Summary : Alfred, bertemu dengan Arthur, seorang pemuda Inggris yang entah kenapa, selalu menghindarinya. Tanpa diketahuinya, Arthur menyimpan rahasia. Rahasia besar yang akan menghancurkan seluruh kenyamanan dan dunia yang selama ini dikenal Alfred…saat gelap dan terang bertemu…
Character :Absolutely…USUK( secara OTP saya nih! –gakadayangnanya-), maybe…a bit PruCan, GerIta, dan SpaMano
Warning: :Fanfic ini mengandung YAOI atau boyxboy love, jika tidak suka harap klik tombol back tapi jika OK tolong baca dan review ya...dan juga ada beberapa kesalahan dalam tata bahasa. Dan juga Fic ini agak gaje, jadi kalau ada yang aneh, harap dimaklumi. Dan oh ya, mungkin oh bukan, tapi pasti para karakternya agak atau sangat OOC. Dan cerita ini sama sekali nggak ada hubungannya dengan cerita hetalia, saya hanya meminjam karakternya saja.
Disclaimer :Hetalia bukan punya saya, tapi milik om Hidekaz Himaruya. Jadi kalau saya bilang punya saya, jangan dipercaya ya~ itu bohong~ XD. Terus…fanfic ini diadaptasi dari fanfic Kyuketsuki oleh WhiteCrow10(satu fanfic USUK inggris) jadi kalau ada kalimat, setting, dan adegan yang mirip harap dimaklumi.
ENJOY IT EVERYBODY!XD
Di dunia ini banyak sekali hal yang bisa ditakuti. Sesuatu yang dicemaskan, sesuatu yang membuat orang gemetar karena takut. Semuanya…dipengaruhi oleh otak kita yang menejermahkan sesuatu itu sebagai…
Ketakutan…
Salah satu hal yang ditakuti adalah sesuatu yang kita sebut setan. Tetapi kenapa kita menyebut mereka setan? Jawabannya mudah…
Karena mereka membuat kita takut…karena mereka dianggap jahat oleh kita.
Salah satu setan yang berkeliaran dalam pemahaman kita adalah sosok penghisap darah yang kita sebut vampire. Vampire…makhluk jahat yang berkeliaran di malam hari…mendatangi kita untuk menghisap darah kita. Dengan taringnya yang tajam, dia menggigit leher kita, menghisap cairan merah bernama darah dari tubuh kita. Lalu dia akan pergi meninggalkan kita, kehabisan darah, dan mati perlahan-lahan.
Mereka sangatlah jahat. Mereka hanya menganggap manusia sebagai sumber makanannya, sesuatu yang mereka perlukan untuk sesaat dan bisa dibuang saat tidak diperlukan. Karena itu, mempersatukan vampire dan manusia adalah sesuatu yang tidak mungkin…sesuatu yang mustahil.
Tapi pernahkah kau berpikir, kalau di dunia ini ada vampire yang bisa akrab dengan manusia? Menyayangi manusia? Bahkan mencintainya?
Kalau kau tidak percaya, akan kuceritakan kisah ini pada kalian…
London, Inggris…
Kota ini terlihat sangat sepi, mungkin karena hujan yang turun terus-menerus membuat orang-orang juga malas untuk keluar. Selain itu, waktu juga sudah menunjukkan waktu malam hari…membuat keadaan kota ini semakin sepi.
Tapi ada dua sosok yang berlari menembus hujan di tengah kesunyian kota ini…
Yang satu adalah pemuda German bermata merah. Rambutnya tertutup tudung jaket warna merah tuanya untuk melindunginya dari hujan. Sementara yang satunya adalah pemuda Spanyol berambut cokelat dan bermata hijau. Dia menutupi kepalanya dengan kemeja sekolahnya, membuatnya hanya memakai sebuah T-shirt berwarna merah tua.
"Eh, Gilbert, kita berteduh dulu, yuk! Hujannya semakin deras, nih!" seru pemuda Spanyol itu pada pemuda German yang ada di depannya.
