a BTS fic

Choose Me

.

.

I'm alright, even if I can't have you.

.

.

Cast : BTS's Member

Pair : KookV ; EveryonexV (it will appear later) ; Slight MinYoon ; Slight NamJin

Rate : T maybe will change into M for safe

.

.


Pt.1 Your Eyes

.

.

Jeon Jungkook, eksekutif muda yang baru saja resmi dinobatkan untuk menduduki posisi Direktur Jeon Coorporation milik ayahnya. Pria tampan dengan garis rahang tegas dan cetak tubuh tak main-main dibalik jas formalnya ini memiliki pesona yang luar biasa. Pria yang selalu jadi bahan obrolan panas sekertaris dan karyawati di balik bilik-bilik meja kerja mereka. Pria yang memiliki senyum sememikat mawar ini juga memiliki gambaran sifat seperti majas yang disebutkan tadi. Indah namun berduri, Jeon Jungkook dan segala keangkuhannya, Jeon Jungkook dan segala perkataan tajamnya, Jeon Jungkook yang dengan sengit akan mengatakan tak akan ada hal yang tak bisa didapatkan dengan uang.

Pria itu berjalan tanpa cela setelah keluar dari mobil sedan mewah BMW Individual 760Li Sterling berwarna hitam pekat sekelam warna rambut dan warna matanya. Mengangguk samar ketika bertemu beberapa bawahannya yang berpapasan dan memberi salam padanya. Masuk pada kotak lift dengan sekertaris pribadinya yang segera dikosongkan secara otomatis karena penghuni lift sebelumnya akan sukarela keluar untuk memberikan space nyaman untuk Jungkook.

.

.

.

Lift ditekan oleh sekertasisnya menuju lantai sepuluh. Bulatan tombol dengan lampu penanda menyala urut dari lingkaran satu hingga naik seterusnya. Memanfaatkan detik yang melaju beriringan dengan gerak kotak lift yang membawa mereka naik ke lantai tujuan. Pemuda Jeon itu menyelipkan tangan ke saku celana kain berat berwarna silvernya untuk menemukan handphone yang sedari tadi menghantarkan getar. Membuka sebentar untuk mengecek beberapa mail yang membuat handphone itu berdengung yang nyatanya adalah dari kakak kelasnya semasa sekolah menengah, Park Jimin. Berdecak sedikit, Jungkook melengoskan kepala ke sekertarisnya.

"Hyerin-ssi, Apakah Direktur Park nanti memiliki jadwal untuk bertemu denganku?"

"Ah.. Sepertinya tidak Direktur Jeon, apakah ada yang mengganggu pikiran anda?" jawab yeoja cantik itu dengan senyum manisnya sambil membuka-buka note kecil ditangannya.

"Tidak, tidak ."

Tepat saat mengatupnya kembali bibir Jungkook lift terbuka, dia dan sekertarisnya keluar beriringan dengan beberapa sapaan pegawai yang telah berdiri di tepi pintu lift. Setelah memberi hormat dan beberapa patah kata seperti Anda bisa menghubungi saya dengan intercom apabila ada perlu ke Jungkook, sekertaris Hyerin segera menuju mejanya yang berada persis didepan ruangan Jungkook, terlihat menyiapkan beberapa map tebal dan sibuk menata ulang isinya. Sedangkan Jungkook berlalu masuk ke dalam ruangan pribadinya.

.

.

Ruangan itu terlihat mewah dengan beberapa furniture yang sepertinya baru, dan terasa menenangkan dengan bau pewangi ruangan yang menguarkan aroma mint sejuk. Jungkook menatap meja dan beberapa berkas yang harus diperiksanya. Melewati meja itu untuk membuka sedikit salah satu jendela kaca di belakang kursi tingginya, menikmati semilir angin kota Seoul yang menerpa wajah tampan nya. Tepat lima detik dalam posisinya, Jungkook mendengar telepon intercom berbunyi. Sedikit membungkuk untuk menjawab panggilannya, Jungkook menyerngitkan dahi tapi tetap menjawab dengan penuh wibawanya.

