Restart
(When She Call - Sequel)
Naruto Belong To Masashi Kishimoto
Chapter 1
Naruto kembali menegak habis minuman digelasnya, yang entah sudah keberapa kalinya diisi oleh bartender. Jasnya sudah tak terpakai sejak memasuki club, kemeja putihnya kusut dengan beberapa kancing terbuka, dasi merahnya entah sudah kemana. Ia sama sekali tak mempedulikan keadaannya, dan tak menginginkan siapapun untuk peduli untuk saat ini. Ia hanya ingin melepas penat sejenak, setelah mengalami hari yang berat.
Ia mengalihkan pandangan kesekelilingnya. Semua orang ditempat itu tampak sibuk menggerakkan tubuh mencoba mengikuti irama musik yang teramat keras. Naruto hampir tak bisa melihat apa-apa, dikarenakan gelapnya tempat itu. Hanya kelap kelip lampu berbentuk bola yang menjadi sumber cahaya samar-samar.
Sekilas ia melihat warna pink diantara segerombolan manusia dilantai dansa. Warna pink itu terasa familiar. Mengingatkannya pada sosok perempuan yang pernah mengisi kehidupannya. Ah, ia pasti sedang berhalusinasi saat ini. Mana mungkin perempuan itu berada disini, di Suna.
Ya, saat ini Naruto berada di Suna. Sejak 2 tahun yang lalu ia resmi menyandang status duda. Semua itu dikarenakan Hinata yang menuntut cerai darinya, tentu saja itu terjadi sejak malam petaka itu. Hinata melaporkan segala yang ia dengar ke keluarga besarnya dan tanpa basa basi, besoknya Naruto langsung menerima surat permintaan cerai dari Hinata, lengkap dengan pukulan dari Neji, saudara laki-laki Hinata, serta umpatan dari keluarga besar Hinata lainnya. Tak hanya itu, keluarganya sendiri juga sangat marah padanya, dan juga malu.
Ia sudah mengalami masa-masa sulit, perceraiannya dengan Hinata berpengaruh besar kepada perusahaannya. Karena hampir semua kolega diperusahaan itu memihak Hyuuga, sang pemilik saham terbesar setelah ayahnya sendiri. Dan keinginan Hiashi agar ia mau mempertahankan sahamnya diperusahaan itu adalah dengan mendepak Naruto dari Konoha. Jadilah kini ia dipindahkan dari Konoha, ke Suna. Bertukar posisi dengan pimpinan perusahaan cabang Suna, demi kelancaran perusahaan. Saat ini pimpinan perusahaan cabang Konoha adalah satu orang kepercayaan ayahnya, Kakashi Hatake.
Tapi tunggu dulu, Naruto mengingat sesuatu. Sakura.. dia memang berasal dari Suna. Hanya waktu kuliah dululah, ia memilih melanjutkan ke Konoha. Hingga keduanya bisa saling bertemu dan kenal. Jadi, tentu saja ada kemungkinan jika Sakura sekarang berada di tempat ini. Ini adalah kota kelahirannya.
Naruto kembali memandang lautan manusia dilantai dansa, dalam remang bisa ia lihat warna pink yang tak lain pastilah surai gadis itu. Ia bertaruh, selama ia hidup belum pernah ia melihat orang lain dengan warna rambut seperti itu. Tidak salah lagi.
Ia segera meninggalkan kursinya, berjalan cepat menuju lantai dansa, menembus kerumunan orang-orang hingga sampai ke tengah.
Sementara itu..
Sakura menggerakkan tubuhnya, dengan kepala yang terasa semakin berat. Tak lupa tangannya sibuk mengalung erat dileher seorang lelaki berambut merah dengan sebuah tato disisi kepalanya, menjadikan tubuh lelaki itu sebagai tumpuannya. Tangan lelaki itu berada dipinggangnya, matanya tak lepas dari sosok didepannya yang meliukkan diri sambil memejamkan mata. Tak tahan, dikecupnya sudut bibir sang wanita. Membuat sang wanita membuka matanya, tampak terganggu.
"Jangan mengangguku, Gaara"
"Sorry" Gaara terkekeh.
Tiba-tiba aktifitas mereka terhenti saat sebuah tangan kokoh menarik lengan Sakura hingga membuatnya terlepas dari tubuh Gaara. Sakura hampir saja meradang, siap untuk memaki siapapun yang sedang menghentikan kesenangannya. Namun, matanya melebar saat menyadari siapa sosok yang sudah menarik tangannya.
Lelaki itu, lelaki dengan surai pirang dan warna mata biru laut jernih. Siapa lagi kalau bukan, Naruto.
"Sakura?" Naruto berucap duluan.
Sakura membuang keterkejutannya dan seketika mengganti ekpresinya menjadi dingin.