Pemuda German itu menghela napas. "Ayo deh, gak awesome juga kalau nanti kita sakit karena kehujanan" katanya.
Mereka pun berlari ke dalam sebuah halaman mansion kosong yang ada di tengah kota London itu. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk mencapai teras mansion besar itu.
Pemuda German itu menurunkan tudung jaketnya, memperlihatkan rambutnya yang putih. Dia berbalik ke arah pemuda Spanyol yang sibuk memeras kemeja sekolahnya yang basah kuyub di sebelahnya. "Antonio, loe nggak apa-apa?" tanyanya.
Antonio menatap sahabatnya itu dan tersenyum. "Iya, gak apa-apa kok" katanya.
Mereka berdua pun terdiam sambil memandangi hujan yang masih turun dengan deras. Tak lama kemudian, Antonio menghela napas. "Kapan nih hujan berhenti…aku mau pulang, ketemu Lovi…" gumamnya pelan.
"Eh, dasar loe itu ya. Loe pikir cuma loe yang mau pulang? Gue juga mau pulang, tahu! Mana besok gue yang awesome ini ada janji sama Mattie lagi…gak awesome banget nih kalau sampai terlambat pulang!" seru Gilbert.
Antonio tertawa pelan. "Maaf deh…tapi…hubunganmu dan Matthew sudah sedekat itu ya? Baru tahu deh…" godanya.
Wajah Gilbert memerah. "A…apa sih!" seru Gilbert. "Hubungan gue yang awesome ini dengan Mattie bukan urusan loe! Urusin aja Lovino kamu yang gak awesome itu!"
Antonio semakin keras tertawa. Tiba-tiba, mata mereka menangkap sosok seseorang yang berlari ke arah mereka. Setelah cukup dekat, mereka mengenali sosok itu. Sosok seorang pemuda Inggris berambut pirang dan bermata hijau.
"Hey, Arthur!" kata Antonio ceria menyapa teman sekelas mereka itu.
Arthur cuma mengangguk pelan untuk membalas sapaan Antonio.
"Ih…Artie…gak awesome banget sih loe, kalau disapa, balas kenapa?" tanya Gilbert.
"Loe lebih baik diam" kata Arthur sinis.
Gilbert cuma mendengus kesal.
Tiba-tiba terdengar suara bantingan keras dari dalam rumah. Ketiga remaja itu membeku dan menatap ke arah pintu depan mansion itu.
"A…apa itu?" tanya Gilbert.
"Se…seharusnya…mansion ini kosong, kan? Apa ada orang di dalam?" tanya Antonio, suaranya sedikit gemetar.
Arthur, tanpa suara, berjalan ke arah pintu depan mansion itu dan mendorong pintunya. Pintu itu langsung terbuka, memperlihatkan isi mansion yang gelap.
"Te…terbuka. Jadi memang ada orang di dalam?" tanya Antonio.
"Kita periksa saja" kata Gilbert sambil menyeringai. Dia memang menyukai situasi-situasi semacam ini.
Mereka bertiga pun memasuki mansion itu. Mansion itu begitu gelap, tapi guntur dan kilat akibat hujan yang menyambar menerangi ruang itu beberapa kali.
"Aku akan periksa lantai bawah" kata Arthur. "Kalian berdua lihat di atas"
Mereka pun berpisah dan Gilbert dan Antonio segera menaiki tangga di lantai dua.
Mereka pun menyusuri lorong-lorong di lantai dua itu. Setelah berjalan sebentar, mereka menemukan sebuah pintu. Antonio membuka pintu itu dan menemukan kalau itu adalah sebuah kamar tidur. Di ujung kanan, terdapat sebuah ranjang kanopi berseprai putih. Perabotan di kamar itu memberikan kesan kamar itu tidak pernah dihuni dalam waktu yang lama. Mereka memasuki kamar itu dan menutup pintunya.
