Hak Cipta bukan milik penulis. Apapun yang terjadi disini tidak terjadi di dunia nyata.
01
"Shinji-kun!" jerit Misato. Sang komandan strategi berdiri di celah tembok berlubang yang menjadi apa yang tersisa dari level komando, sambil menatap unit -01 yang tergeletak ditanah gersang dan reruntuhan bangunan.
Jauh di dalam tabung Eva yang gelap, mata merah Shinji terbuka menerangi segalanya. Dalam bisikan penuh kemarahan, ia berkata, "Kembalikan Ayanami..." mata Eva unit -01 terbuka "...padaku!"
"Ia bergerak?!" Maya berseru terkejut didepan laptopnya. "Seharusnya unit -01 sudah kehabisan waktu!"
"Berserk?"
"Tidak ada yang tahu," bisik dr. Akagi. "Apa yang terjadi dengan unit -01?"
Eva itu berdiri dengan teriakan mematikan. Mata merahnya berkedip dan bersinar terang pada langit magenta.
Angel meluncurkan serangan dari lengan-lengan panjangnya yang seperti tentakel dan menabrakkan dirinya pada AT. Field unit -01. Mata dari celah topeng putihnya bersinar, mengirimkan laser mematikan membuat efek bagai petir saat membentur benteng pertahanannya.
Lengan kiri Eva yang hancur bersinar dan kembali pulih, menggenggam dalam kepalan sebelum berubah fisiknya seperti bom yang siap diluncurkan. Angel itu tak punya kesempatan saat tekanan dahsyat menghempaskan tubuhnya dalam ledakan yang lebih kuat dari pada nuklir. Sinar terang membutakan menghempas bersama angin. Lingkaran cahaya muncul diatas puncak unit -01 sementara ia berjalan dengan langkah santai dan tangan berayun seperti orang mabuk.
Jauh dibawah pertarungan, Misato berbisik dengan nada tidak percaya, "Sungguh kekuatan yang maha dahsyat dimiliki oleh sebuah Eva. Sudahkan Unit -01 menyebrang dari batasan yang dimiliki manusia?"
"Kedalaman plung lebih dari 180%!"
"Hentikan Shinji-kun—" seru Akagi.
"Meraih level kritis!"
"—Kau tak kan bisa menjadi manusia lagi! "
Di dalam plung Eva yang makin dalam, Shinji sudah tidak bisa membedakan lagi apa yang paling penting, mengapa sesuatu bisa terjadi atau apa yang seharusnya dilakukan. Yang dipikirkannya hanyalah bagaimana caranya meraih Ayanami.
Langit merah membelah, Cahaya bagai halo menguar luas melingkupi daratan dan samudera, membelah awan dan menguak atmosfir. Terngiang dalam telinganya, suara ibunya yang merdu, "Shinji, jadi anak baik dan bawa adikmu kembali, nak..."
"Itu bukan unit Eva yang berserk!—" seru Akagi.
"Fisikal limit sudah menghilang! Analisis tidak dimungkinkan!"
"—Itu Eva god mode!"
Akagi menatap dengan putus asa pada Eva dan Angel, Adam dan Lilith yang kini bersatu, melayang diantara langit dan bumi diantara pusaran merah yang menembus dunia. Ia berkata dengan suara tenangnya yang terpelajar, berusaha menekan badai dalam benaknya, "Keluar lepas dari batasan manusia yang menahannya. Kini Eva kembali ke bentuknya semula. Ia keluar dari kutukan yang telah diletakkan manusia padanya, dan menyebabkan perubahan bentuk eksistensi yang hampir seperti tuhan. Di dalam ombak besar komplementaritas, itu memusarkan surga, bumi dan semua ciptaan yang ada, mentransformasikan dirinya ke dalam bentuk energi. "
"Ia bertugas untuk mengabulkan permintaan umat manusia. Hanya untuk itu—"
Teriakan menguar ke udara, bersamaan dengan usaha Shinji untuk meraih Ayanami.
"Kau pikir. Apa yang diinginkan Shinji?" bisik Akagi.
"Kehidupan Shinji, ia tidak pernah mendapatkan hal yang baik. Ia memiliki ayah yang tidak menunjukkan cinta padanya. Memiliki pengasuh yang tidak mengenalkan cinta padanya. Dipanggil hanya untuk berperang. Kehilangan teman dan orang yang dikasihi. Apa yang tersisa dari Rei tidak lagi sama. Apa yang diinginkan oleh anak semacam itu?"
Di dalam cahaya yang terang, acuh pada dunia yang hancur di sekitarnya, Shinji meraih Rei dan memeluk saudaranya dengan rasa lega.
"Ini adalah kelahiran dari kehidupan yang baru. Yang dibayar oleh eliminasi kehidupan sebelumnya."
Cahaya terang menyilaukan menghempaskan alam sekitarnya. Rambut ungu Misato berkibar sementara lengannya melindungi wajah dari hempasan bebatuan, pasir dan krikil. Tembok-tembok reruntuhan terhisap dalam pusaran.
Semua kehidupan kembali ke titik -Reset-
"Dikarenakan sekarang dalam kondisi darurat—" Shinji terlonjak ke belakang dan membiarkan gagangnya lepas dari genggaman, "—seluruh jaringan komunikasi dimatikan—" suara pesan elektroik terdengar dari speaker telepon yang menggantung di udara. Dia berada pada salah satu yang tersisa dari telepon umum yang ada di Tokyo-3. Foto Misato berisi no telepon dan surat ayahnya dengan tulisan come tergeletak di sisi kakinya. Ia terhuyung kebelakang sebelum tangannya meraih pinggiran box telepon untuk menyangga kakinya yang terasa lemas. Keringat dingin mengaliri punggungnya, kontras dengan udara panas dari Tokyo-3 yang dikutuk mengalami musim panas sepanjang waktu.
