Naruto dan Kuroko no Basuke masih milik Om Masashi Kishimoto dan Tadatoshi Fujimaki. Tapi cerita ini cuma milik saya (Bang Kise Ganteng)

….

[Akashi Seijuurou, Sakura Haruno] Cihiro Mayuzumi

Warning!

Au, OoC, typo bertebaran, feel gak ada, multichapter, etc.

Romance and lil' a bit Humor (kalo ngena juga sih, hahaha!), Drama.

Don't like don't read.

.

Happy reading^-^

.

Musim semi pertama sejak Sakura menginjakkan kakinya di sekolah terbesar di Kyoto. Sebuah sekolah bertaraf internasional yang bahkan telah banyak menjuarai berbagai macam kegiatan dan sekolah yang mempunyai predikat terbaik sepanjang masa.

Rakuzan High School.

Sakura menapaki setiap jalan dengan senyuman menawan di wajahnya. Udara musim semi di bulan april yang berhembus menjadi penyemangatnya. Murid-murid yang berseragam sama dengannya tampak berbincang dengan teman mereka. Deru mesin kendaraan yang lewat, ibu-ibu yang menawar sayuran serta tangisan kencang dari seorang bocah perempuan yang tidak mau ditinggalkan sendirian di sekolah.

Sempurna. Semuanya berjalan seperti semestinya. Apalagi sekarang Sakura bersekolah di Rakuzan High School, sekolah impian semua orang.

Dua bulan sudah ia bersekolah dengan menenteng predikat sebagai siswi beasiswa. Sakura memang bukanlah anak yang terlahir dari kelas atas maupun kelas bawah. Ayahnya bekerja sebagai karyawan kantor biasa di perusahaan swasta milik temannya. Ibunya membuka butik kecil-kecilan sebagai pelampiasan hobi. Dan Sakura cukup beruntung karena memiliki IQ lebih sehingga bisa bersekolah di sini.

Awalnya, Sakura pikir menjadi anak beasiswa akan dikucilkan teman-teman di sekolahnya. Tapi ternyata ia salah, mereka menganggap semuanya sama. Tidak ada satu orang pun di sekolah ini yang menganggap kekayaan adalah segalanya.

Selagi kau mempunyai otak cerdas dan prestasi gemilang, maka semua akan sama di mata mereka. Sederhananya, mereka berteman bukan karena harta. Dan sekali lagi, Sakura cukup beruntung karena hal itu.

.

.

Sakura menaruh tas di kursinya sambil tersenyum pada teman sebangkunya, Mayori Watanabe. Gadis itu balas tersenyum padanya dan menyodorkan sebuah buku.

"Aku sudah selesai membacanya, Sakura-chan. Ceritanya sangat seru," ujar gadis berambut cokelat burgundry itu dengan senyuman.

"Kalau kau mau aku masih punya yang lainnya," Sakura menawarkan. Mata Mayori langsung menyala terang ketika mendengar ucapan Sakura. "Besok akan kubawakan," ujarnya lagi.

Sakura dan Mayori memang cepat akrab. Sifat Sakura yang supel dan ceria sangat cocok jika digabungkan dengan Mayori yang cerewet. Mereka saling bertukar cerita tentang apa saja. Gadis itu suka memasak dan hobi ngemil. Tak jarang Sakura sering diseret ke kantin atau sekedar mencicipi masakannya jika gadis itu membuat makanan.

"Kudengar tim basket kita sedang mencari manager untuk membantu mengurusi keperluan mereka," ujar gadis itu. Tangannya menyodorkan sepotong sandwich pada Sakura yang hanya dib alas gelengan oleh gadis itu. Mayori mengangkat bahunya dan kembali melanjutkan percakapan. "Pak Eiji Shirogane yang mengusulkannya atas permintaan Akashi-kun."

"Akashi-kun?" Sakura membeo. Nama itu terdengar asing baginya. Sakura memang tahu bahwa sekolahnya mempunyai tim basket yang kuat, namun ia tak pernah tau nama anggotanya.

"Ya, Akashi Seijuurou, dia kaptennya. Dia memegang kendali penuh atas tim itu," gadis bermanik hazel itu mengerutkan dahinya. "Aku tidak tahu mengapa, tapi saat kelas satu dia sudah memimpin," kemudian matanya bergulir menatap menatap Sakura yang kini tampak mengerutkan dahi. Tersenyum gadis itu menyenggol pinggang Sakura dengan sikunya. "Nanti aku tunjukin yang mana orangnya deh. Tapi awas naksir lho, dia ganteng banget soalnya," lanjutnya sambil menggerling menggoda.

Sakura balas menyikut pinggang gadis itu, "Aku nggak segampang itu naksir cowok," kemudian keduanya tertawa bersama. Dan sambil menunggu bel masuk berbunyi, Sakura dan Mayori membahas tentang Akashi dan hal ini tak pelak membuat rasa penasaran timbul dalam diri Sakura.

.

.

.

.

Kepala Sakura celingukan kesegala arah, mencari sosok Mayori. Sakura diberi tugas untuk merangkum absen tadi sedangkan Mayori langsung melesat ke kantin. Menyediakan tempat untuk mereka agar tersisa.

Dan di sinilah Sakura sekarang, dengan baki berisi makan siang di tangannya sedang celingukan ke sana ke mari mencari sang Sahabat.

