Vocaloid siapa yang punya? Yang punya bukan saya...
Alur cerita dan trik kejadian saya ambil dari Detektif Kindaichi
Saya? Cuma edit sedikit aja... jadi Don't like don't read and don't flame
Tengkorak itu ditemukan di hutan kecil di pinggir kota Yamaha, tempat kami tinggal. Tengkorak pria berumur 25-30an, penyebab kematiannya adalah dibunuh dengan cara dipukul bagian kepalanya. Diperkirakan tengkorak itu sudah dikubur lebih dari satu tahun.
Tengkorak itu adalah awal dari kasus berdarah yang akan terjadi mulai sekarang.
.
.
.
PEMBUNUHAN DI DESA SEGI ENAM
.
.
"Dasar! Pagi-pagi begini kamu mau bolos sekolah? Sebagai sepupumu aku tak bisa tinggal diam!" lengking seorang gadis di pagi hari
"Aduh...aduh...aduh...hei jangan seret aku sambil menjewer telingaku!" lengking seorang pemuda tak kalah keras.
"Sial...video game sudah menungguku nih...!" pemuda tersebut mengeluh.
.
.
Hai, namaku Hatsune Mikuo, kelas 2 SMU dan cucu dari detektif terkenal bernama Hatsune Kaito. Gadis ini adalah sepupu yang akrab denganku, namanya Hatsune Miku. Anak pintar yang terkenal di kalangan cowok karena wajahnya yang cantik dan suaranya yang merdu. Tapi bagiku, dia hanyalah sepupuku yang amat sangat merepotkan.
.
.
Tak terasa Miku telah menyeretku sampai di sekolah. Akan tetapi, perhatian kami teralih karena banyaknya siswa yang mengerubungi papan pengumuman sekolah.
"Ada apa sih?" gumam Miku sambil menyeretku mendekati papan pengumuman.
"Hei..hei...tak perlu menyeretku!" lengkingku pada Miku, dasar, sepertinya sepupuku ini acuh saja dan terus mendekati papan pengumuman.
Di papan pengumuman, terdapat dua lembar foto yang ditempel, dan obyek fotonya adalah...
"Itu kan Len Sensei dan anak kelas kita, Kamine Rin!" ujar Miku dengan terkejut. Aku hanya memasang wajah tertarik dan penasaran.
"...katanya foto ini diambil dari hotel di kota sebelah loh...," bisik anak cewek yang ada di depanku sambil membisiki teman disebelahnya.
"Hotel!" jerit Miku menanggapi gosip tak jelas itu.
"Wah..wah...kasus hebat, kok bisa sih Len sensei yang lemah begitu barengan sama Kamine Rin yang tsundere?" gumamku jelas kepada Miku menyebabkan sebuah jitakan yang "manis" dari Miku ke kepalaku.
Tiba-tiba datanglah seorang guru pria dan menyita dua foto yang ditempel di papan pengumuman. Guru tersebut memaksa para murid untuk memasuki kelas, menyebabkan kerumunan siswa berhenti dan kembali ke kelas masing-masing.
~000~
"Hei...gimana kabarnya Rin ya?"
"Entahlah...dia juga tidak masuk ke sekolah sekarang,"
"Dasar bodoh, tentu saja dia tidak akan masuk kelas sekarang,"
.
.
Aku hanya mendengarkan gosip para anak cewek. Berpura-pura tidur dengan pose kepalaku ditutupi oleh buku, tapi pendengaranku menangkap semua gosip mereka.
Dasar anak cewek, kenapa mereka suka sekali gosip sih?
.
.
"Hei berita gawat, katanya Kamine Rin akan diberhentikan dari sekolah!"
"APA!" pekik teman sekelas mendengar berita tersebut. Aku tetap memasang poseku, pura-pura tidur.
"Ketua POMG ngotot untuk mengeluarkan Rin, pihak sekolah tidak bisa apa-apa," ujar sang pembawa berita dengan heboh.
"Kalau begitu, biar aku yang protes," ujar suara gadis diiringi suara langkah kaki yang tergesa. Huh, tak perlu melihatpun aku sudah tahu, ini adalah suara sepupuku yang selalu ingin ikut campur.