"Siapa kau?"
Naruto terkejut mendengar pertanyaan itu. "Tentu saja ini aku, Naruto" Naruto memegang kedua sisi bahu Sakura.
"Aku tak mengenalmu" Sakura menepis tangan Naruto di bahunya.
"Tak mungkin, kita selalu bersama saat kuliah dulu"
"Kukira kau salah orang" Alis Sakura bertaut tanda tak suka.
"Tidak mungkin. Sakura, kenapa kau bertingkah tak mengenalku?" Naruto berteriak frustasi.
"Hey! Apa kau tak dengar, saat dia bilang dia tak mengenalmu" Kedua tangan Gaara tampak menarik kerah baju Naruto.
"Lepaskan, bajingan!" Naruto melepaskan tangan Gaara dengan kasar, lalu beralih melihat Sakura yang menatapnya dengan sinis.
"Oke, Sakura. Jika ini yang kau mau" Naruto menatap tajam perempuan itu kemudian berbalik meninggalkannya.
Membuat raut angkuh sang perempuan tadi memudar. Ia melihat punggung Naruto yang menghilang dibalik kerumunan orang.
"Sakura, apa benar kau tak mengenalnya?" Gaara bertanya kembali.
"Antar aku pulang, Gaara" Sakura tak menatap Gaara, melainkan masih memandang lurus ketempat dimana Naruto baru saja menghilang.
"Tapi, kita baru saja mu-"
"Aku mau pulang. Kau antar, atau aku pulang sendiri" Sakura memandang tajam lelaki disebelahnya, lalu kemudian melengos pergi meninggalkan Gaara.
"Hei, Sakura. Biar kuantar" Gaara dengan cepat berusaha menyusul Sakura.
.
.
Seminggu sejak pertemuannya dengan Naruto, Sakura tak bisa berhenti memikirkan pria itu. Segala emosi berkecamuk dihatinya. Lalu entah kenapa, dengan nekat ia memutuskan untuk mengajukan lamaran di perusahaan Namikaze yang berada di Suna.
Sakura tahu, perusahaan itu pastilah milik keluarga Naruto. Namun ia tak pernah merasa tertarik untuk bekerja disana, sampai kemarin ia bertemu dengan Naruto. Untuk apa ia berada di Suna, kalau bukan untuk memimpin perusahaan itu?
Dan kini tepat seminggu setelah Sakura memasukkan berkas lamaran kerja ke perusahaan itu, ia mendapatkan panggilan untuk interview. Hampir semalaman ia tak tidur. Ia tak menyangka akan mendapatkan panggilan interview, mengingat perlakuan terakhirnya pada lelaki itu. Sakura sendiri tak mengerti, kenapa sikapnya jadi begitu saat bertemu Naruto. Mungkin, karena ia menganggap Narutolah penyebab kekacauan dihidupnya.
Selama hampir dua tahun ini, Sakura sama sekali tak tahu kabar dari Naruto sejak malam itu. Segalanya berubah sejak malam itu. Ia berusaha menghilang dari Naruto, begitupun dengan Naruto. Mereka sama sekali tak berusaha untuk saling menemukan lagi. Sakura tak tahu apa yang terjadi pada pria itu, yang ada difikirannya hanyalah bagaimana menyelamatkan rumah tangganya saat itu.
Sakura menuruni tangga rumahnya, dan berjalan kedapur. Dilihatnya diruangan itu cuma ada sang ibu yang tampak sedang sibuk didepan keran air. Ia menghempaskan diri disebuah kursi dan mulai menyantap roti tawar mentega yang sudah disiapkan ibunya. Sekilas diliriknya jam dinding didapur, pukul delapan pas. Ayahnya pasti sudah dari tadi berangkat kerja. Menyadari keberadaan Sakura, sang ibu melirik anaknya.
"Kau sudah rapi sekali, mau kemana?" Mebuki menyudahi kegiatan menyuci sayurnya dan memilih mengambil tempat didepan kursi Sakura.
"Aku ada interview kerja hari ini"
"Benarkah? Kau bilang kau ingin istirahat dulu setelah kontrakmu di bank kemarin habis"
"Aku sudah istirahat sebulan, ibu. Lagipula aku ingin pindah ke apartemen sendiri saat aku sudah punya uang yang cukup. Menjadi pengangguran jelas hanya menghabiskan tabunganku" Sakura menghela napas.
"Kau bisa tetap tinggal disini sampai kapanpun, Sakura"
"Aku bukan anak-anak yang harus menyusahkan ibu lagi. Sudah cukupkan ibu menampungku selama hampir dua tahun ini" Sakura memandang sang ibu.
"Jangan bicara seperti itu. Dari kau bayi sampai setua apapun kau nanti, kau tetap anakku. Tak pernah menjadi masalah jika kau tinggal bersama kami" Mebuki memandang lembut anaknya.