"Suruh dia masuk.."

.

.

"Aku tidak mengerti apa yang dilakukan seorang Direktur Park yang notabenenya adalah orang penting disini."

Jungkook mendaratkan bokongnya di sofa beludru seberang Jimin saat pria bermarga Park itu sedang sibuk menyesap kopi yang disuguhkan untuknya.

"Oh, halo juga Jungkook-ah."

"Jawab pertanyaanku."

"Aish, kau ini tidak bisa sopan sedikit, aku ini sunbaenim-mu." Jawab Park Jimin dengan senyum main-mainnya.

"Oke kau adalah mantan sunbae-ku tapi disini kedudukan kita tak seperti dulu."

"Astaga Jungkook kau tetap menyebalkan sampai kapanpun."

"Dan kau masih berisik juga sampai detik ini."

"Paling tidak panggil aku, Hyung."

"Apa maumu?"

"Mengucapkan selamat untuk Direktur Jeon Tampan Jungkook kita yang baru." Jimin bertepuk tangan sendiri sambil memasang tampang bodoh. Jungkook ingin sekali melempar kakak kelas konyolnya ini keluar jendela. Baru kurang dari satu jam dia resmi memiliki ruang direktur ini dia sudah harus direcoki seperti ini.

"Yang benar saja,"

"Loh, ini benar-benar kesungguhanku Jungkook-ah, kita harus merayakannya!"

"Astaga kita? Sejak kapan kita seakrab itu?" Jungkook sedikit mendengus menjawab itu.

"Kau menyakiti hatiku, sungguh." Jimin mengelus dadanya. "Begini, aku ingin mengajakmu untuk melakukan suatu kerjasama, dengan beberapa rekanku juga sebenarnya- kenapa menatapku begitu?." Jimin terkekeh melihat perubahan wajah Jungkook.

"Sudah kuduga pasti ada apa-apanya." Jungkook melengos.

"Boleh kulanjutkan?" Jimin menahan tawa.

"Bukan begini prosedurnya direktur Park yang terhormat, kau bisa menghubungi ku lebih dahulu, meeting mungkin? Beberapa map dengan gagasan menarik didalamnya? Presentasi?"

"Ya! Kau kaku sekali, kita kan teman, dengarkan aku dulu,"

"Nah, kau mulai lagi."

"Begini Jeon, aku yakin kau tidak akan menolaknya, perusahanku dan Hope Corp akan melakukan proyek besar di industri tambang emas dan berlian, Oh, kau akan menyukainya."

"Aku belum mengenal relasi mu itu omong-omong."

"Maka dari itu aku kesini akan mengajakmu ke sebuah undangan spesial."

"Coba buat aku terkesan."

"Malam ini ikut aku, jam sembilan kita adakan meeting."

"Maaf?"

"Kau bilang buat dirimu terkesan? Aku mencoba."

"Aku merasa ada yang tidak beres disini, meetingnya maksudku."

"Relasi ku ini agak suka hobi yang menantang."

"Kuharap tidak konyol sepertimu yang mengajakku meeting untuk menyusun tender di pinggir sungai Han dan kita duduk didepan sevel"

"Ahaha, kau mengingatnya ternyata."

"Karena besoknya aku flu."

"Itu bukti bahwa kau benar-benar bukan idiot karena masih terkena flu."

"Tak ada yang mencelaku idiot."

Jimin tertawa, dua belah mata indahnya menyipit dan tenggelam menjadi lengkungan manis. Dia selalu senang menggoda adik kelasnya ini semenjak sekolah menengah. Mereka bersama-sama dalam satu klub sepak bola kala itu, dan dia takjub ternyata Jungkook cukup berubah banyak. Wibawa dan harga dirinya terangkat tinggi menyandang gelarnya sekarang, tapi dia tak habis pikir ternyata Jungkook yang manis yang selalu merengek minta dibelikan susu kotak Milo sehabis pulang latihan ini akan berubah begini banyak.

