Chapter 1 : Kim Namjoon
[ Sidang ICPO, London, 2017 ]
"Pembunuhan beruntun yang terjadi akhir-akhir ini tentu meresahkan seluruh warga London. Kita harus segera menindak lanjuti dengan tegas."
"Jangan asal bicara! Kode yang tertinggal di lokasi kejadian saja belum sanggup kita pecahkan. Bagaimana ingin menindak lanjuti?!"
"Bersikap sopanlah! Petinggi FBI sedang bicara!"
"Apa? FBI? Pft- FBI sama sekali tak berguna. Buktinya mereka sama saja dengan kita, tak bisa memecahkan kodenya."
"KURANG AJAR!"
Melihat kegaduhan yang terjadi di ruang sidang ICPO hari ini, seorang pria tua berdarah Asia pun menghela nafasnya.
Sungguh lelah ia menyaksikan perdebatan yang tak ada ujungnya ini. Kasus belum selesai, tapi para manusia itu sudah membuat masalah baru saja.
Ia harus melakukan sesuatu.
"Ekhem. Permisi-" Sapanya seraya mengangkat tangan, membuat seluruh perhatian terfokus padanya. Kembali pria itu menarik nafas panjang.
"Nama saya Bang Sihyuk, wakil dari NIS, Korea Selatan. Saya ingin mengajukan seseorang untuk ikut serta dalam penyelidikan kasus pembunuhan beruntun ini. Saya akan bertanggung jawab atas dirinya."
Sang pimpinan sidang pun menatap Bang Sihyuk dengan tatapan tertarik. Ia mengangkat dagunya.
"Siapa dia?"
Tanpa keraguan, Bang Sihyuk membalas tatapan sang pimpinan dengan tegas.
"Kim Namjoon. Detektif kebanggaan negara saya. Saya yakin anda pernah mendengar namanya."
Sontak ruang sidang pun kembali gaduh dengan bisikan-bisikan penuh keterkejutan dari para anggota sidang.
"Kim Namjoon?"
"Kim Namjoon yang itu? Yang katanya tak pernah gagal dalam memecahkan kasus tak peduli bagaimanapun sulitnya?"
"Ah-! Si detektif jenius itu?!"
"Kupikir Kim Namjoon hanyalah tokoh fiksi... Ternyata dia sungguh ada..."
Sang pimpinan sidang menarik nafasnya dalam-dalam. Jika Sihyuk sudah mengirim Kim Namjoon dalam suatu kasus, itu berarti kasus tersebut adalah kasus yang benar-benar berat.
"Katakan apa alasanmu mengirim detektif Kim Namjoon untuk kasus ini."
Bang Sihyuk menghela nafasnya.
"Saya rasa kasus ini harus secepatnya ditangani, mengingat kasus ini sudah termasuk kasus besar. Dan Kim Namjoon telah membuktikan kejeniusannya di setiap kasus sulit yang berhasil ia pecahkan. Saya mohon, ikut sertakan dia." Jawab Sihyuk disertai dengan bungkukkan sopan pada akhir kalimatnya.
Pengajuan dari Bang Sihyuk pun diterima oleh sang pimpinan sidang ICPO, menandakan bahwa Kim Namjoon resmi terlibat dalam penyelidikan kasus beruntun ini juga berakhirnya sidang ICPO hari ini.
.
.
.
[ Seoul, South Korea ]
Suasana riuh menghiasi salah satu restoran Seolleongtang tertua di Seoul, tepatnya di meja bernomor 11. Meja yang didominasi kaum adam itu sungguhlah ramai, membuat sang pemilik restoran tersenyum sembari menggelengkan kepalanya.
"Hey hey, agen Jung! Segera lah mencari kekasih! Lubang hidungmu akan semakin besar jika terus-terusan hidup sendiri!" Ucap salah seorang pemuda dengan senyum kotak, Kim Taehyung.
"Hey! Apa hubungannya dengan lubang hidung? Aish- pantas saja kau tak pernah naik jabatan. Otakmu saja idiot begitu!" Maki seseorang yang tadi dipanggilnya agen Jung, menghasilkan tawa keluar dari seorang pemuda tampan berlesung pipit.