"Terimakasih ibu, tapi ini saatnya aku menata kembali hidupku" Sakura mengulas senyum.
"Baiklah, ibu mengerti. Jadi kau akan melakukan interview dimana?" Mebuki mengambil sepotong roti dan mulai ikut memakannya.
"Namikaze Corp" Sakura menjawab singkat sembari menuntaskan potongan roti terakhirnya.
"Waah, bukankah itu perusahaan besar? Kudengar Suna adalah cabang kedua setelah Konoha ya?"
"Ya begitulah. Aku pergi dulu ya" Sakura bangkit dari kursi dan mengecup sekilas pipi sang ibu.
"Semoga berhasil sayang" Mata Mebuki mengikuti punggung Sakura yang sudah keluar menuju pintu.
.
.
Sakura menatap gedung tinggi didepannya, dengan nama Namikaze Corp. Ia melangkah masuk kedalam gedung itu, dan segera mencari pintu lift terdekat. Ia mengingat kembali isi pesan di emailnya yang menyebutkan ia harus kelantai 12. Ia masuk saat lift yang akan mengantarnya naik terbuka.
Kini ia sampai dilantai 12, dihadapannya telah ada sebuah lobby mewah dengan sofa-sofa besar berwarna hitam. Ia melirik kesebuah ruangan yang berada tepat disamping lobby.
"Permisi, saya Sakura Haruno. Saya diminta datang untuk interview lamaran kerja hari ini" Sakura berucap kepada perempuan yang tampaknya lebih tua dari Sakura dengan potongan rambut hitam pendek. Sepertinya perempuan ini adalah sekretaris siapapun yang berada dibalik pintu yang ada diruangan itu.
"Oh Nona Haruno, silahkan tunggu sebentar ya" Perempuan itu tersenyum ramah.
Sakura membalasnya dengan tersenyum tipis. Ia berjalan pelan untuk duduk disofa hitam yang tersedia diruangan lobby sebelahnya.
Tak sampai semenit, perempuan tadi muncul kembali didepan Sakura.
"Silahkan ikut denganku"
Sakura menurut dan berjalan dibelakang perempuan itu menuju kesebuah pintu. Setelah mengetuk, pintu tersebut dibuka dengan pelan. Sakura mengekor masuk kesebuah ruangan besar. Matanya langsung tertuju kesebuah meja utama dengan seseorang yang tampak sedang serius membaca sebuah dokumen.
"Permisi Tuan, saya mengantarkan yang melamar kerja"
"Ya, terimakasih Shizune. Kau bisa pergi" Sebuah baritone terdengar.
Perempuan bernama Shizune segera melangkah pergi keluar dari ruangan. Menyisakan Sakura yang masih berdiri membeku. Sakura melirik sebuah papan nama terbuat dari kaca yang terletak diatas meja. Naruto Uzumaki, Direktur. Dirasakan tenggorokannya kering, bingung mau melakukan apa dan berucap apa. Sedangkan Naruto tampak masih sibuk membaca dokumen didepannya.
"Silahkan duduk, Nona" Naruto berucap setelah menutup sebuah map.
DEG. Perasaan Sakura mencelos. Baru saja Naruto, memanggilnya nona? Apa Naruto sedang bercanda?
Sakura berjalan pelan dan memposisikan diri didepan Naruto. Kini ia bisa melihat dengan jelas wajah Naruto. Dia sudah hampir lupa kapan ia benar-benar melihat wajah itu terakhir kali? Jelas, dua minggu lalu di club tidak bisa dihitung. Karena faktor pencahayaan yang tak bisa diandalkan. Mungkin tiga tahun yang lalu ia melihat Naruto, saat pernikahannya dulu.
Wajah itu kini tampak begitu dewasa, dengan pesona yang tak bisa terbantahkan. Tubuhnya tampak tegap dan gagah dengan jas hitam yang ia gunakan. Namun rautnya kini, berbeda. Tak hangat seperti biasa.
"Kau bisa mulai dengan memperkenalkan dirimu" Naruto berucap tenang.
Jadi Naruto benar-benar menganggap serius ucapannya kemarin? Sakura membatin. Ia bertingkah seolah tak mengenal perempuan didepannya.
"Baiklah, terimakasih sebelumnya. Namaku, Sakura Haruno. Umurku 27 tahun. Salam kenal, Tuan" Sakura tersenyum samar.
"Ah, Haruno-san. Bagaimana dengan statusmu?"
Sakura hampir saja berjengit, mendengar kata 'Haruno-san' yang diucapkan Naruto. Namun ia berusaha menguasai diri.
"Statusku.. aku bercerai"
Sakura menangkap ekspresi terkejut Naruto sesaat. Namun dengan cepat pula ia mengganti ekspresinya menjadi datar kembali.
