First Love
Chap 1
By: 0312_luLuEXOticS
Cast: Luhan, Oh Sehun, and others
Pair: HunHan
Genre: Hurt/Comfort, Romance(?), YAOI
Rate: T+
A/N:
Annyeooooooong ^_^
Kali ini Liyya bawa HunHan lagi neeeehhh :D Ini cerita bisa dibilang remake(?) atau terinspirasi(?) dari satu komik yang pernah Liyya baca. Judulnya 'First Love' karya 'Isao Sakamoto'. Tapi ini versi nya Liyya. Versi YAOI. Dan tentu saja versi HunHan :D
TOLONG BACA A/N DI AKHIR CERITA YAAAAAAAAAA :D
.
.
HAPPY READING^^
.
.
~O.O~
Rasanya begitu sepi.
Begitu menyakitkan.
Begitu menyedihkan.
Begitu menyayat dan merobek hatiku.
Hati yang selalu dipenuhi oleh kekhawatiran.
Namun meskipun begitu, aku menginginkan seseorang yang mencintaiku dengan tulus di sisiku.
Aku... tidak butuh yang lainnya.
- Lu Han
. . .
Udara kota Seoul sore itu terlihat sangat ramai. Banyak pasangan pemuda-pemudi tampak menyusuri jalanan kota. Saling bergandengan tangan, menyalurkan kehangatan dengan merapatkan tubuh, mencoba melawan angin dingin Musim Semi yang menusuk hingga ke dalam tulang. Di sudut kota yang lainnya, beberapa murid terlihat khusuk dengan buku-buku tebal di tangan mereka. Duduk di taman dengan secangkir kopi hangat menemani. Mempersiapkan diri untuk ujian kelulusan yang akan dihadapi tak lama lagi.
Lalu ada Luhan. Satu dari sekian banyak penduduk kota Seoul yang juga memiliki aktivitas tersendiri. Aktivitas yang lain dari murid-murid lainnya. Teman-teman sekolahnya. But then, Luhan tidak memiliki teman. Bahkan satu pun tak ada. Di dalam hidupnya, Luhan hanya mengenal 3 hal. Mama, dirinya, dan kesenangannya.
"Uh... uh! Nikmat sekali! Aku tidak tahan lagi!"
Luhan hanya menatap wajah lelaki paruh baya yang sedang berada di atas tubuhnya dengan tatapan tak perduli. Menggigit bibir bawahnya pelan menahan rasa perih pada tubuh bagian bawahnya setiap kali pria tua itu memaju mundurkan tubuhnya.
"Errggh... ini sangat nikmat sayang! Apa kau juga menikmatinya?" Pria tua itu terus mengerang tanpa malu, menyalurkan sensasi nikmat yang dirasakannya dari tubuh mulus namja mungil di bawahnya. Sama sekali tidak perduli meskipun namja imut yang terlentang di bawahnya itu sama sekali tidak menunjukkan kalau dia juga menikmati kegiatan mereka saat ini. Dia sudah membayar untuk tubuh ini, dan dinding ketat yang seolah tengah memijat miliknya itu sudah lebih dari cukup sebanding dengan uang yang harus dibayarnya.
"Aah! A-aku tidak tahan lagi, sayang! Errrrgghh...!"
Luhan semakin menggigit bibir bawahnya. Menahan gejolak yang mengumpul di bagian perutnya. Bukan karena dia menikmatinya. Sama sekali bukan. Gejolak itu justru karena rasa jijik yang menyeruak di sekujur tubuh kotornya. Uurrggghhh! Luhan menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Menahan sesuatu yang ingin keluar dari sana saat dirasakannya cairan menjijikkan itu memenuhi lubangnya. Ingin sekali dia segera mendorong tubuh ahjussie tua di atasnya dan berlari ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Tapi dia tidak bisa melakukan hal itu. Dia bahkan belum menerima bayarannya. 'Sebentar lagi, Luhan! Kau hanya perlu bertahan beberapa menit lagi!' ucapnya dalam hati.
"Wah! Tidur dengan seorang pelajar itu memang lebih nikmat. Bagaimana kalau setelah ini aku tratir makan. Kau mau makan sesuatu? Aku—"
"Tidak perlu!" potong Luhan cepat sembari membenarkan seragamnya. Tidak ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi di sana. "Aku mau pulang saja! Tapi sebelumnya, aku mau 300 ribu won-ku!" ujarnya dengan wajah tanpa ekspresi dan mengulurkan tangannya.
