SABAKU NO KIMI
-The Sand is You-
a fanfiction by karasuhibari
Disclaimer by Masashi Kishimoto
Alternate Universe
Fanfiksi ini murni buatan fans tanpa maksud mengambil keuntungan materil.
.
.
.
Saat kau tahu bahwa aku adalah sesuatu yang lain…
Apakah tanganmu akan tetap terulur padaku?
.
.
Prolog
The Day You Die
.
.
Hinata duduk diam di atas batu pualam, nyaris gemetar. Udara kering dalam kelam malam menyapu pipinya yang basah oleh air mata. Keheningan total mulai merayap, ketika suara langkah para penduduk desa perlahan menghilang. Ingin rasanya Hinata berlari, menembus semak belukar dan dedaunan, mencari orang-orang itu untuk meminta perlindungan, memohon agar "persembahan" malam ini dibatalkan saja. Tapi rantai yang mengikat kakinya dengan batu pualam tetap bergeming.
"Mereka tak akan mendengar. Persembahan akan tetap berjalan."
Bisikan yang timbul dalam relung pikiran Hinata membuat gadis itu makin gemetar. Bunyi rantai berdenting dalam heningnya malam, ketika Hinata bergerak untuk memeluk lututnya sendiri. Kenapa tahun ini harus giliran Hinata? Kenapa "monster" itu harus selalu diberi persembahan? Apakah tak ada jalan agar Hinata tak harus jadi "kurban"? Pertanyaan membanjir dalam pikirannya. Gigi gadis itu bergemeletuk. Air mata dan keringat dingin membuat beberapa helai rambutnya yang berwarna gelap menempel di dahi dan pipinya.
Kenapa?
Kenapa?
Kenapa?
Lalu sebuah suara lain terbit dari dalam relung ingatannya.
"Aku akan berusaha melindungimu dari monster itu."
Ya, suara itu. Suara milik pemuda berambut merah dengan mata berwarna zaitun. Meski bibir pemuda itu selalu terkatup rapat, tapi suaranya mampu menyusup langsung ke dalam pikiran. Suara yang bergema dalam benak, lalu resonansinya merayap sampai ke telinga, seakan pemuda itu benar-benar membisikkannya. Raut wajahnya tanpa ekspresi, namun matanya memancarkan kelembutan.
"Gaara…"
Suara Hinata mendesis di antara tangisnya yang tanpa suara. Secercah harapan muncul, menyebabkan desir-desir hangat yang mampu membuat tangisan Hinata terhenti. Satu nama yang terasa begitu ajaib saat diucapkan. Satu nama yang selalu jadi pegangan Hinata tiap kali dia merasa kesepian selama tiga tahun belakangan ini.
"Gaara…"
Ya, dia akan datang. Dia akan muncul dan menyapa, membuat sepi menghilang dalam kesunyian yang hanya miliknya…
Sementara Hinata tenggelam dalam harapan, butir-butir pasir mulai berkumpul di sekitar batu pualam. Pasir yang menjalar bagai tangan-tangan monster, menyelinap dari balik dedaunan, pohon, rumput dan bebatuan. Pasir yang bagai bernafas, awas menuju mangsa yang dipersembahkan baginya: Hinata.
"Hinata."
Bulan menggantung pucat di langit tanpa bintang ketika suara ajaib itu tiba-tiba datang. Kelambu rasa takut terangkat dari pundak Hinata. Gadis itu langsung mendongak, mencari sosok yang selalu muncul bersamaan dengan suara ajaib itu.
"Gaara!"
Pemuda yang dicari Hinata berdiri tak jauh dari batu pualam, nyaris tersembunyi di balik bayang pepohonan. Senyum Hinata sudah hampir menyambutnya, ketika gadis yang dirantai pada batu itu menyadari bahwa langkah Gaara terlihat aneh. Terseok-seok, sementara satu tangan berpegang erat pada batang pohon terdekat. Gaara yang dikenal Hinata adalah pemuda dengan langkah yang mantap, nyaris melayang bersama butir-butir pasir yang seolah sudah jadi bagian dari dirinya. Apa yang terjadi pada Gaara? Apa dia diserang "si monster"?
Hinata nyaris menjerit ketika Gaara menapak makin dekat ke batu pualam. Sinar bulan menyorot tepat di atas batu, menjauhkan bayang-bayang malam dari sekitar batu, membuat sosok Gaara terlihat makin jelas.
Retakan-retakan mengerikan terlihat di wajah dan telapak tangannya. Tiap kali pemuda itu bergerak, retakan itu bertambah. Seakan-akan tubuh Gaara adalah patung tanah liat yang mulai hancur.
"Hinata… Hinata…"
Suara itu! Ya, ini Gaara yang Hinata kenal! Gadis dengan warna mata yang kontras dari rambut gelapnya itu langsung berlutut di atas batu dan mengulurkan tangan, berusaha menggapai Gaara yang terhuyung.
"Gaara… Gaara, apa yang terjadi…?"
Hinata tak mampu menyembunyikan getar ketakutan dalam suaranya. Gerakan pasir di sekitar Gaara terlihat mengancam. Hinata berusaha mencari pancaran kelembutan dari mata Gaara, tapi yang dilihatnya adalah sebuah pergumulan. Seakan Gaara sedang berusaha melawan sesuatu dalam dirinya.
Tubuh pemuda itu bagaikan hancur perlahan, sedikit demi sedikit mengungkap sosok mengerikan yang menjadikan tubuh itu sebagai tempat persembunyian. Tatapan berwarna zaitun itu makin pudar, dinodai oleh bercak-bercak kuning yang makin melebar.
Butiran pasir bergerak makin liar; menggeliat, melecut, menyatukan diri, menggumpal menutupi pepohonan dan rumput, mencengkeram apapun yang terlihat bernapas. Sinar rembulan mulai redup ketika pasir melesat dan membentuk gelombang, menciptakan bayangan mengerikan yang tampak siap menerkam.
Seluruh syaraf Hinata bagai lumpuh oleh rasa takut. Tangannya masih menggapai, berusaha mencapai Gaara dan menarik pemuda itu pergi dari butiran pasir yang menggila. Air matanya mulai membanjir lagi. Batinnya mati-matian menolak apa yang dikumandangkan oleh alarm dalam otaknya.
Gaara adalah si monster!
Hanya beberapa senti dari uluran tangan Hinata, langkah Gaara terhenti. Kelembutan itu terlihat kembali sesaat dalam matanya yang sudah berubah warna. Suara Gaara terdengar lirih saat bibir itu membuka untuk pertama kalinya.
"Hi… na… ta… maaf…"
Suara retakan keras bergema memenuhi rongga-rongga udara. Napas Hinata terhenti sesaat karena kaget, sementara sosok pemuda bernama Gaara ambruk ke tanah. Pasir menerobos keluar dari tiap celah retakan di tubuh Gaara, membentuk sebuah bayangan besar yang menjulang tinggi di antara pepohonan. Pasir membanjir, mengisap tubuh Gaara ke dalamnya.
Hinata menjerit, berusaha menggapai Gaara, tak ingin pemuda itu diambil di depan matanya. Namun tubuhnya langsung membeku ketika sebuah suara menggema dalam kepalanya.
Benar-benar keras kepala…
Mata Hinata membelalak. Suara itu terdengar seperti suara Gaara, tapi terdengar sangat asing dan dingin.
Itu bukan Gaara…
.
.
.
Prolog / END
