Title : Sakura Rhythm

Author : Imelda Yolanda (UIniichan)

Genre : Romance, Drama, Family

Rating : T

Length : Chaptered

Disclaimer : This fict is mine, but the casts are Masashi Kishimoto's

Warning : OOC, Typo(s), Crack Couple

Pairing : ItaIno

Don't Like Don't Read!

Enjoy!

-Musim Semi Tahun 2013-

"Tsuyoshi! Miki! Jangan berlari keluar taman!" Ujar gadis cantik berambut blonde memperingatkan adik-adiknya.

"Ya!" Ujar adik-adiknya serempak.

Hari ini adalah hari dimana musim semi yang indah datang. Semua jenis bunga bermekaran pada musim ini, termasuk bunga khas Jepang, sakura.

Hampir semua orang menantikan musim yang biasa disebut musim 'penuh cinta' ini. Begitu pula dengan gadis cantik bernama Yamanaka Ino. Ia memang sangat menyukai musim semi karena ia sangat menyukai bunga.

"Nee-chan. Lihatlah." Ujar Honoka, adik bungsu Ino.

"Cantik sekali." Ucap Ino tersenyum.

Ia mengajak adik-adiknya mengunjungi taman dekat rumahnya untuk sekedar bermain dan menikmati pemandangan bunga berwarna merah muda tersebut.

'Klik! Klik! Klik!'

Terdengar suara kamera yang tengah mengambil gambar dengan seorang pemuda tinggi sebagai photographer.

'Ah, kamera. Andai aku mempunyainya.' Batin Ino.

"Nii-san. Bisakah kau memotret kami?" Ujar Miki kepada pemuda yang tengah memotret sakura tersebut.

Ino yang mendengar perkataan adiknya tersebut refleks berlari dan menegur adiknya atas perbuatan yang sedikit memalukan tersebut.

"Tsuyoshi! Miki!" Tegur Ino.

Ino membungkukkan badannya di depan pemuda itu tanda permintaan maafnya.

"Ma-Maaf." Tambahnya lagi.

"Ah, tidak apa-apa. Apa kau ingin berfoto dengan sakura?" Ujar pemuda itu ramah sambil mengusap kepala Miki.

Yamanaka Ino menatap lekat wajah pemuda di hadapannya yang menurutnya sangat tampan.

Rambut panjang hitam yang di ikat rapi dengan rambut bagian depan yang di biarkan menggantung hingga ke dagu. Mata abu-abu gelap yang begitu tajam namun selalu ada ketenangan di dalamnya. Hidung mancung dan garis tipis yang memanjang diantaranya menjadi obyek menarik dari wajah pemuda itu.

"Apa Ibu juga ingin berfoto?" Pemuda itu berkata dengan entengnya.

'Ibu?' Batin Ino kesal.

"Ah, ini Nee-chan." Bela Tsuyoshi.

"Usiaku 15 tahun." Tambah Ino.

"Benarkah? Kau seusia denganku." Ucap pemuda itu.

Dari sudut mana pemuda itu menganggap Ino sebagai seorang Ibu? Apakah wajah Ino jauh terlihat lebih tua dari usianya? Entahlah.

Pemuda itu terkekeh geli, "Maaf. Kau terlihat lelah menjalani hidup."

Lagi-lagi pemuda itu membuat Ino sweatdrop dengan kata-katanya. Ino hanya membalas dengan senyuman paksa di wajahnya.

Kemudian mereka berfoto di tengah indahnya bunga sakura.

Tapi jika dipikirkan memang benar. Ino memang sedikit lelah.

.

.

.

.

.

"Nee-chan. Kita akan makan malam dengan apa?" Tanya Kenta, adik kedua Ino.

"Tumis sayur favoritmu." Jawab Ino sambil terus memotong sayuran.

"Sesekali kita harus makan daging." Ucap Kenta sambil meminum susunya.

"Aku tidak ikut makan malam. Aku ingin pergi ke rumah teman." Ujar Madoka, adik pertama Ino.

"Tunggu! Madoka!" Ino berteriak sambil berlari mengejar Madoka.

"Aku pergi." Madoka berlari meninggalkan rumah.

