Apa impian pernikahan mu? Suasana yang khidmat, pesta yang meriah, gaun pengantin yang indah, dihadiri banyak tamu undangan yang berbahagia untuk pernikahan kami, dan kedua mempelai yang saling mencintai. Namun kini ia tahu, semuanya hanya tinggal mimpi. Pernikahannya tak mungkin berjalan seperti apa yang ia impikan.
.
.
Uchihamelia Presents a Story
"Early Marriage"
Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto
Sasuke(X)Sakura
I didn't receive any profits in writing this fanfiction
.
.
Chapter 1
.
Semua yang ada diruangan ini tampak memasang raut wajah serius. Gadis berhelaian rambut merah muda itu menarik napas berat beberapa kali, "M-maaf, bisakah aku berbicara empat mata dengan Sasuke?" ujarnya pelan. Kepalanya menunduk ke bawah, memandangi jemari tangannya yang ia mainkan diatas pahanya sendiri. Gadis itu duduk ditengah kedua orangtuanya, yang menduduki kursi disamping kiri dan kanannya.
"Tentu. Pasti ada banyak hal yang ingin kalian berdua bicarakan, kan?" jawab Uchiha Mikoto, seorang wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik di usianya yang tak lagi muda itu. Suaranya terdengar lembut menyapa indera pendengaran semua orang yang ada di ruangan ini. Wanita itu juga tersenyum ramah memandang gadis merah muda yang duduk di hadapannya dengan kepalanya yang masih tertunduk kebawah. "Pergilah, Sasuke. Bicarakan hal-hal yang ingin kalian berdua bahas," sahut seorang lelaki paruh baya dengan intonasi suara yang tegas. Wajah lelaki itu juga tak kalah tegas dengan suaranya. Dia adalah Uchiha Fugaku, kepala keluarga Uchiha, ayahnya Sasuke.
Sasuke— lelaki yang memiliki manik mata onyx itu bangkit dari duduknya dan mulai melangkahkan kakinya keluar dari ruangan ini. Gadis berambut merah muda itu tahu, ia bisa melihatnya dari sudut ujung mata meskipun kepalanya masih tertunduk kebawah. Setelah mengambil napas panjang, gadis itu juga bangun dari duduknya dan mulai menyusul langkah kaki seorang lelaki bernama Uchiha Sasuke, yang sudah terlebih dahulu keluar dari ruangan ini.
"Kita bicara di kamarku saja," ujar gadis itu, kemudian ia berbelok ke sebelah kiri dan Sasuke mengikutinya dari belakang. Tak lama setelah keduanya berbelok, ada sebuah pintu disana. Gadis itu meraih knop pintu dan membukanya. Kini keduanya sudah ada didalam ruangan ini, yang merupakan kamar tidur milik gadis berhelai merah muda tersebut, nama gadis itu adalah Haruno Sakura, si gadis pemilik iris mata emerald yang indah.
.
.
"Aku merasa mereka masih terlalu muda untuk menikah," kata seorang wanita berambut pendek warna kuning kecokelatan itu, ia adalah ibu dari Haruno Sakura, namanya Haruno Mebuki. Wanita itu menghela napasnya dengan keras, tampak kekhawatiran terlihat jelas mendominasi mimik wajahnya.
Uchiha Mikoto, wanita cantik, ibunda dari Uchiha Sasuke itu melirik sang suami yang duduk tepat di sampingnya. Yang di tatap hanya tetap menampilkan raut wajah datar seperti biasanya. Kemudian Fugaku menarik napasnya dalam, "Tidak. Mereka akan tetap menikah saat Sakura berulang tahun yang ke tujuh belas," ucapannya terdengar tegas dan mutlak, tanpa ingin menerima perkataan bantahan.
Mebuki menolehkan kepalanya menatap Haruno Kizashi, suaminya yang juga merupakan ayah dari putri semata wayangnya. Pancaran matanya memperlihatkan jika ia memerlukan jawaban dari sang suami atas keresahan diri yang dirasa. Seakan mengerti dengan kerisauan istrinya, Kizashi menganggukkan kepalanya, "Hmm.. Bagaimana kalau pernikahannya, kita tunda saja sampai Sakura lulus dari Tokyo Academy School?" Ia memberikan argumennya, berharap keluarga Uchiha itu setuju dan mau menerima saran yang di berikan olehnya.