Tuan Seung Hyun tersenyum meremehkan. Menyerahkan beberapa lembar uang pada Luhan. "Tch! Padahal aku bisa membayarmu lebih kalau—"
"Kalau begitu, aku pulang sekarang. Harap kita tidak pernah bertemu lagi kelak!" potong Luhan lagi kemudian berlalu keluar dari kamar hotel itu. Tubuhnya sudah terasa sangat gatal, dan dia ingin cepat-cepat membersihkan tubuhnya.
'Dasar ahjussie tua mesum menyebalkan! Sudah jelek, badannya bau pula!' gumam Luhan seraya menghitung lembar demi lembar uang yang baru saja dihasilkannya saat dirinya sudah berada di dalam lift. "Kalau tahu begini, seharusnya aku meminta 500 ribu saja tadi!" ucapnya sebal kemudian menekan tombol 1.
"Tunggu!" Luhan sontak menghentikan pintu lift yang hampir tertutup sempurna saat mendengar teriakan seseorang. Sepasang pelajar mendekati lift yang sedang dinaikinya dan Luhan buru-buru memasukkan uang di tangannya ke dalam tas.
"Maaf, kami juga mau naik!" ucap si yeoja. Luhan hanya mengangguk dan menundukkan wajahnya. Dan entah mengapa, perjalanan menuju lantai 1 terasa begitu lama saat itu. karena bosan, Luhan memberanikan dirinya untuk sedikit mendongakkan kepalanya dan menatap pemuda di sampingnya.
Kulit putih, rambut pirang, tulang rahang yang tegas, mata yang dingin, hidung mancung, dagu yang runcing, dan bibir yang tipis. Wajah itu... 'Tampan sekali!' gumamnya tanpa sadar dan terus memperhatikan pemuda itu. Sampai suara pemuda itu menyapa indera pendengarnya.
"Wajahmu terlihat sangat bosan! Kau... tidak bermain dengan namja hidung belang, kan?" ucap namja itu tanpa menolehkan kepalanya pada Luhan. Hanya meliriknya dari ekor matanya.
"Sehun-ah! Apa yang kau katakan?! Itu tidak sopan!" tegur yeoja yang berdiri di samping namja bernama Sehun itu. Mengucapkan kata 'maaf' pada Luhan dan segera menarik Sehun keluar dari dalam lift saat pintu itu terbuka. Meninggalkan Luhan yang hanya bisa menatap horor pada punggung Sehun. Terlalu terkejut untuk mengucapkan apapun.
'MWOOO? Apa maksudnya? Apa namja itu sedang membicarakanku?
. . .
Luhan memasuki rumahnya dan meletakkan sepatunya di rak sepatu yang tersedia di samping pintu. Matanya menatap sepatu ibunya yang tergeletak di sana. 'Sepertinya Mama ada di rumah,' pikirnya.
"Yaaakk! Luhan! Mengapa jam segini kau baru pulang, eoh? Bukannya sekolahmu bubar jam 2 siang! Sekarang sudah jam 8 malam!" omel Yura, ibu Luhan.
Luhan hanya mendesah malas dan melangkahkan kakinya menuju kamarnya. "Perpustakaan!" jawabnya singkat. Pandangan sama sekali tidak beralih dari ponsel di tangannya.
"Benarkah?" Kau, tidak bermain api di luar sana, kan?" tanya ibunya tak percaya. "Yaak! Luhan! Apa kau tidak mendengarnya? Kalau Mama sedang berbicara, jangan hanya menatap pada layar ponselmu. Kau harus—"
Srekk
"Ini hasil ujian waktu itu. Paling tidak, aku masuk 50 besar dari sekian ratus siswa. Karena itu, aku harus lebih giat belajar!" ucapnya.
Yura mengambil kertas di tangan Luhan dan membacanya sekilas. Tersenyum puas saat melihat nilai anaknya. "Waah! Benar juga," gumamnya. "Kalau begitu, maaf ya kalau Mama sudah membentakmu tadi," ujarnya kemudian. "Ah! Mama harus pergi sekarang. kau, belajarlah yang rajin di rumah, ya! Jangan terus bermain dengan ponselmu!"
Luhan berdecih pelan dan berjalan menuju kamarnya. 'Bodoh!' umpatnya saat menyadari pakaian rapi yang dikenakan Yura dan riasan tipis di wajahnya. 'Pacar baru lagi? Mau berapa kali dibuang baru dia akan puas? Bukannya mereka semua sama? Uang dan tubuh! Setelah itu, bukannya Mama akan dibuang lagi?'
