[[ NOBLESSE MANHWA FANFICTION ]]
.
~SERIES : LETS TALK ABOUT LOVE~
.
Edisi Pertama
.
.
Judul : JOMBLO ABADI? Impossible!
Author:Amethystein
Tema:Romance/Parody
Boleh Dibaca Oleh : Remaja (Umur 13+)
.
Disclaimer:| Noblesse © Jeho Son & Kwangsu Lee | LINE © Naver | Facebook © Mark Zuckerberg |
[[ Jomblo Abadi © Amethystein ]]
.
Ringkasan : Frankenstein telah menjomblo selama lebih dari 1000 tahun. Wajah tampan dan tubuh atletis ternyata bukan jaminan hidup penuh cinta. Apakah takdirnya adalah menjadi jomblo seumur hidup?/ "Yang benar saja kau Author! *sweatdrop*"—protes Si Blonde pada penulis/ Pstth~ apa sebenarnya alasan Frankenstein menjomblo selama itu? Penasaran? Baca dan ikuti kisahnya! / "Kalian ingin tahu kisah cinta terselubung Frankenstein? Hmph~ ikuti kata-kata Author berimajinasi liar ini, ahaha~ *eyesmile*"
.
.
[[JOMBLO ABADI AMETHYSTEIN]]
.
.
Memuat…
1%...
50%...
99%...
100%...
.
.
PERINGATAN : Cerita ini hanya fiktif belaka dan murni imajinasi Si Author. Tidak ada kaitannya dengan cerita asli manhwa, hanya sebuah imajinasi liar seorang fans. Maaf jika ada salah ketik di beberapa kata. EYD yang buruk, dan segala kesalahan lain yang silahkan anda temukan sendiri, pfth. /huh?/. Well tolong dimaklumi, dan jangan lupa tinggalakan komentar (review), kesan, saran, pendapat, serta kritik yang membangun.I Love You "Noisy Readers" (readers yang hobi meninggalkan komentar panjang tentang pendapatnya usai membaca sebuah cerita)
.
SIAP UNTUK MEMBACA?
Okay~ Lets Go!
.
[[STORY START]]
.
~Di dunia yang kejam ini, di dunia yang terlalu banyak keindahan penuh misteri ini. Mereka bilang semuanya saling berpasangan. Hitan dan putih. Gelap dan terang. Baik dan buruk. Semuanya adalah kesatuan yang berbanding terbalik namun saling bersatu membentuk 'PERBEDAAN'. Lalu dari semua itu muncullah kalimat 'BERPASANGAN'.
Baiklah, jadi kesimpulannya…
"Pasangan adalah mereka yang meski berbeda namun berusaha untuk saling melengkapi, "_Amethystein~
TING TONG!
Suara bel? Bukan.
Frankenstein mengecek ponsel di saku celananya. Ia menatap layar smartphonenya yang menampilkan sebuah notifikasi Line Grup yang muncul menunjukkan sebuah pesan baru yang isinya ambigu.
"SIAPAPUN YANG ONLINE! Hei, tolong bantu aku! INI DARURAT! DARURAT!,"
Mengernyit heran, pesan dengan nama pengirim 'Han-dsome Shinwoo' itu selalu saja ribut bahkan di petang hari seperti ini—terlebih besok hari libur, chat akan penuh dengan keributannya seperti biasa, sampai pagi—mungkin.
'Apa yang mau dia lakukan kali ini?, " batin Frankenstein dan mengetik sesuatu untuk membalas pesan dari muridnya itu.
"Apa yang darurat Shin? Kau kehabisan stok makanan lagi? ^^," Balas Frankenstein, lengkap dengan emot eyesmile ciri khasnya.
Tak perlu menunggu lama, denting notif chat terdengar lagi. Sepertinya bocah berambut merah itu online mania.
"Songsaenim! Kebetulan bapak yang muncul, hehe. Aku bukan sedang kelaparan pak! Aku butuh saran dan kurasa bapak ahlinya! Bisa bantu aku pak?," Satu yang terlintas di benak Frankenstein, bahkan di chat, dia masih bisa membayangkan betapa cerewetnya bocah satu ini.
"Apa yang mau kau tanyakan Shin?," To the point, hal jarang bocah girang itu butuh sesuatu selain makanan. Kira-kira apa?—pikir Frankenstein bertanya-tanya.
"Err- begini. Kalau mau jalan-jalan dengan seorang gadis, sebaiknya di ajak ke mana ya pak?," HUH? Maksudnya kencan atau apa?—batin Frankenstein sambil mengetik sesuatu lagi.