Dengan segera Fugaku menggelengkan kepalanya, tampaknya kepala keluarga Uchiha itu tidak menyetujui saran yang diberikan oleh Kizashi, "Kita tak bisa menundanya lagi. Kondisi Uchiha Madara sudah semakin kritis," ucapannya terdengar sedikit melembut, ada nada kesedihan terselip disana.
Kizashi dan Mebuki saling berpandangan, mereka juga menyadari hal itu. Tapi, tetap saja. Anak gadisnya dirasa masih terlalu dini untuk menikah. Ditambah putri satu-satunya itu belum lulus dari pendidikan sekolah menengah atasnya. Perasaan dilema menghinggapi Mebuki, wanita itu menghela napasnya pelan, "Kalau begitu, kita serahkan saja keputusan menikah ini pada anak-anak," ujarnya terdengar putus asa.
Mata onyx Mikoto sedikit redup, ia tampak resah dalam duduknya, "Bagaimana kalau mereka— menolak pernikahan perjodohan ini?" tanyanya khawatir, ia takut jika hal itu benar terjadi. "Kita akan memaksanya. Mereka tak bisa membantah!" sahut Fugaku cepat, tegas dan lugas. Dadanya sedikit berdebar lebih kencang. Walau bagaimanapun, pernikahan itu harus terjadi. Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, pernikahan itu tetap harus terlaksana. Kedengarannya egois? Memang begitulah Uchiha. Setiap perintahnya adalah mutlak yang wajib diikuti, mereka tidak menerima penolakan apapun.
Hawa tegang semakin menyelimuti suasana di ruangan ini. Mebuki menolehkan kepalanya, dan disaat bersamaan Kizashi juga menoleh padanya. Pasangan paruh baya itu tampak sedikit frustasi, mereka saling berbicara melalui mata. Mata yang saling menatap untuk menyampaikan pesan tersirat. "Kami hanya akan menyetujui pernikahan ini, jika Sakura dan Sasuke juga setuju untuk menikah." Suara Kizashi terdengar serius menyapa indera pendengaran semua yang ada dalam ruangan ini.
.
.
Ruang kamar tidur ini tertutup. Tak ada celah untuk semilir angin bertiup masuk. Tapi suhu ruangannya terasa dingin. Seolah membuat beku populasi yang ada di dalamnya. Gadis merah muda itu duduk di pinggir ranjang, kepalanya tertunduk. Ia merasa segan untuk menatap lawan bicaranya. Sedang pemuda Uchiha itu duduk dengan pongah di sofa dekat ranjang tidur sang gadis, matanya menatap tajam gadis merah muda yang tengah menundukkan kepalanya itu.
Masih hening. Belum ada yang memulai pembicaraan. Gadis bermata emerald itu menarik napasnya dalam, mencoba mengumpulkan nyali untuk memulai eksposisinya. Perlahan kepalanya terangkat, mendongak menatap lelaki yang akan menjadi lawan bicaranya ini. "Aku— ingin mengajukan syarat untuk pernikahan ini," ujarnya dengan suara yang tertahan.
Lelaki berambut raven itu menganggukkan kepalanya, "Katakan!" sahutnya dengan nada datar. Gadis itu— Sakura, kembali menghirup oksigen dalam-dalam, "A-aku bersedia menikah denganmu, menerima p-pernikahan perjodohan ini, dengan tiga syarat yang ku ajukan—" jeda sebentar, karena gadis itu menghentikan sementara ucapannya, "Syarat yang pertama— selama aku masih menjadi siswi di Tokyo Academy School, pernikahan ini harus di rahasiakan. K-kau dan juga seluruh keluarga kita dilarang untuk mempublikasikannya pada khalayak umum." lanjutnya kemudian.