Luhan melepaskan seragam sekolahnya dan menggantinya dengan piyama kesayangannya setelah membersihkan tubuhnya. Mengambil ponsel di nakas dan merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya. Menekan beberapa tuts di ponselnya dan mengirimkannya di jejaring sosial.
Luhan. Aku namja bertipe bottom 17 tahun yang sedang kesepian. Seseorang, temani aku dong! ;)
Bling
Seseorang menjawab kirimannya.
Jiwoon. Kamu kenapa? Bagaimana kalau kau bicarakan denganku saja. Aku pasti akan menghilangkan rasa sepimu! :*
Laki-laki. Semuanya sama. Semuanya bodoh. Yang mereka pentingkan hanya sex saja. Dan Luhan lebih bodoh lagi. Dia tahu itu, tapi dia tetap melayani mereka.
"Kau... tidak bermain dengan namja hidung belang, kan?"
Tiba-tiba, kalimat yang terlontar dari bibir namja tampan dua hari yang lalu itu terngiang di telinganya saat Luhan memejamkan mata. Namja itu. Bagaimana dia bisa berbicara seperti itu pada seseorang yang bahkan belum pernah ditemuinya? Mengapa dia bisa tahu? Apa dia melihat uang yang dipegangnya waktu itu?
. . .
"HEI! LUHAN!" teriakan nyaring yang menggema di sepanjang koridor yang sedang dilaluinya itu menghentikan langkah Luhan. Namja bermata rusa itu membalikkan tubuhnya dan menatap malas pada yeoja yang sedang berlari ke arahnya dengan wajah yang sarat akan kebencian.
"KAU!" Yeoja dengan nametag yang bertuliskan Yujin itu menuding Luhan dengan telunjuknya. "Kau bermain api dengan namjachinguku, kan! Beraninya kau merebut pacar orang!" ujarnya berapi-api.
"Namjachingu? Namja yang mana?" tanya Luhan santai. Karena sejujurnya, Luhan sudah banyak bermain-main dengan namja di luar sana. Jadi, dia benar-benar tidak tahu namja yang mana yang dimaksud Yujin.
"Apa maksudmu namja yang mana? Ilwoo! Jang Ilwoo! Jangan pura-pura tidak tahu!" tukas Yujin semakin emosi.
"Ah! Namja berambut aneh itu? itu sih, kejadian dua minggu yang lalu. Lagian, dia duluan yang menggodaku." Luhan mengerdikkan bahunya acuh.
"MWO?"
"Kau saja yang terlalu bodoh sampai namjachingumu mencari perhatian dari orang lain. Semua itu salahmu sendiri. Jangan mencari-cari kesalahan pada orang lain!" ucapnya enteng. "Oh ya! Sekalian bilang pada pacarmu agar berhenti mengejarku, karena itu benar-benar mengganggu!" ucapnya kemudian dan berlalu dari hadapan Yujin. Dia memiliki urusan yang lebih penting saat ini daripada mengurus yeoja tidak jelas itu.
Ini memang bukan pertama kalinya seseorang melabrak Luhan. Hhhh. Mengapa mereka semua menyalahkannya? Mungkin dia memang brengsek. Tapi mereka yang tertarik pada namja brengsek sepertinya bukankah sama brengseknya dengan dia?
Luhan terus melangkahkan kaki mungilnya menuju tempat janjiannya bersama dengan namja bernama Jiwoon yang dikenalnya tadi malam. Another namja brengsek, pikirnya.
"Jadi, kau yang bernama Luhan?" tanya Jiwoon saat Luhan menyapanya. Saat ini, mereka berada di taman kota. "Whoaaa! Biasanya, aku hanya bertemu dengan cewek-cewek jelek dan ibu-ibu di internet. Ini pertama kalinya aku mencoba dengan namja. Dan aku tidak menyangka kalau aku sangat beruntung. Kau bahkan lebih cantik dari kebanyakan yeoja yang aku tahu!"
Luhan sama sekali tidak menjawab. Hanya berjalan pelan di samping Jiwoon dengan wajah tertunduk. Jeans belel, tato di tangannya, rambut berantakan, dua tindikan di telinga bagian atasnya, kalung rantai di lehernya. Namja ini, terlihat seperti bukan namja baik-baik. Tapi kalau dipikir-pikir, bukankah semua namja yang tidur dengannya bukan namja baik? Hanya saja, Jiwoon, terlihat berbahaya. Tidak seperti namja-namja sebelumnya.