"Akan lebih baik jika kau mengajaknya ke tempat yang kau sukai," Balas Frankenstein dan berlalu ke dapur seraya membuat dua cangkir teh, mungkin chatting sambil menikmati teh hangat di malam hari akan lebih baik. Hmph-
.
.
[[JOMBLO ABADI AMETHYSTEIN]]
.
.
Frankenstein melirik jam dinding di ruang tengah rumahnya. Pukul delapan malam, sudah dua jam sejak chat terakhir Ia kirim, dan ponselnya sudah berhenti berbunyi. Penasaran—akhirnya Frankenstein mengecek 'Line Grup SMA Ye Ran' itu. Belum ada balasan dan Ia membuka chat roomnya.
R
Sudah dibaca namun tak ada balasan lagi. Hmh~ baiklah—dan Frankenstein menyeruput teh yang tadi Ia buat seraya duduk di kursi ruang tengah dengan tenang, namun—
"Frankenstein Sunbae…," Sebuah suara lembut membuyarkan lamunan pemuda pirang ini dan dia segera melirik ke kanan—asal suara tersebut berasal dan ekor matanya menangkap siluet gadis berambut perak dengan gaun putih selutut lengkap dengan bolero berdiri di sana.
AH IYA!
Frankenstein tentu saja tak tinggal sendirian. Jangan lupakan Seira, Regis, Trio Kwek-Kwek—coret—maksudnya Trio RK. Dan juga Masternya.
"Ya Sei, ada apa?," Tanya Frankenstein pada gadis yang entah kenapa terlihat semakin cantik malam ini dengan gaun feminimnya.
"Aku minta ijin keluar," Hmph, mendengar jawaban Seira, tak biasanya dia meminta ijin keluar malam-malam begini. Terlebih tanpa—
"Seira nuna! Kau tak boleh pergi tanpaku! Pokoknya aku harus ikut! Aku juga ijin keluar!" HAH—lihat baru saja mau dibicarakan, dia sudah muncul tiba-tiba. Tak akan lengkap jika kau melihat Seira namun tak ada Si Kecil Regis yang jadi ekornya. Frankenstein menghela nafas sejenak sebelum meletakkan cangkir tehnya ke atas meja. Jadi ada apa gerangan mereka ijin keluar?
"Kalian mau pergi kemana memang?" Tanya Frankenstein menatap dua muridnya yang berkebangsawanan asing itu.
"Seira di ajak ke game center oleh Shinwoo, Pak!" Regis menyeletuk dan Seira sejenak menunduk dan menyembunyikan pipinya yang entah kenapa jadi memerah. Voila! Sekarang Frankenstein mulai mengerti.
"Regis, aku bisa pergi sendiri. Kau tetaplah di rumah," Seira bersuara dan Regis meresponnya dg tatapan 'AKU TIDAK MAU' yang kentara.
"Aku tak akan membiarkanmu pergi malam-malam sendirian. Terutama jika dengan cowok, tak akan!" Regis melipat kedua tangannya di depan dada dan mendongak sambil memejamkan mata—lengkap dengan gelengan kepala yang kuat saat dia mengucap kalimat ini. Dan Seira hanya bias menghela nafas. Regis sudah dalam mode tak bias dicegah kali ini.
Baiklah, brother-sister compleks untuk Si Cucu Landegre. Tak akan ada yang bisa menjegal keputusannya kalau dia sudah berekspresi seperti itu. Akhirnya Seira diam dan pasrah dibuntuti.
"Baiklah, kalian boleh keluar—" Frankenstein memecah keheningan usai Seira terdiam. Seira sontak mendongak menatap kepala sekolahnya itu dengan raut stoic-nya. Padahal ekspresi senang tersembunyi di baliknya.
"—namun, pulanglah sebelum jam sepuluh malam," Lanjut Frankenstein, mengingatkan batas waktu yang harus mereka patuhi. Karena manhwa Noblesse akan syuting di jam itu dan langsung terbit—coret—maksudnya, dia tak mau membiarkan muridnya berkeliaran di luar terlalu lama, terutama ketika malam hari. Oh! Seperti tanggung jawab orang tua pada anaknya, anggap saja begitu, hmph.