"Aku tidak keberatan," jawab Sasuke cepat, karena lelaki itu juga menginginkan hal yang sama. Ia tak ingin kabar pernikahannnya nanti tersebar pada mereka yang tidak berkepentingan. Seulas senyum tipis tampak menghiasi bibir gadis berhelai merah muda ttersebut, ia merasa senang karena syarat pertama yang di ajukannya, diterima dengan baik oleh calon suaminya itu. "Syarat kedua— Kau t-tidak boleh mempunyai ikatan special dengan seseorang." Dadanya berdebar-debar, ia takut lelaki Uchiha itu tidak mau menerima syarat kedua darinya. Namun hatinya mencelos lega, kala ia melihat pemuda bermata oniks itu menganggukkan kepalanya. Itu artinya, Sasuke menyetujui syarat keduanya.
Tinggal satu syarat lagi, dan sekarang ia kembali gelisah. Syarat ketiganya mungkin sedikit tidak masuk akal. Tapi ia menginginkan ini. Karena— ini adalah sesuatu yang penting baginya, "Dan syarat ketiga— selama aku masih berstatus sebagai siswi di Tokyo Academy School, kau… ja-jangan menyentuh atau m-menyetubuhi ku," Ia menggigit bibir bawahnya, ada perasaan cemas yang menjalar di dadanya.
Sasuke mengangkat satu alisnya ke atas, menatap tak percaya gadis di hadapannya. Gadis itu terlihat polos, manis, dan juga lugu. Tapi ternyata gadis itu tak sepolos dugaannya. Sama sekali tak terprediksi olehnya, ia akan mengajukan syarat semacam itu kepadanya. Bagaimana bisa gadis itu mengajukan syarat seperti itu padanya? Dirinya adalah laki-laki normal dan dewasa. Dan setelah menikah nanti, keduanya pasti tinggal dalam satu rumah yang sama. Bagaimana bisa ia menyetujui syarat ketiga yang di ajukan gadis itu? Apa ia bisa menahan hasrat kelelakiannya jika mereka tinggal dalam satu atap yang sama? Dan lagi, ini akan sangat merugikan dirinya sebagai seorang lelaki, "Kau serius?" kata itu meluncur dari bibir lelaki Uchiha tersebut, ia terlalu bingung harus berucap apa.
Sakura hanya menganggukkan kepalanya, jantungnya semakin melonjak-lonjak abnormal, dan ia merasa badannya benar-benar kedinginan sekarang. Sasuke bangkit dari duduknya, lalu berjalan perlahan menghampiri Sakura yang masih terduduk gelisah di tepi ranjang. Otak genius milik lelaki berambut raven itu mencoba untuk memahami pemikiran gadis beriris emerald tersebut. Lantas pemuda berwajah tampan itu duduk disamping sang gadis. Dari sini, ia bisa melihat tubuh gadis itu yang sedikit bergetar. Ia mengerti, mengapa gadis itu mengajukan syarat aneh tersebut kepadanya.
Sakura baru akan berumur 17 tahun dua minggu lagi, ia masih seorang murid di sekolah menengah atas. Sedangkan dirinya sekarang telah berumur 25 tahun. Seorang pengusaha muda, pemilik perusahaan provider terkemuka. Selisih usia mereka terpaut 8 tahun. Bukan jarak yang cukup jauh sebenarnya. Malah, itu adalah perbedaan umur yang cukup pas untuk pasangan yang menjalin sebuah ikatan. Tapi untuk seorang murid sekolah, itu tetap jarak yang lumayan. Ditambah ikatan yang keduanya akan jalani nanti bukanlah ikatan biasa. Melainkan akan membentuk suatu ikatan berkomitmen, yaitu pernikahan. Lebih tepatnya, itu adalah pernikahan perjodohan. "Hn, Sejujurnya aku keberatan. Sebagai seorang lelaki normal itu jelas merugikan, karena berarti aku takkan mendapat apapun. Tapi aku mengerti—" Sasuke kembali berdiri, membiarkan perkataannya masih mengambang.
Gadis itu mendongakkan kepalanya, memandang Sasuke yang menjulang tinggi berdiri di hadapannya— membelakanginya. Ambigu. Gadis itu masih belum mendapatkan jawaban setuju atas syarat ketiga yang di ajukannya, perkataan Sasuke tersebut bermakna ganda, ia bingung. "Jadi?" sahutnya pelan, nyaris tak terdengar.