'Huh! Seharusnya kau membantuku!' Batin Ino kesal karena perbuatan adiknya.

Saat ini Ino tengah sibuk berkutat di dapur untuk mempersiapkan makan malam. Seharusnya Madoka sebagai adik paling besar bisa membantunya di dapur. Namun Madoka sering pergi dan jarang membantu Ino membuatnya kesal.

Keluarga Yamanaka terdiri dari tujuh orang. Ayah, Ino, tiga adik perempuan, serta dua adik laki-laki.

Ibu Ino meninggal setelah melahirkan adik perempuannya yang terakhir. Sejak itu Ino sebagai anak tertua menggantikan peran Ibu dalam keluarga.

"Ino. Soal hari pertamamu masuk sekolah besok, Ayah ada pekerjaan." Yamanaka Inoichi, Ayah Ino angkat bicara.

Ayah Ino adalah seorang kepala perusahaan di bidang rekonstruksi bangunan dengan jumlah pegawai tiga orang. Yah, perusahaan yang sangat kecil, 'kan?

"Ah, ya. Aku paham. Tidak masalah aku pergi sendiri. Tapi tidak apa 'kan aku ke SMA Horikoshi. Biayanya–" Kalimat Ino dipotong.

"Hn? Yah, bisa dicari." Ujar Ayah Ino tersenyum.

Sebenarnya kondisi perusahaan Ayah Ino sekarang sedang memprihatinkan. Ino juga merasa tidak enak hati dengan permintaannya yang besar.

Ayah Ino memasukkan Ino ke sekolah swasta yang terkenal elit dan mahal di daerah Nakano, Tokyo. Menuruti keinginannya untuk belajar di sekolah ibunya dulu.

Karena itu, meskipun lelah, ia harus mengurus rumah dengan baik.

.

.

.

.

.

-Upacara Penerimaan Murid Baru-

Hari ini adalah hari yang membahagiakan bagi gadis cantik bermarga Yamanaka. Senyum manis tak pernah hilang dari wajahnya. Impiannya untuk menuntut ilmu di sekolah ibunya akhirnya terwujud.

Setelah sampai di sekolah ia langsung melangkahkan kakinya ke aula dimana upacara penerimaan murid baru akan dilaksanakan.

Mata aquamarinenya berkeliling menatap semua murid baru disana dengan penuh pesona.

Semua orang disana berpenampilan mewah dengan segala perlengkapan yang dikenakan di tubuh masing-masing.

Berbeda dengan Ino yang hanya berpenampilan seadanya dengan mengenakan seragam sekolahnya. Tatanan rambutnya juga sangat sederhana, di ikatnya sedikit kemudian menyisakan yang lain tetap tergerai panjang.

'Semua kelihatan seperti nona dan tuan muda.' Batin Ino minder.

"Wakil murid baru Uchiha Itachi." Seorang wanita yang merangkap sebagai guru memanggil pemuda bernama Itachi.

"Putera bos Uchiha Construction?" Tanya seorang gadis di depan Ino.

"Benar. Ia terkenal sangat pintar." Ujar gadis lain.

Kemudian semua orang mulai berbicara tentang pemuda bernama Itachi tersebut.

'Uchiha Construction?! Aku tahu! Wah! Benar-benar tuan muda!' Dalam hati Ino.

Uchiha Itachi melenggang memasuki aula karena merasa namanya di panggil.

Semua orang menatap ke arah pemuda berambut panjang itu.

Seolah ada magnet dalam diri Itachi yang mampu menarik seluruh perhatian murid-murid dengan pesonanya.

Yamanaka Ino ikut memperhatikan Itachi yang berjalan santai dengan tangan di masukkan ke dalam saku celananya.

Otak Ino mulai berpikir dan ia teringat sesuatu.

"Aaah?!" Ino berteriak keras sehingga mengalihkan semua perhatian murid-murid ke arahnya termasuk Uchiha Itachi.

Mata aquamarine Ino dan mata onyx Itachi bertemu. Keduanya saling menatap dengan tatapan terkejut.

'Bukankah ia orang yang di taman?!' Batin Ino sambil menutup mulutnya.

.

.

.

.

.