Ya, kau tahu siapa dia.
"YA! APA HUBUNGANNYA DENGAN TIDAK NAIK JABATAN?!" Teriak Taehyung. "Lagipula apa salahnya menjadi polisi lalu lintas-"
"ITU MASIH BERHUBUNGAN!" agen Jung balas berteriak.
Sang pemuda berlesung pipit menghela nafasnya berat.
"Hey. Sudah hentikan kalian berdua! Memalukan saja." Ucap pemuda itu diiringi kekehan pelan dari mulutnya. Selalu seperti ini. Jika kedua makhluk dihadapannya ini dipertemukan, pasti akan terjadi keributan besar. Sontak Taehyung juga agen Jung menutup rapat mulutnya.
Tak lama kemudian Seolleongtang pesanan mereka sudah tersaji di meja. Segera mereka bertiga menyantap Seolleongtang dengan lahap, hingga akhirnya agen Jung membuka mulutnya.
"Namjoon-ah. Kau sendiri sampai sekarang belum menemukan pengganti Min Yoongi, bukan?" Pertanyaan agen Jung sontak membuat raut wajah Namjoon berubah suram.
Min Yoongi. Orang itu adalah mantan kekasih Namjoon. Ah- bahkan hubungan mereka lebih dari sepasang kekasih. Namjoon dan Yoongi sempat bertunangan beberapa tahun yang lalu, sebelum akhirnya Yoongi memutuskan untuk meninggalkan Namjoon dan memilih untuk pergi ke Inggris tanpa alasan yang pasti. Namjoon tersenyum tatkala wajah manis Yoongi kembali terbayang dalam benaknya.
"Bagaimana bisa aku melupakannya? Dia cinta pertamaku, Hoseok hyung."
Taehyung meneguk segelas air di sampingnya sebelum bicara, "Tak baik terus mengenang seseorang yang bahkan tak mengingatmu sama sekali. Itu tak adil, Namjoon hyung. Betul 'kan, agen Jung?"
"Jangan terus memanggilku agen Jung, Taehyung idiot. Kita sedang diluar tugas." Kata-kata Hoseok hanya dibalas cengiran dari seorang Taehyung. "Tapi, ucapan Taehyung ada benarnya. Kau tak bisa terus seperti ini Namjoon." Lanjut Hoseok diiringi dengan nada khawatir yang terdengar jelas di sela-sela suaranya. Namjoon mengangguk pelan.
"Ne, hyung."
.
.
.
Kini tiga pemuda tampan itu tengah berjalan sambil memakan sosis panggang di salah satu distrik pusat perbelanjaan Seoul, Myeongdong. Mereka terus berbincang antara satu hal dengan hal lainnya, hingga sebuah getaran pada handphone salah satu dari mereka menyela pembicaraan mereka yang cenderung ramai dan penuh tawa.
Namjoon menatap kedua rekannya alih-alih mengangkat telepon, membuat Taehyung maupun Hoseok menatapnya bingung.
"Siapa?"
"... Aku tidak tahu. Ini nomor tidak dikenal. Bahkan kode IDD nya berasal dari Inggris."
Sontak Taehyung membulatkan matanya.
"INGGRIS?! MUNGKIN ITU YOONGI! Waaah.. Dia pasti ingin mengajak rujuk denganmu lalu mengatakan 'Namjoon~ aku tak bisa melupakanmu. Aku mencintaimu Namjoon.. Kembalilah padaku, hiks." Ucap Taehyung dramatis yang dibalas dengan jitakan Hoseok di kepalanya.
"Hey diamlah bocah idiot! Namjoon, coba angkat dan beritahukan padaku apa yang dia bicarakan."
Namjoon mengangguk. Ia segera mengangkat teleponnya.
"... Hello?"
"Permisi. Apa ini Kim Namjoon?"
Namjoon mengernyitkan dahinya ketika mendengar suara seseorang yang berada di seberang teleponnya.
'Orang Korea? Tapi ini bukan Yoongi. Lantas, siapa?' Batinnya heran.
