"S-Sasuke-sama, a-apakah Anda yakin dengan keputusan yang Anda buat?"

Pemuda itu memakai jubah berwarna hitamnya, ia selipkan sebuah pedang di pinggangnya seraya tersenyum angkuh. "Keputusanku adalah mutlak."

"T-tapi Sasuke-sama, Itachi-sama juga mengatakan untuk jangan melakukannya … itu bisa berbahaya."

Pemuda itu mendengus. "Katakan pada kakakku, seharusnya dia fokus saja pada Negara-nya yang berada di ambang kehancuran itu. Aku bosan berada di sini selama delapan belas tahun hidupku. Sudah saatnya aku mencari kualitas hidup."

Sungguh, Suigetsu sama sekali tidak paham apa yang diucapkan oleh Raja-nya tersebut. Pertama, Negara yang berada di kekuasaan Itachi baik-baik saja. Kedua, umur Raja-nya itu baru tujuh belas tahun empat bulan, mana mungkin itu bisa tergolong sebagai delapan belas tahun. Dan yang ketiga, ia tidak mengerti dengan 'kualitas hidup' seperti apa yang dicari Raja-Nya. Istana megah? Tentu saja ada. Para pelayan cantik? Tidak diragukan lagi keberadaannya. Ketampanan? Asal kau tahu bahwa semua keturunan bangsawan rata-rata memiliki rupa yang mahal. Body? Ayolah, tanpa telanjang pun orang-orang akan tahu bahwa Raja-nya itu memiliki tubuh dengan lekuk yang elok dipandang mata.

"Tapi Sasuke-sama, kalau Anda pergi … siapa yang akan memimpin Negara ini?"

Sasuke tersenyum miring, ia langkahkan kakinya mendekati Suigetsu dan menepuk kedua bahu pria itu. "Itulah tujuanmu kupanggil ke sini."

1…

2…

3…

"A-APAAA?!" Mata Suigetsu melotot, hendak keluar. "A-APA ANDA SUDAH GILA?! MANA MUNGKIN AKU BISA MEMIMPIN NEGARA YANG BEGITU LUAS INI!"

"Ssst! Jangan berisik." Suigetsu terdiam, namun mulutnya masih menganga lebar. "Kalau ada rapat, wakili aku dan katakan bahwa aku sedang sakit, atau sibuk dengan urusan yang lain. Jika ada yang mencariku, kau bilang saja aku sedang pergi untuk beberapa hari. Jangan katakan pada siapapun, oke? Kakashi akan membantumu. Yang mengetahui semuanya hanya Kakashi dan kau."

"Sasuke-sama …" Suigetsu melirih tak percaya. Sasuke dengan wajah datarnya terus mengucapkan 'semua akan berjalan dengan baik'.

"Aku akan pulang ke sini dalam waktu beberapa bulan. Dan pastinya aku akan membawa pulang seorang permaisuri." Setelah berucap demikian, Uchiha Sasuke, Raja Kerajaan Vixes, salah satu kerajaan terkuat di dunia itupun melompat dari jendela, menuju ke kehidupan baru-

"P-permaisuri? Heh, ternyata itu tujuannya." –meninggalkan perdana mentri kepercayaannya dengan wajah sweatdrop.

.

.

.

Kingdom of Love

.

Naruto © Masashi Kishimoto

.

SasukexSakura, SaixIno and the others pairings

.

Warn : please read the summary first, then if you don't like, don't ever try to read.

.

Chapter 1 : The Kingdom.

.

.

.

"SAKURA-SAMA! CEPAT PAKAI INI ATAU KAU AKAN KUJITAK!"

"Tidak mauuu!"

"Sakura-samaaa! Tungguuuu!"

Haruno Sakura berlari dengan kencang. Menggunakan gaun sambil berlari sungguh sulit untuknya, namun jika tidak berlari, ia akan tertangkap oleh Shizune, pelayan setia yang galak padanya itu.

Braaak!

"Sakura! Ya ampun!"

"I-ittaaaaiiiiiii!"

Gadis itu memegang dahinya, ia mendongak dan menatap orang yang ditabraknya. "Ino-nee-san!"

Ino berkacak pinggang. "Kau lari dari Shizune lagi, hm?" Sakura hanya dapat menampilkan cengiran lebarnya.

"Sakura -samaaaaaaaa!"

"Hiiiiyyy!" Bulu kuduk Sakura merinding saat mendengar teriakan nyaring Shizune. Ia melirik tong di dekat Ino. Tanpa berpikir lebih panjang, ia segera melompat masuk ke dalam tong tersebut.

"Saku-!"

"Ssssttt!"

Ino hanya menghela napas seraya menggelengkan kepalanya.

