LEMBAR

Cerita oleh Kimono'z

Disclaimer; Naruto_Masashi Kishimoto

Spesial for #NHDD #NaruHinaDarkDay2016

Happy Reading,

.

.

Klang ...

Menyentuh meter―kaleng sisa minuman beralkohol menggelinding menjauhi pelemparnya. Pantofel hitam berdebu melangkah menyusuri setapak, melintasi sempit gang kecil-lembab di tengah kemegahan kota.

Lusuh, berantakan, pun kacau. Manik sayu menyorot kosong, sang pemuda nampak menggenggam sebuah berkas dengan tekstur sedikit lungset. Sepertinya dokumen berbungkus map hijau itu baru teremat, atau barangkali jatuh terinjak.

Menganggur bagi sebagian besar pemuda mungkin bukan hal memusingkan yang patut dipikir berlebih. Secara harfiah, selama masih ada rumah untuk berteduh dan memiliki seseorang yang mampu di harap, maka semua beres. Oke, itu adalah pemikiran pemalas dengan valensi kelembaman melebihi takar. Teruntuk orang Jepang, pekerjaan merupakan identitas bahkan tidak jarang dianggap sebagai harga diri. Menganggur ialah momok, karenanya, mengapa masyarakat di sini begitu mengejar pendidikan tinggi.

Kemapanan, hidup layak, diakui, juga mendapat apresiasi, empat hal klise yang pasti semua orang inginkan. Bukan lagi perkara menganut paham hedonisme atau terlalu menjunjung kenikmatan dunia, ini tentang sifat alamiah manusia yang sejatinganya ingin hidup senang di balik kemunafikan dan segala pencitraan.

99 hari. Berarti 2.376 jam, nyaris 24 minggu, dan 3 bulan lebih semenjak Naruto dipecat dari kantor. Sudah berulang ia melamar, namun semua berujung hampa. Ditolak, tak jarang upayanya terhenti sampai sesi wawancara.

Srett ...

Sebelum pulang Naruto menyempatkan untuk mapir ke minimarket.

Pintu kaca otomatis itu sontak terbuka, ketika ia hendak memasukinya.

"Selamat malam, selamat datang ..."

Ah, sambutan hangat― khas disertai seulas senyum seperti biasa.

Naruto lantas berjalan menuju deret presensi yang seketika itu pula menarik atensi netranya. Sebuah etalase bening, berisi sisa bento hari ini―yang tentu, dengan label harga lebih murah.

Kala malam, bekal makan siang tersebut memang biasa mengalami dekadensi nilai jual. Bisa hemat 50-80% jika dibandingkang siang hari atau jam di mana makanan ini wajar dibutuhkan. Ya, walau dari segi kesegaran berkurang― apa daya, bento malam adalah alternative bagi si pirang demi memangkas biaya hidup.

Omong-omong mengenai usaha pemangkasan super hemat, bukan cara mengisi perut saja menjadi fokus utama. Beberapa aspek seperti apato (rumah sewa), biaya transportasi, serta kebutuhan tak terduga pun tidak luput dari analitis Naruto. Misal, dari apato lama yang lumayan nyaman, (terdiri dari satu kamar tidur, ruang tamu, kamar mandi, dapur, juga beberapa fasilitas penunjang seperti pendingin ruangan, lemari es portable, dan televisi), pindah ke apato baru yang berukuran tidak lebih dari 5x3 meter. Cukup sekadar membentang futon, memasang meja lipat, meletakkan lemari kecil untuk menyimpan baju, dan menaruh beberapa benda bawaannya dari hunian lama.

Usai mendapat bento yang ia inginkan, Naruto kemudian berjalan menuju lemari pendingin. Dua botol bir ia ambil― yah, setidaknya inilah teman setia yang mampu menjadi penenang di sela kompleksivitas masalah keuangannya.

"Total 550 yen,"

Naruto mengambil uang dari dalam dompet,

"Oh iya, apa hari ini majalah job-time sudah terbit?"