"N-ne. Ini saya, Kim Namjoon. Anda siapa?"
"Izinkan saya memperkenalkan diri, detektif Kim. Saya Bang Sihyuk, petinggi NIS."
Namjoon sontak membulatkan matanya; terkejut.
'Apa? NIS?!'
"Ah- ye Bang Sihyuk-nim. Ada apa?"
"Kami membutuhkan bantuanmu, detektif Kim. Ada kasus sulit yang bahkan FBI pun tak dapat memecahkannya."
"Ah- apakah kasus pembunuhan beruntun itu, Bang Sihyuk-nim?'
"Ya, anda benar. Saya mohon kesediaan anda untuk ikut serta dalam menangani kasus ini. Jika anda bersedia, silahkan datang ke kantor NIS dan saya akan memberikan data hasil penyelidikan pada anda."
"Baik. Saya akan segera kesana. Dimohon untuk secepatnya mengirim file itu, Bang Sihyuk-nim." Ucap Namjoon, sebagai akhir dari pembicaraan via telepon tersebut. Pemuda itu menatap kedua lekat kedua rekannya.
"Hey, bung! Selamat atas kasus barumu! Itu kasus yang benar-benar ingin kau pecahkan, bukan?" Ujar Hoseok senang sembari menepuk pelan pundak Namjoon, sementara Taehyung memasang wajah bingungnya.
"Ya! Bagaimana kau tahu dia dapat kasus baru sementara kau bahkan tak mengetahui apa pembicaraan mereka!" Protes Taehyung tak terima. Hoseok pun hanya memutar bola matanya jengah.
"Kau ini seorang polisi dan kau tak bisa mengambil kesimpulan dari kata-kata Namjoon tadi? Yah- kau memang polisi abal-abal, Taehyung."
Kata-kata yang terlontar dari bibir Hoseok sukses membuat Taehyung naik pitam. Ia mengambil nafas dalam-dalam; hendak membentak Hoseok jika saja Namjoon tidak menyela niat pemuda itu.
"Kalian. Aku akan pergi ke kantor NIS sekarang. Sampai nanti." Ujar Namjoon dan dibalas dengan seruan kedua rekannya.
"Semangat Kim Namjoon!"
"Hidup detektif Kim!"
Pemuda berlesung pipit itu hanya menanggapi seruan mereka dengan senyuman lebar. Ah- betapa beruntungnya ia memiliki rekan yang baik.
[ London, Inggris ]
"Anda sudah mengirim data penyelidikan ke Korea, seonbaenim?"
"Belum. Aku berniat melakukan video call dengannya, Seokjin."
Pemuda tampan bernama Seokjin itu menatap ragu atasannya, sebelum berkata, "Apa Kim Namjoon dapat dipercaya?" Bang Sihyuk menghela nafasnya.
"Dia... Cucu dari guruku. Tentu ia bisa dipercaya. Namjoon telah membuktikan kemampuannya, bukan? Kepolisian takkan bisa memecahkan kasus 'Teror Jeju' jika tak ada Namjoon."
"Tapi tetap saja-"
"Seokjin!" Seru Bang Sihyuk tegas. "Apa kau takut jika ia mengenali siapa dirimu? Kau sendiri yang telah bersumpah bahwa kau tak akan melibatkan masalah pribadi setelah diterima di NIS."
Tentu saja Seokjin sama sekali tak melupakan sumpahnya. Bergabung dengan NIS adalah cita-citanya sejak kecil. Namun... Mengetahui bahwa ia akan bertemu kembali dengan Namjoon setelah sekian lama membuat pikirannya kalut.
Pemuda tampan itu memejamkan netranya sejenak sebelum membungkukan tubuhnya; tanda permintaan maaf.
"Maafkan saya, Bang Sihyuk-nim. Ini murni kesalahan saya."
Dan Bang Sihyuk hanya menatap Seokjin yang sedang membungkuk dengan tatapan sendu.