Aku menegakkan tubuhku dari posisi tidurku.
"Dasar sepupu yang ngerepotin," keluhku dengan suara pelan.
~000~
"Saya harap semua jelas saudara-saudara," lengking seorang ibu-ibu berumur setengah baya, rupanya tante inilah yang menjabat sebagai ketua POMG.
"Mulai hari ini, Kamine Rin dinyatakan dikeluarkan dari sekolah ini!" vonis Ketua POMG keras.
"TUNGGU DULU!" teriak Hatsune Miku dengan dramatis,
"Siapa kamu?"
"Saya Hatsune Miku, teman sekelas dan ketua kelas Kamine Rin. Saya mohon, Rin pasti serius dengan Len Sensei, karena itu-"
"DIAM!" jerit ketua POMG
"Bagaimanapun juga, sangat tidak masuk akal jika murid dan guru melakukan hal yang tidak senonoh seperti itu. Kamine Rin pastilah telah menghasut Len Sensei yang berhati lemah itu," ujar Ketua POMG yang sok diplomatis,
"Tidak mungkin, Rin-chan bukan anak yang seperti itu...," protes Miku
"Gimana ya? 'kan banyak anak perempuan yang bersedia melakukan itu semua demi uang," kilah Ketua POMG.
"Kamu juga, wajahmu mungkin memang cantik, tapi dibelakang bisa saja kamu melakukan hal yang sama kan?" kekeh ketua POMG.
Miku hanya bisa memasang wajah bengong dan memerah karena dituduh seperti itu.
Saat terdiamnya Miku – saking shocknya – Kepala Sekolah keluar dari ruang rapat diikuti oleh Ketua POMG. Tak lama kemudian Miku keluar dari ruang rapat, dengan wajah lemas dan shock.
"Percuma aja kamu ngomong begitu sama tante-tante POMG dan Kepala Sekolah itu," ujarku pada Miku sambil menyenderkan punggungku di dinding.
"Mikuo-kun, kapan kamu disini?" Miku tampaknya kaget melihat keberadaanku disini.
"Kamu tahu kan pepatah mata dibalas mata?" seringaiku penuh arti, meyisakan wajah bingung Miku setelah mendengar ucapanku.
~000~
Malam hari di pinggiran kota yang tidak terlalu ramai, keluarlah dua sosok manusia yang baru keluar dari sebuah gedung. Kedua sosok tersebut menoleh terlebih dahulu, memastikan tidak ada orang yang melintas di daerah tersebut. Setelah mereka merasa aman, merekapun melangkahkan kaki keluar dari bangunan tersebut.
KLIK.. CKLIK..
Kedua sosok tersebut dengan kaget mengarahkan pandangan mereka ke arah sumber cahaya dan sumber suara.
CKLIK...
Kedua sosok tersebut menutup wajah mereka dengan tangan, berusaha menghindari wajah mereka terlihat oleh cahaya tersebut.
"Hehehe... Halo..." aku memasang cengiran tak berdosa.
"Kepala Sekolah dan Ketua POMG!" jerit Miku yang berdiri di sebelahku.
Kedua sosok itu – Kepala Sekolah dan Ketua POMG – hanya bisa terkejut dengan kehadiran kami berdua. Saking shocknya, tampaknya mereka lupa menjerit melihat keberadaan kami.
"Ke..kenapa kalian di sini?" gagap Kepala Sekolah, sepertinya Kepala Sekolah sudah pulih dari shocknya.
"Ini jatuh dari Bapak dan Ibu," ujarku sambil mengacungkan dua buah benda.
Korek api hotel dan beberapa lembar tiket potongan harga hotel.
"Rasanya keterlaluan kalau Bapak dan Ibu punya semacam "hubungan" dan sering datang berdua ke hotel ini, tapi rupanya dugaan saya benar ya...," jelasku dengan santai,
"Nah...foto ini harus kuapakan ya? ...Bagaiman kalau saya serahkan ke Dewan Pendidikan?" ujarku setengah mengancam.
"Ka..katakan...kamu mau uang atau mau nilai?" racau Kepla Sekolah dengan muka pucat.
