik padamu, hah?!"
Daniel menelan ludahnya gugup. Ia terbiasa menghadapi Jihoon yang manis dan dia sama sekali tak siap dengan situasi ini. Rupanya lamanya mereka mengenal tidak membuat Daniel memahami Jihoon sepenuhnya.
Ia malah merasa tak tahu apapun.
"Kau tak ingat dia yang mengeluarkanku dari panti asuhan? Dia bahkan merengek pada Abeoji yang sangat keras kepala demi membebaskanku dari tempat laknat itu! Dia membiarkanku tinggal di tempat kalian dan mendapat kasih sayang keluarga kalian!"
Jihoon terengah-engah. Berbicara dengan penuh emosi membuat ini terasa lebih melelahkan ketimbang mengelilingi mansion keluarga Lai lima kali.
Daniel mencoba menenangkan dirinya sendiri. Mendapati sikap keras kepala Jihoon yang tidak mempercayainya membuatnya ikut terbawa emosi.
Daniel menarik napasnya pelan, "aku tahu pasti aku terlihat sangat jahat di matamu, kan? Jihoonie... ini... selama ini segalanya tidak seperti yang kau kira. Tak seperti yang terlihat. Mungkin kau melihat Guanlin sebagai malaikat penyelamatmu, tapi nyatanya dia iblis yang ingin menghancurkanmu. Aku—"
"Stop! Aku tak mau mendengarkanmu lagi! Rupanya kau masih tak mengerti, heum?! Tinggalkan aku sendiri karena aku tak mau melihatmu lagi! Pergi kau Kang Daniel...!"
Jihoon berjongkok, menutupi kedua telinganya dengan telapak tangan sambil matanya terpejam erat. Ia tampak sangat kacau.
Sementara Daniel hanya dapat menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Ternyata tak hanya cintamu, tapi juga kepercayaanmu. Lai Guanlin sangat beruntung mendapatkan itu, Ji. Sesuatu yang tak akan pernah bisa kuharapkan untukku. Aku menyadarinya, sangat. Jaga dirimu, Ji. Kau bisa menghubungiku lagi kapan saja saat kau membutuhkan sesuatu. Aku akan datang—"
Daniel membalikkan tubuhnya, melangkahkan kakinya menjauhi kamar Jihoon.
.
.
.
Jihoon mencoba mengawali harinya pagi ini dengan senyuman. Setelah semalam berdebat dengan Daniel, sebenarnya ia tak merasa baik-baik saja.
Ia merasa kalau perkataan Daniel itu jujur dari dalam hatinya, tapi apa yang dia katakan tak mampu membuat niat sedikit pun tumbuh dalam hati Jihoon untuk mempercayainya.
Karena Guanlin adalah pria yang baik. Selama lima tahun Jihoon menumpang di rumahnya, tak pernah sekali pun Guanlin memperlakukannya secara buruk. Guanlin bahkan sangat memperhatikannya.
Semua sikap manis Guanlin... bagaimana mungkin Jihoon dapat mempercayai segala ucapan Daniel?
Apalagi menurut Jihoon, justru Daniel lah yang memiliki tabiat buruk. Pria yang lebih tua tiga tahun darinya itu seringkali pulang malam. Tak jarang bermabuk-mabukan. Kuliahnya juga amburadul, hidupnya sama sekali tidak beres.
Ia juga selalu menentang Abeoji, ayah kandung Guanlin. Yang juga merupakan ayah tiri Daniel. Sudah tak terhitung berapa kali Daniel mengacaukan makan malam keluarga hanya karena Abeoji menanyakan kabar kuliah Daniel. Dan ya, Daniel menolak untuk mengubah marganya.
Pria itu sangat dingin pada keluarganya, tapi hangat pada Jihoon. Tak jarang Jihoon mendapat perhatian berlebih dari Daniel.
Tapi kelakuannya benar-benar tak dapat Jihoon pahami.
"Jihoonie hyung? Kau melamun?"
Sebuah suara menyentakkan Jihoon dari lamunannya. Ia menoleh ke arah Guanlin yang menyembulkan kepalanya di pintu kamarnya. Jihoon tersenyum cerah. Guanlin selalu bisa mengembalikan moodnya kapan pun.
"Tidak, tidak. Guan ada perlu apa?"
Guanlin melangkah masuk dengan langkah pelan tanpa repot menutup pintu. Dia mendudukkan dirinya di samping Jihoon. Gummy smile-nya tervisual apik di wajahnya yang tampan.
Sementara Jihoon hanya mampu menunduk dengan pipi merona. Biarpun itu tak dapat menormalkan detak jantungnya.
"Aih... hyungku manis sekali...!"
Dengan gemas Guanlin memainkan pipi gembil Jihoon dengan telapak tangan lebarnya. Jihoon hanya mampu menatapnya pura-pura kesal.
"Yak! Lepas Guan...!"
Guanlin melepaskan tangannya tidak rela. Dengan kekanakan ia mengerucutkan bibirnya, memasang ekspresi imut.
"Aish! Hentikan wajahmu itu, menggelikaaaaan!"