"Tempat ini…agak membuatku merinding…" kata Antonio sambil menggosok lengannya untuk mengusir hawa dingin aneh yang membuat bulu kuduknya berdiri.
"Aku juga…" kata Gilbert sambil berjalan mendekati ranjang berkanopi itu. "Tapi…ini aneh, Antonio"
"Apanya yang aneh?" tanya Antonio.
"Tempat ini memang kelihatannya sudah ditinggalkan dalam waktu yang lama. Tapi…" Gilbert menyapukan tangannya di seprei putih ranjang itu. "Tidak ada debu apa pun di kamar ini. Itu tidak mungkin, kan?"
Antonio langsung membeku. "Ma…maksud kamu?" dia menelan ludah, tidak bisa menyelesaikan kalimatnya.
Gilbert mengangguk. "Ada yang tinggal di sini baru-baru ini" katanya.
Tiba-tiba mereka mendengar suara langkah kaki menaiki tangga. Antonio dan Gilbert membeku. Mereka langsung kalang kabut mencari tempat persembunyian. Mereka segera merangkak ke bawah tempat tidur saat tiba-tiba saja pintu kamar itu terbanting hingga terbuka. Lalu terdengar suara langkah-langkah kaki di lantai kayu kamar itu. Suara yang membuat jantung Antonio dan Gilbert serasa berhenti.
Pemilik kaki itu berhenti di tepat di samping ranjang. Antonio dan Gilbert melihat kalau kaki itu memakai sepasang sepatu sneaker hitam dan celana hitam. Antonio begitu ketakutan, hingga tanpa sadar, dia menggenggam erat tangan Gilbert.
Tiba-tiba kaki itu berbalik dan mulai berjalan menjauh. Tidak lama kemudian, mereka mendengar suara pintu tertutup. Mereka berdua langsung menghela napas lega saat mereka merangkak keluar dari bawah ranjang.
"A…apa…apa dia sudah pergi…?" kata Antonio dengan suara gemetar. Gilbert menggeleng pelan sambil berjalan ke arah pintu, sepanjang jalan masih menggenggam tangan Antonio. Begitu sampai di pintu, dia menengok untuk melihat keadaan, ketika dia melihat tidak ada siapa-siapa…dia melangkahkan kaki untuk berjalan keluar.
Baru saja dia melangkahkan kaki keluar dari sana…
Tiba-tiba ada seseorang yang menerjang Gilbert. Dia langsung terbaring telentang di atas lantai dengan seseorang menindihnya. Gilbert memandang sosok orang yang menindihnya. Darahnya langsung membeku saat dia melihat sepasang taring di mulut orang yang menindihnya.
Vampire…
"GILBERT!" jerit Antonio panik saat dia melihat sahabatnya itu bergulat untuk melepaskan diri dari cengkeraman makhluk penghisap darah itu.
"Antonio, lari!" seru Gilbert sambil berusaha menjauhkan lehernya dari taring sang vampire yang ingin menancap ke lehernya. "Pergi cari Arthur dan pergi dari sini!"
"Ta…tapi…" kata Antonio. Dia begitu ketakutan melihat adegan di hadapannya.
"Cepat lari! Pergi dari sini!" bentak Gilbert.
Antonio langsung berbalik dan berlari secepat yang dia bisa. Gilbert berusaha keras untuk menahan vampire itu sambil mencari sesuatu yang bisa dijadikan senjata. Saat itu kilat menyambar menerangi ruangan itu, membuat Gilbert bisa melihat wajah penyerangnya dengan jelas. Dia langsung menarik napas tajam.
"A…apa…" katanya. "K…kau…"
Sosok itu tertawa pelan, menggunakan keterkejutan Gilbert sebagai kesempatan, sosok itu menunduk dan membenamkan taringnya di leher Gilbert…
Antonio baru saja mencapai pintu depan mansion saat dia mendengar jeritan Gilbert dari lantai atas. Dia langsung membeku. "Gilbert!" serunya. Dia harus menolong Gilbert! Dia tidak bisa membiarkan Gilbert sendirian di sana!