"Haaahh … haaahhh … Ino-sama, apakah Anda melihat Sakura-sama?" Ino hanya dapat tersenyum canggung dan menggeleng.

"Maaf, Shizune. Aku tidak melihatnya." Ia berucap dengan nada anggunnya. Shizune yang telah terbohongi akhirnya mengangguk dan meninggalkan Ino dengan ojigi terlebih dahulu.

"Nah, Sakura. Sekarang sudah aman."

Ino membuka tutup tong, melihat ke Sakura dengan gaun kotornya. Walau gaunnya kotor, gadis itu tetap tersenyum cerah. "Arigato, Ino -nee-san!"

"Haaahh … kau ini. Memangnya ada apa?"

"Aku disuruh belajar dan belajar oleh Shizune! Ayolah, aku juga butuh kesenangan. Semua hal yang harus dipelajari tentang kerajaan membuatku muak!"

Ino tersenyum lembut. "Sakura, itu untuk masa depan Negara ini. Kelak, kau akan menjadi Ratu Negara ini, Negara ini akan sangat membutuhkanmu karena kau akan menjadi wanita nomor satu."

"Anak tertua adalah pewaris tahta kerajaan! Itu berarti Ino-nee-san lah yang pantas menjabat sebagai Ratu, bukan aku."

"Sakura." Ino menatap Sakura dengan pandangan tajam. Gadis itu menyentuh pipi adiknya. "Kau jangan membuatku mengatakan ini berkali-kali. Aku bukanlah anak kandung Raja. Aku hanyalah anak seorang pengawal dengan Permaisuri. Aku tidak berhak menjadi pewaris tahta."

Alis Sakura mengerut sedih. Sedangkan Ino hanya tersenyum. Sakura tahu bahwa setiap kali kakaknya mengatakan itu, maka rasa nyeri akan muncul di dalam dada kakaknya. "Maafkan aku," ucap Sakura seraya menunduk.

"Tidak apa-apa." Ino menepuk pucuk kepala Sakura. "Sekarang, kembali lah belajar." Dengan pelan, gadis berambut soft pink tersebut memberi anggukan.

Ino melihat punggung adiknya yang perlahan menjauh. Senyum tadi seketika luntur, digantikan tatapan sendu dari sang empunya. Ia hanya heran mengapa adiknya bersikeras ingin menjadikannya sebagai pewaris tahta. Ino tidak berharap lebih. Ia justru bersyukur ia dapat tetap tinggal di istana walaupun ia adalah anak dari Permaisuri dan kekasih lamanya. Ia bersyukur ia tidak dibuang oleh para tetua dan Raja yang sekarang. Ia merasa sangat egois jika ia berpikir bahwa ialah pewaris tahta selanjutnya. Lagipula, itu adalah hal yang sangat mustahil baginya.

"Kau tahu? Jika awan mendung, bunga tidak tampak indah. Keindahan bunga akan terpancar sepenuhnya saat cuaca cerah."

Ino terkesiap saat setangkai mawar merah berada di hadapannya saat ini. Satu-satunya orang yang selalu melakukan ini hanyalah …

"Sai …" Ino berbalik dan tersenyum senang saat melihat seorang pemuda bertubuh tinggi tegap menatapnya dengan setangkai mawar merah di tangannya.

"Nah, seperti itu. Jika secerah itu, maka bunga akan terlihat sangat indah."

Ino menerima setangkai mawar tersebut dengan wajah tersipu malu. "Hentikan gombalanmu, Sai."

"Jika itu membuatmu tersenyum, kenapa aku harus berhenti?"

"Aku tidak tersenyum karena gombalanmu, tapi karena bunga ini." Ino menjulurkan lidahnya.

"Apa bedanya?"

"Tentu saja beda!"

"Hmmm?" Sai menaikkan sebelah alisnya, Ino yang melihat itu tertawa pelan. Sai juga ikut tertawa karenanya.

"Lalu, apa yang membuatmu sedih?"

Ino menatap Sai, senyum masih tercetak di wajahnya. "Kau sudah tahu apa yang selalu membuatku sedih."

Sai meraih tangan Ino. "Ino, jangan khawatir tentang hal itu. Apapun yang terjadi, aku tetap akan berada di sisimu."

"Aku tahu itu, Sai."

.

.

.

"Lelah … lelah sekali …"

Sungguh, Uchiha Sasuke benar-benar bukan Raja salah satu Negara terkuat saat ini. Ia benar-benar seperti seorang pengembala yang kekeringan.

Dari jauh, ia melihat sebuah kerajaan besar. Ia akan mampir ke sana untuk beberapa hari. Ia adalah seorang pejantan tangguh. Ia tidak akan menyerah hanya karena dehidrasi.