Sasuke membalikkan badannya, balas memandang gadis yang tengah menatapnya, "Baik. Aku menerima semua persyaratan mu," ucapan itu menenangkannya. Membuat tangan gadis itu secara otomatis tergerak mengelus dadanya sendiri, ia benar-benar merasa lega. "Dan sekarang, giliranku yang akan mengajukan dua syarat padamu." Suara Sasuke kembali mengudara, menyambangi indera pendengaran milik Sakura.
Sakura mengangukkan kepalanya, pertanda bahwa ia setuju jika Sasuke juga ingin memberikan syarat untuk pernikahan mereka ini. "Syarat pertama— tidak ada perselingkuhan. Kita tak tahu sampai berapa lama kita akan bertahan dalam pernikahan ini nanti, tapi selama kita masih menikah, kau dilarang mempunyai hubungan dengan siapapun dalam bentuk apapun. Serupa dengan syarat kedua yang kau ajukan." Iris emerald Sakura membulat mendengarnya. Sasuke benar-benar tegas mengucapkannya. Dan itu membuatnya merinding. Tapi kemudian ia menganggukkan kepalanya, walau ragu.
"Syarat kedua— Aku, akan melanggar seluruh persyaratan darimu, jika kau melanggar satu syarat yang ku ajukan tersebut." Ini terdengar lebih mengerikan lagi. Dengan payah Sakura menelan salivanya. Ia mengerti. Itu artinya, syarat pertama yang di ajukan Sasuke adalah mutlak. Ia harus benar-benar mematuhi syarat tersebut, tidak boleh melanggarnya.
Kini wajah gadis berhelaian merah muda itu terlihat pucat, dan Sasuke bisa melihat perubahan ekspresi tersebut dengan jelas. Lelaki Uchiha itu menyadarinya. Pasti ada sesuatu yang di sembunyikan, hingga membuat mimik muka gadis itu berubah, "Kau menyembunyikan sesuatu dariku, Eh?" ujarnya menyelidik.
Menahan degupan jantungnya agar berdetak normal, membuat muka gadis itu memerah bak sebuah tomat. Itu adalah efek karena sirkulasi darahnya yang terganggu. Sasuke kembali mendudukkan dirinya disamping Sakura, lalu menaruh tangannya di pundak gadis itu. Dan memutar tubuh gadis itu agar mengahadap padanya. "Katakan dengan jujur, apa yang kau sembunyikan? Atau aku—" ucapannya terhenti, karena gadis itu segera menggelengkan kepalanya, "A-aku mempunyai pacar," tukas gadis itu dengan suara yang bergetar.
Tatapan mata obsidian hitam sekelam malam milik lelaki itu menajam, tentu saja ia kesal mendengarnya. Lagi-lagi dugaannya benar, gadis itu tak sepolos yang terlihat. "Putuskan dia! Sebelum kita resmi menikah. Mengerti?" Lantas lelaki itu bangkit dari duduknya, dan berjalan menuju pintu keluar. Sebelum ia memutar knop pintu, ia kembali menolehkan kepalanya memandang gadis merah muda tersebut, "Harap kau ingat dan camkan dengan baik, syarat pertama yang ku ajukan, Sakura." Setelah itu ia berlalu pergi, keluar melenggang dari kamar sang gadis yang masih tampak ketakutan.
.
.
Sasuke kembali menuju ruang tamu, tempat dimana orangtuanya dan orangtua Sakura berdiskusi— membahas rencana pernikahan perjodohan mereka. Seperti melihat kilau cahaya dalam kegelapan, Mikoto langsung tersenyum begitu melihat putranya berjalan kesini. Dan tampak ada Sakura yang berdiri di belakang Sasuke. Ternyata diam-diam Sakura juga mengikuti Sasuke keluar dari kamarnya, untuk ikut kembali berdiskusi bersama orangtua mereka disini.