Dengan seringai licik aku pun mulai mengajukan tuntutan, "Kalau begitu...tolong dengarkan sebentar tuntutanku,"
~000~
"Berhasil...,"
"Syukurlah Rin-chan,"
"Ketua POMG tak jadi mengeluarkanmu, rasanya hebat...,"
Seisi kelas heboh melihat Kamine Rin kembali memasuki Kelas.
"Pasti ini gara-gara protes Miku, ya?" goda salah seorang siswi.
"Heh, bukan kok!" tolak Miku
"Benarkah, Miku-chan yang membelaku? Makasih ya." Rin memeluk Miku dengan erat.
"Enggak kok, aku enggak melakukan apa-apa," ujar Miku pada Rin.
Seisi kelas merasa senang dengan kembalinya Rin.
.
.
'Bukan aku,' ujar Miku dalam hati.
'Makasih ya...Mikuo-kun,' gumam Miku sambil memandangi Mikuo yang sedang tidur di mejanya.
~000~
Tapi walaupun Rin tidak jadi dikeluarkan, Beberapa hari kemudian dia dikembalikan kepada orangtuanya. Rin akan bersekolah di SMU setempat di desanya, dan akan menikah dengan tungannya yang telah ditentukan sejak dia masih kecil.
"Maaf ya Miku-chan, aku sudah banyak merepotkanmu," ungkap Rin.
"Tidak apa-apa kok," tolak Miku.
"Oh iya, ini buatmu," Rin mengulurkan kalung berbandul bintang segi enam – tapi entah kenapa tidak ada sisi bagian atas bintang – kepada Miku.
"Kalung?" Miku memperhatikan bandul kalung tersebut yang aneh.
"Keliatannya mahal," gumamku kepada Rin.
"Apa boleh aku menerimanya?" Miku memastikan, Rin mengangguk semangat.
"Habis, waktu aku dengar Miku-chan protes demi aku, rasanya senang sekali," ujarnya semangat, pita putih yang ada dikepalanya juga ikut bergoyang.
Kereta yang akan membawa Rin pulang kembali ke desanya telah tiba. Rin menaiki kereta tersebut dan langsung kembali menoleh kepada kami. Kami terus berbincang hingga terdengar pengumuman bahwa kereta akan berangkat.
"Jaga kesehatanmu ya, Rin-chan," pesan Miku.
"Hmm... sampai ketemu lagi ya, Miku-chan, Mikuo-kun,"
"Kapan-kapan kami akan main ke desamu, tunggu ya," ujarku dengan penuh semangat.
"Ya... akan kutunggu..., aku tak akan... pernah melupakan kalian," gumam Rin sambil meneteskan matanya.
Pintu kereta menutup, meninggalkan kami yang kebingungan karena kami tidak sempat bertanya apa yang membuat Rin meneteskan air matanya. Perlahan kereta mulai melaju, meninggalkan kami berdua yang masih terlalu shock melihat air mata Rin.
Itu adalah air mata pertama, yang ditunjukkan oleh gadis tegar itu.
.
~000~
.
Beberapa hari kemudian, kami mendapatkan surat undangan pernikahan Rin.
"Akhirnya Rin menikah...," gumam Miku di perjalanan kami pulang dari sekolah.
"..."
"Semoga Rin bahagia," doa Miku, aku hanya terdiam.
"Hatsune,"
Kami berdua menoleh dan mendapati sosok guru kami, Nemikage Len Sensei.
"Aku mohon.. ajaklah aku ke pernikahan Rin-chan," pinta Len Sensei sambil menundukkan tubuhnya, memohon.
"Hah..? Len Sensei ingin ikut?" ujarku tak percaya.
"A..aku tak mampu menahannya untuk menikah, tapi aku ingin bertemu dengan Rin-chan sekali lagi," ujarnya gugup.
"Kalau..kalau dia bahagia...aku akan pasrah," lanjut Len Sensei dengan pucat.
"..."
"Saya tak suka dengan cara pikir sensei," tandasku tajam, Miku terpekik mendengar ucapanku sementara Len Sensei hanya bisa terpaku.
"Saya beritahu, Rin terpaksa berhenti dari sekolah ini gara-gara sensei," lanjutku tanpa mempedulikan reaksi mereka berdua.