"Ojob time? Sepertinya sudah. Siang tadi ada seseorang yang membeli―"

"Oke, terimakasih!" Naruto bergegas menghampiri rak buku.

"Tch, dasar! Setidaknya tunggu aku menyelesaikan jawabanku dong," sang gadis kasir menggerutu.

.

Ck,

Iris biru berlian Naruto mengedar tak puas. Job tertera rata-rata tertuju pada fresh graduate, tenaga kasar, beberapa profesi di luar bidang keahlian, dan lebih-lebih ada yang memasang batas usia maksimum pada daftar persyaratannya.

"Apa ini? Apa perusahaan tak lagi mau menampung pekerja di atas umur 30 tahun?"

Sigh,

"Sial!"

Pemuda tampan menginjak usia 30 warsa tersebut lalu bergerak lagi memeriksa banjar majalah dan koran. Berharap ada profesi yang pas― beberapa buku ia pilah, sampai tangannya tanpa sadar mengambil sebuah komik yang entah mengapa terselip di antara baris jurnal khusus berita harian itu.

Sedikit aneh, tidak disertai judul apalagi nama pengarang, sampul tankoubon hanya tergambar gadis bersurai lavender panjang menghadap belakang.

Naruto lalu membaca sinopsis yang lazim tersemat pada punggung sampul manga.

"Kisah mafia penjual organ dalam manusia?"

Srett,

Penasaran, Naruto membuka lembar pertama. Berisi gambar salinan sampul, halaman kedua berisi daftar, dan pada laman ketiga langsung tersaji pemutilasian anggota tubuh.

Ugh ...

Mendadak perut Naruto serasa diaduk.

"Pantas saja di sembunyikan, isinya begi―"

"Tuan, bagaimana? anda sudah menemukan majalah job-timenya?"

"A― ya!"

Spontan Naruto membawa buku yang ia pegang ke kasir. Sedang ia lupa, bahwa buku tersebut bukanlah majalah job-time, melainkan manga bergenre thriller yang baru saja ia baca sedikit bagian awalnya.

.

.

.

Propeler kipas angin menderu bak lantun helikopter menyapu gegana. Berisik―memeka telinga, namun ragib karena hembus dingin yang dihasilkan memberi sentuhan sejuk di tengah beringsang hawa musim panas.

Kancing kemeja terbuka―peluh mengalir luruh bebas dari garis rahang keras sang pemuda menjamah bagian panggulnya. Ikat pinggang terlepas, resleting sedikit mengendur, andai saja mau lebih turun, area selangkangan pemuda itu pasti terekspos―ketara. Jas dibiarkan tergolek malas, Naruto kini santai merebahkan tubuh usai menikmati bento 'nyaris' basinya.

Sekepal nasi, sepotong tuna panggang, tempura dan sayur-mayur, cukup menutup mulut cacing dalam perut untuk berhenti melayangkan protes sejenak.

"Uh, aku rindu stick tenderloin dengan lelehan saus creamy bercampur keju yang di padu rasa rempah-rempah kental."

Walakin, hal tersebut rupanya tidak cukup membuat si blonde rehat mengeluh. Sang Uzumaki masihlah merindu akan masa-masa jayanya. Mampu hidup tenteram, memiliki pekerjaan tetap, dan sanggup membeli apapun.

"Sebotol sampanye enak kali ya?"

Shitt!

Batin Naruto mengumpat,

"Kenapa nasibku gini amat?! Aku serupa gelandangan yang baru memungut sisa makanan dari tong sampah restoran. Tidak, itu mungkin lebih baik. Bento yang kumakan tadi benar-benar kacau. Berbau, juga sedikit lembek."

Impulsif ia bangkit―duduk, lalu mengambil komik di atas meja lipatnya. "Dan ini?―" rapalnya sedikit menjeda, "Aggrrrh! Bagaimana bisa aku menghamburkan uang demi sebuah manga menyeramkan? aku salah mengambil buku dan parahnya tidak sadar akan hal itu? Gyaah, apa yang sudah kulakuakan?! Bukan menghemat, harga komik ini justru dua kali lipat job-time magazine."