"Tentu saja. Aku yang akan bertanggung jawab dan membawa Seira nuna pulang sebelum jam 10, karena itu adalah tugas pria yang berkelas." Oh ayolah! Sepertinya sifat serba berkelasnya sedang kumat. Frankenstein hanya mengangguk menanggapi, toh keduanya memang selalu bersama-sama bukan? Bahkan sudah terlihat seperti sepasang Kakak-Adik.
"Aku akan mengingatnya sunbae, terima kasih," Ucap Seira dengan nada sopan dan tenang ciri khasnya. Dan setelahnya, dua noble muda itu hendak berlalu meninggalkan ruang tengah, ketika tiba-tiba…
"Seira." Satu panggilan itu membuat ketiga makhluk di ruang tengah yang sejak tadi sibuk mengobrol ini menoleh bersamaan. Meski Frankenstein dan Regis bukan yang termasuk dipanggil, namun suara tenang dan damai itu mampu menginterupsi mereka semua dalam sekejap.
TING!—(suara cangkir bergesekkan dengan meja marmer)
AH YA! Apa aku melupakan sesuatu? Sosok di kursi single yang sejak tadi duduk tenang dalam diam. Yang sejak tadi hanya mendengarkan dengan khidmat percakapan mereka, sekarang angkat bicara.
Cadis Etrama Di Raizel. Sang Noblesse menatap Kepala Keluarga Loyard setelah meletakkan cangkir dan buku bacaan yang sejak tadi menemaninya dalam diam.
"Ah ya, Raizel-nim. Ada sesuatu yang ingin kau utarakan?," Tanya Seira menyahut panggilan sebelumnya.
"Hati-Hati" Pesan Raizel dengan wajah kelewat serius. Apa maksudnya itu? Batin Regis dan Seira tak terlalu mengerti, namun mereka berdua mengangguk singkat sok paham. Dan mereka segera melanjutkan langkah mereka meninggalkan rumah—meninggalkan Farnkenstein dan Raizel di ruang tengah.
.
.
[[JOMBLO ABADI AMETHYSTEIN]]
.
.
Hening.
TIK
TOK
TIK
TOK
Suara jam dinding bahkan terdengar. Usai kepergian duo perak itu, tak ada percakapan di antara Frankenstein dan Raizel, hanya ada suara sruputan teh, dan denting porselen dengan meja marmer.
TING!
"Frankenstein." Yang di panggil terhenyak dari lamunanya.
''Ya, Master?" Sahutnya pada tuanya yang mendadak membuka percakapan.
"…tehku, habis…," Lapor Sang Noblesse, dua kata yang lebih terdengar seperti 'Aku ingin teh yang baru' atau 'Tuangakan lagi tehnya'—bagi telinga Frankenstein. Dia paham.
"Permisi sebentar, Master." Ujarnya dan segera bangkit dari kursi menuju ke dapur. Raizel mengangguk singkat.
.
.
[[JOMBLO ABADI AMETHYSTEIN]]
.
.
Frankenstein memasukan sekantung bundar teh instant ke dalam cangkir kemudian menambahkan enam butir balok gula rendah kalori kedalamnya.
CURRR—suara air yang dituang.
TING! TING! TING!—denting sendok dengan porselen.
Perfect. Tehnya sudah siap, Frankenstein mengambil nampan hendak kembali ke ruang tengah—iya begitu—namun langkahnya mendadak terhenti ketika seseorang malah berdiri di depannya ketika Frankenstein berbalik badan, orang itu menghalangi jalan. Tch~
"Apa yang kau lakukan di jalanku, M? Menepilah," Frankenstein menatapnya dengan tatapan tak mau memperpanjang percakapan. Tehnya harus segera Ia berikan pada Masternya yang sudah menunggu. Tak boleh ditunda lagi.
"Frankenstein, kita perlu bicara,"—Sigh—Frankenstein menghela nafas. Wajah datar pemuda dengan rambut kelabu ini benar-benar kelewat serius. Apa sih yang mau dia bicarakan? Sampai menggangu acaranya mengantar teh. Ck.
"Katakan." To the point, like always. Frankenstein menaruh sejenak nampan yang tadi sudah di angkatnya ke meja dapur lagi. Baiklah, dia harus minta ampunan setelah ini karena terlalu lama untuk ukuran membuat teh, namun biarlah. Resiko. Hmh~
"Aku mau ijin keluar" Lagi?—Frankenstein mengernyitkan dahinya. Ada apa gerangan?