"Kerajaan … Bunga?" Sasuke melihat peta yang dibawanya. "Pfftt- nama kerajaan yang aneh. Pasti isinya orang-orang aneh."

"Apa salahnya … menyusup ke istana?"

.

.

.

"Hari ini akan diadakan sebuah pesta tahunan. Anda harus tampil feminim, Sa-ku-ra-sama!"

"Aaaarrrgghh! Penyiksaan! Ini penyiksaaaaaannn! Aku tidak bisa bernapass!"

"Kalau Anda tidak bisa benapas, maka Anda telah mati sekarang." Shizune tidak peduli dengan teriakan Sakura dan menarik dengan kencang korset gadis itu.

"Sakura-sama, Anda harus tampil cantik. Karena Anda akan diperkenalkan sebagai pewaris tahta berikutnya." Shizune memandang bingung seluruh gaun yang berjejeran di kasur. "Para pejabat, tetua, dan seluruh orang penting lainnya akan hadir dalam pesta ini. Jangan mengacaukannya."

"Yayayaya." Sakura berucap dengan ogah-ogahan.

Tok! Tok!

"Ini aku. Boleh aku masuk?"

Shizune segera membuka pintu. "Ino-sama. Silahkan masuk."

"Waahh … kau sungguh cantik, Sakura." Ino memerhatikan dengan seksama gaun berwarna soft blue Sakura. Rambut Sakura digerai, namun sebuah diikat cacing kecil pada bagian pinggirnya.

"Benarkah?" Sakura memerhatikan gaun Ino. Menurutnya Ino jauh lebih cantik dengan gaun berwarna peach-nya, rambutnya disanggul, pony yang hampir menutupi matanya itu tetap saja menjadi ciri khasnya.

"Tentu. Aku harap pesta ini akan baik-baik saja. Kau tahu? Aku sedikit merasakan firasat buruk."

"Firasat buruk? Hmm ... mungkin kau kelelahan, Ino-nee-san."

"Mungkin. Tapi semakin aku mencoba untuk menepisnya, firasat buruknya semakin kuat." Ino menyentuh tangan Sakura. "Aku harap kau akan baik-baik saja."

"Hihihi … tenang! Aku pasti akan baik-baik saja! Kalau pun ada sesuatu, pasti akan ada seorang pangeran yang menyelamatkanku! Dan aku yakin, pangeran itulah suamiku nanti!"

Ino terkikik geli. "Sakura, ini bukan dongeng."

Sakura juga ikut tertawa. Namun, semakin melihat tawa Sakura, firasat buruk Ino semaki menjadi-jadi. Ia sungguh takut jika terjadi sesuatu dengan adiknya itu. Adiknya adalah orang yang berharga baginya. Hanya adiknya lah dan Sai alasan ia tetap hidup. Hanya Sai dan Sakura lah alasan ia tetap bertahan di istana ini walau beberapa orang berusaha mengucilkannya. Bahkan, ibu kandungnya sendiri canggung berbicara dengannya.

"Aku tidak akan memaafkan orang yang berani menyakitimu."

.

.

.

"Karena pakaianku cukup bagus, penjaga mengiraku seorang tamu. Tapi, baguslah. Itu berarti aku tidak akan susah mencari makan malam." Sasuke menatap sekeliling. Ia tidak tahu pesta apa ini. Ia hanya masuk begitu saja, ia lolos dari penjaga. Walaupun sebuah kerajaan besar, tapi keamanannya sungguh kurang.

Bruk!

"Ukh, hei, kau menghalangiku." Sasuke menatap wanita di depannya dengan pandangan tajam, tapi pandangan itu seketika hilang saat ia sadar bahwa sekarang ia berpura-pura menjadi seorang pengembala.

"Kau yang menabrakku."

Gadis itu menggembungkan pipinya.

"Sakura-sama? Di mana kau?"

Gadis itu tersentak kaget. Ia segera berlindung di belakang Sasuke. "Gara-gara tertabrak denganmu, aku jadi dikejar wanita itu. Ini semua ulahmu!" Haaaahh?!

"Hei, kau yang menabrakku, dan aku tidak punya hubungan apa-apa dengan wanita yang mencarimu itu."

"Ssstt! Kau tenang dan sembunyikan aku dari dia!"

'Memangnya dia pikir siapa dia?' pikir Sasuke dalam hati. Walau dia bertampang kesal, tapi akhirnya pemuda itu menyembunyikan gadis berambut soft pink tersebut di balik badannya.

"Apakah kau tahu? Aku Tuan Putri." Pantas saja. "Dia pelayan galak yang terus mengejarku."