Dia segera membuka pintu mansion itu, tapi dia terkejut saat menemukan kalau pintu mansion itu terkunci.
"Ke…kenapa?" tanya Antonio sambil memukul-mukul kepalan tangannya di daun pintu. "Buka! Tolong buka! Kumohon…buka pintunya…" katanya. Dia ambruk di depan pintu sementara tangannya masih memukul-mukul daun pintu dengan lemah. Air mata mengalir dari bola mata hijaunya. "Kumohon…buka pintunya…" katanya sambil terisak pelan.
Tiba-tiba ada sebuah tangan yang mencengkeram bahunya. Antonio menjerit dan memutar tubuhnya. Dia melihat…
Arthur berlutut di belakangnya dengan raut wajah cemas.
"A…Arthur…" gumamnya pelan.
"Ada apa, Antonio?" Tanya Arthur. "Kenapa kau menangis?"
"Gi…Gilbert…" kata Antonio. "Di…dia…"
"Ada apa dengan Gilbert?" tanya Arthur.
"Ada vampire yang menyerangnya!" seru Antonio. "Dia di atas…dia…"
"Antonio tenang!" seru Arthur. "Kita coba cari dia…"
Mereka berdua pun kembali menaiki tangga menuju ke lantai dua. Di pintu kamar tidur tempat tadi Gilbert diserang, Antonio dan Arthur berdiri, perlahan-lahan tangan Arthur terulur ke pegangan pintu dan dia membuka pintunya.
Hujan saat itu sudah berhenti. Membuat sinar bulan menerangi kamar itu dengan sinar yang terasa menakutkan. Tempat itu tidak terlihat berbeda dari sebelumnya. Kecuali satu hal…
Tubuh Gilbert terbaring di atas ranjang berkanopi di kamar itu. Dan seprai yang tadinya putih itu sudah dihiasi dengan noda merah darah…
"GILBERT!" seru Antonio sambil mendatangi sahabatnya itu. "Gilbert! Bangun! Kumohon, bangun! Gilbert…" Antonio mengguncang-guncang tubuh sahabatnya yang itu. Mata merahnya terlihat kosong dan gelap, sama sekali tidak ada kehidupan di dalam matanya.
"Gilbert…" kata Antonio. Dia meletakkan kepala sahabatnya itu di dadanya dan menangis terisak-isak. Gilbert…tidak mungkin…dia tidak mungkin…
Arthur mengamati Gilbert. Dia melihat dua lubang kecil di leher Gilber. Lubang itu berdarah, menghiasi leher Gilbert dengan warna merah darah. Dia mengulurkan tangannya dan mencoba mencari denyut nadi Gilbert. Denyut nadi Gilbert memang masih ada, tapi sangat lemah. Dia sudah tidak bisa diselamatkan…
"Antonio, cukup" kata Arthur. "Gilbert…sudah tidak bisa diselamatkan…"
Antonio menangis semakin keras. Tidak, dia tidak ingin percaya. Dia tidak mau percaya kalau Gilbert…baru beberapa menit yang lalu dia bertengkar dengannya dan sekarang dia meninggal? Kenapa?
"Antonio, kita harus pergi" kata Arthur. "Tidak ada jaminan hal yang sama tidak akan terjadi pada kita…"
Antonio mengangguk pelan dan kembali membaringkan Gilbert di atas ranjang itu dan menutup mata Gilbert. Kalau dia seperti itu, dia hanya terlihat seperti sedang tertidur lelap. Sama sekali tidak terlihat kalau dia sudah meninggal…atau setidaknya, hampir meninggal.
"Maaf…Gilbert…" kata Antonio sambil berjalan menjauh dari Gilbert.
Dalam perjalanan ke lantai bawah…
"Kenapa?" tanya Antonio. "Kenapa dia harus meninggal? Gilbert…"
"Tidak ada yang tahu akhir dari nyawa manusia, Antonio…" kata Arthur.
