Harus Bagaimana?—a nejiten fanfiction by awesumbohemian 2016

Naruto punya Om Masashi, saya cuma pinjam Neji sama Tenten aja buat dibikin fic.

Warn!: nejiten, au, PENDEK, gaada pre&/sekuel, bit ooc, awas baper, plotless.

.

.

enjoy, dear!

.

.

.

"Aku tidak pernah bilang aku pacaran dengan Shion," Neji mengernyit.

"Apa?" Tenten ikutan mengernyit. "Tapi Lee yang bilang!"

"Aku benar-benar tidak pacaran dengan Shion. " Neji menegaskan.

Tenten menatap Neji. Mencari kebenaran di mata pemuda tersebut. "Lagipula waktu itu saat aku bertanya padamu—"

"Kukira, " potong Neji dengan nada keras. "Kau bertanya apa aku benar-benar pulang bersama Shion atau tidak."

Kalimat penjelasan yang membuat kernyitan di dahi Tenten menghilang perlahan. Kali ini yang terlihat menghiasi wajahnya adalah rona samar di pipinya.

Neji menghela napas. Ia menatap manik cokelat Tenten. "Jadi…" Neji menggantung kalimatnya. "Karena itu akhir-akhir ini kau menghindariku? " tatapannya masih melekat kuat ke gadis di hadapannya.

"A—aku…" Tenten membuang muka. Rona merah di pipinya kini terlihat jelas.

"Kau menyukaiku, kan?" tuduh Neji.

Tepat.

Tenten makin memerah pipinya mendengar tuduhan Neji yang benar adanya. "Aku tidak menyukaimu! Sama sekali tidak!" kilah Tenten. Mengangkat wajahnya, menuding hidung Neji. "Lagipula mana mungkin aku suka kepada laki-laki dingin, datar, menyebalkan, dan bahkan rambutnya lebih panjang dan lebih bagus darik—"

"Berisik," Neji memotong kalimat Tenten. Tangan kanannya membekap mulut Tenten. Wajahnya mengerut. "Kenapa kau tidak pernah tidak berisik, sih?"

Tenten berusaha menarik tangan Neji yang membekap mulutnya kuat-kuat. Sia-sia. Tangan Neji sama sekali tidak bergerak satu mili pun, bahkan ketika Tenten merasa ia sudah mengerahkan semua tenaganya. Bagaimana bisa, Neji yang hanya ikut OSIS, bisa lebih kuat darinya yang ikut klub karate?

"HMMMH…!" Tenten baru saja akan menanamkan kuku-kukunya di punggung tangan Neji ketika pemuda berambut panjang dengan sorot mata tajam dan dingin itu mendekatkan wajahnya ke wajah Tenten, lalu mengeluh.

"Kau tetap saja berisik, bahkan ketika aku sudah membekapmu," Neji menarik wajahnya menjauh dari wajah Tenten. Melepas bekapannya. "Aku harus melakukan apa, sih, agar kau bisa tidak berisik?"

Tenten merengut. "Kau benar-benar menyebalk—" mata Tenten membelalak begitu mendapati wajah Neji sangat—sangat—dekat dengan wajahnya. Tenten lebih kaget lagi begitu sadar bibirnya sedang bersentuhan lembut dengan bibir pemuda tersebut.

Tenten masih terkejut dengan aksi Neji ketika Neji menyudahi ciumannya. Mulutnya menganga. Wajahnya kembali memerah. Matanya masih membelalak. Tidak percaya.

"Oh," ujar Neji. "Akhirnya kau diam juga,"

"K-k-ke-ken-ke-kenapa—?" Tenten gagap. Ia secara tidak sadar, melangkah mundur.

"Apa? Tentu saja karena kau berisik sekali,"

"Itu bukan alasan untuk menciumku!" balas Tenten galak.

"Oh," Neji tersenyum samar. "Kalau begitu karena aku… menyukaimu?"

Wajah Tenten makin merona. "Te—terserah saja!" ia membalikkan tubuhnya, kemudian melangkah lebar-lebar meninggalkan Neji yang sedang terkekeh pelan melihat tingkah laku gadis bercepol dua itu.

.

.

.

Selesai!