"Dilihat dari sisi manapun, kau yang bersalah." Walau Sasuke tak membalikkan badannya, ia yakin gadis di belakangnya itu menggembungkan pipinya.

"Enak saja! Dia memaksaku memakai perhiasan di kepala. Bukankah itu pemaksaan? Aku tidak suka karena itu membuat kepalaku terasa berat!" Sasuke menaikkan sebelah alisnya. "Memangnya kenapa seorang Tuan Putri harus tampil mewah? Tanpa tampil mewah pun, seorang Putri tetaplah Putri. Huh, menyebalkan."

Sasuke tersenyum simpul. Sungguh seorang Tuan Putri yang menarik. Ia tidak tahu apakah gadis itu punya pikiran sederhana, atau dia terlalu aneh.

"Kau tidak mengenalku, tapi kau berlindung kepadaku. Bagaimana kalau aku orang jahat?"

"Hmm … tenang! Pangeranku akan menyelamatkanku dari orang jahat!"

"Oh ya? Memangnya siapa Pangeranmu?"

"Belum ada." Sasuke membalikkan badannya dengan cepat dan memandang gadis yang lebih pendek darinya itu dengan pandangan sweatdrop.

"Ahh … sepertinya Shizune sudah tidak mengejarku lagi. Terimakasih, emmm-"

"-Sasuke."

"Ah! Sasuke. Terimakasih!"

Sasuke tersenyum simpul. Gadis menarik dengan senyum manisnya. Tapi-

-gawat! Ia baru sadar kalau dia memperkenalkan diri dengan nama aslinya! Ia sungguh terbawa senyum gadis itu sehingga lupa bahwa ia sedang berpura-pura menjadi rakyat biasa!

Oh ya, dia lupa tujuan utama ia berada di pesta ini adalah untuk makan malam dan mengatasi rasa haus yang melandanya sedari tadi. Ia segera mengambil segelas wine yang berada di nampan seorang pelayan.

"Eh! Jangan meminumnya, Tuan!"

"-hah?" Sasuke menaikkan sebelah alisnya, gerakannya untuk meminum wine tersebut seketika terhenti. "Memangnya ada apa?"

"I-itu … untuk Tuan Putri!" Sasuke memandang malas pelayan itu. Apakah di kerajaan ini minuman untuk tamu dan Tuan Putri dipisahkan?

"Hn. Baiklah. Bawakan aku segelas yang lain." Pelayan itu seketika mengangguk. Sepeninggal pelayan itu, Sasuke merasakan hal yang aneh.

"Bau apa ini?" Pemuda itu mengerutkan alisnya, dan kemudian tersentak. "Racun! Aku yakin ini bau Hidrogen sianida!"

'I-itu minuman untuk Tuan Putri.'

"Tuan Putri- gadis yang tadi! Pelayan itu mencoba meracuni gadis yang tadi." Sasuke segera meninggalkan tempatnya, mencari Tuan Putri yang tadi sempat ditemuinya.

.

.

.

"Ino-nee-san!"

"Sakura! Shizune lelah mencarimu. Dari mana saja kau?"

Sakura memasang cengirannya. "Aku berkeliling di pesta ini. Menyenangkan sekali, Nee-san!"

"Menyenangkan untukmu, tapi tidak untuk Shizune. Dengarlah perintah Shizune, Sakura. Dia itu pelayan setiamu. Apapun perintahnya, itu semua untuk kebaikanmu. Kau 'kan akan menjadi-"

"-Ratu kerajaan ini. Aku sudah mendengarnya berkali-kali dan itu membuatku muak, Nee-san!" Sakura menggaruk rambutnya yang tidak gatal.

"Permisi, Sakura-hime. Ini minuman untuk Anda."

"Woo … terimakasih!" Sakura langsung menerima minuman tersebut dan hendak meminumnya.

"Tunggu." Namun Ino menahannya. "Ada yang aneh dengan minuman ini." Mata aquamarine-nya menatap tajam pada minumannya. Ia segera merebut minuman itu dari tangan Sakura dan mengendus baunya.

"Hidrogen Sianida." Ino menatap marah pada pelayan tadi. "Siapa kau?! Kenapa kau hendak meracuni adikku?!" Para tamu menjadi hening kala Ino berteriak. Semuanya menatap kedua Putri Kerajaan tersebut dengan tatapan heran.

Pelayan tadi mendecih, mengeluarkan pisau lipat dari sakunya dan hendak menikam Sakura.

Traaaang!

'Kalau pun ada sesuatu, pasti akan ada seorang pangeran yang menyelamatkanku'

"S-s-siapa kau?!" Pelayan tadi menatap marah seorang pemuda yang membuat pisau lipatnya terlempar.

Sakura menatap pemuda itu. Dia, pemuda yang tadi ditemuinya.