-Menjelang Musim Semi Tahun 2014-

Hampir setahun berlalu sejak pertama kali Itachi dan Ino bertemu. Sekarang mereka berada di sekolah yang sama.

"Telur, 88 Yen. Beli ini, lalu…" Ino menulis daftar belanjanya.

"Ya ampun, Ino! Meskipun di sekolah kau tetap mengurus belanjamu?" Tanya gadis berambut coklat, Ten-Ten.

"Aku tidak sempat jika harus melakukannya di rumah. Pagi hari sangat sibuk." Jawab Ino.

"Tapi kau sangat hebat. Menggantikan peran Ibu." Puji Ten-Ten.

"Benarkah?" Ino tersanjung.

Tiba-tiba Itachi datang menghampiri Ino dan menatapnya dari dekat.

"Selamat pagi, Itachi-kun." Ten-Ten beramah ria.

"A-Ada apa?" Ujar Ino risih karena ditatap seperti seorang pencuri.

"Diskon hand lotion tidak ditandai? Tanganmu kasar." Kata Itachi tiba-tiba membuat Ino bingung.

Pemuda Uchiha itu kemudian meninggalkan Ino yang masih terpaku kebingungan dengan kata-kata barusan.

Sebelum benar-benar pergi Itachi sedikit tersenyum kepada Ino.

"Menyebalkan!" Ucap Ino.

"Tapi tampan." Tambah Ten-Ten.

Benar. Memang benar. Itachi sangat tampan dan pintar. Tuan muda yang memiliki segalanya. Ia juga bisa melakukan apapun dengan baik.

Tapi senyum meremehkannya itu terkadang membuat Ino kesal.

.

.

.

.

.

'Hidupnya pasti enak. Beda sekali denganku.' Pikir Ino sambil menatap tangannya yang kasar.

Ini semua akibat pekerjaan rumah yang selalu ia lakukan setiap hari. Ia tidak sempat memperhatikan dirinya sendiri.

"Nee-chan, mulai besok libur?" Tanya Honoka.

"Ya. Libur musim semi." Jawab Ino santai.

Saat ini mereka sedang dalam perjalanan pulang setelah seharian menuntut ilmu.

"Kalau begitu kita bisa sering bermain." Ujar Honoka lugu.

Ino merasa bingung harus menjawab apa, "Hn? Bagaimana ya…"

Tiba-tiba ada sepasang wanita dewasa dan seorang anak SMA yang berjalan di depan Ino dan adiknya.

Ino agak terkejut karena melihat anak SMA itu mengenakan seragam yang sama seperti yang ia kenakan sekarang.

Mata Ino membelalak saat melihat anak SMA itu adalah seseorang yang sangat ia kenal.

'Hah?! Itachi-kun?!' Batin Ino kemudian menarik Honoka untuk bersembunyi di balik semak-semak untuk memperhatikan Itachi secara diam-diam.

"Nee-chan, kenapa?" Tanya Honoka.

"Ssstt!" Ino memberi isyarat untuk diam.

Begitu banyak pertanyaan yang memenuhi pikiran Ino sekarang ini misalkan, apakah Itachi tinggal disini? Tetapi wajar saja jika ia tinggal disini karena tahun lalu ia bertemu dengan Itachi di taman dekat daerah ini. Tapi yang Ino tahu, rumah mewah Itachi ada di Chofu.

"Maaf, Itachi. Berat?" Tanya wanita dewasa itu.

"Ah, tidak masalah. Apakah yang itu juga perlu kubawakan?" Tawar Itachi.

"Kau terlihat ceria sekali. Apakah karena menu makan malam hari ini adalah favoritmu?" Tanya wanita itu lagi.

"Bukankah kau juga ingin makan itu, Yukiko-chan?" Itachi tersenyum.

'Yukiko? Siapa dia? Apakah kakaknya? Yang aku tahu ia hanya punya adik laki-laki.' Tanya Ino dalam hati.

"Apakah kau bisa membuka kuncinya?" Tanya Itachi lembut.

'Ku-Kunci?! Kunci serep? Jangan-jangan mereka tinggal bersama!' Pikiran liar mulai memenuhi otak Ino.

"Nee-chan!" Honoka memanggil Ino dengan keras.

