Desclaimer : J.K Rowling
Pair : Harry Potter – Draco Malfoy
Rate : T
Genre : Romance
WARNING : Slash, OOC, Out of Story...^_^
You're Lonely, I know.
Ruang makan Grimmauld Place no. 12 tak biasanya ramai seperti ini. Harry, pemuda berkaca mata dan berambut berantakan ini mendekati ayah baptisnya yang selama 15 tahun ini tinggal bersamanya. Semenjak perang besar yang terjadi 15 tahun yang lalu, kedua orang tua Harry meninggal karena berusaha melindungi Harry dengan seluruh kekuatan mereka dan membalikkan mantra sang penguasa kegelapan, hingga hanya Harry lah satu-satunya yang mampu bertahan hidup dalam situasi itu.
"Sirius, ada apa?" tanya Harry pada laki-laki paruh baya tampan, berambut sebahu diikat ke belakang.
"Tak apa, kau di atas saja. Temani Ron dan Hermione. Mereka sudah tiba dari tadi." Perintah Sirius tegas dan langsung berbalik merangkul bahu Remus kemudian menutup pintu ruang makan.
Harry berjalan gontai ke kamarnya dilantai atas, saat membuka pintu kedua sahabatnya langsung memeluk Harry erat secara bergantian.
"Wow, mate. Darimana saja kau? Kami menunggu mu tiga hari disini." Sahabat Harry yang berambut merah dan mata sipit itu menanyai Harry.
"ah, Aku...menginap di Leaky Cauldron bersama Remus. Ada apa ini? Kenapa rumahku jadi ramai seperti ini?" jawab Harry dan langsung bertanya keinti masalah yang dari tadi membuatnya penasaran.
"Harry. Kau tak tau apa pun?" tanya Hermione akhirnya buka bicara. Dia menatap lekat-lekat mata sahabat berkaca matanya itu yang menggelengkan kepalanya. Jawaban bahwa ia tak tau apa yang sedang terjadi.
"Harry, sebenarnya..." kata Hermione terputus dan mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskannya "Kau diincar para pelahap maut" lanjut Herrmione seketika.
"APA?" jerit Harry dan Ron berbarengan. Hermione melotot kepada Ron yang sampai saat ini ternyata tidak tau apapun juga. Ron nyengir lebar dan menoleh pada Harry.
"A...apa maksudnya? Selama ini kan Voldermort sudah..." kata Harry terputus, badannya bergetar, gugup karena mendengar berita yang mengejutkan ini.
"Ya, aku mendengar para anggota Orde mulai bersiaga lagi. Karena mata-mata Dumbledore menemukan berbagai informasi yang sangat penting. Katanya hari ini ia datang." Jelas Hermione yang jelas ikut panik. Selama beberapa tahun ini keadaan dunia sihir tenang dan damai, ternyata dibalik itu semua para Death Eater tetap membuat kekacauan dan kali ini mereka berniat membalaskan dendam penguasa mereka kepada Harry Potter.
Lamunan mereka buyar seketika karena mendengar suara pintu utama terbuka, seketika mereka berhamburan keluar kamar untuk melihat siapa yang datang. Mereka terperanjat melihat orang yang baru saja datang dan disambut dengan hangat oleh para anggota orde yang ada didalam rumah. Sungguh mengejutkan keluarga Malfoy kali ini datang ke dalam lingkungan orde. Apa lagi mengingat tingkah angkuh dan arogan mereka selama ini kepada semua anggota orde yang mereka anggap rendahan itu.
"Selamat datang Lucius, Cissy, dan Draco. Kalian sudah di tunggu oleh Dumbledore." sapa Molly ramah dan mempersilakan mereka masuk kedalam ruang rapat. Trio Gryffindor itu mengernyitkan dahi mereka sungguh bingung dengan perlakuan Mrs. Weasley yang berubah 180 derajat kepada keluarga Malfoy.
Perlahan Harry mengamati Malfoy junior itu dengan anggun melangkah kedalam ruangan dan melirik ke arah Harry yang berada di tangga. Hanya sebentar mereka berpandangan karena Draco mengalihkan pandangannya dan ikut masuk ke ruang rapat.
"Hey, hey. Kenapa si Bocah Ular itu boleh masuk sedangkan kita tidak" protes Ron jengkel setelah pintu tertutup. Ia mendengus kesal dan kembali kedalam kamar diikuti Harry dan Hermione.
"Lucius Malfoy, sepertinya dialah mata-mata Dumbledore yang aku sebutkan tadi" bisik Hermione tiba-tiba, pelan tapi terdengar oleh Harry. Dan Harry hanya mengangguk sebagai jawaban bahwa ia telah mengerti.