Seraya lanjut merutuk, Naruto kembali membuka komik tersebut. Sedikit terpaksa, namun sayang bukan, bila tankubon yang telah ia beli mahal-mahal dibiarkan percuma?

Tch,

Manga ini menceritakan apa sih?

Lembar pembuka,

"Tahun 2010― Vigevano, Italia. Yahiko; si Don 'Mahkota Emas', putra angkat keluarga Uchiha― mafia pemimpin sindikat penjualan organ dalam."

Naruto meneguk ludah,

Apa mereka keluarga gila?

"Uchiha Famili memiliki dua anak kandung. Seorang lelaki bernama Uchiha Itachi, dan satu lagi gadis berumur sepuluh tahun, Uchiha Sanada yang lebih kerap di sapa 'Bambina'. Itachi dan Yahiko hanya terpaut dua tahun, dan Itachi lah si kakak tertua."

Oke, sepertinya aku mulai tertarik.

"Jalur pasar gelap Italia terbagi atas tiga region. Masing-masing dikuasai oleh famili berbeda. Lingkup timur di gawangi keluarga Carlotte dengan Don bernama Ric. Mereka spesial membidangi penjualan obat-obatan terlarang. Bagian Tengah ada Ugo famili. Yang menjadi bos besar ialah seorang pria paruh baya berkulit hitam, Nicolo Ugo. Keluarga ini bergerak dalam kongsi penjualan senjata ilegal dan minuman keras. Terakhir distrik selatan, dikuasai oleh para Uchiha, si famili pendatang dari Jepang."

Naruto menarik napas,

"Hubungan ketiganya berjalan baik, meski curiga dan waspada saling menyertai. Pun begitu ..."

Sekelebat tulisan pada lembar manga tiba-tiba timbul, dan mendadak menghilang.

Semakin aneh, kala rentetan huruf kanji tersebut samar menguap, menyembul lagi dan terus berulang hingga beberapa detik. Gambar-gambar pada carik tankubon buyar―terurai membentuk pusaran kecil, berpusat pada satu titik di tengah-tengah lembar.

Gwaarrrrr ...

Segerombol cahaya keemasan cepat melompat―berhamburan dari dalam pusaran. Jika menjadi ibarat, mungkin ini menyerupai kisah legenda Yunani saat Pandora membuka kotak terlarangnya. Hanya saja bukan segala macam keburukan seperti wabah penyakit, kesedihan dan keputusasaan yang ke luar, Naruto dapati sekarang adalah butir-butir kapas kecil, berstruktur halus nun dingin.

"Sa-salju?"

Huuousss ...

Urung keheranan Naruto terjawab, tahu-tahu dari arah jendela arus udara bergerak bagas. Kencang menghempas badan jendela, membuat gorden yang menggantung di sana terlepas dari kaitannya.

"A-apa ini?!" iris Naruto menyipit. Salju-salju lembut membasahi bahu, pun bersamaan dia merasakan sebuah gaya tarik memaksa tubuhnya ikut berputar. Seolah tanpa kuasa melawan, fisiknya tertelan― masuk ke dalam ceruk menyilaukan.

Naruto mengecap kebas,

Raganya melayang bebas,

Mengarungi lorong putih panjang entah kapan berujung.

Sececah potret-potret wajah asing ia temukan,

Sampai pemuda pirang serupa ras Eropa itu menyakini, bila tubuhnya terpental―menubruk bidang keras nan datar.

Buagggg!

"Naruto Sama,"

Sayub subtil, lirih menggema. Sapuan napas hangat menyisir telinga, desah manja, pinggul Naruto tergoyang seirama.

"Naruto-Saaah―"

Tempaan-tempaan cepat ia rasa. Keringat nikmat mengucur―menyeka asa. Badannya seakan menanggung beban, tapi ini terkesan ringan. Seperti fisik seorang gadis atau anak kecil tengah berada di atasnya.