Saat kemudian Luhan mendongakkan wajahnya, apa yang dilihatnya benar-benar membuat darah di jantungnya memompa ke wajah manisnya. Dan Luhan kembali menundukkan wajahnya. Namja itu. Dari sekian banyak waktu dan tempat yang ada di kota Seoul yang besar ini. Mengapa selalu muncul di depannya di saat seperti ini?
"Hei! Aku rasa, tidakkah 500 ribu Won itu teralu mahal? Tapi karena wajahmu cantik, aku akan memberikannya. Kita ke rumahku saja, ya! Dekat kok dari sini!" ucap Jiwoon. Tepat saat Sehun berjalan di samping mereka.
DEG
'Apakah dia mendengarnya?' Luhah memberanikan dirinya menoleh ke belakang. Dan seperti waktu itu, dia hanya bisa menatap horor pada punggung yang, entah mengapa, terlihat begitu dingin di mata Luhan. Sehun tidak mendengarnya. Atau dia mendengarnya tapi tidak perduli. Lagi pula, Luhan siapa? Sehun bahkan tidak mengenalnya.
Begitu tiba di ruang tamu rumahnya, Jiwoon langsung mengambil posisi duduk di atas sofa. Dan dengan sebatang rokok di antara bibirnya, dia memerintahkan Luhan untuk membuka bajunya.
Luhan terlihat membuka satu persatu kancing seragamnya dengan ragu-ragu. Memperhatikan Jiwoon dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Dan tiba-tiba saja, bayangan namja tampan itu kembali terlintas di benaknya. Membuatnya tangannya berhenti bekerja, terlalu enggan untuk meneruskan aktivitas mereka.
"Mengapa berhenti? Ayo cepat lepaskan bajumu!" titah Jiwoon tak sabar.
"Aku mau pulang saja!" ucap Luhan kemudian seraya membetulkan seragamnya dan berniat untuk keluar dari tempat, yang baru disadarinya, mengerikan itu. Namun Jiwoon lebih cepat menarik lengan mungil Luhan dan menhempaskan tubuh kurus itu ke atas sofa yang didudukinya tadi. Memposisikan tubuhnya di antara dua kaki mulus Luhan dan mengunci semua pergerakan Luhan.
"Sudah sampai di sini, mengapa malah mau pulang? Bukannya kau sudah terbiasa melakukan hal seperti ini?" Jiwoon menyeringai mesum dan kembali melepaskan satu per satu kancing seragam Luhan. Memajukan kepalanya untuk menjamah dada putih itu.
"A-apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!" tukas Luhan. Mencoba agar terdengar tegas. Namun Jiwoon justru mengeluarkan smirknya. Sama sekali tidak terpengaruh dengan gertakan Luhan.
"Tidak usah malu, sayang! Tenang saja! Walaupun ini pengalaman pertamaku bersama namja, tapi aku hebat dalam hal ini. Dan aku, pasti akan membuatmu melayang nikmat dan terus mendesahkan namaku selama beberapa jam ke depan!"
Luhan terbelalak saat merasakan tangan Jiwoon yang telah beralih menuju selangkangannya. Matanya memanas. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Luhan merasa dilecehkan. Tidak! Dia tidak menginginkan ini! Luhan ingin sekali mendorong tubuh Jiwoon, tapi tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Jiwoon. Dan saat Jiwoon mulai bermain-main dengan resleting celananya, Luhan hanya menutup matanya dan meronta sebisa mungkin.
Brakk
Bugh
Luhan tidak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba, sebuah tangan hangat tengah menggenggam jemarinya. Membawanya lari dari tempat laknat itu. Seseorang menolongnya. Seorang namja yang bahkan tidak dikenalnya. Seorang namja yang bahkan namanya saja Luhan tidak tahu. Namja yang telah mengucapkan kata-kata yang berhasil mengganggu pikirannya beberapa hari ini.
Ada begitu banyak pertanyaan 'mengapa' berputar-putar di kepala Luhan. Tapi detik itu, dari pada memikirkan pertanyaan-pertanyaan itu, Luhan hanya ingin merasakan tangan hangat yang masih terus menggenggam jemarinya lebih lama. Begitu hangat hingga Luhan ingin tangan itu berada di sana selamanya. 'Jangan pernah terlepas. Aku mohon! Jangan lepaskan tanganku!'