-0-
"Baiklah Dad, Mum. Aku akan tinggal disini selama liburan" Kata Draco setelah rapat usai dan berpisah dengan orang tuanya.
"Maafkan kami Son, telah membawamu ke jurang bahaya ini" lirih Narcissa sambil memeluk anaknya yang tinggi dan ramping itu. Jari panjang Draco mengusap pelan bahu ibunya dan tersenyum miris. "Tak apa mum." Kata Draco pelan dan melepaskan diri dari pelukan ibunya.
"Kami berangkat. Jaga dirimu baik-baik son. Dan jangan berbuat onar dirumah orang." Lucius mengusap kepala anaknya dan berbalik diikuti Narcissa. Mereka menghilang didepan pintu karena ber-apparate menuju suatu tempat yang tentu tidak diketahui Draco.
"Baiklah Draco, kamar mu disebelah kamar Harry. Ku harap tak kan terjadi perang mantra di dalam rumah ku." Cengiran usil Sirius mengembang diwajahnya. Yang hanya di balas tatapan dingin dari pemuda pirang ini. "Sepertinya dia sulit diajak bercanda ya, Moony?" bisik Sirius pelan.
"Kurasa dia se-tipe dengan ayahnya" jawab Remus enteng dan kembali kedalam ruangan rapat untuk membantu Molly membereskan sisa-sisa rapat tadi.
-0-
Harry merasa tak bisa tidur karena memikirkan pemuda yang tadi menatapnya dengan penuh kesedihan. Wajahnya tetap dingin, tak berekspresi, namun matanya sungguh membuat Harry tak tenang. Harry beranjak dari kasurnya, berniat untuk ke kamar mandi sekedar cuci muka. Namun saat membuka pintu kamar, ia melihat Draco disebelah kamarnya dan masuk setelah berpandangan sejenak. Harry tak mampu menahan rasa penasarannya, hingga ia ikut masuk kedalam kamar Draco.
"Tak bisakah kau untuk tak mencampuri urusan orang?" tanya Draco sinis memandang Harry dengan dingin.
"Tidak. Maaf aku..."
Harry memotong pembicaraannya, bingung harus memulai darimana. Karena begitu banyak pertanyaan berputar di dalam kepalanya.
"Aku adalah mata-mata Dumbledore kalau kau mau tau itu." Kata Draco tiba-tiba yang ternyata memang sudah mengetahui isi benak Harry karena ia sudah ahli dalam Occlumency maupun Leglymency.
"A...apa..."
"Selama ini aku berusaha memusuhi mu karena itu memang tugas ku sejak kecil untuk mendapatkan kepercayaan dari para Slytherin, informasi dan juga untuk melindungi mu" lanjutnya tiba-tiba, matanya tetap memandang Harry dingin, wajahnya datar dan tanpa ekspresi tertimpa sinar bulan yang membuat terlihat seperti bercahaya dimata Harry, sungguh indah.
"jika sudah tak ada keperluan, sebaiknya kau keluar dari kamarku."
Harry mendekat ke arah Draco, semakin mendekat. Tangannya menjulur hendak menggapai pipi Draco. Namun ia tersentak dan kaget ketika Draco tiba-tiba menjauh dan berdiri.
"Malfoy...aku tau..kau merasa kesepian kan? Masa muda mu telah hilang karena kamu terlalu sibuk dengan tugas mu sebagai mata-mata yang amat dipercaya Dumbledore dan amat disegani sebagai panutan anak-anak Death Eater yang lain bukan. Aku tau, pasti... " belum selesai Harry melanjutkan kata-katanya, air matanya telah turun membasahi pipinya.
"Tidak, tau apa kau dengan hidup ku. Aku anak yang bahagia, keluarga utuh, dan teman-teman ku selalu menyertai ku." Jawab Draco dingin, tapi badannya tak bisa berbohong bahwa ia tengah bergetar menahan pilunya.
"Jangan bodoh Malfoy! Keluarga mu utuh tapi semua bergantung pada usaha mu, jika kau gagal sedikit saja, semua itu pasti hancur. Teman-teman yang kau banggakan itu, hanya ada jika kau masih menyandang nama keluarga mu yang terhormat dan termahsyur itu Malfoy." Teriak Harry tak tahan dengan semua ini.
Harry, sebenarnya hanya berpikir. Jika ia berada di posisi Draco saat ini, apakah ia akan mampu bertahan dengan semua tugas sebagai mata-mata bahkan itu telah ia lakukan dari ia berumur sekitar 11 tahun hingga saat ini, 5 tahun berlalu. Sungguh pasti rasanya kesepian sekali, kehilangan hari-hari masa remaja yang seharusnya menjadi kenangan terindah.