Ia merasakan napasnya tersentak pendek, tanda familier pada serangan panik yang akan menyerangnya seandainya ia tidak segera mengendalikan diri. Ia kembali lagi ke umur 14 tahun. Entah bagaimana caranya. Sekelebatan bau darah dari cairan LCL menyerang panca indranya, membuatnya ingin muntah. 'Apa yang terjadi? Mengapa aku bisa kembali?'
Sedetik kemudian ia jatuh sambil memegangi kepalanya saat informasi seketika membanjirinya. Suara bisikan sahut menyahut terdengar, memuntahkan informasi, sementara bola matanya bergerak cepat pada tampilan visual yang digambarkan dalam benaknya seiring semua informasi itu.
[Third Impact]
[Penyatuan Lilith dan Adam]
[Lilith yang disangka Adam di dalam Terminal Dogma]
[Terminal Dogma, tempat paling bawah dan rahasia di Nerv]
[Lilith dalam tubuh unit -00]
[surga, dunia dan alam semesta yang berputar dalam pusaran]
Bau darah yang kini tidak hanya karena bayangan cairan LCL, merembes keluar dari lubang hidungnya. Saat ia bisa menguasai dirinya kembali, telinganya mendengar kepakan sekelompok burung dan matanya menangkap diantara bayangan fatamorgana, Rei Ayanami berdiri di tengah jalanan terbengkalai. Mata merah khas yang dimiliki orang albino menatapnya balik, sebelum lenyap dalam kejapan mata. Shinji merasakan itu semacam firasat, karena ia tahu Rei Ayanami sedang terluka di rumah sakit berkilo-kilo meter jauhnya dari tempat ini.
Shinji perlahan menegakkan tubuhnya dan berjalan sempoyongan pada tanah bergetar dan angin yang mengimbaskan tekanan dari kedatangan Angel Ketiga. Shinji tersandung, membuat tubuhnya terhuyung beberapa langkah kesamping sampai tangannya berhasil meraih kaca swalayan yang tertutup. Ia menatap pantulan dirinya pada kaca tembus pandang itu, dan terbelalak.
Jauh dibelakangnya langit biru dipenuhi pasukan udara. Tiang listrik miring bergetar oleh gerakan kaki raksasa Angel Ketiga, membuat kabel-kabelnya yang saling menjuntai bergerak bagai senar gitar yang dipetik. Tapi perhatiannya tidak pada semua fenomena itu, melainkan kelopak matanya yang kini heterokromia. Satu sisi kelopaknya yang awalnya berwarna biru gelap hampir hitam, kini menjadi pucat kemerahan. Satu sisi dari rambut hitamnya kini menjuntai warna perak, warnanya tidak seperti rambut uban, tapi lebih ke pirang pucat. Tampak kontras dengan warna rambut alaminya.
Dan kini ia mengira dirinya sekedar kembali ke masa lalu? Kembali ke masa lalu tidak akan merubah rambutnya. Atau mungkin ia tidak benar-benar tahu apa yang seandainya terjadi saat bermain-main dengan waktu. Yang jelas, informasi dalam benaknya berkata bahwa keberadaannya disini adalah akibat dari Third Impact. Konsep asing yang secara misterius dipahaminya sebagai dampak dari kontaknya dengan Ayanami yang akhirnya memicu kiamat ketiga. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada Misato dan yang lain seandainya waktu tidak berjalan paralel dan kini ia meninggalkan arus waktunya sendiri, berdiri di sebuah alternate universe. Apakah waktu disana ikut berhenti ataukan menunggu dampak dari butterfly efect?
Suara ledakan membuatnya terhempas di trotoar bersamaan suara decitan mobil. Pintu samping terbuka untuknya dan di dalam, duduk Misato dalam kursi kemudi dengan senyum dan kacamata hitamnya. "Maaf, sudah membuatmu menunggu," serunya riang. Shinji melompat masuk sebelum kaki Angel membuat penyok mobil biru itu. Misato seketika menginjak pedal gas, membuat mereka meluncur melewati aspal yang menganga dan reruntuhan bangunan dengan kecepatan yang mengerikan. Seandainya ia belum terbiasa dengan manuver gila-gilaan itu, mungkin ia sudah muntah.
"Mis—Mitsuragi-san."
"Panggil aku Misato."
"N2 mine!"
"Apa?" Misato menoleh kesamping, tapi Shinji bergerak lebih cepat. Ia memutar kemudinya ke sisi yang lain dan menginjak pedal rem, sebelum menarik turun Misato ke bawah jok kemudi.
Sedetik kemudian, hempasan dari senjata militer itu membuat mobil mereka terbalik dan mengubah padang rumput disekitar mereka menjadi gurun pasir. Shinji merangkak keluar dari pintunya sambil membatukkan pasir.
"Trims Shinji," ujarnya sambil berkacak pinggang. "Uh... padahal cicilannya masih kurang 37 kali. Ayo bantu aku mendorong!" Ia tersenyum, "Aku tidak tahu kau otaku militer."
"Uh... aku hanya pernah memperlajarinya. Untuk tugas sejarah..."
"Heh... sambutan yang spektakuler untuk kunjungan pertama ke Tokyo 3, ya?"
"Yeah, mengejutkan apa yang dipelajari jauh berbeda dengan dunia nyata..." gumam Shinji.
Shinji menatap wanita yang sudah seperti kakak perempuannya sendiri itu. Wanita itu balik menatapnya dengan aneh. Wanita itu melangkah dengan cepat, menyondongkan tubuhnya untuk mengamati Shinji lebih dekat, yang membuat bocah itu terhuyung beberapa langkah ke belakang.
"Aku tidak tahu kau sudah mengecat rambutmu."
"Uh... ini... tidak..."
"Ini asli? He... warna matamu juga berbeda. Apa kau kehilangan salah satu lensa kontakmu?"
"Oh, uh... tidak. Aku tidak memakai lensa kontak." Andai saja begitu. Kini ia kembali ke masa lalu sebagai anomali.