"Cepat betulkan bajumu! Kau terlihat memalukan!" ucap Sehun membelakangi Luhan.
Namun kenyataannya, tangan itu terlepas. Tidak ada lagi kehangatan di sana. Semuanya terasa begitu dingin.
"Mengapa kau menolongku?" tanya Luhan setelah membenarkan seragamnya.
"Tidak ada alasan!" jawab Sehun. "Saat melihatmu di taman kota tadi, wajahmu terlihat begitu tertekan. Karena itu, aku memutuskan untuk mengikutimu. Dan tidak lama setelah itu, aku melihatmu dalam posisi seperti itu!" lanjutnya. Masih dengan posisi membelakangi Luhan.
"Errmmm, te-terima kasih!" ujar Luhan setelah beberapa saat terdiam. Tidak tahu harus melakukan apa. Tapi kemudian dia mengeluarkan beberapa lembar uang dari tasnya. "Ini! Walaupun hanya sedikit, tapi sebagai ucapan terima kasih—"
"Kau pikir aku ini apa? Aku tidak butuh uangmu!" Sehun membalikkan badannya dan langsung menepis uang di tangan Luhan dengan kasar.
"Eh? Kau tidak membutuhkannya ya? Errrmmm, kalau begitu, bagaimana kalau kita bercinta? Tenang saja, aku tidak akan meminta bayaran kok! Anggap saja sebagai ucapan terima kasih."
Sehun menatap Luhan marah dan mengepalkan tangannya kuat. "Lain kali, kalau ada kejadian yang sama, aku tidak akan pernah mau menolongmu lagi!" ucapnya sebelum membalikkan badannya dan meninggalkan Luhan di sana. Tidak ada yang menyadari tatapan tak suka seseorang yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri.
'Mwoya! Mengapa dia jadi marah? Padahal kan, aku sudah bilang gratis. Bukannya itu adalah tujuannya menolongku? Biasanya kan seperti itu?' Luhan mengedikkan bahunya dan berjalan meninggalkan taman itu. Dia harus segera pulang atau Mamanya akan mengomelinya lagi.
'Ah! Aku bahkan lupa menanyakan namanya!' rutuk Luhan dalam hati saat menyadarinya.
"Luhan-ah! Akhirnya kau datang. Kemarilah sebentar, Mama akan mengenalkanmu pada seseorang!" ucap Yura begitu membuka pintu rumahnya.
"Mwo? Lagi? Ini sudah yang ke berapa, Mama?" komentar Luhan malas. "Yak! Tidak sopan! Kali ini, Mama benar-benar serius!"
"Benarkah? Baiklah kalau begitu!" jawabnya. Baginya, berapa kali pun tidak masalah. Dia hanya ingin melihat Mama bahagia dan tidak tersakiti lagi. Dan kali ini, Luhan benar-benar berharap kalau Mama akan bahagia.
"Maaf, akhirnya putraku pulang juga!"
Namun saat Luhan melihat siapa yang menjadi pacar baru Mamanya kali ini! Luhan benar-benar tercekat. Tubuhnya bergetar ngeri. Dan dia tahu, kalau kali ini pun, Mama pasti akan tersakiti lagi pada akhirnya. Dan mungkin, kali ini, dia lah penyebabnya.
. . .
Berada di sekolah dengan ditemani bisik-bisik tak sedap dari para murid merupakan hal biasa bagi Luhan. Bahkan dia tidak lagi kaget dengan apa yang menyambutnya saat Luhan membuka lokernya. Tidak ada lagi tempat untuk meletakkan barang-barangnya. Loker itu, sudah penuh dengan sampah dan kertas-kertas bertuliskan sumpah serapah yang ditujukan untuknya. Tch! Luhan tersenyum miris. Menutup kembali pintu lokernya setelah memindahkan sampah-sampah itu ke dalam plastik yang selalu dibawanya, Luhan kembali berjalan menyusuri koridor sekolahnya.
Bugh
Sebuah hantaman keras mendarat telak di kepala bagian kanannya. Namun belum sempat dia mencerna apa yang baru saja terjadi, beberapa tangan menarik tubuhnya dan membawanya ke sebuah gang sempit dan menghempaskan tubuhnya begitu saja di atas jalanan yang kotor. Dan pukulan itu kembali mendarat di kepalanya. Mengabaikan kepalanya yang terasa berdenyut, Luhan menatap para penyerangnya. Beberapa yeoja menatapnya penuh amarah. Salah satu dari mereka bahkan memegang balok kayu, yang Luhan yakini sebagai penyebab rasa pening di kepalanya saat ini.