"Dan sensei mau menyerah tanpa memperjuangkannya terlebih dahulu!" tanyaku dengan nada tinggi.
"Kalau kalian berdua saling mencintai, kenapa tidak menculiknya kemudian kabur!" tuntutku dengan suara keras.
"Mikuo-kun, jangan keterlaluan!" pekik Miku. Len sensei masih terdiam.
"Aku tahu...semuanya memang salahku, aku tak menyangka kalau ada seseorang yang memotret kami...," gumam Len sensei pelan,
"Tapi... aku...-" Len sensei tak melanjutkan ucapannya, air mata telah mengalir di pipinya.
Aku dan Miku hanya bisa terdiam.
~000~
Kemudian, sehari menjelang pernikahan Rin, dengan menggunakan mobil Len sensei kami menuju Desa Segi Enam di wilayah Aomori. Setelah menempuh jalan gunung yang menyiksa selama tiga jam, akhirnya kami sampai di Desa Segi Enam. Sesuai namanya, desa itu berbentuk bintang segi enam.
"Bentuk desa ini segi enam, pantas saja disebut Desa Segi Enam. Kalau kalung yang diterima Miku ditambahkan satu segitiga lagi dibagian atasnya maka akan menjadi bentuk bintang segi enam." Jelasku. Miku hanya memperhatikan bandul kalung yang ia terima dari Rin.
"Tapi kenapa desa seperti ini ada di pedalaman pegunungan?" tanya Len sensei. Aku hanya mengangkat bahuku, menandakan tak tahu jawabannya.
.
.
Tak terasa kami sudah sampai di desa itu, rumah pertama yang kami lihat adalah rumah jepang gaya kuno dengan banyak menara. Ketika mobil kami melintas di depannya, aku dapat melihat simbol bintang segi enam tanpa segitiga di kiri atas.
Rumah kedua yang kami lewati juga bergaya jepang kuno, hanya saja banyak tanaman yang merambati rumah tersebut. Di rumah ini akupun melihat simbol bintang segi enam tanpa segitiga di kiri bawah.
"Kita tanyakan rumah Rin di rumah berikutnya," ujar Len sensei.
Rumah ketiga adalah rumah yang akan kami jadikan sasaran untuk menanyakan rumah Rin. Di gerbang rumah ini dihiasi baju besi perang. Seperti sebelumnya, di rumah inipun terdapat simbol bintang segi enam tanpa segitiga bagian bawah.
"Permisi, apa ada orang?" sapa Miku dengan suara sambil bernyanyi,
Sesaat aku merasakan keberadaan seseorang di belakangku, maka aku pun menolehkan kepalaku. Tiba-tiba aku sudah berteriak diikuti oleh teriakan Miku dan Len sensei. Sesosok anak perempuan berambut blond bergelombang panjang menatap kami dengan dingin dan menakutkan.
"A..anu, rumah Kamine Rin dimana ya?" tanyaku dengan gugup.
Gadis itu sama sekali tidak menjawab kami tapi ia mengarahkan telunjuknya ke suatu arah.
"Te..terima kasih...," ujar kami sambil kembali lari ke mobil.
.
.
"Cantik-cantik kok serem banget sih," ujarku mengomentari gadis yang kami temui.
"Itu siapa ya?" tanya Miku penasaran,
"Mana aku tahu, tapi aku sudah bisa menangkap hubungan posisi enam rumah di desa ini," jelasku.
"Posisi?" rupanya Miku tidak terlalu paham dengan ucapanku.
"Ya, kalau begini, rumah Rin adalah rumah keenam, rumah ketiga darisini," jelasku.
"Kok tahu?"
"Tuh lihat rumah di depan," ujarku sambil menunjuk rumah keempat yang kami lihat.
"Pasti di rumah itu ada simbol bintang segi enam tanpa segitiga bagian kanan bawah," tebakku.
Kami melintasi rumah gaya jepang kuno yang dihiasi dengan banyak kaca yang indah. Saat kami melintasi bagian depan rumah tersebut, kami dapat melihat simbol rumah tersebut, simbol bintang segi enam tanpa bagian kanan bawah.
