KIM BERSAUDARA

YUNJAE FANFICTION

BY: KUMINOSUKI

ROMANCE, SHOUNEN-AI


Warning:

Cerita ini mengandung unsur Shounen-ai, jadi bagi yang tidak suka dimohon untuk tidak melanjutkan membaca. Cerita ini bisa dibilang mengandung sedikit unsure fantasi atau sejenisnya, tapi Kumi juga bingung, karena unsure itu hanya sedikit dan tidak terlalu nampak sepertinya, selebihnya cerita ini berjalan seperti biasa.

Bacalah cerita ini 30 centimeter dari layar dan disarankan untuk membacanya di ruangan yang terang.

Terima kasih dan Selamat membaca

-Kuminosuki-


"Jika boleh mengulang waktu. Apakah yang akan kau lakukan?"

Chapter 1:

.

.

.

Alunan music instrument yang dimainkan Junsu membuatku terbuai. Terbuai kembali untuk mengenang masa lalu yang bahkan tidak pernah aku lupakan sedikit pun. Kenangan yang beragam rasanya. Ada pahit, ada manis. Ada rasa sedih dan juga senang. Perlahan otot-otot bibirku tertarik, membentuk sebuah garis senyum yang banyak dielu-elukan oleh orang lain. Kim Jaejoong, bukanlah sebuah nama yang asing. Aku bahkan telah menggunakan nama itu sejak kedua orang tua ku memperkenalkan ku pada dunia ini. Nama yang sangat berharga yang sangat aku hormati dan aku cintai.

Kim Jaejoong.

Nama leluhurku yang hilang. Nama yang dibenci sekaligus dicintai oleh sepanjang garis keturunan keluarga Kim. Nama dari seseorang yang rupawan yang berani menentang kodrat dan keluarganya. Nama anggun yang sekarang aku sandang dan terus aku bawa hingga aku mati.

Kim.

Marga yang sudah sering terdengar… tetapi memiliki makna yang sangat kental di hati kami.

.

"Hyung? Jae Hyung?" Aku membuka mataku, menatap Junsu yang berdiri di samping kursi malas yang tengah menampung tubuhku. Ternyata sepupu kecil ku itu sudah selesai bermain-main dengan pianonya.

"Berapa kali aku harus memanggilmu sampai kau bangun sih Hyung?" Junsu menyilangkan tangannya di depan dada, wajahnya terlihat agak kesal namun aku tahu dia tidak benar-benar kesal.

Aku tersenyum lalu memperbaiki cara duduk ku.

"Maaf, maaf. Hyung terlalu nyenyak ya tidurnya?" tanyaku.

"Ne! Dengkuran mu bahkan mengalahkan suara piano Hyung!" guraunya.

Aku tertawa kecil, lalu memutuskan untuk berdiri. Ku tepuk pelan pundaknya, "Musik mu sangat indah Su-ie, aku jadi tertidur karenanya."

"Aku tahu jika permainan ku selalu bagus, bahkan suara ku pun tak kalah bagusnya." Ujar Junsu.

"Ne, ne, aku tahu itu."

Junsu benar, bagiku suara adikku ini sangat indah, lebih indah dibandingkan suara dari alat musik yang selalu dimainkannya. Dan aku sangat menyukai suara itu. Suara yang penuh semangat.

Junsu tersenyum, lalu menundukkan kepalanya dalam-dalam. Aku menatapnya dalam diam, aku tahu apa yang pasti tengah terpikirkan olehnya. Aku yakin dan hanya satu hal itu lah yang akan selalu membuat wajah ceria adikku ini dapat berubah menjadi murung atau sedih berkepanjangan. Aku menghela nafas kecil, aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan, namun adikku itu mendahuluiku dengan perkataannya.

"Hyung… apa… kau sudah diberitahu oleh paman, jika sebentar lagi…"

"Su-ie… apa kau menyesal?" Tanya ku tiba-tiba. Junsu mendongakkan kepalanya. Jelas terlihat raut wajahnya ragu dan sedih disana. Raut wajah yang tidak cocok untuk sepupu manis ku itu dan aku sangat tidak suka. Sedari kecil kami tumbuh bersama, hanya bersamanya dan tidak ada pemuda atau pemudi Kim lainnya. Hanya kami berdua, di rumah besar milik kakek ini.

"Hyung… aku… memang menyesal." ujarnya. "Tapi! Tapi aku sungguh-sungguh menyayangimu Hyung! Jangan ragukan itu!"

Aku menghirup nafas panjang, "Aku juga Su. Kau adalah adikku yang sangat aku sayangi."

"Aku tahu. Dan aku yakin kau tidak menyesal memiliki sepupu seperti ku, iya kan?" Junsu tertawa.

Aku pun tertawa pelan. Tapi sedetik kemudian tawa yang aku sukai itu menghilang, tepat saat seseorang yang sangat berpengaruh di keluarga Kim masuk.

Kim Hyun Joong. Kakek kami yang tidak pernah bisa ditebak itu menyunggingkan senyum tipisnya. Aku dan Junsu membungkuk untuk memberikan salam padanya.

"Kalian tampak sangat akrab." Suara kakek membuatku mendongakkan kepala ku lalu menatapnya dengan senyum.

"Tentu saja kakeeek~ Jae Hyung sudah seperti Hyung ku sendiri, ne~" Junsu membuka suaranya. Terdengar sedikit bergetar. Aku menatap sendu pada Junsu yang berusaha terdengar ceria.

Kakek tertawa pelan.

"Kalian berdua ikut aku. Kita akan pergi menemui orang tua kalian."

Aku menatap kakek lagi dan mengangguk pelan. Tak lama kemudian Junsu terduduk lemas setelah kakek pergi dari ruang music itu. Wajahnya pias dan pucat. Aku berlutut, menyamakan tinggiku dengannya. Perlahan ku elus lembut kepalanya, memeluknya penuh perlindungan. Tidak ada lagi yang dapat aku lakukan. Hanya ini yang dapat aku berikan.

"Hyung… aku.. aku tidak mau seperti ini." Junsu membalas pelukanku dengan erat.

Aku menatap sendu keluar jendela. Menatap langit biru dengan arak-arakan awan keabuan di atas sana.

"Aku juga Su. Aku juga."

Pasrah. Sebenarnya bukan kata itu yang ingin aku ungkapkan. Tapi aku tidak tahu harus bagaimana lagi.

Aku… Kim Jaejoong. Menyandang nama yang sangat berpengaruh dan juga berat. Tuhan… apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku merusak kembali nama yang telah tercoreng ini?

.

.

.

TBC-


Ini naskah yang udah lama tidak Vian tengok, oleh karena itu, Kumi memutuskan untuk mempublishnya saja, daripada terus-terusan tidak dilihat olehnya. Mungkin kalian nggak akan percaya, klo Kumi bilang, cerita ini adalah setitik kecil cerminan dari kehidupan Vian, partner Kumi yang paling Kumi hormati. Yah, Vian sampai sekarang belum bisa dihubungi, tapi semoga saja dia sehat dan selalu dalam perlindungan Tuhan. Amin.

Walaupun cerita ini sudah 99% selesai, Kumi tidak akan langsung mempublishnya sekaligus. Kumi masih harus mengeditnya di beberapa bagian.

So, silahkan bagi para pembaca untuk memberikan saran dan kritiknya. Bagi yang tidak mau juga tidak apa-apa.

Sampai jumpa, semoga hari kalian menyenangkan.