"Tidak memakai lensa kontak?! Jadi itu juga asli? Aneh sekali! Hem..." ia memicingkan mata. "Huh, rasanya dunia menjadi semakin aneh setelah kedatangan Angel. Ah, kalau kau tidak tahu Angel, itu cara kami menyebut monster itu. Aneh kan?" ia tertawa, "Angel membuat semua keanehan terasa normal. " ia menyodorkan foto formal Shinji dalam seragam gakuran dimana ia masih memiliki warna lamanya. "Aku rasa foto ini butuh di update. Kau juga lebih tinggi dari bayanganku."
Shinji mengerjap. Benar juga. Tubuh lamanya tidak akan sejajar dengan Misato. Wanita itu tertawa, "Kenapa kau kelihatan kaget, seakan kau baru menyadarinya."
Keduanya lalu berkendara dalam keheningan. Misato menjadi cemas bila Shinji merasa trauma dengan ledakan besar bom non-nuklir. Dilain pihak, Shinji berpikir keras bagaimana caranya bersikap tidak mencurigakan dan dikira gila. Ia sendiri perlu menyelidiki lebih jauh soal perubahan tubuhnya. Ia khawatir jika perubahan itu tidak berhenti. Apabila semua ini memang dampak dari Third Impact, maka kemungkinan besar ada senyawa yang sudah mengontaminasinya. Ia hanya bisa berdoa itu bukan senyawa berbahaya. Tidak lucu jika ia kehilangan kesempatan keduanya karena hal itu. Kembali ke masa lalu jelas mengembalikan beban yang ditanggungnya. Terutama jika ia harus mengulang melawan semua Angel. Tapi juga sebuah kesempatan untuk menyelamatkan yang lain. Ia tidak boleh gagal. Kali ini ia harus berhasil menyelamatkan semuanya. Dari Angel, dari Kiamat Ketiga, bahkan dari NERV sendiri.
"Shinji," pemuda itu tersentak kaget. Melihat sekitarnya seolah baru menyadari ia ada dimana, "Aku ingin kau tahu apa yang kami lakukan disini... di NERV. Ini sangat penting. Umat manusia sedang dalam masalah, bom itu dijatuhkan pada monster yang berusaha membunuh kita semua. Coba berpikiran terbuka, oke?" Shinji mengangguk, tidak percaya pada dirinya jika ia bersuara. Keduanya keluar dari kendaraan untuk memulai perjalanan yang lebih lama menuju ke gantrie.
Saat pertama kalinya Shinji harus bertemu ayahnya lagi, ia menghabiskan waktunya merasa penuh dengan dilema dan kehilangan. Rasa trauma, kesedihan dan ketidakpercayaan diri bertumpuk dalam dirinya, hingga membuat seluruh tubuhnya bergetar hebat hanya dengan menatap dan mendengar ayahnya yang tak dapat dipungkiri, sangat mengintimidasi. Dan Shinji tahu tidak hanya dirinya yang mengalami hal itu. Ayahnya merupakan pria yang terkenal dingin walau ia tidak pernah kejam. Tapi pria seperti Gendo tahu bagaimana caranya membuat orang lain merasa seperti sampah.
"Shinji!" Misato membuatnya terlonjak lagi. Wanita itu memandangnya dengan geli. "Ini Doctor Ritsuko Akagi." Wanita pirang itu mengabaikan Shinji untuk bergerak mendekati Misato penuh intimidasi yang menuntut permintaan maaf.
"Kita telat," semburnya. "Ikuti aku."
Lift naik menuju hanggar Eva. Kedua wanita itu terlibat percakapan akrab yang memberi Shinji kesempatan untuk berpikir. Kesempatan untuk sukses semakin besar, ini bukan rodeo pertamanya. Ia bukan lagi Shinji yang tidak tahu apapun. Bisa dibilang, akibat perubahan dalam dirinya, ia tahu cukup banyak hingga sesuatu seperti; saat melihat peta NERV yang dibawa Misato, Shinji tahu mengapa peta itu seperti punya bagian yang belum selesai. Ia tahu bahwa bagian kosong itu tempat dimana rahasia paling gelap NERV disimpan. Yang dengan wewenang seperti dimiliki Misato-pun tidak cukup untuk memasukinya.
Melalui jembatan penghubung, yang terasa sepi tanpa berjejernya Eva unit -00, -02 dan -01, pilot muda itu menfokuskan pandangannya pada raksasa ungu itu. Ia diam-diam paham beberapa komentar yang diberikan Ristuko, "—Ini adalah harapan terakhir kita."
Jika dulu Shinji akan berkata, "Jadi ini apa yang dikerjakan ayah?" kali ini ia hanya diam saja. Ia tahu betapa mengerikan dan berbahaya-nya Gendo Ikari. Alih-alih, perlahan Shinji mendongak pada ruang komando dengan kaca tembus pandang yang menghadap ke arahnya. Tempat ayahnya berdiri membalas tatapannya.
"Ayah," sapanya dengan nada yang netral.
"Lama tidak bertemu." Tentu saja tidak ada yang berubah, seperti apapun ia mengulang masa lalu, Gendo Ikari tetaplah Gendo Ikari. Ia tak kan menunjukkan perasaan apapun, bahkan pada anaknya sendiri, setelah bertahun-tahun tak bertemu. Tapi kini, ia tidak lagi merasakan pedih. Kini ia jauh lebih memahami orang seperti apa ayahnya. Alih-alih, ia merasakan kebencian yang mendalam, rasa yang dengan baik ia sembunyikan dalam ekspresi netral.
"Kau menunjukkannya padaku begitu aku sampai. Kau ingin aku mempiloti ini, bukan?" perkataan Shinji disambut seruan kaget dan tidak percaya dari Misato.
"Benar."
"Tapi, Komandan! Itu tidak mungkin, bahkan Rei butuh waktu 7 bulan untuk menyesuaikan sinkronisasi! "
"Kenapa?" kata Shinji masih tidak bergeming. Nadanya yang datar membungkam Misato, membuat perhatian semua orang kembali padanya.