"Itu akibatnya karena merebut pacarku!"
Luhan mengalihkan pandangannya pada orang yang berbicara. Yeoja itu. Seragam itu. Rasanya Luhan pernah melihatnya. Dimana?
"Bukan hanya pacarmu saja. Dia juga banyak merebut pacar orang lain. Julukannya di sekolah adalah pelacur EXO High School!" ucap yeoja lainnya.
Bugh
Sebuah tendangan mendarat telak di perutnya. "Dasar brengsek! Tidak tahu malu! Bukan hanya gay menjijikkan, kau bahkan merebut pacar orang!" geram yeoja itu.
"Sudah berapa banyak namja yang kau tiduri, eoh?"
Luhan kini tidak tahu lagi siapa yang berbicara. Suara pukulan yang bertubi-tubi disertai sumpah serapah itu terus bersahut-sahutan. Wajahnya, perutnya, kakinya, kepalanya. Semua menjadi sasaran empuk mereka. Tapi Luhan sama sekali tidak melawan mereka. Hanya menahannya saja. Dia malas untuk sekedar melawan.
Grepp
Dua pasang tangan memegang erat lengan kanan dan kirinya. Dan satu tangan lagi menarik rambutnya untuk mendongakkan waja Luhan.
"Pelacur EXO High School ya?" Yeoja dengan seragam yang berbeda dari yang lainnya itu berjongkok di depan Luhan dan tersenyum manis. "Sekarang katakan padaku! Sudah berapa kali kau melakukannya dengan Sehun, eoh?" tanya yeoja itu.
"Sehun? Aku tidak kenal dengan namja bernama Sehun," jawab Luhan dengan wajah datarnya.
Plakk
"Jangan berbohong! Kemarin kau sedang membetulkan seragammu di taman bersama dengan Sehun! AKU MELIHATNYA, BODOH!" teriaknya marah tepat di depan wajah Luhan.
Ah! Yeoja ini. Luhan ingat sekarang. Mereka bertemu di lift hari itu. Yeoja yang menempel pada namja tampan itu. Jadi, namanya Sehun?
"Tch!" Luhan berdecih dan tersenyum meremehkan. "Geurae! Aku memang melakukannya dengan Sehun. Wae?" ucapnya santai. Membuat yeoja itu semakin marah.
"KAU!" geramnya dan mencekik leher Luhan. "Aku akan membunuhmu! Aku akan membunuhmu!" teriaknya marah. Tidak memperdulikan teriakan takut dari teman-temannya.
"Jihyun-ah! Dia bisa mati kalau seperti itu!" ucap Yujin mencoba melepaskan tangan Jihyun dari leher Luhan. Dilihatnya dua orang ibu-ibu yang sedang berjalan menuju arah mereka, membuatnya semakin panik. "Jihyun-ah! Ada yang datang, ayo kita pergi saja. Bisa gawat kalau kita melakukannya di sini!" ucapnya panik. Dan dengan bantuan temannya, dia berhasil melepaskan cengkraman Jihyun di leher Luhan.
"KAU! Lain kali, kalau kau berani mendekati Sehun lagi, akan ku cabut jantungmu!" ancam Jihyun sebelum berlalu bersama teman-temannya.
'Tch! Terserah. Mau mengeluarkan otakku juga tidak apa-apa. Biar saja. Tidak akan ada yang perduli!' batin Luhan. Lama dia terduduk di sana. Menunggu rasa pening itu hilang, baru kemudian beranjak untuk pulang ke rumahnya.
. . .
"Kim Luhan! Apa yang terjadi denganmu? Mengapa wajah dan pakaianmu seperti itu?" teriak Yura saat melihat Luhan di ruang tamu. "Apa yang sebenarnya kau lakukan, eoh? Kita kan ada janji dengan pacar Mama hari ini!"
Bahkan Mama sama sekali tidak mengkhawatirkannya. Hanya memikirkan dirinya sendiri dan pacar-pacar sialannya itu.
"Mama kan bisa pergi sendiri." Lagian aku tidak tertarik untuk bertemu dengan lelaki tua itu.
"Tidak bisa! Mama sudah berjanji akan pergi denganmu. Dia juga mau membawa anaknya ke sana!" omel Yura. "Tapi kalau wajahmu seperti itu, Mama kan malu! Lalu mama harus bilang a—"
"Itu kan pacar Mama! Tidak ada hubungannya denganku! Terserah Mama mau bilang apa!"