Mereka tertawa bersama. Jihoon memantapkan hatinya sendiri di sela tawa itu. Guanlin sangat manis, bagaimana mungkin dia mempunyai sebuah niat jahat padanya?
Guanlin menghentikan tawanya, lalu memfokuskan tatapannya pada Jihoon, "hyung... kau tau dimana Daniel hyung? Semalam dia tidak pulang."
"Eh? Eum... aku juga tidak tau Guanlinie... bukankah sudah biasa dia seperti itu?"
Guanlin mengangguk membenarkan. Mereka sudah sama-sama hafal kelakuan Daniel.
"Iya, tapi tadi malam dia tidak mengabariku."
Guanlin melangkahkan kakinya ke meja belajar Jihoon. Ia melihat-lihat koleksi novel Jihoon, memeriksa apakah ada yang baru.
Sedangkan Jihoon sebenarnya tengah memikirkan sesuatu. Ia merasa aneh dengan perkataan Guanlin barusan.
Apakah memang biasanya Daniel mengabari Guanlin jika misal dia tidak pulang? Bahkan dengan hubungan canggung mereka? Mengapa Jihoon tidak pernah tahu?
"Hyung!"
Jihoon nampak kelabakan sendiri, rasanya seperti tertangkap basah.
"Kau melamun lagi?" Guanlin menatap Jihoon dengan alis bertaut.
"Tidak ada, hehe. Maaf, mungkin aku hanya sedang kelelahan. Kau ada bertanya tadi?"
Guanlin mengangguk, "apakah kau belum menambah koleksi novelmu?"
"Iya, kenapa?" tanya Jihoon.
"Mungkin kau mau novelku? Aku tak lagi membacanya."
Jihoon mengangguk antusias dengan sedikit keheranan, "aku mau! Tapi sejak kapan kau mengoleksi novel, Guan? Kau tak pernah memberi tahuku."
Guanlin terkekeh jahil, "apakah aku harus memberitahukan seluruh agendaku padamu, Jihoon hyung?"
"Yak! Bukan begitu!"
Jihoon melemparkan sebuah bantal ke arah Guanlin, dan pria jangkung itu dengan mudah dapat menghindarinya.
Guanlin menatap wajah kesal Jihoon dan tersenyum hangat, "kalau begitu ayo ke kamarku sekarang! Aku akan menunjukkan novel-novelku!"
Jihoon tersenyum lebar, ia menghampiri Guanlin dan menggandeng tangan remaja tujuh belas tahun itu riang untuk keluar dari kamarnya.
Mereka berjalan cukup lama, karena memang mansion ini sangat luas. Dan letak kamar Guanlin memang agak jauh dari kamar Jihoon. Pria manis itu sedikit bersyukur, setidaknya Guanlin tak dapat mendengar pertengkarannya dengan Daniel semalam.
Setelah beberapa saat, akhirnya sampai juga di kamar Guanlin.
Guanlin masuk lebih dulu diikuti Jihoon. Sudah sejak lama Jihoon tidak mengunjungi kamar Guanlin, mungkin... terakhir tiga bulan lalu. Karena ya... biasanya memang pria jangkung itu yang lebih dulu mengunjunginya.
"Hyung... kau bisa melihat-lihat di rak itu. Aku ingin ke kamar mandi sebentar."
Jihoon hanya mengangguk, menatap Guanlin yang kemudian tertelan pintu kamar mandinya.
Kaki pendeknya melangkah mendekati rak yang ditunjuk Guanlin. Ia sempat tercengang melihat ternyata koleksi bocah itu sudah banyak juga.
Jihoon mengambil salah satu buku, menatapi covernya yang agak... sadis.
Keningnya mulai mengerut melihat cover novel yang mengerikan itu. Ia mulai mengambil buku-buku lain. Dan lagi-lagi dengan cover yang serupa, bahkan ada yang lebih mengerikan. Bahasan novelnya tidak jauh-jauh dari hal-hal yang mengerikan.
Penyakit jiwa, keanehan-keanehannya. Psycopath, obsesi gila, peristiwa pembantaian, semuanya tak jauh dari adegan-adegan berdarah.
Apa-apaan ini?! Mungkinkah ini semua adalah bacaan Lai Guanlin?
Tiba-tiba Jihoon teringat dengan ucapan Daniel semalam. Apa mungkin...
Tidak tidak! Jihoon menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Ia tak mau berpikir macam-macam tentang Guanlin tapi semua ini...
"Hyung."
Jihoon menoleh patah-patah kearah Guanlin yang berada di ambang pintu kamar mandi. Dan betapa terkejutnya dia saat melihat Guanlin berdiri disana dengan sebuah pisau.
"G-guanlin..."
Guanlin tampak menyeringai sambil memiringkan kepalanya.
"Heum...? kenapa, Jihoonie...?"
Tbc
Maaf kalo aku ngerusuh di lapak panwink, post ff terus, hehe. Yo! Ada yang kangen? #nggakyakinada yaudah deh yang penting aku seneng ada yang baca ffku. Panwink shipper masihkah kita di kapal yang sama? Hehe... keberatankah buat review? Aku bener-bener butuh kritikan,,, #lambai sampe jumpa di chapie selanjutnyaaaa!