"Rei Ayanami. Pilot Eva unit -00 sedang terluka, Shinji-kun," sahut Akagi. "Hanya kau bisa menaiki unit -01, Shinji. Kau harus melakukannya." Shinji melirik dr. Akagi dari sudut matanya. Ia tahu bahwa dr. Akagi adalah salah satu orang yang mengetahui rahasia Eva Unit -01, tidak ada orang waras yang membiarkan anak berumur 14 tahun untuk mengendalikan benda militer macam ini. Kecuali mereka yang terlibat dalam rahasianya.
Jika benar sekarang ia melawan Angel Ketiga, dan apabila Lilith adalah Angel pertama dan Adam adalah Angel kedua, maka ini pertama kalinya untuk Evangelion benar-benar dipakai untuk bertarung melawan Angel. Dengan Rei terluka, ia tidak bisa membiarkan saudara perempuannya bertarung melawan monster itu.
"Tidak ada satu katapun selama tiga belas tahun dan tiba-tiba kau menyuruhku menaiki kuburan ibuku," perkataan itu membuat ketiga orang dewasa terkejut. Gendo mengamatinya dengan tatapan intens, sementara Akagi terhenyak kebelakang sambil berbisik, "Tidak mungkin... tidak mungkin kau mengingatnya..."
Mengabaikan semua itu, Shinji berkata pada ayahnya, "Kau tidak pernah tidak konsisten. Jadi, mari kita sudahi ini." Sang Third Child berbalik. Ia menunjuk unit -01, sambil memandang Misato, "Lebih lama kita menunggu, lebih banyak orang yang akan terluka diluar sana."
Misato mengangguk. "Prioritas yang bagus," berbalik pada Akagi, "Shinji, dr Akagi akan menjelaskan bersama para teknisi bagaimana caranya masuk unit-01. Aku akan naik ke dek komando, sebagai seorang komandan taktik, maka artinya dari awal sampai akhir operasi kau melakukan apa yang kuperintahkan. Mengerti?"
"Paham."
"Keluar sana dan biarkan mereka mencicipi neraka."
Shinji masuk ke dalam entry plung, menunggu injeksi LCL yang tidak sekalipun diperingatkan padanya. Seandainya ini rodeo pertamanya, mungkin ia akan panik, tenggelam ditengah-tengah cairan berbau darah. Alih-alih ia hanya mengambil napas dalam sekali tarikan, membiarkan cairan itu memasuki paru-parunya. "Halo..." bisiknya. "Apa kau ada disini, ibu?"
"Aku membacamu, Shinji," sosok Maya muncul di layar. "Aku tahu ini sulit dicerna, tapi kau pasti bisa bertahan," dia tersenyum dan mencoba membagikan rasa tenang. Shinji mengangguk.
"Anak pintar," suara Misato terdengar. "Kau sungguh punya daya adaptasi yang luar biasa, Shinji. Semua bagian vital dari pilot dan Eva normal. Bahkan jantungmu tidak berdetak lebih kencang dari biasanya."
"Oke, Shinji-kun. Kita sampai ke bagian yang sulit. Kami akan mensinkronisasikan dirimu dengan Evangelion. Aku butuh kamu untuk duduk bersandar dan rileks. Kosongkan pikiranmu sebisa mungkin dan biarkan dirimu mengambang."
Prosedur itu lebih gampang dibayangkan, dari pada di praktekkan. Tapi pengalaman puluhan kali menaiki Eva telah memberinya metode untuk mengatasinya.
"Luar biasa!" seru Misato sambil memandang kode-kode yang terpampang di layar. "Tidak ada riak sedikitpun. Semuanya berjalan mulus seolah ia melakukannya berkali-kali."
"Pengukuran Sinapis! Berada pada tingkat singkronisasi 41,3% dan terus naik—"
"Komandan! Coba lihat ini!"
"Tidak mungkin!"
"Tanpa Plung Suit, luar biasa."
"Menghitung sinkronisasi, 55%, 63%... 72%... terus naik... terus naik. Sinkronisasi stabil pada 97%."
"Bagaimana mungkin? Bahkan Pilot Asuka yang berbakat, tidak sampai lebih dari 50%!"
"Semua tingkat harmonisasi normal. Tidak ada masalah," akhir laporan Maya.
Akagi mengangguk pada Misato yang membalas anggukannya, "Persiapan peluncuran!"
"Melepaskan kunci baut utama!"
"Melepaskan jembatan kabel penghubung."
"Melepaskan kunci baut kedua!"
"Melepaskan penghalang utama, lanjutkan ke pelepasan kedua!"
"Melepaskan sistem pengaman pertama hingga kelimabelas."
"Pelepasan terkonfirmasi. Kini pengekang unit -01 telah sepenuhnya terlepas."
Jauh di pusat komando, wakil Komandan Nerv, Kozo Fuyutsuki berkata dengan kedua tangan dibelakang tubuhnya, sikapnya yang biasa saat sedang berpikir serius, "Jika Angel tidak dikalahkan, kita tidak punya masa depan. Apa kau yakin Ikari?"
Dibalik tangannya yang bersarung putih, Gendo Ikari tersenyum miring. "Yui tidak akan membiarkannya terbunuh."
Berdiri dengan tubuh merunduk dan kaki hijau yang tak bertenaga, Sachiel—Angel Ketiga tampak merenungkan Unit-01 dihadapannya. Angel itu tidak tampak cemas, berdiri dengan tulang bahunya yang besar dan tangan-tangannya yang aneh. "Coba untuk melangkah, Shinji," suara Misato terdengar.
Menuruti Komando ia mengambil langkah ke depan. Langkahnya tidaklah aneh atau terhuyung untuk sebuah langkah pertama. Ya, langkahnya percaya diri dan bergerak dengan sempurna seolah ia sudah melakukannya ratusan kali, dipulas oleh pengulangan demi pengulangan. "Orb merah itu..." Shinji sudah mulai menyusun rencana, "Apa itu?" ia tahu sejatinya ia tidak menyelesaikan pertarungan pertamanya karena Eva pergi berserk. Tapi tidak kali ini.
