Darkest Moment
DISCLAIMER: ALWAYS SQUARE ENIX (until the end of this fic, I only own this story)
Suara sirine mobil terdengar. Oh, benar saja. Polisi telah datang. Jalanan pun dipenuhi oleh sepuluh mobil polisi atau lebih. Tak hanya mobil, motor polisi pun tak kalah jumlahnya. Sebuah motor berwarna hitam melaju kencang, berusaha lolos dari pengejaran mereka.
Begitulah suasana salah satu jalan di Dark City. Gelap mewarnai suasana malam itu. Yeah, langit begitu gelap tanpa satupun cahaya bintang. Sangat terlihat bahwa cuaca malam itu memang tidak bersahabat, mengingat cuaca telah dipastikan akan turun hujan.
"Kejar dia! Jangan biarkan dia lolos lagi!" Rufus berteriak melalui walkie talkie dari dalam mobilnya, sambil terus mengejar buronan yang tepat berada di depannya. Yeah, sangat kencang dan terburu-buru. Ia tidak akan membiarkan seorang penjahat lolos dari genggamannya.
Bahkan, sang pengemudi yang dikejar tersebut memacu motornya dengan kecepatan melebihi batas normal untuk pengemudi biasa—200km/jam. Dengan kecepatan sebesar itu, baginya hal biasa karena ia sudah terbiasa dikejar para polisi. Namun tidak seperti dugaannya, mereka tak sebodoh yang ia kira. Karena beberapa jam yang lalu, ia nyaris kehilangan kepalanya.
Beberapa jam yang lalu, tepatnya di salah satu gedung-gedung pencakar langit di Dark City, para penjual terbaik di kota datang untuk sebuah pertemuan. Mereka tidak tahu siapa yang membuat pertemuan tersebut. Namun siapa pun itu, yang pasti orang tersebut berkaitan dengan barang yang mereka jual. Narkoba. Dan karena hal itu, mereka datang bersama pengawal terbaik mereka. Pengusaha yang nakal, huh..
"Jujurlah! Siapa di antara kalian yang mengundang untuk datang kemari? Bagaimana kalau polisi sampai mengetahui hal ini?" tanya salah satu penjual tersebut yang bernama Hojo. Uratnya terlihat menonjol di keningnya namun, semua orang mengabaikan hal itu.
"Ini sudah tengah malam! Kau tahu? Lebih baik aku keluar dari sini!" teriak yang lainnya, sang pengusaha yang lumayan terkenal, Dyne.
Perdebatan mereka mengakibatkan pertengkaran hebat dengan pengusaha lainnya. Namun pertengkaran mereka tidak berlangsung lama. Mereka berhenti bertengkar setelah mendengar suara letusan pistol dari atas. Sebuah sosok turun dari lubang atap, berjalan menuju tepi tangga tertinggi sambil menatap kumpulan pengusaha terkenal namun berani menjual narkoba. "Aku yang mengundang kalian," katanya.
"Ternyata kau, XIII," gertak Dyne. "Apa maumu?"
Sosok bernama XIII tersebut menjawab singkat sambil menaruh senjatanya di bahu kanannya, "Aku tidak tertarik dengan barang murahan kalian kalau kalian mau tahu. Sebenarnya, aku datang untuk berbisnis dengan kalian. Kalian tahu, saat ini zaman semakin susah. Mendapatkan uang saja peluangnya kecil sekali."
"Kalau boleh tahu, apa itu 'berbisnis' yang kau maksud, Mr. XIII?" tanya Maleficent, sang wanita terkaya yang memiliki penghasil ganja terbanyak di dunia. Ia mulai tertarik dengan penawaran sang buronan terkenal di kota yang jarang sekali meminta satupun permintaan dari seseorang.
XIII tersenyum dari balik topeng merahnya sambil berkata, "Wah, wah, wah.. Tidak kusangka Nyonya Kaya mau mendengar seseorang sepertiku. Aku merasa terhormat. Seperti yang kukatakan tadi, aku butuh uang."
"Kau kira kami akan memberimu uang semudah itu?" tanya Hojo dengan tatapan menghina. XIII mengernyitkan matanya ke arah lelaki tua tersebut. "Maaf saja, Nak. Kami tidak akan tertipu tipuan murahanmu."
