Jreng! Jreng!
Ahohoho~ shira kembali dengan cerita abal lagi.. (~0~)/
Kali ini sih shira agak dapet sedikit inspirasi dari parody TOP-GD, tapi ga keseluruhan. Dan alesan shira bisa bikin nih fic adaluaah…
Jreng! Jreng!
Shira besok libur seminggu karena kelas 12 ujian praktek~~ *joget Honolulu*
Ya, gak libur juga sih, cuman belajar di rumah (-_-)a
Tapi ga ada dalem kamus shira istilah belajar di rumah! Ahohoho~ (anak baik jangan ditiru, ya!)
Dan juga shira besok (hari ini ngetik) ada tes biologi, dengan soal yang jutaan kali lipat susahnya. (-_-) karena susah itu, shira pikir ga usah belajar! Mending bikin fanfic ajah! (sekali lagi, anak baik jangan ditiru, ya!)
OSH! Selamat membaca fic abal shira ini~ XD
Disc: Purin dan Pirimidin *ditabok sekampung* Masakishi.. Masakishi..
Warn: Alur kecepetan, OOC, yah pokoknya baca ajalah! kalian yg menilai, bukan shira :)
.
The midnight song I cried out went "In reality, ever since that day, I..."
The Midnight Song
Kisah ini bercerita tentang suatu hal yang biasa namun akan menjadi tidak terduga, yaitu persahabatan. Dimulai pada suatu pagi, seorang bocah berambut pirang tengah mengendarai motor kuningnya dengan santai. Baginya, hari itu adalah hari yang istimewa karena dia sudah genap berusia 18 tahun. Senyum sumringah dia tampakkan sepanjang perjalanan menuju sekolahnya. Tak peduli dengan banyaknya pr yang belum dia kerjakan, dia memacu kecepatan motor kuningnya demi tiba di sekolah lebih awal.
Setibanya di sekolah, dia memakirkan motornya tepat di ujung sebelah kanan, berdampingan dengan sebuah motor sport biru yang kontan membuat sebelah atas bibirnya naik 2 senti. Setelah melepas helm hitam yang menutupi sebagian kepalanya, dia melangkahkan kakinya menuju ke tangga. Suasana sekolah masih terlihat lengang. Dinginnya pagi juga masih mampu menusuk-nusuk tulang dalam tubuh.
Di kelas dia segera meletakkan tasnya di bangku yang biasa ia duduki. Kelas masih kosong. Kecuali satu orang yang duduk di barisan paling belakang yang sedikit menarik perhatiannya. Sebenarnya dia ingin memecah keheningan ini, namun mengingat siapa orang yang ada di barisan paling belakang itu membuatnya berpikir dua kali.
Lelaki itu sepertinya tidak menyadari kehadiran si pirang. Dia sedang serius membaca novel fantasi miliknya, dengan kedua kaki berada di atas meja. Bola matanya hanya tertuju ke barisan huruf-huruf dalam novel tersebut. Sesekali dia mengganti halaman menggunakan telunjuk kanannya yang berdarah karena tergores sudut kertas. Wajahnya terlihat datar dan tenang. Si pirang merasa takut sendiri karena dia mulai berpikir apakah lelaki berambut biru gelap itu benar-benar dia atau sesuatu yang menyerupai dia.
"Te, teme?"
"…"
Si pirang berusaha memanggil si biru itu demi mengalahkan ketakutannya. Tapi tampaknya si biru tidak mau membantu. Hanya melirik sebentar ke arahnya lalu kembali serius ke novelnya. Si pirang terpaksa menelan ludah.
"Teme?"
"…"
Kembali si pirang memanggil namanya. Tetapi tetap tidak ada jawaban. Membuat bulu roma si pirang berdiri. Dia benar-benar ketakutan. Mengingat dia baru kemarin menonton film horror tentang hantu di sekolah. Dan lagi sekolah tempat si pirang menuntut ilmu itu memang mempunyai banyak cerita you-know-what. Kelas yang sekarang ia masuki ini pun terletak di pojok nan gelap dan terkenal sebagai 'tempat aneh' karena memang sering terjadi hal-hal aneh yang tak dialami oleh kelas lainnya. Kenapa ruangan itu dijadikan kelas? Karena ada satu tambahan ruangan yang membuat kelas itu akhirnya dipakai.