"Uwaa! Bodoh!" Terka Ino refleks atas perlakuan polos adiknya.

Mendengar ada suara, Itachi menengok untuk mencari tahu suara yang begitu dekat itu.

"Ada apa, Itachi? Liftnya sudah datang." Kata Yukiko.

"Aku ke depan sebentar." Itachi melangkahkan kakinya mendekat ke arah sumber suara.

"Anak itu adik yang kau bawa tahun lalu? Sudah besar." Itachi memergoki Ino yang bersembunyi dibalik semak-semak.

Tidak mendapat jawaban, Itachi kembali berbicara, "Ino, itu tadi–"

"Ah! Aku tidak melihat apa-apa." Ino memotong penjelasan Itachi.

"Kalau begitu aku tertolong." Ujar Itachi.

"Aku permisi. Maaf sudah mengganggu." Ino meninggalkan Itachi yang masih berdiri disana.

'Jadi benar itu rahasia. Dia berpacaran dengan siapa, tinggal dengan siapa, bukan urusanku. Apakah itu apartemen khusus anak orang kaya? Haha hebat!' Ino tersenyum miris dibuatnya. Entah mengapa hatinya terasa sakit saat melihat Itachi dengan wanita itu.

'Bukan urusanku.'

.

.

.

.

.

"Aku pulang." Ino mengucapkan salam begitu tiba di rumah.

"Ah, Nee-chan. Tadi Ayah menelepon. Kau diminta ke kantor. Ayah ingin bicara." Jelas Madoka.

"Eh?" Ino bingung.

Ino melangkahkan kakinya menyusuri koridor gelap yang menandakan semua orang sudah kembali pulang.

"Selamat malam." Sapa Ino saat tiba di ruangan sang Ayah.

"Oh, Ino!"

"Ayah sendiri? Semua sudah pulang?"

"Ya. Mereka kuminta berhenti."

"Eh?"

"Order dari grup Uchiha Construction tidak lagi masuk. Mereka bilang, akan memakai jasa lain yang lebih murah dari kita. Tak ada lagi pekerjaan besar."

"A-Apa maksudnya?!"

"Tanpa pekerjaan, pinjaman akan menumpuk. Bisa dibilang bangkrut."

Air mata mulai menggenang di mata aquamarine Ino. Ia memikirkan bagaimana nasibnya jika sang Ayah bangkrut.

"Tunggu. Ayah bilang Uchiha Construction? Kalau dapat order dari sana apakah semua akan baik-baik saja?"

"Hn? Ah, iya."

"Mungkin bisa diusahakan." Ino berlari meninggalkan ruangan Ayahnya.

"Oleh siapa? Oi! Ino!" Ayah Ino berteriak namun Ino tetap berlari.

Yamanaka Ino berlari menyusuri jalanan malam kota Tokyo menuju apartemen Itachi. Mungkin jika meminta tolong dengan pewaris Uchiha Construction itu semuanya akan kembali seperti semula.

"Kamar yang mana? Disini tidak ada nama Uchiha Itachi." Jari telunjuk Ino menyusuri loker di apartemen mewah tersebut.

"Ino?" Seseorang memanggil.

"Itachi-kun! Tolong aku!" Ino berlari menghampiri Itachi.

"Ha?" Itachi lantas dibuat bingung.

"Ayahku tidak lagi mendapat order dari perusahaan Ayahmu. Apa kau bisa membantu?" Pinta Ino.

"Tunggu. Coba ceritakan dengan tenang." Ujar Itachi.

"Tolong minta Direktur Uchiha Fugaku, aku ingin kau bicara pada Ayahmu. Kalau tidak, usaha Ayahku bisa bangkrut!" Ino mulai menjelaskan hampir menangis.

"Maaf, aku tidak bisa. Percuma saja." Tatapan Itachi mulai lemah.

"Aku tahu. Tapi setidaknya tolong sampaikan. Mungkin saja–"

"Jangan naif! Kau pikir bisa berhasil dengan bicara? Kalau bisa, ini tidak akan terjadi. Itu masalah Ayahmu sendiri. Jangan libatkan aku." Kata Itachi dingin.