"Kalian sudah mencapai kesepakatan?" tanya Fugaku, fokus pada inti, tanpa basa-basi. Mendengar kata 'kalian' lelaki Uchiha segera membalikkan badannya, ada Sakura disitu. Berdiri tepat di belakangnya. Ia tidak menyadarinya, karena Sakura berjalan dengan langkah kaki yang sangat pelan.
Mundur tiga langkah, sekarang Sasuke sudah berdiri sejajar dengan Sakura. Lalu tangan kekar miliknya meraih tangan mungil milik si gadis merah muda. Menggenggamnya, dan mengajaknya berjalan bersama untuk duduk di hadapan orangtua mereka. "Hn. Kita sudah sepakat, dan telah membuat keputusan," kata Sasuke, kemudian ia memiringkan kepalanya untuk menatap Sakura.
"Jadi, apa keputusan kalian?" Kini suara Kizashi yang menguar, membaur masuk menggetarkan gendang telinga. Sakura juga menolehkan kepalanya, balas menatap pemuda bermata oniks yang tengah memandangnya. Terlihat lelaki tampan itu menganggukkan kepala, memberi isyarat agar Sakura yang berbicara, menjelaskan semuanya. "Aku telah membuat keputusan. M-maksudku, k-kami sudah— setuju untuk menikah. Dengan persyaratan yang masing-masing kami ajukan."
Fugaku, Mikoto, Kizashi, dan Mebuki sangat lega mendengarnya. Keempat orang paruh baya itu terlihat menghela napas lega. "… Apa, kami boleh tahu tentang persyaratan yang kalian buat?" Kali ini Mebuki yang bersuara, mengungkapkan tentang rasa penasarannya.
Setelah menggelengkan kepala pelan, Sasuke segera berkata, "Itu persyaratan pribadi kami, dan aku rasa kalian tak perlu mengetahuinya. Tapi, ada satu syarat yang harus kalian tahu, dan tentunya harus kalian semua jalani—" Ia menarik napasnya, memberikan sedikit jeda atas ucapannya, "— rahasiakan pernikahan ini dari orang-orang yang tidak berkepentingan. Terutama dari lingkungan sekolahnya Sakura. Karena, itu merupakan salah satu syarat yang di ajukan Sakura."
Semua, kecuali Fugaku segera menganggukkan kepala— mereka setuju, karena mereka mengerti Sakura masih akan tetap bersekolah setelah keduanya menikah nanti. Tapi tak lama, Fugaku juga menganggukkan kepalanya. Rasanya wajar, Sakura meminta pernikahannya nanti di rahasiakan dari publik. Gadis itu masih akan tetap berstatus sebagai siswi di Tokyo Academy School, setelah mereka menjalankan pernikahan. Dan tak mungkin seorang siswi yang masih aktif bersekolah— menikah. Jadi, itu adalah persyaratan yang masuk akal.
Manik obsidian hitam Fugaku menatap begantian Sasuke dan Sakura yang duduk canggung di hadapannya, "Persiapkan diri kalian baik-baik. Pernikahan kalian akan di laksanakan dua minggu lagi, tepatnya dihari ulang tahun Sakura."
Seketika, iris hijau zamrud di mata Sakura membulat. Pernikahannya dua minggu lagi? Mereka akan menikah tepat dihari dirinya berulang tahun? Secepat itukah? Dengan susah payah ia meneguk salivanya sendiri, "T-tak bisakah pernikahannya di undur menjadi satu— atau dua bulan lagi?" lirihnya pelan. Ia berharap permintaannya itu akan terwujud.
Namun melihat gelengan kepala Fugaku, ia sudah tahu apa jawabannya. TIDAK. Dan ternyata itu benar, "Tidak bisa, kaliah harus mengerti. Kondisi kesehatan Uchiha Madara sudah semakin kritis." Suara tegas nan khas milik Fugaku kembali membelenggu seisi ruangan.
Gadis itu sudah tahu. Takdir serasa ada di depan mata. Nasibnya sudah di tentukan. Dan tak ada yang bisa ia lakukan, kecuali menerima semua ini. Menerima semua rencana pernikahan perjodohan dirinya bersama Sasuke. Menerima segalanya tanpa bisa menolak. Hanya menerima.
.
.
