"talking"

'thinking'

"indirect talking"

'indirect thinking'

Inner Thought

Setting Change

Author Note:

Sudah lama saya ingin punya fic di fandom ini. Saya yang memang penggemar fic dengan karakter yang luar biasa banyak mulai suka Harvest Moon karena beberapa orangnya itu lumayan bebas untuk diinterpretasi sesuka para fans. Lumayan menyita waktu juga saat mainnya.

Fic ini adalah AU. Aku selalu membayangkan Claire sebagai janda muda entah kenapa. Tapi itu cuma satu dari banyak hal dari fic ini yang membuatnya agak beda dengan yang lain. Selamat menikmati.

Disclaimer:

I do not OWN Harvest Moon.


The Mother, The Farmer, The Queen

Chapter 1 : Prologue, The Life of Claire de la Vega

Tidak Diketahui, Beberapa Ratus Meter dari Pusat Daerah 'Lampu Merah'

Seorang wanita berambut pirang panjang menyusuri jalan sepi yang hanya di terangi lampu jalan yang sudah mulai redup. Sebuah payung melindungi kepala dari hujan, tangannya yang lain membawa sebuah kantung karton yang berisi belanjaannya. Hujan menambah suram daerah yang dilewatinya, beberapa orang yang duduk di sekitar jalan menatap wanita yang berjalan dengan kepala menunduk itu dengan mata takut. Beberapa orang yang menghalangi di depannya segera menyingkir, mengucapkan salam pada wanita itu yang segera membalasnya dengan anggukan kepala. Sebuah bekas luka berbentuk bulan sabit terlihat sekilas dari balik tirai rambut panjang di pelipisnya, yang segera tertutup kembali saat dia mengangkat kepalanya. Mata biru sedingin es membuat orang-orang yang tadi menyalaminya mundur beberapa langkah. Rasa takut mereka lenyap saat wanita itu tersenyum tipis, namun hangat.

Dia melanjutkan jalannya ke sebuah bangunan usang dan mengetuk pintunya. Sebuah jendela kecil di pintu terbuka, dan setelah melihat siapa yang ada di depan pintu orang yang menjaga pintu itu mempersilahkan wanita itu masuk. Dia menutup payungnya dan menggantungnya di sebuah kait di dinding sementara si penjaga pintu melepaskan jaket panjangnya dan menggantungnya di kait di sebelah payungnya. Pria tinggi itu tersenyum dan berkata, "Mereka sudah datang, nona." Jawaban yang dia dapat adalah anggukan pelan saat wanita itu melewatinya.


Hai. Namaku Claire, Claire de la Vega. Sulung dari lima bersaudara dan ibu bagi seorang anak perempuan yang sangat aku cintai lebih dari seluruh dunia ini. Kalian bertanya sedang apa aku di tempat yang berbahaya seperti di 'Kota Belakang' ini. Jawabannya adalah karena aku tinggal di sini hampir seumur hidupku. Keluargaku sudah memiliki seluruh daerah ini sejak zaman kakek kakek buyutku. Seluruh tempat ini, mulai dari gang tempat anak-anak berandalan menghirup opium mereka, sampai rumah bordil yang tidak jauh dari tempat aku bernaung. Keluargaku adalah mereka yang mengontrol kota, menjalankan bisnis gelap dan hal-hal lainnya. Kalian mungkin lebih mengenalnya dengan istilah 'mafia', tapi kalau dibilang jahat… mungkin tidak juga.

Klan de la Vega adalah kumpulan orang buangan. Sejak generasi kakekku, de la Vega mengumpulkan anak-anak jalanan atau orang buronan untuk masuk ke dalan klan. Namun kami juga pilih-pilih. Orang yang bisa dipercaya saja yang masuk ke lingkaran inti kami. Selain melakukan penyelundupan obat terlarang, penyuapan, dan pembunuhan, kami hidup seperti orang biasa pada umumnya. Saudara-saudaraku bersyukur bisa hidup di lingkungan seperti ini, tapi aku tidak. Kriminal tetap kriminal, aku tidak mau putriku jadi bahkan setengah saja dari aku. Tidak perduli sebagaimana nikmatnya.


Claire masuk ke sebuah ruangan, dapur. Ada lima orang yang sudah mendahului di dapur. Duduk di sebuah meja kayu kecil dan menyeruput coklat panas mereka, semua perhatian tertuju pada Claire yang menaruh belanjaannya di atas meja dan menunjuk seorang pemuda berambut keperakan dan baju putih bertotol.

"Apa yang sedang dilakukan si brengsek ini di rumahku?"

Pemuda itu mengangkat tangannya sebagai reaksi pertahanannya. Memang benar saat itu Claire mengambil sebuah penggiling adonan dan bersiap melempar ke arahnya. Melihat itu, salah satu gadis berambut coklat berdiri dan menenangkan kakaknya.

"Claire, tenanglah. Memangnya apa yang Skye lakukan, huh?"

"Membuatku kesal dengan menampakkan batang hidungnya di hadapanku."

"Oh, ayolah kakak. Berhentilah bersikap konyol. Skye kali ini bawa berita bagus, kok. Ya kan, Skye?"

"Um, i-iya. Berita bagus."

"Oh, ya? Sebagus apa? Kalau itu berhubungan dengan kare impianmu, sebaiknya kau bersiap karena aku sendiri yang akan menendangmu keluar."

"Tenang saja!" kegugupan Skye membuatnya agak berteriak. Sadar apa yang dilakukannya, dia meringis malu. "Kau ingin pindah, kan? Aku punya solusinya."