"Kau tidak akan mengerti. Kau yang memiliki segalanya tidak akan mengerti perasaanku." Ino sedikit marah bercampur sedih.

"Apa kau ingin rahasiamu aku beberkan di sekolah?" Ancam Ino.

"Lakukan sesukamu." Itachi berjalan menjauh dari Ino.

.

.

.

.

.

"Kita harus bagaimana? Rumah ini akan dijual." Keluh Madoka.

Keluarga Yamanaka tengah berada di ruang keluarga untuk berunding tentang bagaimana kelanjutan hidup mereka setelah ini.

"Ino. Uang sekolahmu harus dibayar, 'kan? Tapi mungkin bisa menunggak." Ayah Ino bersuara.

"Tidak." Ujar Ino lirih.

"Jujur saja Ayah tidak sanggup menanggung biaya sekolahmu lagi." Ayah Ino menunduk.

"Jadi, aku harus berhenti?" Ino merasa sangat sedih bila ia harus menerima kenyataan ia tidak bisa menyelesaikan SMA sebagai pendidikan terakhirnya.

Ino merasa marah dengan perkataan Ayahnya barusan, "Aku tidak mau! Kenapa selalu aku? Urusan rumah juga begitu!"

"Kau anak tertua!" Ayah Ino naik pitam.

"Bukan keinginanku menjadi anak tertua! Aku tidak pernah minta diberi saudara! Kalau begini aku menyesal mempunyai saudara!" Ino berteriak kepada Ayahnya meluapkan emosi.

'Plak!'

Suara tamparan keras terdengar saat sang Ayah mendaratkan tangannya tepat ke pipi kiri Ino.

Semua adik-adik Ino merasa terkejut dengan perlakuan Ayahnya barusan.

"Ayah! Nee-chan, kau tidak apa-apa?" Ujar Madoka khawatir.

"Bibirmu berdarah." Tambah Kenta.

"Orang yang menyesal mempunyai saudara, tidak pantas dipanggil 'Nee-chan'." Ucap Ayah Ino tegas.

Yamanaka Ino berjalan lemah menuju pintu keluar rumah. Ia merasa sakit hati dengan perlakuan Ayahnya tadi. Ini pertama kalinya Ayah Ino melakukan sesuatu yang sangat keras.

"Nee-chan, kau mau kemana?" Tanya Madoka.

"Keluar." Jawab Ino singkat kemudian berjalan meninggalkan rumah.

"Bohong! Nee-chan!" Panggil Madoka.

"Biarkan saja. Lagipula ia tidak punya tempat tujuan lain." Kata Ayah Ino.

.

.

.

.

.

Yamanaka Ino berlari meninggalkan rumah dengan hatinya yang terluka. Yang Ino tahu Ayahnya adalah seorang Ayah yang lembut dan tidak pernah memarahi apalagi melakukan hal kasar kepada anak-anaknya. Rasa sakit di hatinya lebih mendominasi bila dibandingkan dengan pipinya yang lebam.

Sesampainya di taman, ia langsung merebahkan tubuhnya di rerumputan taman yang hijau.

Mata aquamarinenya mengeluarkan cairan bening yang terjatuh menyusuri pipinya.

Ia sangat suka merebahkan diri di taman seperti sekarang ini. Ditimbun oleh gugurnya bunga sakura dan menutupi seluruh tubuhnya. Dulu Ibunya sering memarahinya karena pakaiannya jadi kotor. Matanya menatap ke langit malam memandang bintang-bintang dan berharap Ibunya melihat dari atas sana.

"Kalau begini aku menyesal mempunyai saudara!"

Kalimat kasar yang ia lontarkan tadi masih terngiang di pikirannya.

'Kenapa aku bisa berkata sejahat itu?' Pikirnya.

Ino kembali menangisi kejadian yang terjadi di rumahnya tadi. Ia menyesal mengatakan kalimat yang tidak seharusnya di dengar oleh adik-adiknya.

Sekarang ia dapat memahami kenapa Ayahnya bisa memukulnya. Semua memang salahnya.

Rasanya seperti ingin terkubur dan lenyap saja di timbun bunga sakura.

Di sisi lain ini sangat menenangkan mendengar irama sakura yang gugur.

'Klik! Klik! Klik!'