Padat tubuhnya sudah bisa menyamainya sekarang, walau Jimin dengan balutan jas formal putih bersih juga tak kalah menggoda. Jimin menyesap kopinya lagi, mengambil kartu nama dari selipan kantong atas jas sebelum meraih kertas putih dari notes yang ada tak jauh dari cangkir kopi Jungkook yang belum tersentuh. Menuliskan beberapa alamat kemudian menyerahkan pada Jungkook.

"Itu tempatnya, dan ini kartu nama relasiku, Jung Hoseok-ssi."

"House of Cards itu tempat apa? Aku baru mendengarnya, tempat judi kartu?"

"Lebih menyenangkan dari itu, aku pernah kesana sekali."

"Aku baru saja resmi disini dan kau sudah mengajakku aneh-aneh, Jim"

"Ini tidak aneh Kook-ah, kita bicara bisnis dan perayaan pestamu, kau ingat?"

Jungkook menyimpan kartu dan kertas notes itu di sakunya, walau sedikit curiga dengan kegilaan yang mungkin akan dilakukan Jimin untuk mengerjainya dia mencoba tetap tenang, mulai meraih kopinya untuk kemudian meminumnya pelan. Jeon Jungkook tak memiliki firasat apapun bahwa malam nanti dia akan bertemu dengan seseorang yang akan memporak-porandakan sikap angkuhnya. Orang yang mungkin akan membuat hatinya terebut begitu saja.

Diseberang sana Jimin membayangkan bagaimana dia harus memilih baju untuk mengunjungi tempat itu lagi, apakah dia akan mengingatnya? Oh ingatkan dia yang harus tampil lebih tampan malam ini.

.

.

.

.

.

"Malam ini kau ada shift, dik?"

"Kalau kesini tidak untuk belanja dan hanya untuk menanyaiku ini lebih baik Jin-hyung pulang saja."

"Hahaha, bukan begitu." Kim Seokjin tertawa, dan definisi cantik adalah sesuatu yang cocok untuk menggambarkannya. "Kau, ayolah temani hyung malam ini, jangan ngambek lagi. Ayo bantu Hyung mengurus beberapa keperluan."

"Hyung, kekurangan orang? Apa hari ini tamu yang pesan tempat banyak?"

"Jangan menjawabku dengan pertanyaan, Tae."

"Aku free, hyung. Tapi aku sedang tak ada mood." Jawab Kim Taehyung dengan tangan sibuk memasukkan beberapa kaleng selai kacang ke dalam kantong plastik.

"Mood bagaimana? Ada yang mencarimu." Jin mengambil beberapa batang merk cokelat dan satu pack kondom rasa strawberry, mengantarnya untuk dihitung total harganya bersama belanjaannya yang lain.

"Siapa –astaga, hyung?." Taehyung mendelik melihat apa yang barusan Jin-hyung nya tambahkan ke total belanjaannya.

"Bagaimana? Mau kan ya? si pria panas pemilik senyum secerah matahari itu datang memesan tempat dan dia bilang, dia mencarimu."

"Aku akan kesana untuk bantu cuci piring saja."

"Tae! Ayolah adikku yang manis."

"Aku tidak manis."

"Senyum kotakmu kan manis?"

"Tapi aku tidak suka dibilang begitu, aku laki-laki, hyung."

"Astaga, anak ini sok berlagak tapi kalau malam berubah menyeramkan,"

"Kau yang menyuruhku."

"Kau kadang terlihat senang-senang saja melakukan itu, mau ya?"

"Cuci piring."

"Yah, kau mungkin bakal cuci-cuci sesuatu sih tapi bukan piring, Oh ayolah kau ini kesayangannya, kau popular ditempat hyung daripada kau habiskan waktu untuk mendisplay berkaleng-kaleng soda disini." Jin berucap sambil tertawa melihat adiknya yang semakin menampakkan muka garang.

"Hyung, aku akan cari pekerjaan lain kalau kau mengejekku begini"

"Pekerjaan sampingan tak masalah sih, asalkan aku masih bisa melihatmu malam hari ditempatku. Pokoknya datang, hyung jemput. Titik."