'-dan aku yakin, pangeran itulah calon suamiku nanti!'

"Cih!" Pelayan itu segera lari dengan cepat.

"Penjaga! Tangkap penjahat itu! Dia ingin meracuni Tuan Putri Sakura! Jangan biarkan dia kabur!" perintah Ino segera dengan wajah marah.

Para penjaga yang sempat kebingungan segera mengejar pelayan tadi. Ratu dan Raja yang mendengar teriakan Ino segera menghampiri Sakura dan Ino.

"Sakura … kau tidak apa-apa?" tanya sang Ratu dengan wajah khawatir.

"I-Ibu …"

Sasuke memandang kedua orang dengan kursi tertinggi tersebut. Jadi, dia kah Raja dan Ratu kerajaan ini? Kalau tidak salah ingat, nama mereka- Haruno Kizashi dan Haruno Mebuki.

"Dia yang menyelamatkanku, Ayah, Ibu!" Sakura menunjuk Sasuke dengan senyum cerah.

Mata Haruno Kizashi melebar. "Kau 'kan …"

"Yang Mulia, sungguh suatu kehormatan bagiku melindungi Tuan Putri." Sasuke segera menunduk. Tangan kanannya memegang pundak kirinya. "Jika ingin berbicara denganku, kumohon tunda dulu sampai penjahat yang tadi ditemukan."

"Yang Mulia, biar aku yang mengurus penjahat tadi." Ino membuka suara. "Kumohon serahkan dia padaku."

"Ino …" Mebuki berlirih. Ino hanya menatapnya dengan pandangan datar.

"Hmm … baiklah. Aku serahkan dia padamu, Ino. Ratu Mebuki, bawa Sakura ke kamarnya. Aku ingin berbicara pada orang ini." Pandangan Raja beralih pada Sasuke. Ino segera keluar ruang pesta, sedangkan Mebuki dan Sakura segera menuju kamar Sakura.

.

.

.

"Sungguh suatu kehormatan bagiku atas kunjungan mendadakmu, Raja kerajaan Vixes, Uchiha Sasuke-san."

Sasuke tersenyum tipis. "Maaf, tapi aku tidak berkunjung sebagai Raja. Aku berkunjung sebagai seorang pemuda yang hanya ingin menikmati kebebasan. Terimakasih telah menerimaku dengan ramah, Yang Mulia."

"Tidak usah sungkan." Kizashi tersenyum ramah. "Kau telah menyelamatkan nyawa putriku. Aku berhutang banyak padamu."

"Sasuke-san, kau adalah Raja salah satu Negara terkuat. Kenapa kau bepergian tanpa pengawal? Bukankah itu sangat berbahaya?"

"Asal tidak ada yang mengenaliku, aku rasa semuanya akan baik-baik saja."

Kizashi tertawa. "Aku baru ingat kau jarang menghadiri rapat antarnegara. Hanya sedikit orang yang mengenalimu. Aku pun sebenarnya lupa dengan wajahmu, hanya saja kau mirip dengan Uchiha Itachi. Jadi aku mengenalimu dengan cepat."

"Jangan terlalu canggung padaku. Negaramu lebih kuat dan besar dibanding Negara ini." Sasuke hanya dapat tersenyum mendengar perkataan Kizashi.

"Sudah aku bilang sebelumnya. Sekarang, aku bukan lah seorang Raja."

"Oh ya, aku sebenarnya, ingin meminta tolong padamu." Tatapan Raja berubah menjadi serius. "Kau tahu sendiri, melalui pesta ini, dapat diketahui bahwa ada sebagian bawahanku berkhianat. Aku ingin kau menjaga putriku, jika kelak terjadi sesuatu denganku."

Sasuke mengertukan alisnya. "Terjadi sesuatu?"

"Sebelum pesta ini, aku sudah melakukan beberapa penyelidikan dengan orang-orang terpercayaku. Ada beberapa pengkhianat di kerajaan ini. Namun, aku belum tahu siapa orangnya." Kizashi mengeraskan rahangnya. "Siapapun pengkhianat itu, aku tidak ingin kedua putriku dijadikan sasaran. Ino, walau dia bukan putriku dan aku sedikit canggung dengannya, dia tetaplah anak dari istriku, dan aku menyayanginya seperti anakku. Lalu Sakura, dia adalah calon Ratu kerajaan ini. Penjahat yang mengincar nyawa Sakura pasti lebih banyak dibanding Ino."

"Aku sudah menyuruh seorang pengawal setia bernama Sai untuk melindungi Ino. Namun, aku belum menemukan pengawal untuk melindungi Sakura. Maukah kau bersedia untuk menjadi pengawal Sakura sampai aku menemukan pengawal yang benar-benar setia? Aku ingin fokus pada penyelidikan ini, aku tidak punya waktu untuk mengawasi kedua putriku."