Perjodohan? Mungkin terdengar kuno. Begitu pula dengan gadis itu— Haruno Sakura. Awalnya, ia sangat menentang dan tidak terima di jodohkan seperti ini oleh kedua orangtuanya. Siapa juga yang mau di jodohkan, di zaman yang sudah serba canggih dan modern seperti sekarang? Mungkin hampir 90% akan menolak. Ia juga begitu.
Ayahnya menjelaskan, perjodohannya ini sudah terencana sejak dirinya belum di lahirkan ke dunia. Seperti mengada-ada? Kedengarannya seperti itu, tapi memang beginilah faktanya. Uchiha Madara yang merupakan ketua keluarga Uchiha, juga kakek dari Uchiha Sasuke, calon suaminya, membuat sebuah wasiat bersama Haruno yang adalah kakeknya Sakura. Dulunya Madara dan Haruno adalah sahabat yang sangat dekat, ikatan yang terjalin di antara keduanya sangat dalam. Saat kedua sahabat itu beranjak dewasa lalu menikah, mereka membuat sebuah perjanjian. Untuk membuat generasi mereka tetap menjalin ikatan yang dalam, keduanya sepakat untuk menjodohkan anak-anak mereka.
Tapi takdir berkata lain. Madara di karuniai satu orang anak lelaki, yang kemudian ia beri nama Uchiha Fugaku. Begitupun dengan Haruno yang hanya memiliki seorang putra, lalu anak lelakinya itu diberi nama Haruno Kizashi. Kedua sahabat itu sangat sedih, karena mereka sama-sama mempunyai satu orang anak lelaki. Itu artinya, konvensi yang mereka buat tidak bisa terlaksana. Namun secercah harapan datang, saat mereka menyaksikan anak lelaki mereka tumbuh dewasa. Ide itu kembali terlintas, kini keduanya sepakat akan menjodohkan generasi selanjutnya, yakni generasi keturunan Fugaku dan Kizashi. Mereka berdua setuju akan menjodohkan anak dari Fugaku dan Kizashi, saat anak-anak mereka nanti telah berusia tujuh belas tahun. Itulah wasiat yang dibuat Madara bersama Haruno ketika masih hidup.
Dan beginilah keadaannya sekarang. Ialah generasi keturunan dari Haruno Kizashi itu, yang mau tak mau harus menikah dengan generasi keturunan Uchiha Fugaku. Meskipun Ia mendengar cerita, dan penjelasan tentang masa lalu kakeknya, tetap saja awalnya Sakura menolak. Ia masih muda, bahkan belum genap berumur tujuh belas tahun. Dan ia tidak ingin menikah dengan lelaki yang tidak di cintainya.
Namun keadaaan membuat gadis itu menyetujui hal ini. Perusahaan milik keluarganya perlahan hampir bangkrut, sebagian harta milik keluarganya juga sudah disita bank. Orangtuanya tampak bersedih karena hal tersebut. Dan ia tak ingin melihat orangtuanya bersedih. Ia ingin membantu perekonomian keluarga yang kian hari makin terpuruk itu.
Siapa yang tak tahu dan tak kenal dengan Uchiha Group? Uchiha Group adalah sebuah perusahaan raksasa, yang menaungi dan melabeli perusahaan-perusahaan yang di kelola para Uchiha secara turun-temurun. Perusahaan mereka bergerak di berbagai bidang. Dan tentu, kekayaan mereka juga sangat melimpah.
Maka saat sang ayah berkata padanya, kalau Fugaku akan memberikan pinjaman modal besar untuk menyelamatkan perusahaan milik keluarga Haruno, dengan syarat anak mereka harus segera menikah. Sesuai dengan wasiat yang sudah dibuat oleh Madara bersama Haruno, gadis itu menyetujuinya. Ia hanya ingin membantu keluarganya dari keterpurukan ekonomi. Walau ia tahu, nantinya resiko itu yang akan ia tanggung sendiri.
Tak apa.! Anggap saja ini sebagai bakti pengorbanan anak untuk orangtuanya. Meski masa depannya yang semula terlihat cerah dan menyenangkan akan hancur. Karena pernikahan ini, gadis itu rela menanggungnya. Mengorbankan impiannya, mengorbankan masa depannya sendiri, demi keluarga tercintanya, gadis itu rela mengorbankan segalanya, walau terasa perih.
