Hai minna~
Namaku Veronica Mei XD
Salam kenal, dan ini fic pertamaku! Kuharap kalian suka XDDD
Oh iya ini juga buat Fanfiction Awards : Mimpi. :)
Rin : Yak kita mulai saja! XD
Magician from Dreamland!
Chapter 1 : Magician rank E.
Disclaimer : Vocaloid milik yamaha, tapi ide cerita milik Veronica Mei.
(Normal POV)
Disebuah rumah yang megah, terbaring seorang gadis berambut honey blond yang dirambutnya memiliki sebuah jepitan kelinci berwarna putih yang dijepit di sebelah kanan. Dia tertidur dengan sangat nyenyak walau masih memakai baju kerjanya yaitu sebuah baju sailor yang kerahnya berwarna hitam yang terdapat garis putih, juga pita kelinci yang berwarna biru tua yang pas dengan warna dasar baju yang berwarna pink muda lembut. Dia mengenggam erat sebuah tongkat berwarna hitam yang memiliki bola crystal berwarna biru muda.
Kring! Kring! Kring!
"Yahuu~~~ Rin disini~~~" dia membuka matanya dan segera mengukir senyuman yang terlihat diwajahnya.
"Megurine-sama memanggilmu Rin-san." Seekor binatang berbentuk bola yang memiliki telinga seperti kelinci melihat gadis yang bernama Rin dengan kedua matanya, sayapnya yang seperti burung merpati memiliki ukuran sekitar 1 meter itu terus berusaha menerbangkan badanya. Binatang itu tidak memiliki kaki tapi memiliki tangan seperti kelinci yang kecil.
"Ara, bisakah kau bilang kalau aku sedang ti—
"Bangunlah wahai Sorceress tingkat E." seseorang telah memotong perkataan Rin , yaitu suara seorang wanita yang sedikit berat itu membuat Rin bungkam dan terdiam setengah mati. Dia melirik seorang gadis yang sedang meminum teh disebelah kasurnya, maksudnya, dijendela, gadis itu meminum teh dengan ekspresi dingin dan sebuah seringaian yang membuat Rin merinding setengah mati (lagi).
"Luka… megurine…sama…" Rin terlihat begitu ketakutan ketika melihat tatapan mata biru laut milik gadis itu, karna sekarang gadis yang kita ketahui Luka itu benar-benar menatap tajam Rin. Luka lalu menaruh tehnya sebentar di jendela, dan mengambil sebuah benda berbentuk bulat yang terdapat sebuah ukiran-ukiran yang sangat indah, benda itu berwarna keemasan yang memiliki dua buah jarum jam, yang berwarna merah merupakan jarum jam panjang yang sekarang mengarah pada angka 12, sementara jarum jam pendek yang berwarna hitam mengarah kepada jam 12. Luka tersenyum kecut melihat benda itu, dia lalu menggeleng-geleng kepalanya sembari menunjukan benda itu kepada Rin.
"Lihatlah, sekarang jam berapa Rin." Telinga Rin terasa panas mendengar kata-kata Luka, dia menyadari sebentar lagi Luka akan mengomel panjang lebar tentang Rin. Matilah Rin. "Apa kau mengerti bagaimana perasaanku ketika SELALU menemukanmu tertidur pulas dan langsung pergi padahal aku mau memberikan tugas untukmu? Dan apa kau mengerti bagaimana perasaan ibumu serta ayahmu yang sudah susah payah memasukanmu ke dalam sebuah sekolah terkenal di negara kita ini? DAN apakah kau mengerti? Orang tuamu sangat kecewa ketika menerima hasil bahwa kau mendapatkan nilai E disaat tugas praktek dan tertulis!? Apa kau tidak malu pada teman-temanmu HAH!?"
"…" Rin hanya terdiam dan matanya menjadi berbinar, mukanya sedikit memerah, dan dia langsung…
"HUWWWWWAAAAA!"
Menangis saat itu juga,
"Menangislah Rin, tangisan takkan merubah apa-apa." Luka mengatakannya dengan dingin dan mengambil tehnya dan meminumnya lagi. Dalam hati, sebenarnya Luka sangat prihatin dengan Rin, sebagai wali kelas, dia harus menghukum Rin yang mulai seenaknya. Karna Rin suka membolos, biarpun masuk dia akan masuk saat jam terakhir, karna itu. Luka memutuskan untuk mengunjungi rumah milik Rin,
"Lalu aku harus apa?!" Rin menangis dengan kencang. Bahkan kini tangisannya semakin kencang dan membuat semua penghuni DreamLand menutup kupingnya. Sementara Luka hanya terdiam sebentar sembari menutup matanya dan menaruh tehnya diatas binatang milik Rin yang terbang.