"Salah satu muridmu barusan meneleponku dan bilang kalau dia tersesat seusai berbelanja di supermarket. Sejujurnya aku tak terlalu memikirkan itu, namun dia menyebut-nyebut nama Han Shinwoo. Kurasa dia temannya, jadi pastinya itu adalah teman Raizel juga bukan?" hmh—Frankenstein bertaruh, itu adalah kalimat penjelasan panjang yang jarang M21 lakukan.
"Jadi kau berniat menjemputnya, begitu? Sendirian?" Frankenstein menyelidik, dan Si Pemuda Datar dengan luka goresan di bibir sebelah kanannya itu mengangguk singkat menjawab pertanyaan yang pertama.
"Aku akan ikut dengannya bos"—mereka berdua menoleh ke asal suara yang baru muncul ini. Dan seorang pemuda lain berambut ungu panjang yang di ikat ekor kuda berjalan menuju arah mereka berdua di dapur. Takeo—yang sudah rapi dengan pakaian casual namun tetap keren. Frankenstein melirik tubuh M21 kemudian, memperhatikan pakaian M21 yang ternyata sudah sama necisnya dengan Takio.
Yakin, mereka berdua cuma sekedar menjemput? Frankenstein menopang dagu tak yakin. Author pun juga sama tak yakinnya. Hmh.
"Baiklah, pergilah. Namun pulanglah sebelum jam dua belas malam, atau kalian akan tidur di depan pintu." Frankenstein tak berpikir lama dan tak mau memperpanjang percakapan meski dia penasaran apakah M21 dan Takeo sedang bohong padanya—tapi sudahlah—tehnya harus segera ia antar. Urusan yang lain nanti saja.
Duo RK itu mengangguk mengerti dan segera berlalu. Meninggalkan Frankenstein yang juga ikut berlalu dan kembali mengangkat nampannya dan menuju ke ruang tengah. Ha-ah. Sudah sepuluh menit berlalu, Masternya pasti sudah menunggu.
.
.
[[JOMBLO ABADI AMETHYSTEIN]]
.
.
Besok adalah hari libur, hari yang selalu ditunggu oleh Frankenstein agar Ia bisa beristirahat di rumah dan melayani Masternya dengan lebih baik dibanding saat dia bekerja di ruang kepala sekolah. Setidaknya besok Ia tak perlu direpotkan berkas-berkas dokumen yang harus ia tanda tangani ataupun proposal yang harus ia revisi. Dan malam ini dia bisa tidur dengan tenang. Oh tambah lagi, di jam ini rumahnya yang biasanya ramai mendadak jadi sepi dan Frankenstein bisa menikmati waktu minum teh bersama Masternya dengan lebih tenang.
Good time!
"Silahkan tehnya, Master" Frankenstein mengangkat cangkir di nampannya dan meletakannya di meja tepat di depan Raizel. Segera, pemuda pendiam ini meminum teh barunya.
"Maaf membuatmu menunggu lebih lama dari biasanya," Frankenstein menunduk sekilas sambil memperhatikan raut Masternya yang memejamkan mata sambil meneguk teh buatannya.
"Aku tahu." Eh? Tahu?—Frankenstein memiringkan kepalanya. "Barusan M21 dan Takeo meminta ijin padaku untuk pergi keluar, namun ku katakan pada mereka; 'Tuan rumahnya bukan aku di sini' slurppp~" Oh~ jadi rupanya begitu. Frankenstein kira, Raizel baru saja membaca pikirannya tadi sehingga tahu apa yang barusan terjadi di dapur. Masternya tak akan membaca pikirannya tanpa persetujuan darinya. Dia percaya itu.
Frankenstein akhirnya memutuskan untuk duduk di kursi panjang di ruang tengah menemani Raizel menghabiskan teh buatannya. Buku jurnal buatan Frankenstein lengkap ada di sebelah ampar—sepertinya baru saja selesai dibaca oleh Raizel.
"Master, apa ada kesulitan atau sesuatu yang tak kau pahami dari jurnal baru yang kuberikan?" Frankenstein bertanya hati-hati sesaat setelah Raizel meletakkan cangkirnya ke meja. Raizel kemudian menatapnya dan mengangguk singkat.
"Jurnal baru berjudul, 'Cara Hidup di Abad 21' ini tak menjelaskan hubungan antara pria dan wanita. Frankenstein, apa di abad ini sudah tak ada yang seperti itu? Apa di abad ini hanya ada hubungan wanita dengan wanita, dan pria dengan pria?" Bertanya dengan polosnya dan membuat Frankenstein sweatdrop parah. Astaga! Dia tak pernah menyangka Masternya akan menanyakan hal semacam ini.