.
.
"Maaf, aku tidak bisa pergi bersama kalian ke kantin hari ini," ucap Sakura pada Hinata dan Tenten, begitu ia mendengar suara bel istirahat berbunyi. Dua gadis itu adalah sahabat Sakura. Biasanya mereka bertiga selalu menghabiskan waktu bersama di kantin, selama berada dalam jam istirahat. Tapi kali ini Sakura harus melewatkan quality time bersama para sahabatnya tersebut. Ada sesuatu yang harus ia selesaikan. Dan Sakura juga tak ingin menceritakan perihal rencana pernikahan perjodohannya ini pada dua sahabatnya itu. Bukan karena ia tak mempercayai sahabatnya. Bukan, Sakura sangat percaya pada sahabatnya.
Namun untuk masalah perjodohannya ini, ia ingin merahasiakannya. Membuat pernikahan perjodohan itu menjadi privasinya sendiri. Tanpa perlu kedua sahabatnya itu ketahui. Biarlah ia memendam ini sendirian, menjadikan pernikahan dininya menjadi sebuah rahasia yang ia pendam. Hinata dan Tenten menganggukkan kepala, kedua sahabatnya itu memang selalu mengerti dan perhatian padanya. Melangkahkan kaki dengan arah yang berbeda dari jalan yang ditempuh sahabatnya, gadis itu mulai berjalan sendirian, menyusuri koridor sekolah.
Ini adalah waktunya, pernikahannya tinggal satu minggu lagi. Ya, sekarang adalah waktu yang tepat. Disaat jam istirahat sekolah, dengan langkah pelan Sakura berjalan menuju atap balkon sekolahnya. Kekasihnya selalu diam disitu saat sedang jam istirahat, merenung sendirian, sambil memegang buku dan pensil di tangannya. Kekasihnya hobi melukis. Ia adalah seseorang yang mempunyai jiwa seni yang tinggi. Melukis pemandangan, melukis wajah seseorang, atau membuat lukisan abstak— adalah favoritenya. Ia adalah Sai, kekasih yang Sakura cinta. "Sedang melukis apa?" tanya Sakura. Gadis itu segera mendudukkan dirinya disamping Sai, tanpa permisi.
Sai menghentikan gerakan jari tangannya yang sedang liar mencoret kertas putih dengan pensil, ia menolehkan kepalanya menatap sumber suara yang duduk di sampingnya. Senyum andalannya yang terlihat aneh itu selalu terbingkai di bibirnya, "Cumulus yang menghiasi langit biru," jawabnya datar. Kemudian ia kembali meneruskan aktifitasnya— melukis.
Sakura tersenyum, hatinya merasa sakit. Haruskah ia memutuskan Sai sekarang? Memutuskan kekasih yang ia cinta? Haruskah ia melakukannya, demi sebuah pernikahan konyol ini? Haruskah ia mengorbankan Sai? Jawabannya adalah HARUS. Ini semua bukan semata karena pernikahan perjodohannya saja. Tapi ini demi keluarganya, demi keluarganya. "Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan," ujarnya pelan. Kemudian gadis itu memejamkan matanya, membiarkan desiran angin menerpa lembut wajahnya. Ia mencoba untuk menenangkan kontra batin yang terjadi di dalam hati.
"Ada apa?" terdengar suara Sai yang menyahut, memberikan tanggapan atas perkataan gadis yang lahir di musim semi itu.
Sakura membuka matanya yang sempat terpejam, perlahan menolehkan kepalanya menghadap Sai, "Aku ingin putus." Esensi menyakitkan itu akhirnya meluncur dari bibir mungil si gadis merah muda, hatinya ikut terluka ketika ia mengucapkan frasa ini. Rasanya sangat sakit.