"Bisa ceritakan pengalaman berkerjamu?"
Sakura menghela nafasnya, benarkah ini? Ia merasa seperti main-main, sungguh menggelikan melihat Naruto bertingkah seformal ini sementara mereka sudah sangat mengenal dari dulu.
"Sepertinya anda bisa melihat itu semua dari berkas lamaranku, sudah kulampirkan lengkap" Sakura berusaha sekeras mungkin agar tak terdengar sinis, walau ia rasa itu hampir tak mungkin mengingat betapa tidak sukanya ia dengan situasinya sekarang.
"Kau lupa, ini adalah interview. Aku butuh melihat kemampuan komunikasimu. Agar aku tahu apakah kau bisa bekerja sama dengan rekanmu nanti" Naruto menaikkan sebelah alisnya.
Sakura menarik nafas, mencoba menyabarkan dirinya.
"Baiklah, aku seorang sarjana. Saat tamat kuliah, aku melamar disebuah bank swasta di Konoha dan bekerja selama dua tahun, lalu berhenti. Setelah itu aku pindah ke Suna dan juga berkerja disebuah bank swasta selama setahun dan aku baru saja habis kontrak di bank tersebut"
"Kau berhenti saat berkerja di bank pertama? Apa kau dipecat?" Naruto bertanya serius.
Sejenak Sakura tediam menatap sosok didepannya.
"Tidak. Aku mengundurkan diri, suamiku saat itu tidak ingin aku bekerja" Sakura menjawab dingin.
"Aa, jadi begitu. Ya setidaknya kau sudah memiliki pengalaman cukup banyak"
Sakura hanya tersenyum seadanya untuk menanggapinya.
"Lalu, kenapa kau melamar kerja disini?" Naruto kembali bertanya serius.
Sakura tahu, ini adalah pertanyaan dimana perusahaan yang dilamar ingin mengetahui sudut pandang pelamar tentang perusahaan itu. Ia sudah cukup berpengalaman dalam hal ini.
"Aku merasa perusahaan Namikaze adalah perusahaan besar, dimana disini aku bisa kembali menerapkan disiplin ilmuku untuk membantu perusahaan ini"
Naruto mendengarnya masih dengan wajah datar. "Apa yang kau harapkan dari bekerja disini?" Ia kembali bertanya.
"Aku mengharapkan mendapatkan gaji yang setimpal dengan pendidikanku. Dan bisa mendapatkan posisi yang sesuai dengan kemampuanku"
Naruto memandang lekat sosok didepannya.
"Baiklah, kurasa cukup untuk hari ini. Kau bisa pulang, Haruno-san"
"Kau bisa memanggilku, Sakura" Sakura berucap.
"Ternyata kau cepat mengakrabkan diri dengan orang yang baru kau kenal ya" Nada Naruto terdengar sinis.
Sakura merasa tercekat saat mendengarnya. Entah apa yang ada difikirannya, sampai ia berani melamar diperusahaan ini. Sekarang sedikit banyak ia menyesal karena harus berhadapan dengan Naruto yang seperti ini.
Namun setelah dipikir-pikir, dialah yang telah memulai permainan ini sejak malam diclub. Dan Naruto hanyalah menyambut permainannya. Apa kini ia harus kalah? Ah Tentu saja tidak.
"Ya begitulah, Tuan Uzumaki" Sakura menanggapi singkat ucapan Naruto.
Dahi Naruto berkerut tak suka mendengar ucapan Sakura. "Shizune akan mengirimkan kabar jika kau diterima atau tidak"
Sakura hanya mengangguk mendengarnya.
"Shizune, antar dia keluar" Naruto berbicara di telepon dimejanya.
Beberapa detik Sakura dan Naruto hanya saling bertatapan, dengan saling memasang wajah datar. Sibuk menyembunyikan perasaan yang bergejolak di hati masing-masing. Hingga terdengar ketukan dipintu, Shizune pun masuk.
"Mari Nona Haruno, saya antar keluar"
Sakura berdiri dari kursinya, membungkuk hormat kepada Naruto. "Saya permisi, Tuan-Uzumaki" Sakura sengaja menekan dua kata terakhir di kalimatnya.
"Hn" Naruto tak memandang lagi kewanita didepannya, dan mengalihkan atensinya ke sebuah map dan mulai membaca dokumen didalam map tersebut. Sampai didengarnya pintu ruangannya tertutup, ia kembali mendongak.
Sakura, apa sebenarnya maumu?
Tbc
Review Please
Thank You
Aaa sepertinya bakalan jadi multichapter. Segala review diterima. Yang punya saran dan ide juga silahkan. Semoga author bisa menuntaskan fic ini – Saski Chan