"Tidak diketahui," Misato mengerutkan dahi, berpikir. "Shinji, yang ada dipunggungmu adalah senjata pedang; kami memanggilnya pisau progresif atau pro-knive. Aku ingin kau mengambilnya dan berlatih mengayunkannya sementara Angel sepertinya memberi kita waktu."
Sarung dipunggungnya terbuka, dan Shinji menarik pisau itu dengan gerakan terlatih.
"Luar biasa," Misato menyemburkan seruan kekaguman tanpa sadar yang terdengar hingga ke dalam kokpit. Disisinya dr. Akagi mengangguk, "Ya. Gerakannya selayaknya ia sudah profesional."
"Apa kau pernah terlibat dalam pertarungan, Shinji?"
Transmisi hening sejenak, sebelum suara ragu-ragu Shinji menjawab, "Satu dua kali." Wajah Misato berubah seperti serigala lapar. "Bagus. Kau bisa mempraktekkan kemampuanmu di dunia nyata sekarang."
Shinji mendengus, "Seolah perkelahian sama dengan bertarung melawan Angel," tapi ia bergerak memasang kuda-kuda. Sachiel mengulurkan lengan-lengannya ke depan, berusaha meraih wajah Eva unit -01. Sayangnya kali ini, Shinji jauh lebih siap dari sebelumnya dan tahu apa yang seharusnya dilakukan dan menurunkan rendah pisaunya. Meraih gagangnya dengan kedua tangan, ia maju ke depan, mendorongnya sekeras mungkin tepat di orb merah itu. Seketika A. T Field-nya aktif, seakan muncul dengan sendirinya karena insting. Tapi berbeda dari sebelumnya, A. T Field-nya kuat kali ini. A. T Field-nya dominan kali ini.
Pisaunya berteriak penuh kehidupan dengan energi statis yang mengacaukan angin. Bergetar tepat ditengah jantung jiwa Angel Ketiga, menusuk mudah seperti sedang menghujam mentega. Sachiel menggeliat keras seperti laba-laba sekarat. Dan sama seperti kebanyakan Angel, disaat mereka kalah, mereka tetap berusaha menggapai kemenangan dengan cara menjijikkan; Angel itu mengikatkan lengan-lengan panjangnya ke tubuh unit -01. Energi mulai melingkupi mereka dengan dengungan keras. Mesin diruang komando mulai bersuara bib bib bib bib penuh peringatan. "Awas! Itu akan menghancurkan diri!" seru Misato.
Menggertakkan giginya keras-keras, Shinji menguatkan seluruh energinya pada A .T Field. Mengetahui masa depan, tidak sama seperti mengalaminya, terlebih tanpa berserk, semua keputusan berada di tangan Shinji. Jika ia tidak bisa mengakhir ini sebelum Angel meledakkan dirinya. Jika ia tidak berhasil keluar dari cengkeraman ini, atau pisaunya tidak berhasil menghancurkan jantung dari jiwa makhkuk laknat ini, maka ia akan tamat.
Tangannya terbakar oleh energi panas yang dihasilkan oleh gesekan dari tusukan itu, tapi ia mengabaikkannya. Setelah melewati sekian banyak pertarungan, ia memiliki tolerasi rasa sakit diatas sekedar anak 14 tahun. Ia lebih dari itu. Ia tidak akan membiarkan dirinya berakhir di ranjang rumah sakit. Sudah cukup sekali saja. Ia tidak akan mengulanginya lagi, tergeletak tanpa daya, bagaikan anak kecil. Aku tidak mau lagi menjadi beban!
Dunia disekitarnya berubah menjadi lautan api. Ledakan maha dahsyat, bagaikan roket, meluncur membelah langit dan horizon, menuju ke empat arah. Seperti salib bercahaya yang menandakan hancurnya inti jiwa terkutuk malaikat yang jatuh. Dalam telinganya terdengar harmoni perpaduan nada surgawi, sementara ia menutupi matanya dengan lengan dari cahaya yang membutakan.
Beberapa detik kemudian, tubuhnya terhuyung ke depan dan kakinya jatuh menyangga sementara ia mengambil napas. Aku menang. Aku menang!
Terdengar sorak sorai dari transmisi yang belum terputus. Wajah Misato dengan senyum lebarnya dihiasi air mata, sementara ia tak berhenti memberikan pujian. Shinji mengabaikan semua hal itu, sementara ia bersandar sambil menutup mata. Menjaga napasnya kembali normal, ia membawa dirinya dalam masa trans. Sepertinya kali ini tidak perlu membuatmu berserk untuk mengalahkan Angel, huh.
Shinji terbelalak saat mendengar suara tawa pelan. Ia menoleh kesana-kemari, yakin tawa itu tepat berada di telinganya, bukan dari transmisi. Dan itu bukan suara ibunya, suara itu maskulin. Kepanikannya teralihkan oleh suara Misato, "Shinji. Kau bisa santai sementara menunggu jemputan. Kami akan membantumu kembali ke markas karena waktu jalan Eva-mu sudah hampir habis."
Huh, benar juga, matanya mengamati kedipan angka delapan yang bergerak dalam hitungan mundur.
"Kapten, aku serahkan pembersihan padamu," terdengar suara ayahnya. Memberitahunya bahwa selama ia beraksi pria itu mengamati. Shinji kembali menutup mata dan menunggu bantuan datang.
"Tak kusangka ia bisa mengendalikan Eva itu dengan sangat mudah," komentar Kozo sambil melirik Komandan utama Nerv. "Karakteristik profilnya jauh berbeda dengan apa yang ada di berkas."
"Tidak ada masalah. Itu tidak mempengaruhi skenario."
"Huh, siapa yang menyangka anak yang tampak lemah dan tidak percaya diri adalah orang yang berdiri di depanmu. Apa yang sebenarnya terjadi selama beberapa tahun terakhir ini? Apa kau yakin ramalan itu menjadi nyata?"