"Sakura!" Sang Empunya nama langsung menoleh dan menuai senyum lebar ketika melihat lambaian tangan temannya. Bergegas Sakura berjalan ke sana dan menaruh bakinya di atas meja.

"Sorry, lama," ujar Sakura sambil menyesap minumannya. Gadis di depannya hanya mengangguk pelan dan memakan bola daging miliknya.

"Nggak apa-apa," ujarnya pelan. Sakura hanya diam sambil memakan makanannya. Kantin yang tadinya riuh mendadak sunyi. Sakura merasakannya, aura dengan atmosfer tegang ini di sekitarnya. "Lihat tuh, Akashi-kun udah datang," bisik gadis itu.

Sakura lekas menoleh dan mendapati wajah dingin serta arogan dari pria berambut merah yang kini tengah berjalan tenang menuju meja yang berseberangan dengan tempatnya duduk. Di belakangnya, empat orang—yang satu bertubuh tinggi besar, berkulit hitam—ikut mengambil tempat duduk di meja yang sama.

"Jangan melihat mereka dengan pandangan seperti itu Sakura," tegur Mayori pelan. Bibirnya tersungging, menatap Sakura dengan jenaka. "Hayo lho, katanya nggak bakal suka sama Akashi-kun, tapi yang kulihat tampaknya berbeda," godanya.

Semburat merah kontan muncul di kedua belah pipi Sakura, "A-apaan sih. Kupikir dia sedikit mirip dengan senpaiku dulu," kilahnya. Namun Sakura tidak berbohong, karena setelah dilihat-lihat, Akashi sedikit mirip dengan senpainya dulu, Akasuna Sasori.

Gadis bermanik hazel di depannya merotasikan matanya jenaka, "Ya, ya. Terserah," namun kesan menggoda tak hilang dalam suaranya.

Sakura tak menyahut dan diam-diam kembali mencuri pandang pada wajah dingin dari lelaki di seberang sana. Sakura kontan mengalihkan pandangannya ke arah lain ketika mata pemuda itu menangkap pandangannya.

Dengan dingin.

..

.

.

.

..

Sakura membereskan perlengkapan tulisnya dan memasukkannya ke dalam tas. Sekolah sudah bubar sejak sejam yang lalu dan seperti biasa Sakura selalu menunggu sekolah sepi sebelum beranjak pulang. Kali ini dia menghabiskan waktunya untuk membaca buku di perpustakaan.

Hentakan dalam setiap langkahnya begitu terdengar nyaring di koridor sekolah. Sakura mengambil sebotol air yang tersampir di kantung tasnya sebelum meneguknya. Sakura berhenti melangkah saat retinanya tak sengaja mengakap seseorang berdiri tak jauh dari tempatnya.

Dengan seragam basket dan rambut merahnya yang berkibar tertiup angin, Akashi datang mendekatinya dengan langkah tenang. Sakura menahan napasnya. Itu Akashi Seijuurou.

Pikiran Sakura mulai tak tenang. Apa pemuda itu marah karena aku memperhatikannya tadi?Atau… apa? Sakura hanya anak baru dan dia bersumpah tidak pernah membuat kesalahan sebelumnya.

"Sakura Haruno, benar?" suara tenangnya mengalun pelan terbawa udara sampai ke telinga Sakura. Gadis gulali itu hanya mengangguk kaku dan, uh-oh, dia ingin cepat-cepat pergi dari sini. "Aku sudah mendengar semua tentangmu, si anak beasiswa," mata merahnya masih memperhatikan Sakura lamat-lamat.

Sakura membiarkan hening merangkak naik menyelimuti tempat mereka. Dia bahkan bisa mendengar sendiri detakan jantungnya yang tiba-tiba menggila.

"Aku memilihmu sebagai manager tim kami, kau pasti sudah dengar beritanya," Sakura mengagkat kepalanya dan langsung dihadapkan dengan netra merah Akashi.

Mulutnya terbuka kecil namun tak ada kata-kata yang keluar dari bibir munginya, seolah-olah lidahnya kelu akibat tatapan Akashi.

"Kupikir kau salah orang," ujar Sakura akhirnya. Ia memberanikan diri kembali menatap mata itu dan seringai Akashi muncul.

"Aku tidak pernah salah dalam hal apapun, karena aku absolut," pemuda itu memutar langkah memunggungi Sakura, dan berjalan menjauh.

"Ta-tapi, mengapa aku?"

Langkah sang pemuda berhenti dan ia melirik Sakura dari balik bahunya. "Jangan merasa istimewa, kau hanya beruntung," kakinya kembali berjalan menjauhi Sakura. "Dan aku hanya mengulurkan talinya padamu."

Sakura tidak mengerti mengapa, namun hatinya terus berdebar kencang begitu mendengar perkataan pemuda merah itu. Sakura hanya berharap jika apapun yang akan terjadi ke depannya bukanlah hal buruk.

Ya, semoga saja.

..

.

.

.

.

.

Tbc


A/n:

Xover kedua, masih pair AkaSaku, semoga suka ya~ sedikit penjelasan, Akashi di sini seperti saat belum dikalahin ama Seirin, walau dalam cerita ini mereka udah kalah dari sekolah itu. Hahaha! Kalo gak ngerti bisa tanya, berhubung ini masih prolog sih. Wkwkkwkw. Dan, Mayori Watanabe itu, OC. Wkwkw, sorry, ngarang seenak jidat. Habisnya gatau mau pake karakter cewe siapa. Momoi, nggak mungkin.