Fri(end)

Oleh Fahrenheit feat Neon

Disclaimer: Naruto (c) Masashi Kishimoto

Kami berdua tidak mengambil keuntungan materiel dari fanfiksi ini

Dedicated for: Event #FlashFicFest

.

.

Satu buah batang rokok untuk sepuluh menit pertama.

Dua buah batang rokok untuk sepuluh menit kedua.

Dan selama enam puluh menit, seharusnya, Uchiha Sasuke akan menghabiskan enam buah batang rokok; untuk diisap dan dibuang sisanya begitu saja.

Namun, lain hal dengan hari ini. Sebab ia telah patah hati, dan berharap rasa sakitnya hilang, seiring dengan asap yang ia keluarkan dari bibir keringnya itu.

Sebagian asap yang Sasuke keluarkan, justru masuk dan bersarang ke dalam paru-paru. Sesak yang ia rasakan, bukan lagi karena sang asap warna putih keabuan, melainkan karena ia menahan derita cinta atas dasar pertemanan.

Semua karena perempuan di hadapannya; yang berambut pink seperti permen kapas, dan mempunyai mata indah seperti warna batu emerald. Haruno Sakura—menolak permintaan Sasuke untuk menjadi kekasihnya.

Dan mulai sekarang, pertemanan selama satu tahun itu, ia anggap sebagai omong kosong belaka.

"Maaf—"

" ... "

Tangan kanan Sasuke sedikit bergetar, tetapi ia dengan ekspresi tenang menekan keras-keras putung rokoknya di dalam sebuah cawan kecil yang biasa disebut asbak.

"Mungkin hari ini status kita hanya 'teman', tapi siapa tahu ... besok bisa berubah. Benar, 'kan?"

Sasuke menoleh ke arah jendela kaca di sisi kirinya. Pemandangan di luar kafe terlihat selalu membosankan bagi pria bermarga Uchiha itu. Hanya ada transportasi yang melintas, orang-orang yang sedang berjalan, atau kadang berlari-lari kecil. Tidak ada binatang seperti singa, hanya ada serangga yang muncul di siang hari. Dan hal itu semakin membuat Sasuke muak.

"Aku mengerti."

Diam-diam, Sakura melirik wajah Sasuke. Namun, ia pura-pura tak acuh dan melanjutkan mengaduk jus stroberi dengan sedotan berwarna putih. Meski bibirnya tampak biasa menyeruput jus itu dengan sedotan, tetapi air muka Sakura terlihat jelas seperti tidak tenang, atau lebih tepatnya merasa tidak nyaman.

Sakura mengerti. Amat sangat mengerti. Seperti debu-debu rokok di hadapannya yang terasa perih saat masuk di balik kelopaknya, apa yang dirasakan Sasuke pasti lebih perih dibanding hal ini.

Tanpa menatap Sakura, Sasuke mengatakan sesuatu, "Setiap hari, kau seperti alarmku untuk bangun pagi. Menjemputmu, lalu mengantarmu ke kampus—"

Sasuke menggigit bibir bawahnya. Ia merasa ada asap yang berputar seperti tornado di dalam paru-parunya. Dan ia lemah sebagai seorang laki-laki, karena diam-diam Sasuke menahan air mata karena serpihan sayapnya yang pecah, masuk satu per satu, dan menusuk bola matanya yang berwarna hitam pegam.

"—aku juga menjemputmu dari kampus, memanjakanmu di saat kau sedih, juga menjadi sapu tanganmu saat menangis," Sasuke menatap sepasang bola mata yang menatapnya dengan iba. "Dan kau hanya menganggapku sebagai seorang 'teman' ... tidak lebih. Kenapa, Sakura?"

"Karena memang begitu adanya." Sakura menunduk. "Maaf, aku tidak menyukaimu."

Tenggorokan Sasuke terasa gatal. Banyak yang ingin ia bicarakan dengan Sakura, tetapi ia merasa semua tidak ada gunanya lagi jika dilanjutkan. Inti dari semua ini adalah, Sakura tidak bisa menjalin hubungan dengannya, melebihi seorang teman.

"Aku harap kau menyesal, Sakura."

Sasuke bangkit dari kursi yang ia duduki kurang lebih selama satu jam, aroma nikotin lepas begitu saja hingga membuat Sakura menunduk. Ia kemudian berjalan, meninggalkan Sakura dengan perasaan merah, marah, mendominasi seluruh hati dan pikirannya.

[End]