Dan Sai hanya bisa menatap tajam Sakura. Obsidian hitam milik Sai masih belum berkedip, dirinya terlalu kaget. Kulit wajah pucatnya semakin terlihat lebih pucat saja. Ini sangat tiba-tiba. Hubungan asmara dirinya bersama Sakura sudah terjalin hampir setengah tahun, dan saat ini hubungan mereka baik-baik saja. Tidak ada angin, juga badai. Tidak ada masalah, atau pertengkaran diantara mereka. Ada apa dengan Sakura yang tiba-tiba meminta putus darinya? "Apa? Kenapa tiba-tiba? Kita—" ucapannya terhenti, kepala bermahkotakan warna merah muda milik Sakura, memutar ke arah kiri dan kanan.
Gadis itu menggelengkan kepalanya, "Kita harus putus, Sai. Aku ingin mengakhiri hubungan ini, sekarang!" Suara pelan dan tertahan Sakura, menginterupsi perkataan Sai.
Kening milik Sai sedikit berkerut, ini aneh. Ada apa dengan Sakuranya? Tapi saat lelaki itu baru akan membuka mulutnya, Sakura bangkit dari duduknya. "Cukup berteman saja. Terima kasih telah hadir dalam hidupku. Dan maafkan aku, Sai." lirihnya dalam, lantas gadis itu berlalu pergi begitu saja.
Membiarkan Sai yang masih duduk tercengang, sibuk dengan pikiran dan logikanya sendiri. Bagai mimpi di siang bolong untuk Sai. Sakura memutuskannya tanpa sebab. Dan cukup hanya berteman? Apakah benar Sakura berkata begitu padanya? Ini tidak rasional menurutnya. Mungkinkah itu hanya ilusi semata? Tapi kehadiran Sakura barusan adalah nyata. Itu artinya ini kenyataan. Bukan delusi, bukan pula ilusi. Sakura sudah mengakhiri hubungan asmara mereka. Kisah cintanya bersama si gadis musim semi telah berakhir. Berakhir begitu saja tanpa ada penjelasan. Berakhir begitu saja tanpa ada permasalahan. Dan berakhir begitu saja tanpa ada pertikaian. It's over…
Liquid bening mengalir dari bola mata emerald Sakura. Ini menyakitkan hati, tapi inilah jalan yang harus ia lalui mulai dari sekarang. Kisah cintanya bersama Sai sudah berakhir. Ia juga seperti melihat pantulan bahwa masa mudanya akan segera berakhir juga. Pernikahan itu, pasti membelenggunya. Membuat dirinya yang belum genap berusia tujuh belas tahun ini, menjadi seperti burung di dalam sangkar. Yang tidak bisa terbang bebas. Hanya diam ditempat, tanpa bisa kesana kemari.
Pernikahan dini— itu sudah di depan matanya. Serasa merenggut masa mudanya, dan memenjarakan kebebasan yang di milikinya. Tak ada yang bisa ia harapkan sekarang. Tak ada pula yang bisa ia lakukan. Tak ada, kecuali menerima dan menjalaninya. Hanya itu! Mengapa terasa perih? Apakah sesakit ini rasanya kehilangan kekasih? Dengan langkah kaki gontai, gadis itu melangkah meninggalkan balkon atap sekolah— kembali menuju kelas. Dan buliran liquid yang terus menetes membasahi pipi, menjadi saksi bisu bahwa perjalanan kehidupan suramnya akan segera dimulai.
.
.
To be continued—
.
.
A/N : Hallo minna, aku kembali dengan new story :) Semoga kalian semua suka. Dan dengan ini, utang fict multichapter ku resmi semakin bertambah saja… :( But it doesn't matter. I will try to be consistent, I'll never to discontinue the stories. Yepp! Fict ini 'Early Marriage' itung-itung hadiah dari saya buat kalian semua, sebelum saya—
— HIATUS—
Yo! sekedar memberitahu bahwa saya akan hiatus untuk sementara waktu. Jadi untuk yang nungguin kelanjutan fict multichapter saya, tungguin comeback saya ya… Selesai hiatus pasti akan saya update ceritanya. Maaf harus membuat kalian menunggu. Saya terpaksa hiatus karena mau fokus nulis skripsi dulu, doain saya ya semua..
Terima kasih sudah baca. Dan saya tunggu komentar, tanggapan, serta review dari kalian semua ya... :D
Uchihamelia