.

.

.

Kim Seokjin melambaikan tangan ke arah Taehyung yang membalasnya dengan ogah-ogahan. Setelah menggusak dahi adiknya yang penuh tertutupi poni dengan dahinya sendiri, dia melangkah menjauhi tempat kerja paruh waktu adik Kim nya itu. Seokjin mengoper kantong plastiknya ke sebelah tangan saat dia merasakan handphonenya berdengung dengan menampilkan nama Kim Namjoon, dia sedikit bingung karena tidak menemukan alasan masuk akal kenapa orang itu menghubunginya. Sedikit ragu dia mengangkat panggilan masuk itu.

Kim Taehyung, pemuda manis yang tak mau dibilang manis membenahi poni rambutnya yang berantakan karena ulah kakaknya. Dia masih memikirkan ucapan hyung-nya beberapa saat lalu. Dia mencarinya? Benarkah? Ada sebesit penasaran terlintas dibenak Taehyung. Pemuda itu tanpa sadar tertawa remeh mengingat bagaimana dia yang 'katanya mencarinya' itu saat pertama kali bertemu dengannya.

Dua gelas teh herbal dihadapan mereka dan pria itu sudah seperti kepayahan, seperti mabuk walau hanya meminum teh sambil memandangnya tanpa putus-putus. Taehyung cukup terkesan mengingat bagaimana pria itu menarik dan mengelus pergelangan tangannya lembut, dan bagaimana pria itu tersenyum sambil menceritakan beberapa kesibukan dihari-harinya. Kalau hari ini taehyung bertemu dengannya apakah dia akan setampan malam itu?

"Sepertinya aku akan ke tempat Seokjin-hyung nanti."

.

.

.

.

.

"Dimana aku menaruhnya?" Taehyung baru saja pulang seusai jam 6 sore dari mini market tempat dia berkerja paruh waktu. Kepalanya bergerak ke kanan dan kiri menyebabkan rambut setengah basahnya bergerak lucu karena gerakannya yang tiba-tiba.

Satu tangan sibuk mengeratkan bathrobe yang terbuka dibagian dadanya , satu tangannya lagi membuka-buka tumpukan baju di almarinya. Dia tak bisa menemukan barang yang dia cari, selembar kasual hakama yang sederhana tapi memiliki fabric mengkilat yang mengesankan kemewahan miliknya tak dapat ia temukan. Dia lalu menggerakan tangannya kearah rambutnya, membuat gerakan acak kasar agar rambutnya cepat kering. Sambil bola matanya masih sibuk memindahi. Dibelakangnya Seokjin yang baru datang melihatnya tak senang.

"Kau ini, jangan lakukan itu pada rambutmu, kemari."

"Sebentar, hyung aku tak bisa menemukan itu."

"Kau mencari apa- Aish! rambutmu itu bagus harusnya kau rawat dengan baik, tidak kau beginikan." Seokjin mengambil pengering rambut dan sisir untuk merapikan rambut adiknya. Menarik adiknya untuk duduk setelah tadi sibuk di almari sampai berjongkok-jongkok disana.

"Hyung, tau dimana hakama-ku? Yang waktu itu aku sempat aku pakai sekali ditempatmu."

"Iya, hyung tau, kau lupa telah menitipkannya ke Namjoon-ssi minggu lalu."

"Ah, benar. Dimana itu sekarang?"

"Ada di mobilku, kau tenang saja."

"Bagaimana kau tahu kalau itu kuberikan ke Namjoon-hyung untuk diperbaiki?"

"Laki-laki itu menghubungi aku siang tadi, dan bagaimana bisa itu sobek?"

"Sedikit masalah."

"Masalahnya pasti ada pada kau, brandal manis."

"Bukan aku, hyung. Percayalah,"

"Tapi tak apa juga, mereka lebih senang sepertinya kalau melihatmu memakai kain sobek-sobek." Seokjin dan lelucon garingnya mengudara.