"Teme, kau teme, bukan?"
"Kau berisik, dobe! Memang apa yang kau pikirkan, dasar bodoh!"
Mendengar jawaban yang tidak menyenangkan, sudut-sudut kemarahan terlihat jelas di kening si pirang.
"A, a, SIALAN KAU, TEME! AKU 'KAN TAKUT KAU ITU MANUSIA ATAU BUKAN!"
Si pirang berteriak dengan kencang. Air mukanya benar-benar menggambarkan kekesalan. Namun hanya dibalas dengusan kecil oleh si biru. Hampir saja dia melemparkan sebuah meja ke orang itu jika sebuah suara tidak menghentikannya.
"Woy! Pagi-pagi udah ribut! Dasar SasuNaru!" Masuklah seseorang dengan rambut cokelat dan segitiga merah di kedua pipinya ke dalam kelas. Gayanya yang acak-acakan dan suaranya yang cempreng malah membuat suasana dalam kelas itu tambah ramai.
"Kibaa, untung kau datang.." Si pirang langsung merangkul dia yang dipanggil Kiba.
"Oh, siap untuk menraktirku, Naruto?"
"Tidak akan! Sebelum kau kembalikan uangku yang kau berikan ke Akamaru!"
"Hey, dia sendiri yang memakan uangmu!"
"Tapi kau 'kan yang menyuruhnya!"
"Akan kurobek mulut kalian kalau masih bicara." Akhirnya si biru membuka mulutnya. Memberikan deathglare andalan ke dua insan yang sedang ribut di depan sana. Keringat dingin mengucur deras dari dahi keduanya. Mereka tahu, si biru benar-benar akan melakukan hal itu pada mereka tanpa ragu. Lebih baik mereka kembali ke bangku masing-masing demi memperpanjang umur.
…...
Bel panjang berbunyi. Menandai bahwa sekolah untuk hari ini telah berakhir. Si pirang yang diketahui bernama Naruto, tengah berkumpul bersama teman-temannya di depan kelas. Berkumpulnya mereka sebenarnya untuk membicarakan tempat yang akan dituju dalam rangka ulang tahun si pirang. Pendapat Naruto tentang Ramen Ichiriku ditolak mentah-mentah. Menimbulkan sensasi terbelah dua bagi Naruto sendiri karena penolakan itu.
Setelah setengah jam beradu suara, akhirnya diputuskan tempat yang akan dituju. Sebuah tempat karaoke bintang 3. Memang kejam bagi Naruto, tapi jika dibandingkan dengan usul Sasuke –si rambut biru yang menawarkan Resort bintang 5 dengan kolam renang dan restoran Prancis di dalamnya. Sungguh, itu mampu membunuh Naruto dalam sekejap.
Bergeraklah mereka menuju tempat parkir.
Pada saat menuruni tangga, tanpa sengaja salah satu dari rombongan tersebut, Sai, menabrak Sasuke dari belakang. Membuat Sasuke menjatuhkan novel yang sedang ia genggam. Novel berwarna hijau kehitaman itu terlempar ke arah Naruto dan mengenai kepalanya. Naruto meringis. Dia hendak mengambil novel itu dengan kasar. Sialnya, jarinya tersangkut resleting tas milik Kiba yang kebetulan berada tepat di depannya. Walau sedikit perih, tapi Naruto mengabaikannya dan tetap meraih novel itu kemudian melemparnya ke Sasuke. Sayangnya, buku dengan tebal 325 halaman itu tidak mengenai wajah tampannya. Tetapi ditangkap dengan manis oleh tangan kekarnya.
"Sial! Udah tangan luka, gak kena mukanya lagi!" Batin Naruto, kesal.