"Naruto Sama―"

Naruto mencoba membuka mata,

Raga tanpa sehelai benang,

Lekuk tegak mengumbar godaan,

Pinggang ramping,

Rambut hitam panjang,

Garis rahang tegas,

Bibir merah merekah,

Netra terpejam,

Raut Naruto niscaya memerah―

"HW-HWAAAAAAA!" Dorongnya kaget mendapati sesosok perempuan telanjang duduk menggagahi jasmaninya.

"Na-Naruto Sama, apa yang Anda lakukan?"

Naruto menarik selimut, turun―berdiri di sisi ranjang.

"SI-SIAPA KAU?!"

"Are?"

"Si-siapa kau? Ke-kenapa kau bisa ada di kamarku?!"

Ka-kamar?

Eh?

Naruto memperhatikan sekitar,

I-ini sangat berbeda. Ma-maksudku kamarku tak pernah semewah ini. Langit-langit berkubah, lampu kristal menggantung, panorama kondominium menjulang ...

I-ini jelas jauh bila dibandingkan apartemen kumuhku!

Sang gadis mendekat―merangkul pundak tegab Naruto, "Naruto Sama, ada apa? Apa sesuatu tiba-tiba terlintas dalam pikiranmu?" Dada sintalnya menekan, seolah sengaja menantang. "Bukankah kita belum selesai?" Lanjut ia seduktif― mengusap selangkangan Naruto yang kini tertutupi oleh selimut.

Blusshh ...

Pemilik sepasang manik biru itu seketika memilih mundur,

Bahaya,

Ini berbahaya,

I-ini ...

INI GILAAAAA!

SEBENARNYA AKU ADA DI MANA?

Naruto arkian lari menuju pintu,

Clek!

Namun bukannya melangkah, ia justru kaku, mematung.

Di luar berdiri sepuluh lelaki mengenakan jas hitam, berdasi rapi. Dua di antara mereka memakai topi miring, dan lima lainnya nampak memegang senapan laras panjang.

"A―"

"Don?"

"K-ka-kalian?"

"Don, kau sudah selesai?"

DRAP!

"SEMUA, GA-GAWAT ...!" Terengah, sesosok pria kurus memakai kemeja coklat muda berompi abu datang membawa kabar yang sepertinya genting dan buruk. "I-Itachi, Itachi Sama, dia menyerang markas!"

"APA?!" lelaki tinggi-besar, berkepala pelontos nampak terkejut.

Bum! bum! bum!

Terdengar tembakan beruntun dari lantai bawah.

Situasi bergulir rumit. Suasana berubah mencekam. Tempat aneh, orang-orang yang sama sekali tak ia kenal― Naruto kian bingung.

"Tch, lindungi Don. Aku akan turun bicara dengan bocah itu!"

"Dra-Drago―" pemuda berambut ikal mencoba mencegah, tapi pria yang ia sapa dengan nama 'Drago' tersebut terlanjur turun ke lantai bawah.

"Kuso si megalomania! Don, mari kita pergi!"

Naruto terkejut, sang rambut ikal menarik pergelangan tangannya.

"Kukira Itachi takkan senekat ini. Tch, dia benar-benar serius."

Mereka bergegas menuju jalan rahasia.

.

"Tu-tunggu, kita mau ke mana? I-Itachi, siapa Itachi? Lalu kalian?"

Si ikal berhenti sejenak,

"Apa yang Don katakan? Itachi marah besar saat Don Fugaku menyerahkan Uchiha pada anda. Kita akan menuju paviliun. Di sana Shisui dan nona Sanada telah menunggu,"

"A-apa?"

"Jangan bilang gara-gara 'aktifitas' menyenangkan tadi, anda jadi lupa. Saya Faust, Faust Enric. Kutahu Don suka sekali bercanda, tapi kuharap tidak di saat urgen seperti ini."

"O-oi―" mereka bergerak menuju lorong dengan ujung sebuah pintu pencakar atap.

A-aku masih belum mengerti,

Mereka?