"Aku akan senang memakai koleksi sweater custom-robek-ku malam ini kalau kau mau."

"Itu seperti gembel, adikku harus memukau."

"Aku kan hanya cuci piring, hyung." Aku Taehyung, dan Seokjin mencoba mengabaikan kilah konyol adiknya.

"Namjoon-ssi bilang kau minta hakama itu untuk dikecilkan, lihat dirimu kau makin kurus."

"Tukang cuci piring tidak perlu gemuk-gemuk."

"Ya! Kim Taehyung, ada yang mencarimu malam ini, kau harus datang ke ruang utama."

Taehyung hanya berdengung pelan sambil tetap diam menunggu hyung-nya itu menata rambutnya. Selesai dengan rambut Taehyung yang jatuh lembut dan sudah benar-benar kering, dua bersaudara Kim itu keluar dan turun dari flat sederhana mereka setelah ganti baju.

Masuk kedalam mobil menjelaskan beberapa hal soal Taehyung yang akan didandani oleh Yoona-noona dan larangan keras untuk Taehyung menuju ke tempat cuci piring dan ikut berjongkok disana. Taehyung tak habis pikir kakaknya itu percaya akan kesungguhannya untuk membantu cuci piring.

"Jadi, ini hakama-mu sudah diperbaiki, dan ada hiasan baru disematkan disini, cantik sekali. Namjoon-ssi sepertinya tau bagaimana membuat hakama ini cocok untukmu." Seokjin menatap hakama itu dengan pandangan sulit diartikan sebelum memindahkannya keatas pangkuan adiknya.

Adiknya mengangguk, kemudian meraih hakama itu untuk selanjutnya mengekori Seokjin masuk kedalam gedung yang akan dibuka tiga puluh menit lagi. Taehyung melenggokkan kepalanya mengedarkan mata menatap pelayan-pelayan yang menata beberapa ruangan yang setengah tertutup oleh Fusuma. Lantai alas tatami tempatnya melangkah sudah bersih tak bercela, aroma pewangi ruangan yang dipasang juga menenangkan dan menghanyutkan, dia juga dapat menangkap suara riuh para koki yang memasak setelah melewati pintu dapur yang berada paling ujung kanan gedung.

Melewati satu lorong yang masih gelap, Seokjin berhenti untuk menggeser fusuma dan membuka beberapa ruang utama sambil mengecek kesiapan ruangan itu. Seokjin tersenyum cantik sekali, merasa puas dengan persiapannya. Dan Taehyung terlihat berdiri dipinggir kolam batu sambil mengurut hidungnya yang sedikit geli dengan aroma yang keluar dari ruangan tersebut.

"Kau segera masuk ke kamar sana, Yoona-noona sudah menunggumu, dan hakamamu jangan kau remas begitu, biarkan dia tetap rapid an licin." Seokjin sedikit tak suka dengan sikap adiknya yang satu ini, benar-benar selalu memberikan gesture seenaknya.

"Lalu aku akan masuk kesana?, ruangan yang itu?"

"Ya, benar sekali. Ayo segeralah bersiap-siap. Hyung juga butuh mempersiapkan beberapa hal."

Taehyung melengos masuk kedalam kamar yang ditunjuk Seokjin untuk menemukan Yoona-noona dan beberapa asistennya tersenyum padanya. Taehyung memandang kaca besar seukuran seluruh tubuhnya dari ujung kaki hingga kepala menampilkan refleksi dirinya yang berdiri pongah dengan rambut coklat keemasan halus yang jatuh menutupi sebagian matanya. Dia berusaha mengingat untuk membandingkan bagaimana perubahan dirinya saat keluar dari ruangan ini. Taehyung selalu terkesan bagaimana mereka dapat merubahnya menjadi seseorang yang berbeda. Dia yakin pasti dirinya akan benar-benar menarik perhatian orang itu lagi.

.

.

.

.

.