"Itu tidak penting. Apa yang dilakukan Shinji tidak keluar dari ramalan, malah mempercepat prosesnya."
"Huh. Jika kau yakin."
Berbeda dengan apa yang dilakukannya di masa lalu. Begitu ia keluar dari Plung, yang dilakukannya bukanlah segera ke ruang kesehatan. Shinji mengamati para personil yang bekerja disekitarnya, pada seragam mereka yang memiliki simbol unit -01 dibagian punggung rompinya. Bahkan juga dua orang paramedis yang membantunya turun dari plung dan memberinya jubah handuk. Tidak pernah terbersit dalam benaknya sebelumnya, bahwa peran mereka sama besarnya dengan kelangsungan NERV. Tanpa tangan-tangan ahli mereka, unit -01 tidak akan pernah siap dalam tiap pertarungan. Mereka jugalah yang mendapatkan dampak pertama seandainya ia gagal. Mereka jugalah yang mendapatkan dampak pertama dari Third Impact yang disebabkan olehnya. Kini ia kembali ke masa lalu, Shinji bersumpah untuk lebih mengapresiasi mereka.
"Terima kasih, sir," katanya sambil merundukkan tubuh ke arah mereka. menegakkan punggungnya kembali untuk menatap wajah-wajah kaget yang masih membeku itu, Shinji menambahkan, "Jika bukan karena kalian, aku tidak akan bisa bertarung dengan hati tenang. Jerih payah kalian ada dalam setiap langkah Eva yang aku ambil. Aku berjanji tidak akan pernah melupakan itu."
"Oh. Pilot Ikari, sir," pria paruh baya yang berada paling dekat dari Shinji, menghampirinya dan membalas merundukkan tubuh seraya berkata, "Terima kasih sudah bekerja keras untuk kelangsungan umat manusia, sir!"
"Tidak, tidak, kau tidak perlu melakukan itu, kau juga tidak perlu memanggilku sir—"
"Itu tidak benar, sir. Kamilah yang harusnya berterima kasih. Kami semua mengandalkanmu Pilot Ikari!" seru salah seorang personel wanita, diikuti anggukan setuju oleh yang lain. Shinji bisa merasakan atmosfir disekitarnya berubah. Dengan senyum yang saling ditukar. Shinji berusaha mengingat tiap nama yang tertera di seragam mereka. lagi pula, mereka adalah personel pribadinya. Personel yang mengurus Eva unit -01.
Misato yang berdiri mengamati tak jauh dari sana, menatap dengan mata berkaca-kaca. Ia menepuk puncak kepala Shinji sambil menyeka air matanya, "Kau anak baik, Shinji," membuat Shinji merah padam. Sebelum memaksa membawanya menuju ruang medis.
Shinji memakai baju ganti pasien di dalam ruangan medis pribadi milik dr. Akagi, sambil menunggu dengan gelisah. Di samping residu dari rasa sakit akibat luka bakar yang dialami Eva-nya, ia tidak punya luka berarti. Tapi itu tidak menghentikan dokter Akagi untuk memeriksanya secara menyeluruh. Mungkin dr. Akagi cemas dengan tingkat stress yang dialaminya. Lagi pula ini bukan cara mengakhiri hari untuk anak berumur 14 tahun yang normal. Ya, ia perlu mengingatkan dirinya bahwa di depan mata mereka, ia hanyalah sekedar anak 14 tahun yang baru mengalami pengalaman hidup dan mati. Bukan veteran kombat dan pilot.
"Aku tidak tahu harus terkejut atau bagaimana melihat tidak ada efek apapun pada pengalaman pilot pertama-mu," komentar Misato yang duduk di kursi beroda, sementara dr. Akagi memberinya suntikan vitamin yang bisa menjaganya dari shock. "Hm..." wanita itu memicingkan mata, "Apa perasaanku saja ya, sepertinya kok bagian putih dari rambutmu semakin banyak dan beberapa kali lebih panjang." Seketika tangan Shinji melayang ke ujung poninya. 'benar juga, sebelumnya poni ini tidak sampai menutupi mata.
"Em... mungkin karena pengaruh cairan LCL? Toh Eva adalah semi biologi material? Tentu ia bisa beregenerasi, kan? Mungkinkah itu tertular padaku lewat LCL? Lagian aku berada di dalam makhluk hidup," Shinji mengerdikkan bahu.
Akagi mengangguk, "Ya. Eva punya regenerasi yang sangat cepat. Itu membantu kita untuk recovery-nya. Mungkin saja itu terjadi, karena sebagian besar potensi Evangelion belum tergali. Jika kecepatan sembuh luka bakar-mu adalah buktinya. Tapi karena ini kasus pertama, dan Rei yang terluka-pun tidak mengalami hal yang sama, kita perlu mengadakan penelitian dan pengamatan lebih lanjut. Mungkin bisa dilakukan saat latihan."
"Bisa jadi itu dipengaruhi dari tingkat kedalaman sinkronisasi?" sahut Misato.
"Bisa jadi."
"Tapi aneh sekali warna rambutmu itu."
"Mungkin masalah genetik," Shinji mencoba tertawa. "Aku masih ingat punya rambut hitam sebelum perlahan menguban."
"Kau benar, sepertinya perlahan rambutmu kehilangan melanin. Dan mata kirimu itu seperti gejala awal albino yang kehilangan melanin dan perlahan berubah merah..." ia menggaruk dagu, "Mungkin ada baiknya aku mengetes DNA-mu, siapa tahu ada sesuatu yang berhubungan dengan penyakit."
"Silahkan saja," katanya acuh sambil mengerdikkan bahu.
Setelah dr. Akagi mendeklarasikan ia bisa keluar, Shinji berlari-lari kecil menuju ke pusat komando. Penjaga yang berdiri disana menatap Shinji sebelum masuk untuk memberitahu ayahnya tentang kedatangannya. Ini bukan pertamakalinya ia memasuki ruangan komandan Ikari. Sama seperti sebelumnya, ruangan itu penuh dengan ruang kosong yang malah memberikan suasana mengintimidasi dengan menyingkirkan semua sifat yang menunjukkan manusiawi.