[ Kantor NIS, Seoul, Korea Selatan ]
Namjoon kini tengah berada di depan gedung NIS. Ia sudah memantapkan hatinya untuk memasuki gedung itu. Semakin banyak langkah yang diambilnya, semakin berpacu pula degup jantungnya dan semakin pula darahnya berdesir begitu dahsyat.
Sekarang ia sudah berada di lobby utama kantor NIS. Seorang petugas wanita berparas ayu mendekatinya.
"Detektif Kim Namjoon... Benar?" Tanya petugas itu ramah.
"Ne. Saya Kim Namjoon. Ah- tujuan saya datang kemari atas perintah Tuan Bang Sihyuk." Jawab Namjoon tak kalah ramahnya.
"Ne~ saya sudah menerima titah untuk membawa anda ke ruang pribadi Tuan Bang. Silahkan ikut saya." Ucap wanita ayu itu seraya menuntun Namjoon ke sebuah ruangan. Namjoon terus mengedarkan pandangannya pada setiap penjuru lorong di setiap langkah, membuat petugas wanita itu tersenyum tipis.
"Kebiasaan seorang detektif, hm?" Tanya sang petugas membuat Namjoon menggaruk tengkuknya; malu karena tertangkap basah.
Dan kini petugas itu mengajak Namjoon memasuki sebuah ruangan, yang diyakininya sebagai ruangan pribadi seorang pimpinan NIS, Bang Sihyuk. Ruangan itu ruangan yang besar, dengan sofa di tengah ruangan dan meja kerja yang menghadap sofa-sofa tersebu. Di pojok ruangan terdapat sebuah pintu yang menghubungkan ruangan pribadi itu dengan ruangan yang cukup gelap; hanya ada satu meja besar juga beberapa kursi beserta papan yang cukup besar dan sebuah proyektor.
'Ruang rapat rahasia, hm?' Batin sang pemuda tampan berlesung pipit.
Segera sang petugas wanita menyalakan proyektor yang menampilkan layar monitor di papan putih besar. Dan tak lama kemudian, wajah seorang Bang Sihyuk pun diperlihatkan melalui proyektor.
"Shinhye." Panggil Bang Sihyuk lewat layar. Petugas yang dipanggil Shinhye pun membungkukan tubuhnya; memberi hormat.
"Hormat, Bang Sihyuk-nim. Saya telah membawa detektif Kim Namjoon sesuai perintah."
"Kerja bagus. Kau bisa keluar sekarang."
"Baik, Bang Sihyuk-nim." Shinhye tersenyum menatap Namjoon. "Saya tinggal dulu, Namjoon-ssi." Mendengar itu, Namjoon pun membungkukan tubuhnya lalu tersenyum tipis. "Terima kasih, Shinhye-ssi."
Shinhye melangkahkan kakinya keluar, meninggalkan Namjoon sendiri yang kini sedang menghadap Sihyuk via video call. Sihyuk berdeham pelan.
"Ku ucapkan selamat datang di penyelidikan kasus pembunuhan beruntun ini, detektif Kim. Suatu kehormatan bisa bekerja sama dengan detektif jenius seperti anda."
Mendengar itu, Namjoon kembali membungkukan tubuhnya. "Saya tidak pantas menerima pujian dari seorang pimpinan NIS." Terdengar gelak tawa seorang pria di seberang sana.
"Ah, anda pria yang menarik detektif Kim. Baiklah, saya tak ingin berbasa-basi. Silahkan lihat data-data penyelidikan selama ini."
Segera foto-foto korban pembunuhan pun ditampilkan lewat layar, membuat Namjoon sontak mengernyitkan keningnya.
"Ini..."
"Ya, benar. Ini adalah foto-foto korban yang ada di lokasi kejadian pada waktu itu. Total korbannya ada 6 orang hingga sekarang. Pembunuhan terakhir terjadi 3 hari yang lalu. Dan semuanya adalah pembunuhan di ruang tertutup."
Namjoon memerhatikan setiap fotonya dengan seksama.
'Sang pembunuh bukanlah orang biasa... Ia memiliki otak yang jenius.' Batin Namjoon.
Korban pertama hingga korban kelima mati karena sayatan yang ada di urat nadi leher.
Sementara korban keenam...