Pukul delapan malam lewat lima puluh menit, Jungkook mulai jengah karena didepan gedung redup mencurigakan-menurut Jungkook- bertuliskan House of Cards ini dia tidak menemukan mobil Park Sialan Jimin sama sekali, dia memakai setelan cukup kasual tidak seformal tadi di kantornya namun tetap berhasil untuk menguarkan aura business-man. Setelan men casual blazer berwarna hitam yang sengaja dia tekuk naik bagian lengannya, juga kemeja Armani warna abu-abu dibalik blazernya. Kancing kemejanya terpasang rapi dan celananya terlihat licin dengan ujung yang menyentuh sepasang sepatu hitam mengkilatnya.

Ia sengaja membawa mobil pribadinya sendiri tanpa supir. Karena ia pikir Jimin pasti tidak akan hanya sekedar mengadakan meeting namun juga besar kemungkinan jika mantan sunbaenya itu mengajaknya pesta pora hingga larut malam, menilik tempat yang dikunjunginya macam restoran dengan setengah nuansa kekeluargaan dan setengah lagi nuansa tempat minum ala-ala Jepang kuno.

Sebuah mobil Audi TT meluncur mulus memasuki halaman gedung House of Cards. Jungkook yang masih didalam mobil diseberang jalan mengamati mobil mewah itu, ia berfikir sambil menimbang-nimbang ternyata para pengunjung gedung itu adalah orang-orang yang berlevel tinggi. Jungkook makin mencurigai tempat itu.

Laki-laki dengan coat berwana coklat susu turun dari mobil itu, menaikkan kerahnya sekilah kemudian masuk menyapa laki-laki cantik yang memakai hakama mewah berwarna biru tua dengan hiasan disana-sini yang sedari tadi seperti tengah menunggu kedatangannya.

Disudut mata Jungkook yang sibuk mengamati bagian dalam gedung, ia dapati Jimin turun dari mobil Mercedes-Benz SLK350 kesayangannya sejak jaman kuliah. Menyelingakkan kepala dengan tampang bodoh kearah mobil Jungkook karena dia tahu Jungkook ada di dalam sana. Jimin memberi kode agar Jungkook turun dan mengikutinya. Sebelum turun dari mobil Jungkook melirik jam tangannya sekilas. Jam Sembilan lebih dua belas menit.

.

.

.

Taehyung memandang refleksi dirinya pada kaca yang ia lihat pertama saat memasuki kamar ini. Dia berbeda dari sebelumnya. Rambutnya lebih terasa halus dari sebelumnya, terasa rapi dan lebih berkilau dengan tatanan yang sedikit menyigar poni lucunya agar terbelah memperlihatkan sedikit dahinya, poni nya terbelah-belah teratur dan sangat membuat dirinya terlihat cantik.

Tubuhnya lebih wangi dari biasanya, hakama hitam mengkilat dengan hiasa bulu angsa dan beberapa manik berbentuk sayap indah itu terasa pas ditubuhnya, dan entah kenapa bagian lengan tangan tetap dibiarkan longgar oleh Namjoon-hyung, Taehyung tak mengerti. Dia mengamati tangannya yang lebar dan kuat terlapis glitter samar keemasan yang cocok dengan kulitnya yang berwarna tan. Wajahnya sedikit dipoles senatural mungkin namun mempertegas bentuk bibir Taehyung yang pink dan menggoda tanpa cela.

Taehyung menjilat bibirnya sendiri, membayangkan pasti bibirnya akan dipandangi terus oleh banyak orang dan itu sedikit membuatnya kesal. Dia makin terlihat indah dengan sematan bulu angsa putih bersih yang terselip manja di belakang telinganya, dipasang sedemikian rupa hingga terlihat rapuh namun sangat indah secara bersamaan. Taehyung sudah berkali-kali melihat dirinya dipoles seperti ini. Pikirannya melayang membayangkan dialog apa yang akan ia ucapkan apabila pelanggan yang memesan ruang utama itu mengajaknya berbicara.