"Pindah?" pemuda pirang yang selama ini bersandar di dekat pintu mulai serius mendengarkan, "K-Kau nggak bercanda, kan? Untuk apa kakak mau pake acara pindah segala?" Tapi Claire tidak menghiraukannya sama sekali.

"Apa maksudmu?"

"Kau tahu Mineral Town? Kota tetangga tempat operasiku itu, petani mereka meninggal. Dia memang sudah sepuh sih, jadi tidak kaget juga. Karena beberapa bulan ini dia sudah tidak kuat mengurus pertaniannya lagi jadinya keadaannya lumayan berantakan. Walikotanya sudah mencoba menjualnya pada orang-orang dengan iklan yang dibagus-bagusin seperti ini."

Dia menaruh sebuah koran bagian iklan. Claire membacanya, 'Dapatkan hidup di surga pertania anda sendiri. Ladang yang indah membentang dan ternak melimpah. Dijamin tidak berisikan rumput liar yang terlihat seperti badai baru saja lewat.' Claire tidak bisa berhenti berpikir, 'Keliatan banget bohongnya…'

Skye melanjutkan pidatonya setelah melihat bosnya tertarik, "Karena setelah melihat keadaannya, orang yang datang langsung pergi dan tidak ada yang menempatinya sampai sekarang. Jadinya, aku menawarkannya padamu. Aku juga yakin Nana senang di sana. Dia belum pernah ke desa, kan?"

"Ya… dia belum pernah…" jawab Claire dengan senyum mengembang di wajah. Memikirkan putri satu-satunya selalu berhasil membuatnya tersenyum.

"Tidak!"

Semua menoleh pada gadis berbandana yang menggebrak meja dan berdiri tiba-tiba. Claire mendekati gadis yang bergetar bahunya itu, air mata seperti akan tumpah dari mata biru yang dimiliki oleh hampir semua de la Vega bersaudara. Dia mengusap bahunya dengan kelembutan seorang ibu. Gadis itu mulai agak tenang karenanya.

"Apanya yang tidak, Chelsea?"

"Kau tidak bisa pergi… K-Kami membutuhkanmu, keluarga membutuhkanmu. Kalau kau pergi… kita semua akan hancur…"

"Kalian akan baik-baik saja. Tenang saja, kalian pasti bisa. Kalian ini kan de la Vega, sama sepertiku. Sudah dalam nadi kalian…"


Ini jelas bukan bagaimana aku membayang seperti apa pertemuan keluargaku. Ku perkenalkan adik-adikku. Kita punya Mark, adik pertamaku. Di antara mereka berempat, dia yang paling mirip denganku dan ayah agak berandalan tapi juga pendiam. Tidak suka bicara kecuali keadaan mulai tidak terkendali. Kalau dia ditawari pertanian dan bukan aku, mungkin dia akan langsung terima karena dia memang tertarik dengan ilmu botani.

Lalu ada Jack dan Jill, si kembar tapi beda. Jill yang lebih tua dan dewasa baik dalam fisik dan mental sementara Jack lebih suka main dengan perempuan yang tidak jelas asalnya. Untng Jill selalu bisa mencegahnya membawa mereka ke ranjangnya karena kalau aku yang melakukannya, keadaan tidak akan indah di mata. Meski begitu, mereka juga punya banyak kesamaan yang bahkan membuatku agak takut. Di antara kami semua, Jill satu-satunya yang memiliki mata ungu ibu kami.

Adik bungsuku, Chelsea, adalah anak emas ayah saat beliau masih hidup. Karismatik, tapi juga tidak nyaman dengan semua perhatian yang didapatnya. Kadang-kadang dia juga punya momen 'nggak jelas' seperti yang dipatenkan Jack. Agak pemalu, tapi kalau sudah kenal dia adalah orang yang baik dan setia, bahkan mungkin agak posesif dan manja.

Skye adalah mediator dan mata-mata keluarga kami. Aku memergokinya sedang menjarah isi kulkas beberapa tahun yang lalu. Hal pertama kupikirkan saat dia mengeluarkan senjata pamungkasnya adalah 'WTH!'. Untung yang lain segera datang. Tadinya aku mau merobak 100% mukanya yang cantik itu, tapi ayah mencegahku dan berhasil membuatnya bersumpah untuk mengabdi pada keluarga.

Sementara Jill menenangkan Chelsea, aku membayangkan bagaimana hidupku jika aku menerima tawaran Skye. Kalau aku terima, aku meninggalkan saudara-saudaraku. Tapi di Mineral Town juga ada beberapa orang dari klan yang sudah kukenal sejak kecil. Ditambah lagi, Nana juga tidak akan terlalu terbawa urusan keluarga jadi dia mungkin tidak akan ikut ajaran keluarga. Laknat Tuhan kalau aku tidak bisa mencegah anakku menjadi kriminal. Dan lagi adik-adikku sudah dewasa dan bisa diandalkan dalam hal-hal tertentu. Mereka akan baik-baik saja. Dengan ini aku menyiapkan nyaliku.

"Skye, berapa nomor telepon agen yang menjual pertanian itu."

Aku tidak perduli dengan pekerjaan yang akan menunggu di sana. Aku bahkan akan merobek langit jika itu bisa membuat putriku bahagia, apalagi hanya sebuah pertanian…


Selesai dulu sampai sini. Kalau ada kekurangan, harap beri masukan yang membangun. Terima kasih sudah menyempatkan diri membaca. Ciao.