"Jadi kau, ada untuk melindungi ku dari jauh begitu Draco?" tanpa sadar suara Harry melembut dan memanggil nama kecilnya. Saat itu, entah kenapa hati Draco yang selama ini sudah terbiasa mendingin merasakan suatu kehangatan membuncah dalam hatinya yang menjalar ke seluruh tubuh melewati nadi-nadi syarafnya. Sungguh suatu hal yang sangat ganjil yang Draco rasakan bersama pemuda yang lebih kecil darinya itu.
Tangan Harry membelai lembut pipi Draco, suasana hanyut dalam ketenangan yang terasa nyaman bagi kedua insan itu. Malam itu, tak ada kata-kata terucap, hanya tatapan hangat dan belaian lembut yang mengiringi jiwa mereka tenggelam dalam kehangatan malam.
-0-
"Ayo Harry, cepat. Kita bisa kehabisan tempat nanti." Ron berkata sambil menarik tasnya dan tangan Harry melewati gerbong-gerbong panjang Hogwarts Express itu. Harry dengan malas mengikutinya dalam diam. Pikirannya hanya tertuju pada Draco, karena pagi tadi ia dijemput kedua orang tuanya sehingga Harry belum bertemu dengan sahabat barunya yang –ehem- sekarang lebih pantas disebut kekasih daripada sekedar sahabat. Mengingat malam dimana ia bertengkar hebat dengan Draco dengan diakhiri sebuah kisah yang romantis, membuat wajah Harry memanas sempurna.
"Mate, kau tak apa?" tanya Ron setibanya mereka dikompartemen yang telah diduduki Hermione.
"tak...tak apa..."
Mata Harry teralih saat melihat Draco melewati kompartemennya, bersama Crabe dan Goyle dan...oh tidak...Parkinson? kenapa ia ada bersama Draco.
Ugh...tangan Harry mengepal dan otot didahinya muncul. Melihat hal itu Ron hanya mengernyitkan dahinya. Dan Hermione tersenyum simpul.
"Kau memikirkan Draco, Harry?Kurasa dia baik-baik saja, kemampuannya sudah diatas kita mengingat memang tugasnya yang sangat berat. Dia bisa jaga dirinya sendiri Harry." Kata Hermione yang juga telah mengetahui siapa sosok seorang Draco selama ini yang ternyata sungguh diluar dugaan. 'kurasa, Draco berhutang penjelasan pada ku tentang gadis itu' pikir Harry.
-0-
Mereka tiba di Hogwarts, Hermione berpamitan kepada dua sahabatnya karena di tahun kelimanya ini, ia diangkat sebagai prefek dan juga Draco akan membimbing anak-anak kelas satu yang baru masuk Hogwarts.
Setelah acara seleksi pembagian asrama, mereka segera menyantap hidangan lezat yang sudah tersaji dihadapan mereka. Harry sengaja mencuri pandang kearah meja Slytherin tempat dimana kekasihnya itu berada.
Tanpa diduga, ternyata Draco juga sedang menatap lembut pada Harry dan tersenyum menandakan betapa rindunya ia pada pemuda berkaca mata itu. Namun tiba-tiba, seorang gadis datang dan memeluk lengan Draco dengan manja. Draco merasa tak nyaman, tapi ia ingat akan tugasnya dan mulai ber-akting sebagai pemuda Malfoy yang terkenal sombong itu. Tapi, ia tetap mencuri pandang kepada Harry yang kini sudah memalingkan wajahnya dengan kesal.
Seusai makan malam, Harry dan Ron pun langsung beranjak pergi menuju keasrama tidak untuk Hermione yang masih harus mendampingi juinor mereka. Harry melihat kearah Draco yang tentu juga sedang menatapnya. Draco mengangguk pelan dan tersenyum samar, kemudian kembali ber-akting kembali. Sungguh sulit menjalaninya jika ia bukanlah orang yang benar-nenar kuat. 'aku akan mengembalikan kebahagiaan yang telah kau buang Draco. Aku akan membuatmu bahagia. Aku janji.' Batin Harry dan kembali melangkah menyusul Ron.
-0-
Pelajaran pertama dihari pertama ialah Transfigurasi, tentu Gryffindor berpasangan dengan Slytherin. Harry, Ron, dan Hermione berjalan beriringan masuk kedalam kelas.
"Masih saja bergaul dengan Mud-Blood ini, Potter" cibir Draco tiba-tiba saat trio Gryffindor melewati mejanya. Draco tersenyum sinis dan tertawa bersama teman-temannya, membuat onar seperti biasa.