Taehyung bisa jadi pribadi yang sangat dingin dan pendiam dengan orang asing, namun akan sangat menyenangkan dan terbuka dengan orang yang telah dekat dengannya, walau kata Seokjin-hyung dia delapan puluh per seratus adalah berandal menyebalkan. Hei, dia bahkan akrab dengan Minjae, hyung nya saja yang tidak tahu.

.

.

Dua langkah dia ambil setelah berpamitan dengan Yoona-noona, Taehyung membalikkan badan saat selesai menutup fusuma untuk mendapati pria itu berdiri dihadapannya. Taehyung terkejut namun tetap memasang senyung termanisnya.

Pria itu melihat Taehyung takjub, tatapan itu sudah sering dia dapatkan sebelumnya. Sambil tetap menatap Taehyung pria itu memajukan wajahnya sedikit demi sedikit hingga nafas beraroma kopi dan campuran musk dari tubuhnya masuk menyapa rongga dada Taehyung. Disana Taehyung tenggelam dalam bola mata-nya yang berwarna semanis madu.

"Maaf aku tak melihatmu disana, kupikir kau belum sam-mmph."

Kalimat taehyung terhenti saat pria itu mencuri rasa lip balm-nya. Mengusap bibirnya dengan bibir penuh milik pria itu. Dia bergerak lembut menyentuh pundak dan punggung Taehyung namun terasa tak sabar dari caranya melumat bibir Taehyung. Taehyung bisa lebih dari ini, karena begitu dia merasa sesuatu yang basah menjilat belah bibirnya Taehyung langsung membuka mulutnya untuk pria itu menginvansi bagian dalam mulutnya dengan lidah. Beberapa kali menghisap, gerakan pria itu semakin gusar hingga kepala Taehyung ikut mundur hingga terantuk fusuma dibelakangnya. Dan saat Taehyung mulai terengah dengan permainan lidah ini, dia merasa seperti diselamatkan setelah mendengar suara kakaknya.

"Maaf mengganggu kalian Hoseok-ssi tapi tamu anda sudah tiba, dan Taehyung-ssi juga belum boleh dipegang-pegang dulu seharusnya. Aku tak mau dandanannya berantakan dulu,"

Jung Hoseok tersenyum miring, dia mengusap rambut cokelat kelamnya kesamping karena basah oleh beberapa titik keringat. Dia memandang Taehyung yang sedang membenarkan laju nafas dan jantungnya.

"Astaga dia cantik sekali, aku tak percaya kalau dia eksis di bumi, dia seperti malaikat."

Ucap Hoseok memuji Taehyung, Seokjin hanya tersenyum kalem sambil menarik adiknya untuk memperhatikan bibirnya yang sedikit bengkak memerah.

"Kau perlu memakai lip balm lagi Tae."

.

.

.

.

.

"Kau sinting atau bagaimana, ini tempat apa? Dari tadi aku melihat banyak laki-laki cantik yang bergelung manja dipelukan om-om."

Jimin tertawa melempar kepalanya kebelakang sambil menutup mukanya untuk meredam tawanya yang pecah, cara Jungkook mendeskripsikannya malah terdengar lucu.

"Ini semacam tempat bersenang-senang, tapi ya.. yang agak berbeda Jungkook-ah, aku kan sudah bilang hobi relasiku ini sedikit ekstrim. Lagi pula makanannya enak, jadi tak ada masalah."

"Lalu dimana dia?" Jungkook bertanya sambil mengedarkan matanya kesetiap sudut ruangan yang dia akui menarik tata desainnya ini, juga makanan yang telah disuguhkan juga kelihatannya benar-benar enak walau masih berupa cemilan pembuka.

"Tadi sih aku sudah melihat mobilnya." Jimin mulai mencomot mochi tepung didepannya, surai hitamnya yang senada dengan kemeja lengan pendek yang dikenakan ikut bergerak-gerak saat Jimin membuat gesture mencari keluar pintu geser, sebenarnya Jimin tidak benar-benar mencari Jung Hoseok-relasi kerjanya. Jimin sedang berusaha mencari orang itu.

.

.

.