Blamm
Luhan membanting keras pintu kamarnya dan mengunci diri di dalam kamar. Mengabaikan suara ketukan keras di pintu kamarnya. Mengacuhkan teriakan-teriakan menyebal Mamanya. Luhan berjalan gontai menuju kasurnya. Membaringkan tubuh kurusnya tanpa memperdulikan bajunya yang kotor. Kepalanya terasa begitu sakit. Dia merasa lelah dengan semuanya. Hhhh. Seandainya dia mati. Mengapa yeoja-yeoja sialan itu tidak mengambil nyawanya saja tadi!?
Saat kedua manik matanya terpejam, bayangan-bayangan menyebalkan terlintas silih berganti di sana. Mamanya. Yeoja itu. pria tua kekasih Mama nya. Semua bayangan itu membuat dadanya terasa semakin sesak. Tidak adakah seseorang yang bisa menolongnya.
Lalu, bayangan punggung namja bernama Sehun itu mengusir semua bayangan menyebalkan sebelumnya. Tatapan mata nya yang dingin. Entah kenapa, Luhan merindukannya. Dia ingin sekali bertemu dengan Sehun. Meskipun Sehun akan merasa jijik padanya. Meskipun Sehun juga menganggapnya sebagai seorang pelacur. Luhan tidak perduli. Dia hanya ingin melihat Sehun. Sekali saja. Luhan ingin bertemu dengan Sehun lagi.
"Sehun-ah!" lirihnya. Tersenyum manis saat nama itu terucap dari bibirnya dan terdengar di telinganya. Dan Luhan kembali memejamkan matanya. Berharap untuk melihat namja itu di dalam mimpinya.
.
.
.
Entah Tuhan yang terlalu sayang padanya atau Tuhan justru sangat membencinya. Luhan sendiri tidak tahu. Karena saat dia terbangun dari tidurnya dan keluar dari kamarnya, apa yang dilihat oleh Luhan adalah dua hal yang saling bertolak belakang.
"Eoh? Luhan-ah? Kau sudah bangun?" sapa Yura saat melihat Luhan yang terpaku di tempatnya berdiri. "Mengapa pakaianmu seperti itu? Kita lagi kedatangan tamu. Kenalkan, dia Sehun. Putra dari Tuan Oh Seung Hyun! Siswa kelas 2 SMA. Dia lebih muda satu tahun darimu."
"A-annyeonghaseyo. Namaku Luhan," ucap Luhan terbata. "Hai. Namaku Oh Sehun!"
"Wajahmu kenapa? Coba paman lihat," Tuan Oh tiba-tiba berjalan ke arah Luhan dan memegang pipinya. "Sayang sekali wajah cantikmu sampai terluka begini," ucapnya dengan sebuah seringaian mengerikan.
Luhan dapat merasakan tubuhnya yang bergetar hebat karena sentuhan Tuan Oh. Sentuhan yang sangat menjijikkan. Dan tangannya refleks menepis kasar tangan Tuan Oh agar menjauh dari wajahnya.
"Jangan menyentuhku!" teriaknya kemudian berlari menuju ke arah dapur. Membersihkan wajahnya dari tangan kotor Tuan Oh. Tidak menyadari iris mata Sehun yang terus menatap lekat ke arahnya.
Mengapa Tuhan begitu kejam? Mengapa namja yang paling ingin ditemuinya itu bisa bersama dengan pria tua mesum yang paling tidak ingin ditemuinya? Luhan terus membasuh wajahnya dengan perasaan kesal. Kesal karena berapa kalipun dia mencucinya, sentuhan itu tidak bisa hilang dari wajahnya. Dan dia benci itu. Sangat benci.
"Mau sampai kapan kau membasuh wajahmu seperti itu?" suara berat Sehun menghentikan Luhan dari kegiatannya. "Lukamu. Sepertinya bukan luka karena jatuh. Kalau dicuci terus, bukannya akan terasa perih?" tanyanya sembari menyodorkan handuk kecil yang tergantung di samping wastafel untuk Luhan.
"Mengapa kau kemari? Bagaimana dengan Mama dan Paman?" tanya Luhan. Saat ini keduanya sudah duduk bersandar di lantai dapur. "Mereka berdua sedang bermesraan, dan aku malas melihatnya," jawab Sehun. "Dari pada itu, aku tidak menyangka kalau kita bisa bertemu lagi. Aku rasa, Seoul tidak seluas yang terlihat." lanjutnya. Luhan mengangguk setuju.