Dia mengemut jarinya yang berdarah. Rasa perih dia rasakan ketika saliva bertemu dengan lukanya. Sasuke hanya mengamati tingkah bodoh orang di depannya itu dengan biasa. Dia masukkan novel yang didapatnya dari gudang itu ke dalam tas. Berjalan mendahului si pirang dan mengeluarkan kunci motornya dari dalam saku.
…...
Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Naruto dan rombongannya keluar dari tempat karaoke itu. Setelah saling melempar salam, masing-masing dari mereka pulang ke rumahnya. Termasuk Naruto yang kini tidak memegang uang sepeser pun karena diperas habis-habisan oleh teman-temannya.
"Hiks, ibu.. aku menghabiskan uang jajanku selama seminggu. Besok aku makan apa di sekolah?" rintihnya.
Dia menggerutu sambil terus menaikkan kecepatan motor kuningnya. Jarak dari tempat itu ke rumahnya lumayan agak jauh. Dan bila dia tidak cepat sampai ke rumah, bukan hanya uang jajan yang akan hilang, tetapi surat pemecatan anak juga bisa dilayangkan.
Setelah melewati 4 persimpangan, 3 lampu merah, 6 tanjakkan, dan 5 turunan, akhirnya dia sampai di rumah. Untung saja orang tuanya memberi keringanan karena hari ini adalah hari ulang tahunnya. Hanya cubitan kecil yang ia terima. Setelah menerima hukuman, dia langsung menuju ke kamarnya. Kamar dengan nuansa jingga itu mengeluarkan semerbak aroma citrus. Membuat Naruto jatuh terkapar di atas ranjang empuknya. Dia benar-benar tidak kuasa menahan rasa lelahnya.
…...
Sebuah motor sport biru melesat cepat di jalan raya. Akselerasi yang dilakukan mampu membuat orang yang melihatnya menahan nafas. Walaupun waktu sudah menunjukkan pukul 09.30 malam, tidak menjamin jalanan akan sepi. Dan hal tersebut sama sekali tidak mengurangi niatan Sasuke –si pengendara untuk mengurangi kecepatannya. Justru dia semakin menambah kecepatannya dan mendahului mobil-mobil dengan lihai layaknya seekor elang yang meluncur di atas langit.
Setelah masuk ke wilayah perumahan yang terbilang mewah, dia memacu motornya ke sebuah rumah besar bergaya klasik dan berhenti tepat di depan pagarnya yang menjulang tinggi. Menunggu sebentar, kemudian datang pria dengan seragam satpam yang ia kenakan membukakan pagar. Sasuke langsung menjalankan motornya masuk ke dalam garasi yang terbuka dengan sendirinya.
Di dalam rumah, Sasuke disambut hangat oleh beberapa pelayannya yang langsung menawari berbagai hal. Sasuke hanya mendengus kecil dan mengangkat tangannya guna memberi isyarat bahwa ia tidak membutuhkannya. Dia langsung melesat ke arah tangga dan menuju ke kamarnya. Dibuka pintu kamarnya, menampakkan serangkaian kamar berwarna biru gelap lengkap dengan tv, laptop, dan cd player. Tak lupa dia menyalakan ac yang seketika menyibakkan suasana dingin ditambah pengharum ruangan yang beraroma mint. Sasuke terjatuh diatas kasur empuknya. Entah kenapa, dia merasa hari itu adalah hari yang sangat melelahkan. Matanya langsung terpejam dan dengkuran kecil sedikit terdengar darinya. Dia sudah tertidur lelap.
Naruto's pov
Kicauan burung dan sinar mentari menyeruak masuk ke dalam kamarku. Tapi aku tidak pernah mempedulikannya. Di samping alarmku belum berbunyi, sinar matahari juga tidak pernah masuk ke dalam kamarku di pagi hari. Entah kenapa, sekarang jendela kamarku menghadap ke arah timur. Menyebabkan bias-bias matahari itu bisa masuk melalui celahnya.
"Emm.." Aku sedikit menggeliat dan membelakangi jendela agar cahaya matahari tidak mengganggu tidurku.