Harry terdiam, wajah Ron memerah hendak memukul Draco, dan Hermione maju kearah kumpulan Draco.
"Sepertinya keluarga Malfoy telah tercoreng namanya, karena penerus seperti mu hanya akan membuat nama keluarga mu itu kotor, Mr. Malfoy" sergah Hermione didepan meja Draco, Crabe, dan Goyle. Wajah Draco memucat, ia bangkit hendak mencabut tongkat sihirnya.
"Mr. Malfoy dan Ms. Granger. Detensi setelah makan malam di ruangan ku karena membuat keributan sebelum dimulainya kelas." Untung saja Professor McGonagall tiba tepat waktunya sebelum trio Slytherin dan trio Gryffindor itu perang mantra.
"Apa-apaan si Bocah Ular itu! Tetap menyebalkan seperti dulu." Desis Ron saat mereka duduk di meja mereka masing-masing. Harry menoleh kearah Draco yang sepertinya sudah kembali tenang, duduk di kursinya. Seperti mendapat sinyal, Draco pun menoleh kearah Harry, dan tersenyum lembut seperti saat pertama mereka saling menenangkan satu sama lain.
Wajah Harry pun memerah sempurna, ia membalas senyum Draco dan berusaha kembali fokus kepada pelajaran. Dan, nihil. Otaknya terlalu di penuhi dengan Draco, Draco, dan Draco. Sepertinya ia sudah benar-benar jatuh cinta kepada pangeran Slytherin itu.
-0-
"rry...Harry.." panggil Hermione ketika ia melihat sahabatnya sedang terbuai lagi pada lamunan manisnya. Harry tersentak dan memandang fokus pada Hermione, "kau belum nelanjutkan essai mu Harry! Lihat, masih kurang dua senti lagi." Lanjut Hermione yang setengah kesal karena melihat Harry tengah terbuai pada lamunannya.
"Maaf 'mione, aku akan melanjutkan essai ini nanti setelah makan malam. Aku duluan 'mione, Ron"
Harry langsung merapikan bukunya dan segera keluar dari perpustakaan meninggalkan kedua sahabatnya yang tertegun melihat tingkah sahabatnya itu.
Ia berjalan dengan cepat, hingga saat ia menuruni tangga di koridor samping ia tergelincir. Tangan Harry menggapai-gapai mencoba menangkap apapun yang dapat menahan badannya agar tidak terjatuh. Tiba-tiba sebuah tangan dengan sigap menangkap tangannya dan meraih pinggangnya. Kejadian sangat cepat, hingga mereka jatuh terduduk di tangga. Orang yang menyelamatkan Harry tadi duduk dibawah Harry menahan badan Harry yang menindihnya.
"Mm...maaf..." kata Harry terbata langsung berdiri dan berbalik serta melihat siapa penyelamatnya. Hati Harry melonjak riang dan senyum mengembang di wajah manis Harry. Di lihatnya Draco memandangnya sambil duduk, rambut rapinya jadi berantakan karena kejadian tadi.
"Draco"
"Yes. My Harry?" Draco tersenyum dan menarik pinggang Harry, kembali kedalam pelukannya. "Bisakah kau tidak terlalu ceroboh hingga tidak membahayakan nyawamu sendiri Harry?" lanjut Draco diantara lekuk leher Harry yang membuat Harry bergetar.
"Jika saja aku tak datang, mungkin para Death Eater tak perlu mengumpulkan kekuatan untuk membunuhmu" goda Draco pada Harry, Harry tertawa pelan dan mendengar alunan nafas Draco yang menggoda imannya.
"Draco..aku merindukanmu"
"Begitu pun aku, love"
Mereka pun berpagut dalam ciuman yang dalam dan hangat, melepaskan kerinduan yang terpendam dalam dada. Harry menautkan jari-jarinya pada rambut pirang Draco dan memeluk lehernya. Sedangkan Draco memeluk pinggang Harry, memperdalam ciuman mereka.
-0-0-0-To Be Continued-0-0-0-
Jiahahahahaha...belum lime ah...nanti aja di chapter berikutnya...^didepak rame-rame^
kali ini saya coba buat Drarry...dan saiia menginginkan kali ini lah Draco yang menjadi Heronya...kan kasian kalo antagonis terus...semoga berhasil dan dapat diterima di hati para pembaca saiia sirius loh-eh,,,serius maksudnya-
jadi...ditunggu ripiuwnya yahh wahai semua ahli reader...heehehehe...
Terima Kasih, jaa~