Kenapa mereka begitu mengenalku?

Itachi?

Fugaku

Sanada?

Juga orang-orang menyeramkan ini?

Entah kenapa Naruto tiba-tiba berhenti.

"Don?"

Tu..tunggu―

Nama-nama itu?

Tidaklah asing!

Naruto berbalik―menatap semuanya.

"Don, kita harus cepat!"

Dan Don, itu kan panggilan―

"Ti-TIDAAAAK! JANGAN BILANG PORTAL ANEH TERSEBUT MEMBAWAKU MASUK KE DUNIA MANGA YANG BARU KUBELI?!"

"Don, anda bicara apa? Ayo cepat. Itachi Sama tidak pernah main-main akan hal ini!"

.

Jalan rahasia terhubung pada lorong sempit, berjarak tiga meter dari taman samping kediaman. Terdiri atas delapan jenis bunga kertas, membentuk labirin besar, menyerupai crop-circle dengan tinggi menggapai dua meter.

Mengendap memastikan keadaan aman, Faust meminta Naruto agar lari masuk terlebih dahulu. Labirin merupakan strategi, sedang ia menyuruh yang lain lewat pintu belakang guna distraksi.

Dor!

Gema satu tembakan direk merebak. Teriak pilu memecah gendang serempak. Naruto kontan kembali toleh― didapatinya sumber tarik pelatuk, berasal dari pintu belakang tertutup.

"Don, cepat―"

"A-apa kautak dengar?" sanggah Naruto saat Faust mendesaknya masuk.

Dor!

Dor!

Dua kali, dan resonansi drama pelor masih dibubuhi pekikan iba. Entah siapa meregang nyawa di sana, boleh jadi musuh, atau justru rekan yang 'kata'nya keluarga.

"Siaall! Apa kautidak bisa melakukan sesuatu? Mereka temanmu kan?!"

Si ikal mengatur napas, "Don, bukan saatnya mempersoalkan pertemanan. Sumpah untuk setia melindungi anda jauh lebih penting dari hidup kami sendiri!"

Tch,

Walhasil Naruto lari menyusuri labirin. Belok kanan, beralih ke kiri. Kanan lagi, kiri, begitu seterusnya nyaris sepuluh menit― sampai kaki mereka terhenti pada sekat bugenville tanpa celah, pun belokan.

I-ini?

"Impase? Oi, kau tahu jalan tidak?!"

Faust diam,

"Shit! Bodohnya aku menurutimu masuk dalam labirin rumit!"

Memusatkan tangan ke depan, ia menempelkan telapaknya pada permukaan dinding labirin,

Grieet ...

Lambat, kumpulan bunga kertas tersebut bergerak laksana pintu terbuka. Membentang anak tangga ke suatu koridor gelita― lembab, denting tetes air samar terpantul dari jeluk yang rupanya menjadi jalur penghubung gorong-gorong bawah tanah.

"Silakan," tuntas Faust membungkuk.

"K-kau sungguhan tahu jalannya?"

Mengulas senyum, "Tentu, karena Don lah yang memberitahuku 20 tahun lalu."

"Ayo―"

.

Sama hal atmosfir drainase rata-rata. Lengas, berair, di huni beberapa spesies amfibi, tempat ini pula silam dan sepi. Tanpa penerangan, Faust hanyalah memanfaatkan kirana kecil dari arloji serba gunanya.

Selain diperuntukkan menanggulangi banjir, drainase bawah tanah tidaklah jarang di fungsikan sebagai sarana pelarian diri. Didesain khusus atas permintaan Uchiha Famili, gorong-gorong tersebut memiliki empat cabang yang langsung terhubung pada empat titik esensial kediaman.

Faust berjalan mendahului Naruto, "Hinata sudah menunggu kita di atas, Don."

"Hinata?"

"Dia menyiapkan mobil dan akan mengantar kita menuju paviliun,"

"Mengantar?"

Tersentak, "EEEH?! Tu..tunggu, jadi kalian sudah memprediksi ini bakal terjadi?!"