Telinga Ino mendengar suara kamera di dekatnya. Ia langsung bangun dari posisi tidurnya dan mendapati Itachi tengah berkutat dengan kameranya.

"Aku kira mayat." Ujar Itachi santai.

"...kau suka sakura? Dulu juga kau memotretnya." Balas Ino.

"Hn? Ah.. Hei! Pipimu lebam, kenapa?" Tanya Itachi. Terdengar sedikit nada khawatir disana.

Ino menyentuh pipinya yang lebam, "Aku kabur dari rumah. Berusaha pun tidak ada untungnya. Aku menjadi sosok yang kasar. Aku juga berkata jahat." Ia memejamkan matanya.

Itachi yang melihat gadis itu terlihat lemah di hadapannya langsung membungkuk dan mengambil sesuatu dari tasnya.

"...apa?" Tanya Ino.

"Hand lotion. Aku selalu membawanya kemanapun ketika cuaca semakin dingin."

"Oh…"

"Bukan 'oh…' cepat ulurkan tanganmu."

Dengan ragu Ino akhirnya mengulurkan tangannya kemudian disentuh lembut oleh Itachi. Pemuda Uchiha itu mengoleskan hand lotion ke tangan Ino yang terlihat kasar.

"Dulu… Ibuku sering melakukan ini." Kata Ino.

"Begitukah?" Ujar Itachi.

"Ya…"

Tangan lembut Itachi yang mengoleskan hand lotion ke tangan Ino membawa kehangatan yang mengalir ke seluruh tubuhnya.

Entah mengapa Ino merasa sentuhan itu terasa sangat mirip dengan sentuhan mendiang Ibunya.

Air mata menggenang di pelupuk matanya dan bersiap untuk jatuh.

Tak bisa ditahan, cairan dari mata Ino jatuh dengan sempurna mengenai tangan Itachi.

Ia merasa teringat kembali dengan kenangan indahnya bersama sang Ibu.

"Uh.. M-Maaf.." Ino terisak.

Itachi yang tersentak dengan air mata yang mengenai tangannya langsung menatap Ino dan mendapati Ino tengah menangis.

Tatapan Itachi mulai melembut melihat gadis di hadapannya menangis. Ia merasa tidak tega melihat Ino menangis. Seolah Itachi dapat merasakannya.

Pemuda tampan itu menarik Ino ke dalam pelukannya. Karena Itachi pikir yang dibutuhkan oleh Ino adalah hal-hal semacam ini.

Ino terkejut dengan perlakuan Itachi kepadanya. Pelukan hangat Itachi membuat hatinya lebih tenang dari sebelumnya.

"I-Itachi-kun…" Ucapnya pelan.

Itachi semakin mempererat pelukannya dan semakin merengkuh Ino ke dalam kehangatannya.

Tangan Ino kemudian membalas pelukan Itachi dengan erat. Dapat ia rasakan hangatnya tubuh Itachi di tengah dinginnya malam. Wangi maskulin yang menyeruak dari tubuh Itachi dapat tercium dengan jelas olehnya.

Itachi mengangkat tangan kanannya dan membelai rambut blonde Ino lembut seraya berkata, "Ino, apakah kau punya tempat menginap?"

"Eh?" Ino melepas pelukannya dan sedikit mengangkat kepalanya untuk menatap Itachi.

Mata Itachi berubah menjadi sangat lembut dari sebelumnya. Ino belum pernah melihat kelembutan dan kesungguhan di mata Itachi seperti sekarang ini.

"Jika kau tidak punya, ikutlah denganku."

.

.

.

.

.

-To Be Continued-

©Imelda Yolanda (UIniichan)

A/N :

Ohayou minna-san! Konichiwa! Aku author newbie di ffn. Salam kenal! Ini memang ff pertama aku yang aku post di ffn tapi sebenarnya aku udah nulis ff sejak kelas dua SMP. Tapi ff sebelumnya cuma aku post di facebook doang :D Sekarang aku coba peruntungan di ffn :) Oya, ff ini terinspirasi dari salah satu manga karya Usami Maki. Semoga kalian menyukainya. Aku terima segala bentuk kritik dan saran. So review please! Arigatou!