"Errrmmm, waktu itu. Terima kasih karena sudah menolongku," ucap Luhan setelah beberapa saat terdiam. "Dan juga... aku minta maaf!"
"Untuk apa?" tanya Sehun.
"Saat kau menolongku, aku bukannya berterima kasih, tapi malah menawarkan uang dan tubuhku sebagai imbalannya. Aku.. benar-benar minta maaf," Luhan menundukkan kepalanya malu.
"Gwaenchanna!" jawab Sehun. "Kau, berhentilah berbuat hal-hal seperti itu. Bukankah itu hanya akan menyakiti dirimu sendiri? Luka di wajahmu, penyebabnya juga sama, kan? Jika kau terus seperti ini, pada akhirnya nanti, kau lah yang akan terluka. Karena itu, berhentilah berbuat bodoh!" nasehat Sehun. "Oh ya! Ayahku itu, nafsunya besar loh! Tapi, orang sepertimu tidak mungkin bermain dengan orang seperti ayahku kan?" candanya.
Luhan menelan ludahnya dengan susah payah mendengar pertanyaan Sehun. Seperti ada batu besar yang tersangkut di sana.
"Hei. Kau kenapa?" tanya Sehun saat melihat wajah Luhan yang tiba-tiba memucat. "A-aku ti-tidak apa-apa," jawab Luhan pelan.
"Benarkah?" Luhan mengangguk pelan. Sehun mengangguk paham. "Kalau begitu, aku pulang dulu ya. Sepertinya mereka sudah selesai mengobrol." Perlahan Sehun bangkit dari duduknya dan berjalan kembali menuju ruang tamu.
"Tu-tunggu!" Luhan mencengkram kuat lengan Sehun. Menahannya agar tidak pergi. "A-apa kita bisa bertemu lagi?" tanya nya. "Hanya berbicara dan mengobrol seperti ini juga tidak masalah. Bisakah kita bertemu lagi?" tanyanya penuh harap.
Sehun tertegun menatap wajah Luhan. Mata itu. Mata yang tengah menatapnya penuh harap. Entah mengapa terlihat sangat indah. Sangat rapuh. Membuat dirinya ingin melindunginya. Tanpa sadar, tangannya terulur untuk menyentuh wajah Luhan. "Tentu saja. Tapi pertama-tama, kau harus menyembuhkan lukamu dulu, ne!" ucapnya tersenyum tipis.
Sangat tipis. Tapi itu sudah lebih dari cukup bagi Luhan. Dan sentuhan itu. Bahkan setelah bayangan Sehun menghilang dari hadapannya, sentuhan itu masih terasa. Hangat. Sama sekali berbeda dengan sentuhan menjijikkan sebelumnya. Dan Luhan, untuk pertama kalinya, tersenyum saat menyentuh wajahnya yang terasa hangat.
Namun senyuman itu segera berubah menjadi senyuman pedih dengan setetes air mata yang mengiringinya saat mengingat takdir yang tengah menyelimuti mereka berdua saat itu.
'Sehun-ah! Aku... sudah menjual tubuhku seharga 300 ribu Won pada ayahmu. Apa yang akan kau lakukan jika kau mengetahuinya? Kau pasti, akan membenciku dan tidak ingin lagi untuk bertemu denganku kan?'
. . .
TeBeCe?
Or
END?
A/N:
Annyeoooooong ^_^
Kalau ada yang belom kenal, nama saya Liyya, jadi bisa panggil 'Liyya', Eonnie, Chingu, atopun Saeng. Liyya SEUMURAN sama Luhan. So, jangan panggil author ataupun yang sejenisnya, okay! ;)
Seharusnya ff ini Liyya post di hari Anniv nya HunHan. Tapi karena banyak hal, Liyya gagal untuk post di hari itu :'(
Ohya, ke depannya, entah chap berapa, ff ini bakal ada SEDIKIT M-Preg Issue, jadi, buat kalian yang gak suka atau gak nyaman sama kata-kata 'M-PREG', Liyya udah warn sebelumnya ya :D
Maaf juga kalau ceritanya gak nge-feel yaaaaaa :'(
BTW, kalo ada yang berinat untuk Review, Liyya ucapkan banyaaaaaakkkkk terima kasih :D
See U next Chapter^^
Maybe? ^_^