Sasuke diam sejenak, ia berpikir. Ini baru awal perjalanannya, dan ia harus menetap di sini?

"Aku akan merahasiakan identitasmu kepada semuanya, aku tidak akan memberitahukan seorang pun bahkan istriku. Kumohon, Uchiha Sasuke."

"Hhh … baiklah." Nah, apa salahnya membantunya? Toh, dia belum pernah merasakan menjadi pengawal.

Tok! Tok!

"Ayaaahh! Ini aku!"

"Masuklah." Sakura membuka pintu, tersenyum lebar saat mendapat Sasuke di dalamnya.

"Sakura, Ayah punya kabar gembira untukmu. Sasuke akan menjadi pengawalmu untuk sementara sampai Ayah menemukan pengawal setia."

"Heeeh? Tidak mau!" tolak Sakura dengan wajah cemberut. Kizashi menampilkan wajah heran. "Aku tidak ingin dia menjadi pengawalku untuk sementara! Aku ingin dia menjadi pengawalku untuk selama-lamanya!"

Kizashi dan Sasuke terperanjat kaget. Kizashi tertawa terbahak-bahak. "Itu … Ayah tidak bisa memutuskan hal itu. Itu diputuskan sendiri oleh Sasuke."

"Maaf, Tuan Putri Sakura. Aku tinggal di sini hanya untuk sementara."

Sakura diam sejenak, kemudian tersenyum. "Hmmm … baiklah."

.

.

.

"Berikan dia hukuman mati atau penjarakan dia seumur hidup!"

"B-baik Tuan Putri!"

Ino menatap marah pada pengawal yang sedang menatap Ino dengan pandangan memelas.

"M-mohon maafkan aku Tuan Putri! Aku hanya disuruh oleh seseorang!" pinta pelayan tersebut dengan kedua telapak tangan yang disatukan, memohon ampun pada Ino.

"Lalu, siapa orang itu? Hah?"

"A-aku tidak melihat wajahnya! Dia mengancam bahwa dia akan membunuh semua keluargaku jika tidak melakukannya! M-mohon percayalah padaku! Aku hanya ingin keluarga yang aku sayangi selamat!"

"Itu cuma alasan belaka! Akui saja kalau kau sengaja melakukannya! Kau memikirkan keluargamu dan tidak memikirkan keluargaku! Apapun alasannya, kau berniat membunuh adikku! Itu berarti kau sama saja dengan orang yang menyuruhmu!" Ino membalikkan badannya kepada para penjaga. "Tangkap dan hukum dia! Aku akan memikirkan hukumannya. Silahkan memilih antara mati sekarang atau mati di penjara!"

"Ino."

Ino membalikkan badannya, memandangi Sai yang menatapnya dengan pandangan sendu.

"Kumohon, bijaklah dalam mengambil keputusan."

Ino menundukkan kepalanya. "Dia tega ingin membunuh adikku! Dia tega melakukannya!"

"Ino, dengar." Sai menyentuh kedua pipi Ino. "Kau memberinya hukuman mati. Bukankah itu berarti, kau sama saja dengan pelayan dan orang yang menyuruhnya?"

Ino tersentak, kemudian gadis itu mendongak menatap Sai. "K-kau benar … tapi, Sai …"

"Tenangkan pikiranmu. Pikirkan bagaimana perasaan keluarganya jika kau melakukannya. Aku tidak ingin kau menjadi seorang pembunuh. Rencananya gagal, Sakura selamat. Aku pikir hukumannya bisa diperingan karenanya."

Sai melepas sentuhannya. Ino menatap penjaga dengan menghela napas terlebih dahulu. "Penjarakan dia selama lima bulan. Awas kalau kau berani melakukannya lagi." Walau nada bicaranya masih setajam tadi, namun orang-orang tahu bahwa pikiran Putri tersebut sudah tenang.

"Terimakasih, Tuan Putri. Anda sangat bermurah hati …" Pelayan tadi kemudian menatap Sai. "Terimakasih, Tuan Sai …"

Setelah berucap demikian, pelayan itupun dibawa oleh para penjaga ke penjara bawah tanah. Ino menghela napas berat. "Aku sangat ketakutan."

Sai tersenyum, memandang ke mata Ino dalam-dalam. "Aku tahu itu. Tapi jangan sampai ketakutanmu melahap kepribadianmu, Ino."

"Umm … terimakasih, Sai."

.

.

.

"Dengar, sekarang kau pengawalku. Jadi, kau harus menyelamatkanku jika aku diburu oleh Shizune." Sakura menunjuk dada Sasuke. Sasuke memandang Sakura dengan pandangan sweatdrop.