"Ayah," Shinji berdiri di hadapan pria yang duduk memandangnya dari balik meja. "Aku ingin membicarakan soal piloting ini." Pria itu memberikan gestur mempersilakannya duduk.
"Aku mendengarkan."
Shinji mengangguk. Tidak membiarkan rasa gugupnya terlihat. Ia bisa berdiri di depan Angel, dan kembali dalam keadaan hidup, demi tuhan. Ia bahkan menyebabkan kiamat. "Aku tahu kau tidak akan membiarkanku menolak mengendalikan Eva. Dengan bujukan persuasif atau bahkan tipu daya dan ancaman. Aku tahu kau. Dan kau akan melakukan segala cara agar aku melakukan apa yang kau mau. Tapi aku juga tahu, jika kita membiarkan ini, aku tidak akan sukarela melakukannya dan ini akan mengiring ke dalam pemberontakan. Kau ingin kerjasamaku, dan aku ingin konspensasi darimu."
"Konspensasi?"
"Ya. Aku tahu hanya aku yang bisa mengendalikan unit -01. Kau MEMBUTUHKANKU. Aku tidak bilang begini untuk mengancammu. Tapi aku ingin membentuk kompromi. Kau akan menggajiku selayaknya seorang pilot yang mempertahankan kehidupan umat manusia. Lima puluh juta. Apa kau menerima persyaratanku?"
"Lalu apa yang kudapatkan?"
"Kau akan mendapatkan pilot. Dan aku akan berusaha menuruti perintahmu selayaknya bawahan kepada komandan-nya. Aku akan bersikap hormat padamu dan hubungan kita hanya sebatas rekan kerja. Apa kau menerimanya?"
"Baiklah."
Shinji duduk diam sambil menatap, menaikkan alisnya seolah menunggu bukti.
Gendo mengeluarkan kartu merah dengan logo Nerv dan menyodorkannya pada Shinji. "Anggap saja bayaran diawal. Sisanya akan ditransfer ke rekening ini."
Shinji mengangguk, "Terima kasih, Komandan. Semoga harimu menyenangkan," kata Shinji mengundurkan diri. Sesaat setelah pintu menutup, Kozo keluar dari bayangan.
"Sama sekali berbeda dari ekspektasi. Sama sekali berbeda," komentar pria tua itu sambil melirik rekannya yang tidak bergeming.
"Ia bukan orang yang bisa dimanipulasi."
Kozo mengendus, "Apa kubilang."
"Tidak. Ini sempurna. Jika Shinji membuat kita keluar dari Skenario, itu akan menjadi kerugian bagi SEELE's."
"Hm... apa kau sadar warna mata dan rambutnya?"
"Aku sudah menyuruh Ristuko memeriksanya."
Saat Shinji keluar ruangan itu, ia sudah ditunggu oleh pria berseragam dengan berkas ditangannya. Pria itu menyodorkan berkasnya pada Shinji yang dengan seketika memeriksa isinya, "Siapa namamu, Letnan?" tanyanya sambil menandatangani berkas yang akan membuatnya memiliki kondo di wilayah dekat apartemen Misato. Omong-omong, wanita itu pasti membuatnya tinggal dirumahnya seandainya Shinji tidak berhasil kabur duluan. Bukannya ia tidak ingin tinggal dengan Misato. Tapi jika masa depan bergulir sama seperti sebelumnya, ia ingin sebisa mungkin menghindari interaksi dengan Second Child. Cukup sudah satu kehidupan ia dibuli dan dikata-katai mesum oleh gadis yang bahkan tak bisa menjaga tempramen-nya.
Pria itu mengerjap, tampak kaget pilot Eva dan anak kecil tertarik mengenalnya. "Sagara Sousuke."
"Heh,,,, terima kasih, Letnan," kata Shinji sambil memberikan salut.
"Sir," serunya sambil membalas salut dengan senyum lebar.
Shinji berlari kecil sambil berpikir. Ia tidak pernah melihat wajah personel NERV tampak sesenang itu. Atau ia dulunya terlalu ignorant pada setiap personal yang bekerja disekitarnya. Atau mungkin mereka semua menganggap para Pilot adalah makhluk aneh dengan masalah Psikologis. Tak ayal dengan sikap dari kedua Pilot yang lain, ia tidak mengharapkan sesuatu yang normal terjadi. Asuka terlalu menggebu dan tempramental. Hanya peduli pada dirinya sendiri dan kejayaannya. Rei terlalu diam dan tenggelam dalam latar belakang dengan keahlian sosial yang hanya cukup untuk bertahan hidup. Sebagai satu-satunya orang normal dibandingkan keduanya, dulu dirinya cukup depresi untuk memperhatikan manusia lain. Sambil menggertakkan gigi, ia bersumpah untuk merubahnya, untuk menyelamatkan semuanya.
Shinji mengamati condo yang menjadi miliknya sekarang. Berbeda dengan apartemen yang memiliki beberapa ruangan, condo memiliki beberapa lantai hingga tempat parkir pribadi. Tapi condo miliknya tidak sebesar itu, cukup untuk ditinggali sendiri. Ia punya dua lantai dengan tiga kamar tidur, dapur, ruang rekreasi, ruang tamu dan beberapa ruang lain yang bisa dimanfaatkan sesuai kehendak hatinya. Tidak sia-sia ia menuntut bayaran tinggi. Paling tidak jika ia dituntut berdiri dalam situasi hidup dan mati tanpa protes, paling tidak ia bisa menghabiskan sisa waktunya dengan menikmati hidup. Mungkin ia juga bisa meyakinkan Ayanami untuk pindah ke wilayah yang lebih baik.