Jung Hoseok mengusap lagi rambutnya yang basah oleh air yang dia basuhkan ke wajahnya. Dia masih bisa merasakan lembutnya kulit itu digenggaman tangannya, dan juga masih bisa mengecap lidahnya. Tapi dia tau bahwa ini hanya akan jadi khayalan sekedipan malam untuk laki-laki yang barusan ia curi ciumannya-lagi itu. Matanya.. Hoseok benar-benar bisa terhipnotis dengan matanya. Mata sewarna susu coklat itu berkilat merah manis dan tajam disaat bersamaan. Mata Taehyung seperti menyiratkan bahwa Hoseok sama sekali tidak mengenalnya dan ada dinding tinggi diantara mereka.

Sedikit merapikan jas dan turtle neck sweater nya, Hoseok berjalan menuju ruangan yang telah ia pesan bersama kenalannya Park Jimin, dia memandang Jungkook dengan tatapan bersahabat karena tahu Jungkook lah yang akan Jimin kenalkan dengannya untuk urusan bisnis tambang perhiasan mereka.

.

.

"Jung Hoseok, pemegang Hope Corp, senang bertemu denganmu...?"

"Jeon Jungkook, Jeon Corp."

"Ah ya ya, Jungkook-ssi." Hoseok mengangguk sekilas melihat Jungkook membalas jabat tangannya. "Kau terlihat lebih masih lebih muda dari direktur Park, apa aku salah?"

"Jimin saja Hoseok-ssi, dan ya dia dulu mantan dongsaeng-ku di sekolah menengah. Kinerjanya cukup membanggakan melihat dia tak segan-segan dipercayai untuk jadi direktur ditempatnya."

"Kita bisa memulainya sekarang." Tandas Jungkook.

"Oke, biar aku panggil pelayan yang akan menemani kita berbincang." Hoseok memberi kode pada orang dibalik pintu geser.

'Jadi Hoseok ini benar-benar tipe om-om seperti didepan?' batin Jungkook.

Orang lain masuk, laki-laki dengan hakama hitam mengkilat dan bulu-bulu angsa indah sebagai hiasannya itu sekilas menundukan wajahnya. Sedikit kerepotan membawa peralatan meracik teh dan dibantu oleh pelayan-pelayan lain yang membawa beberapa botol soju. Lengannya terulur dan warna kulitnya sangat memukau berkilauan dibawah temaramnya sinar penerangan ruangan itu. Tepat saat laki-laki itu mengangkat wajah, matanya bersitatap langsung dengan kelamnya bola mata Jungkook. Jungkook termangu dan penasaran, bagaimana bisa laki-laki secantik ini, dan kenapa wajahnya terlihat sedikit gelisah?.

Taehyung membalas tatapan Jungkook, sedikit canggung karena pria dengan rambut dan mata sehitam arang ini benar-benar terlihat tampan dan segar. Namun ada yang lebih membuat perasaan Taehyung membuncah gelisah, yaitu kehadiran orang lain disana...

Jimin membuka satu kancing teratas kemeja hitamnya, entah kenapa ruangan yang mereka tempati menjadi lebih panas dari sebelumnya. Tangannya kembali terulur mengambil dan memakan mochi tepung didepannya tanpa berkedip ke satu arah.

Empat orang dalam ruangan itu sama-sama merasakan debar yang mungkin...

Serupa?dengan masing-masing perasaan membuncah yang berbeda .

.

.

.

TBC

.

.


Masih perkenalan dulu jadi bertele-tele. Haaft cant help it.

Guys let me know bagian apa yang salah dan kurang srek buat kalian di review box ya, Hit me on Review box - Review are love - Aku bakal senang kalau kalian ninggalin feedback. duh masih jauh dari kata sempurna nih. *goleran di dadanya Jimin*

Dan sorry banget kalo ada typos. Huhuhu

.

.

.

Eh, btw, anak-anak Bangtan di Blood, Sweat & Tears MV Teaser asdasfgasdjfdkdljhdlhldad yalord hot banget, pengen nangis rasanya.

.

.

[Tweet : sugarunning95]