"Nah, pria dan wanita tua yang kolot seperti kalian tentu keras kepala. Aku tidak mungkin datang ke sini tanpa sebuah perjanjian, kan?" tanya XIII.
"Lalu perjanjian apa yang kau maksud?" tanya Maleficent.
XIII tertawa singkat seraya menghela nafas, menganggap semua itu hal mudah. "Mudah saja. Aku akan memberi perlindungan pada posisi kalian dari para polisi dan FBI. Dan sebagai imbalannya, aku ingin 40% dari hasil pendapatan kalian. Bagaimana?"
Hojo menggebrak meja bundar di depannya, "Perjanjian macam apa itu? Maleficent, kau tidak bermaksud menyetujuinya kan?"
Maleficent tersenyum licik padanya, "Kau kira aku apa? Orang bodoh?" Setelah itu Maleficent berkata pada pengawal di sebelah kirinya, "Habisi dia, Pete."
Pengawal Maleficent bernama Pete langsung mengeluarkan pistol dari dalam saku celananya, mengarahkannya pada XIII dan menembakkannya bertubi-tubi tanpa pandang bulu. Namun, XIII yang sudah menyadari hal itu, menghindari setiap peluru yang ditembakkan ke arahnya, dan sebaliknya ia menembak pistol milik Pete sampai terlempar dari tangannya. Setelah kejadian tersebut, setiap pengawal mulai ikut menembak XIII, namun XIII memperlakukan mereka seperti yang ia lakukan terhadap Pete sampai seluruh pengawal bebas dari senjata mereka.
"Hmm.. Pistol Colt M1911. Tidak cukup kuat untuk melawan seorang sniper handal sepertiku," sahut XIII dengan nada sedikit sombong. "Ayolah, orang tua! Aku hanya meminta 40% dari bagian kalian! Kau mau aku meminta lebih?"
"Memangnya kau mau mencari mati? Berhadapan dengan polisi dan bermain-main dengan mereka. Hal itu tak akan berhasil!" teriak Dyne.
"Yeah, seperti berteriak pada seorang buronan yang memegang AK-47!" balas XIII dengan nadanya yang naik akibat frustasi. "Apalagi salah satu dari kalian telah mempekerjakan seorang mantan teroris. FBI pasti tidak ingin mendengarnya. Jadi bagaimana?" XIII menatap ke arah Maleficent. "Tertarik?"
Maleficent menatap tajam ke arah XIII yang tengah menodongkan senjatanya. Memang, sedikit demi sedikit para penjual narkoba terbesar mulai diselidiki para polisi. Dan XIII, dia adalah orang yang melakukan penyimpangan dan bekerja pada seseorang. Namun, sampai sekarang identitasnya masih belum diketahui, mengingat ia belum pernah ditangkap. Maleficent tahu sendiri, cepat atau lambat FBI pun juga pasti tahu tentang Pete, seorang mantan teroris yang kabur dari tahanan. Sambil menghela nafas menyerah, Maleficent berkata, "Baiklah."
"Apa?!" Hojo berteriak. "Kenapa kau mudah memercayai anak seperti dia yang bahkan sedang menjadi buronan terkenal di kalangan polisi?"
"Cepat atau lambat, polisi akan tahu. Orang seperti XIII lah yang dapat menyembunyikan posisi kita," Maleficent lalu berkata pada Dyne, "kau tentu tidak mau putrimu tahu kan?"
Dyne yang terdiam, kemudian mengangguk. Hojo yang kalah suara, akhirnya ikut menyetujui. XIII tersenyum sekali lagi di balik topengnya, "Menarik.."
Tiba-tiba ia mendengar suara sirine mobil polisi yang semakin terdengar mendekati gedung. XIII terkejut karena ia tidak memperhitungkan ini semua. Lalu ia mendengar Maleficent berkata, "Kami tidak mungkin memberikan posisimu semudah itu sebelum kami beri tes kan? Nah, tesmu dimulai."
"Kau tidak bisa kabur lagi, XIII! Kau ditahan!" XIII mendengar suara sang komisioner, Rufus Shinra dari luar gedung.
XIII menoleh dan ia sadar para pengusaha tadi telah kabur. Yang tersisa hanyalah meja bundar dan kursi yang kosong. Lalu ia mendengar ancaman Rufus, "Keluar sekarang juga, XIII! Tidak ada jalan keluar bagimu karena tempat ini telah kami kepung!"