"Tapi…dia…dia sedang berbahagia. Ludwig…berhasil jadian dengan teman favoritnya, Feliciano. Sahabatnya, Roderich dan Elizaveta…bertunangan. Dia juga…berhasil mendapatkan cinta Matthew, orang yang disukainya sejak dulu…kenapa…" kata Antonio sambil terisak. "Saat ini hidupnya sedang begitu sempurna…kenapa harus di saat seperti ini…Tuhan harus mengakhiri hidupnya?"
"Tidak ada yang tahu alasan Tuhan untuk mengakhiri hidup seseorang, Antonio…karena itu kita menyebutnya takdir…" kata Arthur.
"Tapi…"
Arthur memeluk Antonio sementara Antonio terisak-isak di kemeja Arthur. Tanpa disadari Antonio, Arthur menutup matanya, dan saat dia membuka matanya, bola mata hijaunya, sudah berubah menjadi warna merah darah. Dan sebuah senyuman sadis muncul di bibirnya. Dia membenamkan wajahnya di leher Antonio, menikmati aroma tubuh dan juga…aroma darah pemuda Spanyol itu.
Antonio, menyadari tingkah laku Arthur, langsung memberontak sedikit. "Arthur…kau tahu aku sudah punya pacar, kan?" tanyanya.
"Ya" kata Arthur. "Kenapa?"
"Ka…kau…wajahmu dekat sekali dengan leherku. Apa yang kau lakukan?" tanya Antonio.
"Oh, aku hanya berpikir…" kata Arthur pelan.
"Ber…berpikir apa?" tanya Antonio gugup.
"Yah…aku berpikir…" dia semakin mendekatkan mulutnya ke leher Antonio. Menjilatnya, dan menghela napas. "Apa rasa darahmu seenak darah Gilbert?"
Mata Antonio melebar, tapi sebelum dia sempat bereaksi apa pun, Arthur membenamkan taring yang ada di mulutnya ke leher Antonio.
Pemuda Spanyol itu menjerit kesakitan. Antonio mencoba mendorong Arthur, tapi pemuda Inggris itu begitu kuat. Antonio hanya bisa pasrah saat darahnya dihisap keluar dari dalam tubuhnya.
Tidak lama kemudian, tangan Antonio jatuh lemas di samping tubunya, dan dia pingsan karena kehilangan darah. Arthur melepas gigitannya dari leher Antonio. Dia menjatuhkan tubuh Antonio yang sudah lemas itu ke lantai dan menghapus darah dari bibirnya.
"Maaf, Antonio…" katanya pelan. "Aku…tidak makan apapun selama berbulan-bulan. Dan aroma darah kalian begitu memabukkan, membuatku ingin menghisapnya. Jangan mendendam padaku, dendam saja pada Tuhan yang mempertemukan kita hari ini…"
Arthur berjalan ke arah pintu mansion. Dia berbalik untuk melihat tubuh Antonio yang terbaring lemas di lantai, darah menggenang di bawah lehernya. Dia tersenyum.
"Selamat tinggal, Antonio, Gilbert…"
Author note:
Inilah contoh Author yang tidak bertanggung jawab. Sudah tahu fanficnya yang masih in progress bejibun masih nulis cerita baru. Ah, tapi jangan salahkan saya. Salahkan saja sepupu saya yang terus-terusan mencecoki saya dengan cerita Twilight and Vampire Knight, membuat saya jadi ingin membuat fanfic hetalia versi vampire…
Mungkin di fanfic ini Arthurnya kelewat OOC, maklumilah, bagaimanapun di sini, Arthur bukan manusia, jadi wajar kalau dia agak sedikit misterius daripada tsundere…yah…tapi tetap saja Arthurnya akan sangat OOC…
Hanya ini yang ingin saya sampaikan pada kalian. Seperti biasa, dimohon reviewnya!
READ AND REVIEW!
Sekian.