Faust mengangguk,

"Hanya insting. Bukankah Don selalu mengajarkan― siagalah, sekalipun tengah tertidur. Pemangsa selayaknya memiliki insting kuat, itulah alasan mengapa kita dijuluki serigala dari tanah Vigevano."

"Be-begitu ya?"

"... oke, kita kehabisan waktu sekarang. Gadis pencemas itu pasti khawatir. Terlebih dari tadi dentum senapan penaka opera penyambut reuni tahun--"

DORR!

Tipis― mimis meluncur, menembus tembok dekat kepala Faust. Kepulan asap tabun melayang, bersama timbulnya rongga kecil di mana peluru itu bersandar.

Seorang pria berpostur tinggi tegab lantas muncul dari balik koridor gelap. Menodongkan laras― menghadang jalan, senyum seringai terulas, merefleksi raut beringas.

"Hendak lewat jalan pintas, huh?"

Faust terperanjat, "I-Itachi?!"

"Kaupikir siapa yang menghuni wisma Uchiha lebih lama? Kabur lewat gorong-gorong― bwahahaha, sebaiknya kau tanya dulu pada tuanmu itu, siapa orang yang telah mengajari dia cara membuka pintu. Benar kan, Don Uchiha yang baru 'Uzumaki Naruto'?"

Ck

Refleks― Naruto bergerak mundur satu langkah, "..."

Jadi dia yang bernama Itachi?

Faust memasang badan, "Apa mau mu?!"

Terkikik, "Mau ku?" Itachi membuka lebar kedua tangannya, "Simple saja, aku hanya ingin Don tak tahu diri ini MATI DI TANGANKU!"

"A― Tch, seharusnya anda menerima keputusan Don Fugaku!"

"Menerima? DIAM KAU, BERENGSEK! KAUPIKIR SIAPA ANAK KANDUNG FUGAKU? AKU! AKU YANG LEBIH PANTAS MENJADI DON DIBANDING ANAK PUNGUT ITU!"

BUM! BUM!

Dua timah panas bersarang pada bahu kanan Faust.

Manik Naruto membulat,

"F-Fa-Faust?!"

"La..ri― Cepat lari, Don!"

"JANGAN HALANGI JALANKU, BEDEBAH!"

DORRR!

Itachi kembali melepas tembakan, namun pemuda ikal itu kali ini berhasil menghindar.

"Ce-pat, larilah! Biar Itachi aku yang tangani!"

"T-tapi―"

"CEPAT―!" ujarnya mendorong tubuh Naruto.

Terhunyung― memucat, Naruto akhirnya balik ke belakang.

"MAU KE MANA KAU PENGECUT?!"

Dor!

Giliran bedil Faust membidik pergelangan kanan Itachi.

"K-KAUUU! Agrrrrr, kupastikan kau mencicipi neraka lebih dulu!"

DORR!

DORR!

DORR!

DORR!

DORRR!

.

Hosh ...

Hosh ...

Tersengal― Naruto berlari.

Tembakan itu, si rambut emas kembali tidak tahu siapa penarik pelatuknya.

Itachi kah?

Faust kah?

"SIAALL! Kuharap bukan kau yang mati―"

Grebb!

Bungkaman dari belakang― seseorang mengunci pergerakan Naruto. Menyeret ia paksa masuk ke suatu lorong untuk sembunyi, "Umm―" Tidak lama pria kekar berkaos oblong putih, berambut panjang sebahu melintas― menengok kanan-kiri seolah mencari sesuatu.

"Sssttt, dia mengincarmu Don."

Wangi lavender, pekat Naruto cium.

.

.

.

.

TBC

Don adalah sebutan untuk bos/pemimpin mafia

Cerita ini terinspirirasi dari anime kesukaan saya, "91 Days" yang berkisah tentang Angelo Lagusa, putra seorang anggota kelompok mafia yang seluruh keluarganya dibantai saat ia masih anak-anak.

selamat membaca:)))