"Tunggu! Sejak kapan cahaya matahari bisa masuk ke kamarku?" Aku bangkit, menggosok mataku dan membukanya cepat. Sungguh, ini mengejutkanku.
"Ini dimana?" Aku memperhatikan keseluruhan kamarku. Hey, suaraku..
"Hem.. Ehem! Ehem!" Kenapa? Kenapa suaraku jadi berat begini? Kamarku, kamarku jadi mewah sekali. Berbeda ribuan derajat dari kamarku selama ini. Semuanya jadi biru dan dingin.
"Ibu! Aya-" Seketika aku membeku ketika menyadari sesuatu. Butuh waktu lama bagiku untuk mencerna semua ini. Memang dasar aku ini bodoh. Padahal suara ini sudah sering kudengar, tapi kenapa lama sekali aku baru menyadari bahwa ini adalah suara..
"Sasuke?"
Aku segera berlari tanpa arah. Mencari sebuah cermin atau apa saja yang mampu memantulkan diriku agar aku bisa melihatnya. Mataku tertuju pada pintu setengah terbuka. Aku segera berlari ke arah sana masih dengan pakaian sekolah lengkap. Aku memang tidak sempat mengganti baju semalam.
"Ini kamar mandi!" Segera aku berlari ke sebuah wastafel. Setibanya disana, aku tepat mendapati wajahku yang pucat dan berantakkan. Perlahan aku menyentuh pipi, bibir, hidung, mata, dan terakhir rambut. Semua ini bukan milikku. Ini wajah Sasuke.
"HUWAAAAAA!"
…...
Sasuke's pov
Ini seperti bukan tempat tidurku. Memang empuk, namun tidak senyaman seperti saat aku tiduri di malam-malam sebelumnya. Bantalnya juga terlalu besar, gulingnya pun terlalu empuk. Apa karena semalam aku mendengar Lee bernyanyi, makanya badanku jadi tidak enak begini?
Jam berapa sekarang? Kenapa aku tidak merasakan bias matahari pagi di kamarku?
"Pagi ini mendung, ya?" Aku sedikit mengerjapkan mataku dan bangkit dari tempat tidur. Mengambil jeda sebentar sebelum akhirnya berdiri menghadap jendela.
"Dimana jendelaku?" Perlahan aku berjalan menuju tembok yang seharusnya disana terletak jendela kamarku. Belum sempat sampai tujuan, kesadaranku kini sudah kembali sepenuhnya.
"Kamar siapa ini?" Aku berlari ke arah pintu dan membukanya cepat. Seketika aku terdiam dengan mulut yang terbuka lebar, melihat pemandangan yang tidak pernah kulihat sebelumnya.
Seorang wanita bercelemek merah tersenyum lembut ke arahku dengan segelas susu di tangannya..
"Selamat pagi!"
"…"
"Kenapa? Kok kayak orang bingung?"
Glek!
"Ini dimana?" Aku bertanya tanpa basa-basi pada wanita itu. Awalnya dia terlihat kaget, namun tergantikan oleh gelak tawa yang keluar dari mulutnya.
"Ahahaha.. Ya tentu saja di rumahmu kan, Naruto?"
"…"
Otakku terasa kosong. Hanya ada suara wanita itu yang terngiang-ngiang di kepalaku. Kata mana yang harus kucerna terlebih dahulu? Ini rumahku, atau aku ini Naruto?
"Naruto?" Aku kembali masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya. Mataku menyisiri seisi ruangan ini, mencari sesuatu yang biasa orang sebut 'cermin'.
"Itu dia!" Aku berlari dan menatap pantulan jelas yang ada di sana. Aku menyentuh cermin itu perlahan. Kengerian terlihat jelas di wajahku.
"Ini bukan wajahku, ini Naruto!"
TBC
Shiraland
Gimanaa? Masih jelek ya? Ekekeke, maklum ya, shira masih belajar bikin fanfic yang bagus! :)
Repew ya~ XD
Sampai ketemu chapter depaaan~