Mengingat soal Ayanami, ia belum bertemu dengannya sama sekali. Berbeda dengan garis waktu yang lain, ayahnya tidak memaksa Rei untuk mempiloti Eva dan dalam keadaannya sekarang ia masih dalam proses kesembuhan setelah operasi. Tidak ada siapapun yang boleh menjenguknya. Ya, Shinji sudah mencobanya.
Duduk di kafetaria setelah pertarungan untuk mengisi perut kosong, Shinji ditatap oleh mata penuh penasaran. Kebanyakan mereka yang berada di tempat ini adalah orang-orang UN, mengingat NERV adalah organisasi dibawah United Nations. Membuat keberagaman dari tiap orang yang bekerja di dalamnya. Hanya karena maskas ini berada di Jepang, maka sebagian personilnya adalah orang Jepang. Tapi tidak sedikit juga mereka dengan rambut berwarna. Mungkin karena itu juga mereka tertarik mendekati Shinji, rambutnya punya warna yang aneh.
"Shinji Ikari, aku kira?"
Shinji mengangguk, "Letnan Forsberg, aku kira?"
Pria berambut pirang itu menyeringai. "Panggil aku Will."
"Kependekan dari William?"
"Sure."
Shinji mengangguk. "Huh, jangan bilang kau orang Inggris."
"Why?"
Shinji menyeringai, "Kau mengingatkanku pada nama salah satu pangerannya," pria itu tergelak. "Aku orang Inggris. Tapi yang membuatku dekat dengan keluarga bangsawan hanya namaku saja. Omong-omong, kerja bagus untuk misi pertama."
"Trims."
"Ku dengar kau menaiki monster itu tanpa pelatihan?" dari sudut matanya Shinji menyadari mereka yang ada disekitarnya ikut mendengarkan.
Ia mengerdikkan bahu, "Yeah."
Pria itu bersiul, "Dan kau umur berapa? 16? 17?"
"14 sebenarnya."
"Demi tuhan," sahut yang lain sambil menggeser duduknya ke meja Shinji. Tak butuh waktu lama sampai ia berada ditengah-tengah kerumunan pria dan wanita berpistol. "Mereka membiarkan anak dibawah umur pergi berperang."
"Bukan pertama kalinya, bung," sahut yang lain dengan ekspresi geram.
"Yeah... tidak ada yang mampu mengendalikan Eva itu kecuali aku," Shinji mengerutkan dahi dengan serius, "Aku tidak bisa membiarkan ada orang yang terluka hanya karena aku ragu beberapa detik."
"Hati kesatria," pria itu mengangguk sambil menepuk punggungnya. "Hatiku tenang mengetahui orang sepertimu yang berada dibalik benda itu."
"Yeah, kau punya Noble Heart."
"Holy Knight lebih tepatnya. Mengingat monster itu meledak dalam bentuk salib dan dinamai Angel," salah satu personil unit-01 menyahut. Lalu pada Shinji, ia berkata, "Sir, sekali lagi. Aku berterima kasih telah berjuang untuk umat manusia," ucapannya yang dilakukan dengan penuh ketulusan membuat Shinji merona.
Shinji menggeleng, "Tidak. Aku tidak bisa mengalahkan Angel itu jika tanpa kalian."
"Pilot Ikari tidak akan membiarkanmu memujinya, sir," sahut wanita berpakaian paramedis, "Pilot Ikari memang sudah dilahirkan seperti itu. Ia terlalu sopan untuk menerima pujian." semua yang mendengarnya tergelak, karena yang membuat itu lebih lucu adalah karena itu benar.
"Omong-omong apa warna rambut dan matamu itu asli, sir?"
"Yeah... aku juga tidak tahu kenapa..."
"Mungkin karena radiasi?"
"SHINJI-KUN!" suara Misato membelah kerumunan. Misato berdiri berkacak pinggang dengan wajah garang.
"Misato-san?" melihat ekspresi wanita itu, Shinji memutuskan mengundurkan diri dengan tatapan maaf pada teman-teman barunya yang hanya mengibaskan tangan karena mengerti benar sekeras kepala apa komandan Mitsuragi.
Setelah mereka keluar dari jarak dengar yang lain, wanita itu berkata, "Kenapa kau tidak bilang kalau kau tinggal sendiri! Kau seharusnya memberitahuku!"
Shinji tertawa, "Tidak apa-apa, Misato-san. Aku ingin mencoba hidup sendiri. Lagi pula sebagian besar waktuku, aku habiskan disini. Ada pelatihan Pilot atau tidak. Kau bisa menemuiku setiap saat." Ucapannya melunakkan ekspresi Misato.
"Uh... belajar hidup mandiri cukup penting juga, sih..."
"Kenapa kau memanggilku, Misato-san. Sekalipun aku tidak masalah dengan waktu yang kita habiskan untuk mengobrol, tapi aku yakin kau tidak hanya memanggilku untuk itu, kan?"
Wanita itu mencubit pipinya. "Uh... sungguh gantleman sejati," Shinji memutar bola mata. "Yeah, aku hanya menginformasikan padamu bahwa kau sudah di daftarkan di SMP Tokyo-3. Kau bisa mulai masuk besok."
"Huh, Bukankah setidaknya aku berhak libur paling tidak seminggu setelah pertarungan melawan Angel?"
"Kita ini orang Jepang! Orang Jepang tidak akan menomorduakan pendidikan bahkan setelah kita melawan monster sekalipun."
"Hai' hai'."
"Dan jangan lupa memotong rambutmu! Tampaknya ia jauh lebih panjang dari sebelumnya."
Shinji tersenyum kecut. Yeah, andai saja bisa. Tapi rambutnya sekarang, disamping tampilannya yang normal, telah mematahkan gunting seolah ia menggunakannya pada baja. Ia tidak bisa memotong rambutnya sendiri! Ia tahu jika ia menceritakan hal itu pada Misato, maka dr. Akagi akan mendengarnya. Ia tidak mau menjadi kelinci percobaan, terutama setelah ia tahu kegilaan yang tersembunyi dibalik sosok bak dewi intelektual itu.