"Maaf, Sakura. Aku tidak bisa melakukannya."

Mulut Sakura menganga lebar. "K-kau melakukan dua kesalahan! Pertama, kau memanggil namaku saja! Ya, namaku saja! Ke mana embel-embel sebagai tanda kau menghormatiku, hah?! Dan yang kedua, kau menolak perintahku! Berani sekali kau!"

Oh ya, Sasuke lupa. "Maaf, Sakura-hime." Sungguh dia tidak terbiasa mengatakannya.

Sakura memandang Sasuke dengan mata yang disipitkan. "Kau … apakah kau keturunan bangsawan?"

Sasuke tersentak. "H-hah? Tentu saja tidak," elaknya cepat dan menghindari kontak mata dengan Sakura.

"Wajahmu yang mengatakannya. Wajah milikmu tidak mungkin dimiliki oleh rakyat biasa!" Haaaahhh? Sasuke tidak mengerti jalan pikiran gadis itu, tapi sialnya, gadis itu benar bahwa ia adalah keturunan bangsawan.

"Jadi kau mengukur seseorang dari wajah? Sungguh dewasa sekali," sindir Sasuke.

"Dewasa? Tentu saja! Aku adalah seorang Tuan Putri yang dewasa." Tapi sayangnya, putri bodoh itu sama sekali tak tersindir. "Tapi, aku tak sedewasa Ino-nee-san."

"Ino? Ah, Putri yang satunya lagi kah?"

"Hum! Aku sangat mengaguminya!" Mata Sakura berbinar cerah. "Dia kakakku yang berharga, walau kami beda Ayah, tapi kami saling menyayangi."

Alis Sasuke mengerut. Beda Ayah? Berarti Permaisuri kerajaan ini …

"Kyaaa!"

Hap!

Sakura hampir saja terjatuh, kalau Sasuke tidak sigap menangkap tubuhnya. Pose mereka saat ini, adalah Sasuke yang memeluk perut Sakura dari belakang. Mereka tertegun, tak berkutik dengan pose mereka. Keduanya merasakan kehangatan yang mengalir, jantung mereka terpompa dengan cepat walau mereka tidak saling menatap.

"Ehem." –sampai sebuah deheman membuat mereka sadar. Sasuke segera melepas pelukannya. Wajah keduanya memerah. "Heeeh … ternyata adikku sudah menemukan pangerannya."

"I-Ino-nee-san! Sai-nii-san!"

"Salam, Sakura-hime." Sai menunduk memberi salam pada Sakura, tangan kanannya memegang pundak kirinya.

"Hihihi … kau tidak usah seformal itu padaku, Sai-nii-san!" Sakura tertawa renyah, pandangannya beralih pada Sasuke. "Hei, kau! Perkenalkan dirimu pada kakakku dan kekasihnya!"

"Kekasih?" Alis Sasuke terangkat sebelah. Seorang Tuan Putri dan pengawal? Sungguh hubungan yang sangat menarik.

"Sasuke. Pengawal Putri Sakura," ucap Sasuke dengan nada cuek. Sakura segera menyikut perut Sasuke.

"Tidak sopan!"

Sai dan Ino hanya bisa tertawa melihat mereka berdua. "Kalian lucu sekali. Ngomong-ngomong, Sakura … aku sudah pernah bilang, jangan memberitahu hubunganku dan Sai dengan siapapun. Kau tahu alasannya, bukan?"

Sakura hanya bisa cengengesan dan kemudian mengangguk. "Maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi!" janjinya yakin.

"Ino, sudah waktunya kau belajar melukis," ucap Sai mengingatkan. Ino segera mengangguk dan meninggalkan Sakura dan Sasuke.

"Kenapa kakakmu tidak ingin hubungannya diketahui?"

"Ibuku … dulunya dia jatuh cinta pada seorang pengawal. Tapi, Raja yang dulu menentangnya. Akhirnya ibuku hamil tanpa menikah, pengawal itu dijatuhi hukuman mati. Kejam sekali, bukan?" Tatapan Sakura berubah sendu. "Saat itu ibuku yang tengah hamil dinikahkan secara paksa dengan Raja yang sekarang, ayahku. Karena itulah, walau Ino-nee-san adalah anak tertua, dia tidak berhak mewarisi tahta Raja saat ini karena dia bukanlah anak Raja, walau dia adalah anak Permaisuri."

"… dan sejarah itu terulang kembali, saat kakakmu menjalin hubungan dengan Sai?" Sakura mengangguk mendengar sambungan Sasuke.