"Eh, rumah itu memang tanpa bagian kanan bawah," ujar Miku.
"Rumah selanjutnya pasti bintang segi enam tanpa bagian kanan atas," tebakku.
"Oh..benar juga ya," Len sensei menyadari analisisku.
"Dengan kata lain, bagian yang hilang itu menunjukkan posisi rumah tersebut, dan dibagian tengah bintang tersebut terdapat kuil," analisisku.
Kami melintasi rumah kelima, rumah gaya jepang kuno yang dihiasi dengan arah mata angin berhiaskan ayam besar. Dan seperti analisisku, rumah itu memang memiliki simbol bintang segi enam tanpa bagian kanan atas.
"Nah, rumah di depan adalah rumah Rin yang kita cari," aku mengambil kesimpulan dari analisis yang kubuat dan sudah terbukti kebenarannya.
Akhirnya kami sampai ke rumah keenam, rumah gaya jepang kuno dihiasi dengan jam yang besar di pintu gerbangnya.
"Wah hebat, rumah Rin besar sekali," pekik Miku dengan heboh.
.
.
"Kalian siapa?"
Dari balik pintu utama kami melihat seorang pria tua yang aneh, menatap kami dengan pandangan penuh selidik.
"Kami teman sekolah Kamine Rin," jelasku pada pria tua aneh itu.
"Ada apa dengan putriku?" tanya pria tua itu. Aku langsung membatu, pria tua aneh ini ayahnya Rin?
"Kami mendapat surat undangan pernikahan dari Rin," jelas Miku kepada paman itu.
"Surat undangan? Apa kalian tidak salah?" paman itu memastikan,
"Loh, tapi kami memang-"
"Aku yang mengundang mereka, ayah," seru seseorang dari balik paman itu.
"Rin," seru Miku.
Untuk sesaat, aku dapat merasakan tatapan yang tajam dan dingin dari Rin tertuju kepada ayahnya. Paman tersebut menoleh kepada Rin, terjadi adu tatap antara paman aneh tersebut dengan Rin.
"Maafkan aku, mari silahkan masuk," tiba-tiba saja ayah Rin bersikap ramah kepada kami.
"Maaf ya, kalian pasti capek," Rin menghampiri kami.
"Ah tidak, rumahmu besar sekali Rin," gumam Miku dengan gugup.
"Bibi Miriam, tolong antarkan tamu ke kamarnya ya," perintah Rin kepada pelayan yang terlihat tua dan senior,
"Nanti kita bertemu lagi," ujar Rin sambil berjalan menjauhi kami,
"RIN-CHAN!" Panggil Len sensei.
Sesaat Rin menghentikan langkahnya, akan tetapi kembali melangkah menjauhi kami. Saat Len sensei akan mengejar Rin, dua orang pelayan berdiri menghalangi Len sensei.
"Rin-sama sedang sibuk mempersiapkan diri untuk upacara," jelas pelayan yang dipanggil Bibi Miriam.
"Saya minta tolong kepada tuan dan nona sekalian," lanjut Bibi Miriam, kamipun menoleh.
"Tolong jangan berjalan-jalan di gedung ini tanpa Izin. Jika anda sekalian lupa peringatan saya ini, saya tidak akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu," ancamnya.
Kami bertiga hanya bisa terdiam. Mendengarkan ancaman menyeramkan dari Bibi yang bernama Miriam itu.
"Hah..kita datang ke tempat yang aneh...," gumamku pelan, menghasilkan jitakan yang manis dari Miku.
~000~
Aku menghenyakkan diriku di sofa kamar, bersantai sambil melepas lelah perjalanan menuju Desa Segi Enam ini. Aku membiarkan pikiranku kosong sambil sedikit demi sedikit mulai tertidur. Saat kesadaranku mulai lepas dan mulai tertidur...
TOK TOK TOK
"Mikuo-kun, kamu di kamar kan?" tanpa menunggu jawabanku Miku telah melongokkan wajahnya, mengintip kedalam kamarku.
"Ada apa Miku?" tanyaku jengkel karena sudah mengantuk.
"Ano...itu...ano...," ujarnya tergagap.