"Aku punya tugas untukmu yang bahkan bisa membuatmu langsung lulus dari sekolah."
Rin berhenti menangis dan melihat Luka dengan penuh harapan, yah dia tahu, walaupun tugas itu susah, tapi dia tetap ingin menjalankannya. Luka lalu tersenyum manis ketika melihat Rin dan memberikan sebuah kartu yang terdapat sebuah gambar planet biru. RIn menatap kartu itu horror, sebuah tugas yang berat.
"Apa aku harus turun… ke dunia manusia itu? Dan tidak tinggal disini?" ucap Rin shock dan mulai menangis (lagi), Luka lalu tertawa kecil dan mengatakan,
"Tentu saja tidak Rin, " Luka lalu masuk ke dalam rumah Rin dengan cara melompat dari jendela. "Kau tahu? Sekarang kami banyak kehilangan penyihir yang membangkitkan mimpi indah dalam tidur manusia, maupun dalam kenyataan." Sambung Luka sembari mengambil kartu yang berada di tangan Rin. Rin menatap Luka serius,
"Apa ini gara-gara L priest?" Luka yang mendengar perkataan Rin langsung mengangguk pasti.
"Mereka memiliki pasukan yang sangat banyak, dan mereka mendapat jabatan tinggi di Negara-negara di bumi itu." Ucap Luka sembari menutup matanya pelan. "Mungkin karna jabatan itu mereka dapat mendeteksi penyihir kita dengan mudah."
"Huuaaa! Aku sangat senang!" Luka memasang ekspresi tak terduga melihat Rin, Rin melompat-lompat dengan sangat kegirangan. Perkiraan Luka adalah Rin akan menolak dengan tegas dan menangis dan akan berjanji untuk belajar dan mengerjakan tugas dengan giat.
Hancur total.
"Akhirnyaaa~~~ Tugas sebenarnya menanti!" Rin berteriak kegirangan.
.
.
.
Eh? Tunggu sebentar…
BRAAK!
Luka memukul dinding dengan keras dan berkata dengan penuh penekanan,
"APA KAU SERIUS?" dan tentu saja, langsung dijawab oleh Rin dengan sebuah anggukan dan senyum yang bahagia over dosis.
"Nee, nee! Pasti Luka-san sudah punya suratnya! Coba aku lihat~~~" kata Rin dengan sangat kegirangan dan mengadahkan tangannya ke hadapan Luka.
Tepat seperti dugaan Rin, sebuah surat dengan terpaksa Luka keluarkan karna permintaan Rin.
"Kalau begitu, besok kau pergi bersamaku menuju ruang kepala sekolah." Luka dengan lesu langsung hilang dari hadapan Rin.
"Yosh! Tugas baru tunggu aku!"
Dan… Perjalanan Rin pun dimulai.
~Sementara itu Di Bumi~
Di sebuah gedung sekolah tua, tepatnya di sebuah kelas seorang pemuda yang mempunyai rambut berwarna honey blond yang terurai sebahu melirikkan kedua manik azurenya ke arah jendela berbentuk persegi panjang. Disana terdapat seorang pemuda duduk di jendela itu dengan ekspresi datar, sembari memengang pedang samurainya yang terletak di sebelahnya. Pemuda berambut honey blond itu lalu menggerakan kedua manik azurenya kepada selembar kertas berwarna hitam yang terdapat tulisan sambung yang kecil dan berwarna putih, dia mengangkat kertas itu dengan tangan kanannya dan memandangnya dengan bosan.
"Hei, Kagamine-sama." Sebuah suara berat terlontar dari bibir pemuda yang sedang duduk di jendela itu, matanya yang berwarna violet itu memandang pemuda berambut honey blond itu dengan serius. Sementara pemuda berambut honey blond itu hanya membalikan badannya sembari mengedipkan matanya.