Tunggu-
"Bang Sihyuk-nim, korban keenam ini...?"
"Ya, untuk korban terakhir tak ditemukan adanya sayatan pada urat nadi di leher. Hanya saja, kepalanya hancur akibat hantaman vas kristal yang cukup berat. Dilihat dari posisi jatuhnya, vas itu awalnya disimpan di atas lemari, tepat di atas kepala korban." Jelas Bang Sihyuk. Namjoon menautkan kedua alisnya. "Jelas 'dia' ingin memperlihatkan bahwa 'dia' tak hanya membunuh dengan menyayat urat nadi di leher saja. Ini seperti menantang. Ada bukti lain yang tertinggal di lokasi kejadian?"
"Selain dengan keadaan tubuh korban yang terikat juga pecahan vas yang berserakan di sekitar korban dan keadaan kamar yang berantakan... Saat kami sampai di lokasi kejadian, terdengar sebuah musik klasik yang diputar keras dari sebuah radio yang diletakan di meja. Juga ada satu lembar partitur, seperti pada kejadian-kejadian sebelumnya." Jelas Bang Sihyuk seraya menampilkan partituritu di layar. Namjoon mengerutkan keningnya.
"Lagu ini... Ein Heldenleben milik Richard Strauss." Gumam Namjoon pelan. "Tunggu sebentar. Anda bilang korban tewas setelah kepalanya terbentur vas bukan? Karena ini adalah pembunuhan di ruang tertutup, kalian belum menemukan bagaimana vas itu dapat jatuh dengan sendirinya?" Tanya Namjoon.
"Ya, kami belum menemukannya. Selama ini kami berpikir bahwa vas itu jatuh karena angin. Tapi saat itu jendela bahkan ditutup rapat, membuat asumsi kami hancur begitu saja." Mendengar penjelasan Sihyuk, Namjoon menghela nafasnya.
"Getaran. Hal itu yang membuat vasnya jatuh."
"Getaran?"
"Anda berkata bahwa di lokasi kejadian diputar lagu yang amat keras. Mungkin anda lupa, bahwa lagu merupakan bunyi. Dan bunyi berasal dari getaran yang akan menghasilkan getaran pula. Jika vas itu diletakan di ujung, maka dengan getaran yang dihasilkan bunyi akan cukup membuat vas itu jatuh dan akhirnya menghantam kepala korban."
Sejenak Namjoon menghentikan ucapannya.
"Sang pelaku kali ini adalah orang yang benar-benar mengerti hukum alam. Ia bukan orang sembarangan. Saya resmi ikut penyelidikan dan akan berangkat ke London besok. Mohon kerjasamanya."
"Baik, saya akan mempersiapkan kebutuhan penyelidikan untuk anda juga alamat dimana saya tinggal selama di London. Akan saya titipkan pada Shinhye." Ucap Sihyuk sebelum memutuskan jaringannya dengan Namjoon. Dan disana Sihyuk tengah tersenyum puas sembari memandang layar laptopnya yang kini gelap.
"Tak salah aku mengutus Namjoon. Ia pemuda yang berwawasan luas."
Sementara di kantor NIS, Namjoon tengah mengepalkan tangannya erat, hingga buku-buku jarinya memucat. Di wajahnya pun terbentuk seringai tipis yang sulit diartikan.
"Aku akan membuka kedokmu dan menangkapmu, iblis pencabut nyawa."
TBC
[ A/N!
NIS itu National Intelligence Service, lembaga intelijen yang bergerak di Korea Selatan.
FBI, Federation Bureau of Investigation. FBI bisa bergerak di bagian intelijen juga. Tapi FBI cenderung dekat dengan kepolisian.
Kalau sidang ICPO bisa disebut juga sidang Interpol. Biasanya Interpol turun kalau kasusnya udah masuk ke kasus rank S, kasus yang bener-bener susah. ICPO sendiri itu lembaga persatuan terbesar kedua setelah PBB.
Karena saya bukan polisi dan detektif, kalo ada kesalahan dalam penulisan atau pemecahan kasus mohon maklumi ^.^ ]