"...Shit."
Begitulah kejadian selengkapnya, mengapa XIII memacu motornya lebih cepat supaya lepas dari pandangan polisi. Ia mengendarai motornya menuju rel kereta api, tepat saat kereta api akan lewat. Dengan begitu, ia bisa menyempatkan dirinya kabur dari genggaman polisi dan ia tidak dapat terkejar. Yeah, harus ia akui.. ide bagus.
Dari celah-celah gerbong kereta api yang lewat, ia melambaikan tangan selamat tinggal pada Rufus, seakan-akan mengatakan, "Kau tidak akan bisa menangkapku, Komisioner Shinra."
Setelah itu, menyaksikan kereta api yang masih lewat, XIII mengambil kesempatan kabur dari , hari ini memang hari yang sangat menantang baginya.
"Kau dari mana saja?" tanya seorang laki-laki berambut merah yang tengah menunggu kehadiran XIII di salah satu pilar persembunyian mereka.
"Dunia bisnis," jawab XIII singkat. "Ada apa, Axel?"
Axel mendecakkan lidahnya frustasi sambil berkata padanya, "'Ada apa'? Kau datang menggunakan kostum XIII milikmu dan bertanya 'ada apa'? Dunia pasti sudah gila." Axel memijit keningnya frustasi, "Masalah apa yang kau buat, Roxas? Merampok? Memasuki situs web rahasia? Menghajar seseorang? Atau mempermainkan polisi? Karena serius saja, Roxas, Superior tak mau mendengar semua masalah itu lagi darimu."
"Kau serius aku akan peduli semua itu, Axel? Karena, jujur saja, aku tidak peduli lagi. Organisasi mengalami masa-masa sulit. Dan panti asuhan yang kita pegang? Mereka kelaparan!" balas Roxas. "Aku hanya sedang turun ke dunia bisnis mengingat semua anggota kita yang bekerja, tak dapat bagiannya. Termasuk kau, Axel."
Axel menghela nafas sambil ikut berjalan di sebelah Roxas yang tengah memasukkan motornya ke dalam garasi, "Aku tahu.. Tidak adil, memang. Semua itu akibat perusahaan Maleficent yang meningkat dan membuat perusahaan kita mulai bangkrut. Semakin sulit bagi kita mencari pekerjaan, mengingat betapa tidak adilnya masa-masa ini. Tapi, serius, Roxas.. jangan membuatmu semakin dikejar oleh para polisi. Kau tidak ingat apa yang terjadi pada Xion dulu?"
Roxas terperangah mendengar nama tersebut. Xion.. nama yang sudah mulai ia lupakan, karena hanya mengingatkannya akan kejadian pahit yang dialami gadis 17 tahun itu. Pacarnya, Vanitas, shock berat. Ia bahkan menyumpah jahanam terhadap kepolisian yang telat menyelamatkannya ketika gadis itu disekap dan dihantam oleh sekelompok orang yang tidak menghargai nyawa seseorang. Pastinya, kasus tersebut berkaitan dengan apa yang dilakukan Xion malam itu. Namun, sampai sekarang kasus tersebut telah ditutup.
"Jangan sebut nama itu lagi, Axel." Roxas berkata pelan. "Tak ada hubungannya dengan ini. Dan aku sudah berumur 24 tahun, Axel. Walaupun aku lima tahun di bawahmu, bukan berarti kau berhak mengaturku. Aku bisa menjaga diriku sendiri." Roxas melepas topengnya lalu berjalan keluar garasi.
"Rox? Rox? Hei, kau mau kemana? Kita belum selesai!" Axel memperingatkan.
"Pulang," jawab Roxas ketus. "Aku lelah, kita lanjutkan besok saja."
Memandang punggungnya dari kejauhan, Axel hanya dapat menghela nafas seraya bergumam, "Kau tidak tahu, Roxas.. Kau tidak tahu.."
A/N: Ketemu lagi dengan saya.
Saya nggak tau sebenernya kerjaan FBI bener apa nggak jadi maaf kalau salah. Kasus narkoba kayaknya sih masuk. I dunno.
Jangan lupa: jangan pernah nyoba narkoba, ya! bahaya!
Oh BTW, Review, ask me any questions, or everythiiingg..