"Hei...bicara yang jelas...," aku mulai jengkel.
Sesaat Miku menantang mukaku, wajahnya mulai tegas. Tipikal sifat sepupuku yang sudah menetapkan hati untuk memberanikan diri melakukan sesuatu.
"Mikuo-kun... temani aku ke toilet dong...," teriaknya dengan malu.
Aku hanya sweatdrop.
~000~
"Mikuo-kun... kamu masih disitu kan?" teriak Miku dari dalam toilet.
"Ayo cepat keluar atau aku tinggal!" ancamku jengkel. Miku hanya bisa panik mendengarkan ancamanku. Sesaat kemudian Miku keluar dari toilet dengan wajah sebal.
"Dasar, masa ke kamar mandi aja harus ditemanin. Kamu masih SD ya?" gumamku jengkel dan sebal.
"Habis... rumah ini besar sekali, aku takut kesasar!" rajuk Miku dengan wajahnya yang sumpah terlihat manis sekali bagiku.
"Dasar bodoh, sebesar apapun rumah ini mana mungkin kita kesasar," balasku jengkel.
Sesaat kami terus berjalan dalam diam. Terlalu lelah untuk saling balas kejengkelan kami.
"...,"
"...,"
"...,"
"...,"
"Tapi...kamarku dimana ya?" gumamku pelan.
"Tuh kan Mikuo-kun... kita nyasar," rajuk Miku. Aku hanya bisa diam dan merasa jengkel.
"Tapi..rumah ini aneh sekali, kenapa dibangun di desa pedalaman begini ya?" gumamku penasaran. Miku hanya mengangkat bahunya, tanda tak tahu jawabannya.
Kami terus menelusuri lorong rumah bergaya jepang kuno tersebut. Rumah ini benar-benar besar, saking besarnya sudah setengah jam kami mengelilingi lorong rumah ini kami belum bertemu dengan penghuni rumah.
"Rumah ini besar sekali, dan juga kuno...," gumam Miku pelan.
"Jangan-jangan ada mayat di rumah sebesar ini," gumamku asal yang sekali lagi mendapat jitakan manis dari Miku.
Jitakan Miku membuat keseimbangan tubuhku oleng dan terjatuh menabrak dinding. Saat aku jatuh terduduk dan masih mengaduh karena punggungku yang sakit tiba-tiba...
KREKK...
Aku dan Miku hanya bisa terdiam, terlalu kaget. Pasalnya dinding yang aku tabrak terbuka, menampilkan ruang rahasia yang gelap.
"Ternyata ada ruang rahasia...," gumamku penasaran. Aku dan Miku hanya mengamati ruang rahasia tersebut dari luar, terlihat ada tangga yang menuju ke bawah.
"Kita periksa yuk..," ujarku tertarik dan penasaran. Aka tetapi Miku menahan lenganku.
"Jangan Mikuo-kun, ingat kata bibi pelayan tadi!" Miku menahan sambil memperingatkanku.
"Gak apa-apa...kan 'gak ada yang tahu," aku membela diri.
"Tapi...," pegangan Miku pada lenganku terlepas, membuat aku jatuh terguling ke bawah.
"Aduh...Miku...tega banget...sakit nih...," ngambekku pada Miku.
"Maaf Mikuo-kun..kamu 'gak luka kan?" Miku menyusulku kebawah.
"Enggak sih... tapi nabrak sesuatu," aku mengarahkan pandanganku untuk melihat benda apa yang kutabrak. Saat itulah...
WUAAAAAAAaaaa...
KYAAAAAAaaaaaa...
Benda yang kutabrak adalah kotak kayu yang berisi mumi yang mengerikan.
"SEDANG APA KALIAN DISANA!"
Aku menolehkan pandanganku, dan yang terlihat olehku adalah sosok Kamine Leon. Tuan sekaligus pemilik rumah jepang kuno ini.
.
.
.
Saat itu aku belum menyadari, bahwa mumi ini akan membawaku kepada rangkaian kejadian yang mengerikan.
~000~
A/N : Fic Crime yang pertama kali saya buat... akan panjang tapi saya usahakan lanjut... jadi sabar ya... ^_^