"Ada apa Kamui-san?" ucapnya membalas sapaan pemuda itu. Pemuda yang dipanggil Kamui lalu melirik malu ke sebelah kanan dan berkata dengan pelan,
"Apakah Magician itu akan datang lagi?" Pemuda berambut honey blond yang kita ketahui bernama Kagamine itu hanya menaikan sebelah alisnya.
"Maksudmu -si-Tuna-Tsundere-Menakutkan- itu?" perkataan Kagamine sukses membuat pemuda bernama Kamui yang bernama lengkap Gakupo Kamui itu, memandang Kagamine dengan tatapan –Gak-segitunya-kalee- . "Yah dah terserah kamu mau menyebutnya apaan. Kurasa sih ,Iya." Dengan malas Kagamine hanya membalikan badannya lagi dan melihat kertas hitam itu. Gakupo lalu menggaruk pipinya dengan jari telunjuknya, terlihat semburat merah tipis di wajahnya.
"Nee, apa dia akan menurunkan magician baru ke sini?" Gakupo bertanya kepada Kagamine yang sibuk melihat kertas hitam itu. Kagamine menaikan bahunya.
"Entahlah… Aku tidak tahu."
"Jika ada kau akan melakukan apa kepada gadis itu?" Kagamine membentuk seringaian lebar. Terlintas sebuah ide brilliant miliknya.
"Entahlah, mungkin. Aku akan menjahilinya sebelum membunuhnya."
DUAK!
"Kagamine anak nakal." Ucap Gakupo sembari menjitak Kagamine yang sukses diberikan death glare dari Kagamine untuk Gakupo. Yah, setidaknya. Kagamine pasti akan membuat sebuah rencana jika ada magician turun. Mungkin.
.
.
.
.
.
Keesokannya di Meirasu School.- Magician school-
"Ehem." Seorang laki-laki berumuran kepala 4, berdehem pelan sembari melihat seorang wanita dan seorang gadis yang ekspresi keduanya berbeda total. Seorang wanita berambut pink lembut dengan bando berwarna putih telah melekat di kepalanya yang dikenal—Luka Megurine— sedang bersuram ria yang bahkan terlihat aura dark yang bersumber dari dirinya. Sementara gadis yang berada di sebelah tersenyum dengan rasa tak bersalah dan sangat bahagia, dia bahkan tidak tahu bahwa wali kelasnya sedang pusing menghadapinya. Kita sebut saja gadis ini –Rin Kagamine— sang tokoh utama kita.
"Jadi… Big Al-sama…" ucapan Luka yang diiringi sebuah suara biola yang menyedihkan membuatnya berhenti berkata dan menarik nafas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. "Rin memutuskan untuk turun ke bumi."
"Oh, sesuai dengan yang kuharapkan." Ucap pria itu datar dan menatap Luka horror. Sementara Rin langsung tertawa kegirangan karna merasa dia begitu berharga menerimanya. Rin lalu membungkukannya dan mengeluarkan yang agak sok gentleman.
"Saya sangat senang menerima perintah anda." Terlihat bling-bling di sekitarnya. Pria itu dan Luka langsung menatap suram Rin walaupun Rin tidak sadar karna terlalu sibuk menerima kesenangannya.
"Jadi… Rin-chan kau mau kapan berangka—
"Sekarang juga!" ucapan pria itu langsung terpotong oleh Rin yang matanya langsung berbinar-binar. Luka dan pria itu langsung sweat drop melihat ekspresi Rin.
"Baiklah," Luka lalu mengangkat tongkat berwarna birunya yang sudah terlihat sebuah percikan cahaya berwarna abu-abu. Luka menarik nafasnya dalam-dalam. "Dunia mereka berbeda dengan kita. Ingat. Aku sekali-kali akan mengunjungimu. Eartgo." Sebuah portal berwarna pink muda menarik Rin masuk secara paksa dengan banyaknya tangan berwarna hitam yang menariknya. Rin langsung bermuka pucat. Cara yang sang sangat ogah untuk masuk ke bumi itu ternyata begitu menyeramkan.
"Tuuu—" kata-kata Rin terhenti ketika melihat pintu portal menutup rapat. Rin baru mengingat kartu berwarna merah kesukaannya tertinggal di kamarnya, "Tidaaak!"
Rin menutup matanya cepat karna merasa dia sekarang sepeti jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam. Dia berdoa semoga saja dia selamat.
TBC~
A/N : Ini multi chapter, dan Veronica Minta saran juga ya minna~ XD Review please!
