"Soraaaaa!"
Sora tetap tidak menghentikan langkahnya. Gadis berrambut indah itu terus berlari tanpa peduli akan tujuannya, kemana saja, asal tidak bertemu dengan Ken.
Air mata terus mengalir menghiasi wajah cantiknya. Dia tidak peduli meski Ken sudah mengejarnya dari tadi.
Meski berkali kali mendengar namanya dipanggil, ia tidak menoleh kebelakang sedikit pun. Amarah memenuhi hatinya hingga dia tidak dapat berfikir dengan jernih. Hatinya terlalu sakit.
"Sora.. Hah..Hah.. kumohon..."
Ken menghentikan langkahnya, dia sudah tidak sanggup berlari lagi. Dia sudah terlalu lelah. Wajahnya semakin pucat. Ia berusaha mengatur nafasnya. Tapi percuma saja, tiap tarikan nafasnya terasa semakin berat. Membuat rasa sakit di dadanya semakin menjadi - jadi.
Setelah merasa lebih baik Ken kembali berlari mengejar Sora yang sudah jauh di depannya.
"Sora, sebentar saja.. hah... hah"
Ia terus berlari dan memanggil Sora. Padahal tubuhnya sudah memberi sinyal untuk menyuruhnya berhenti berlari. Dia sudah tidak peduli dengan rasa nyeri di dadanya. Yang terpenting dia harus mengejar Sora. Sora sangat penting baginya, dia tidak ingin membuat Sora sedih sedikitpun. Apalagi sampai seperti ini.
Tapi sepertinya semangat dan kondisi tubuhnya tidak sejalan. Pandangannya mulai mengabur, seiring dengan kesadarannya. Kakinya sudah tidak sanggup menopang tubuhnya.
"BRUKK!"
Sora mendengar suara keras itu. Tapi dia tidak peduli. Dia sudah tidak peduli dengan apapun yang terjadi pada Ken. Dia terlalu malas hanya untuk sekedar menoleh ke belakamg untuk mengecek kondisi Ken. Percakapan beberapa menit yang lalu kembali terputar di otaknya.
"Maaf..."
"Kau pikir dengan meminta maaf kalung itu akan kembali? Aku tidak menyangka kau sejahat itu!"
Sora tidak sanggup menatap mata Ken, menundukkan kepalanya dalam - dalam. Ia terlalu kecewa dengan semua ini. Perlahan air mata yang sudah ditahan dari tadi akhirnya jatuh juga.
Ken tidak mengatakan apapun, ia hanya mendengarkan dalam diam. Dia tau benar. Jika berbicara dengan seorang perempuan yang sedang menangis sama saja berbicara dengan dinding.
Tidak akan didengar.
"Aku kan sudah bilang, kalung itu sangat berarti untukku.."
"Kenapa?"
Sora hanya diam.
"Apa karena itu pemberian Leon?"
Sebenarnya Ken tidak perlu bertanya lagi. Dia sudah tau pasti jawaban dari pertanyaan itu.
"Ya, karena itu pemberian Leon."
Ucap Sora dengan tegas
"Orang yang sangat aku sayangi"
"Orang yang kau sayangi ya"
Ucapnya lirih. Ia hanya dapan tersenyum miris mendengar jawaban Sora.
Sora mulai mengangkat kepalanya. Matanya menatap lurus ke mata Ken. Penuh dengan amarah.
"Maaf Ken, sepertinya hubungan kita sampai disini."
Setelah mengucapkan kalimat itu ia beranjak meninggalkan Ken.
"Sora!"
Ken berusaha menenangkan dirinya sendiri. Kenapa malah Sora yang marah kepanldanya? Bukannya harusnya dia yang marah? Tapi bagaimana lagi, Ken terlalu menyayangi Sora. Ia tidak pernah sanggup marah dengannya. Meski ia tau apa saja yang sudah Sora lakukan di belakangnya. Tanpa berfikir panjang Ken berlari mengejar Sora. Dengan tangan yang menggengam erat kalung pemberian Leon untuk Sora.
"Kenapa dia? Apa anak itu pingsan?"
"Cepat panggil ambulans!"
"Dia punya penyakit jantung! Lihat medical bracelet - nya!"
Heart Patient. Call 911
Suara orang - orang di sekitarnya menyadarkan dirinya dari lamunannya tadi.
Sora tidak bisa mengabaikan teriakan - teriakan yang tedengar di belakangnya. Sebenarnya ia sedikit cemas. Tapi egonya lebih tinggi dari pada rasa khawatirnya. Ia terus berjalan, seakan - akan tidak terjadi apapun pada Ken. Meski jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, sangat dalam, sampai ia tidak sadar bahwa dia peduli.
TBC
Gomen kalau pendek, pengen ngeliat respon dulu soalnya.
Review sangat kutunggu .