"Aku kasihan pada Ino-nee-san. Walau dia diberi hak untuk tinggal di istana dan diberikan seorang pengawal, semua orang dingin kepadanya, termasuk ibuku. Seharusnya ini tidak terjadi. Hukum kerajaan bahwa anak tertualah yang diwarisi tahta seharusnya tetap berlaku, karena kakakku adalah anak kandung Permaisuri. Raja seharusnya mengambil keputusan yang bijak."

Sasuke seketika mendengar pernyataan Raja tadi malam. Raja berkata bahwa ia menyayangi kedua anaknya, termasuk Ino. Mungkin sikap dingin semua orang dikarenakan sifat dingin Ino sendiri. Ino mungkin sulit berkomunikasi dengan yang lainnya, sehingga semua orang merasa canggung padanya.

Tanpa sadar, Sasuke tersenyum simpul. Sungguh sebuah kerajaan yang menarik dibanding kerajaannya yang membosankan. Dan tentu saja, yang paling menarik adalah Tuan Putri yang menginginkan kebebasan, sama sepertinya.

"Kau kenapa tersenyum? Memangnya ceritaku menyenangkan?" Sakura menyipitkan matanya.

"Tidak, tidak. Aku hanya berpikir bahwa kerajaan ini menarik."

"Menarik?"

"Hn. Kau juga menarik. Apakah kau tidak sakit hati mengingat ibumu mencintai orang lain? Tidak menutup kemungkinan bahwa ibumu belum melupakan perasaannya pada pengawal itu."

"Tentu saja aku sangat sakit hati membayangkannya! Tapi, rasa sakitku tidak dibanding dengan Ino-nee-san. Dia jauh lebih sakit, mengingat ibu dan ayahnya dipisahkan secara paksa, bahkan ayahnya dibunuh hanya gara-gara status. Kerajaan macam apa ini? Cinta tidak berhak untuk dilarang."

"Tapi … jika itu tidak terjadi, kau tidak akan lahir ke dunia, bukan?"

"I-iya juga sih. Tapi tetap saja—" Sakura menoleh pada Sasuke. "—ini tidak adil! Bagaimana kalau hubungan kakakku dan Sai-"

"Salam, Tuan Putri Sakura." Sakura menoleh dengan cepat dan menutup mulutnya saat melihat Perdana Menteri Danzo mendekatinya. "Permaisuri memanggil Anda."

Sasuke menatap Perdana Menteri itu dengan tajam. Aura pria itu sungguh hitam. Ia merasa bahwa Danzo adalah sebuah ancaman bagi kerajaan ini. Tapi, Sasuke langsung menepis pikiran dan rasa curiga itu. mana mungkin ia bisa mnilai seseorang yang baru pertama kali ia temui.

"Ah. Baiklah, Danzo. Terimakasih." Sakura tersenyum ramah. Danzo mengangguk, memberi salam dan pergi dari tempat itu.

.

.

.

"Bagaimana dengan Yang Mulia, Kabuto?"

"Seperti yang Anda perintahkan, Yang Mulia telah terhipnotis karena obat yang aku berikan." Danzo tersenyum licik.

"Yang Mulia, dengarkan perintahku. Kau sekarang ada di bawah kendaliku."

Haruno Kizashi mengangguk. "Baik."

Danzo tertawa. Ia puas. Ia puas akhirnya ia dapat mengendalikan Raja-Nya. "Aku … tidak lama lagi akan berjaya!"

"Jangan terlalu senang, Danzo-sama. Anda harus menyingkirkan tikus-tikus kecil dulu."

Danzo tersenyum. "Tenang … tenang. Kita atasi tikus-tikus kecil itu satu-persatu. Yamanaka Ino, anak pengawal Yamanaka Inoichi. Dia cukup berbahaya melihat bagaimana ia tidak segan membunuh pelayan itu. Untung saja dia dihentikan oleh pengawal bodohnya itu. Pertama, kita harus menyingkirkannya." Danzo mendekati sang Raja, membisikkan sesuatu di telinganya.

"-nikahkan Tuan Putri Ino dengan Raja Kerajaan Pasir."

"Baik."

.

.

.

To be Continued

Sasuke : Tujuh belas tahun

Sakura : Enam belas tahun

Ino : Delapan belas tahun

Sai : Delapan belas tahun

Ahahahaha! Saya kembali dengan fic baru =="

Ini terinspirasi oleh manga Cavalier Princess dan diambil dikit dari Soredemo Sekai wa Utsukushii :3

Wkwkwk yang lama aja belum selesai yah, wkwkwk

Well, saya gak mau banyak bacot dulu yah. Pertanyaan? Tanggapan? Saran? Silahkan berikan semua itu di kotak review. Terimakasih

Sign,

HanRiver