"Bukan begitu, Master. Ha-ah. Untuk hubungan itu- seharusnya ditulis di jurnal lain," Dalih Frankenstein dan Raizel kembali menyeruput tehnya hingga tak bersisa. Dua gelas teh untuk malam hari, sudah cukup baginya.
"Shinwoo bilang padaku; seharusnya jika jurnalnya berjudul 'Cara Hidup di Abad 21' ada bagian isinya yang memuat 'Cara Mendekati Lawan Jenis' karena hidup di abad 21 ini, kau harus pandai menemukan pasangan. Begitulah yang Ia katakan. Apa itu benar, Frankenstein?" Entah kenapa, Frankenstein malah tak bisa menjawab pertanyaan biasa itu. Kenapa? Karena dia sengaja tak menulis bagian itu? Sepertinya memang sengaja—atau tak terlintas untuk ditulis.
"A-ah, itu…baiklah jurnal selanjutnya akan kutuliskan tentang 'Cara Mendekati Lawan Jenis' jika kau menginginkannya, Master," Frankenstein berkompromi, demi apapun. Han Shinwoo mempengaruhi terlalu banyak pada Masternya, untung saja bocah brandal itu tak menularkan hobi tidur di kelasnya pada Raizel. Sigh. Raizel mengangguk singkat tanda setuju dan dia memang menginginkan jurnal itu.
"Aku ingin minggu depan kau sudah bisa memberikan jurnal itu padaku, Franken," Sontak, Si Pelayan mendongak—ada apa gerangan? Tak biasanya Masternya yang pendiam ini menginginkan sesuatu selain teh. Dan kenapa dari semua jurnal, kenapa yang ini yang dia inginkan untuk cepat dibuat? Berbeda dengan jurnal lain yang justru tak dimintanya sama sekali dan Farnkenstein membuatnya atas inisiatif sendiri.
"Aku akan mengusahakannya, Master" Menyanggupi, sudah seharusnya itu adalah hal yang dilakukan pelayan untuk keinginan tuannya bukan?. Dan Raizel mengangguk singkat. Sesuai apa yang dikatakan Frankenstein ketika dia baru pertama kali terbangun dan datang ke dunia manusia. Bahwa Frankenstein akan memenuhi segala kebutuhannya selama berada di dunia manusia.
"Frankenstein, aku ingin pulang" Satu kata yang jarang Frankenstein dengar. Raizel menatapnya dengan tenang, pertanda bahwa dia tidak sedang bercanda kalau dia ingin pulang.
"Maksudnya ke Lukedonia?" Yah! Memangnya di mana lagi tempat asal Raizel. Mendadak Frankenstein jadi telmi, menanyakan hal yang sudah jelas. Dan Raizel mengangguk singkat.
"Bisa aku minta ponselmu, Franken?" Eh? Kenapa?. Frankenstein merogoh saku celananya dan memberikan smartphonenya pada Raizel. Dan Sang Noblesse menerima apa yang dia minta itu dan memasukkan ponsel Frankenstein ke dalam saku bajunya. Sedikit tak mengerti, akhirnya Frankenstein memutuskan bertanya.
"Apa kau kehilangan ponselmu yang lama, Master?" Selidik Frankenstein. Yah siapa tahu Si Ponsel hobi tersesat juga seperti yang punya. Slap. Raizel menggeleng singkat, pertanda ponselnya tak hilang.
"Kau tak keberatan kalau membeli yang baru lagi 'kan, Franken?" U-uh. Raizel sepertinya tak mau memberi tahu alasan kenapa dia meminta ponsel Frankenstein—yang lebih terlihat seperti menyita daripada meminta sebenarnya. Dan Si Blonde terdiam sejenak. Yah, kalau untuk membeli yang baru sebenarnya tak jadi masalah untuknya. Lagipula dengan penghasilannya sebagai Kepala Sekolah SMA Ye Ran, jangankan sebuah ponsel. Pabrik ponselnya sekalian mungkin bisa Ia beli. Hmm. Dan Frankenstein memutuskan tak bertanya lebih lanjut. Mungkin ada alasan khusus kenapa Masternya ini tak mau menjelaskan alasannya, sudahlah.
.
.
[[JOMBLO ABADI AMETHYSTEIN]]
.
.
Frankenstein menatap punggung Raizel yang sedang menengadah menatap langit malam dari halaman rumah. Seperti yang sebelumnya direncanakan, Raizel akan pulang ke Lukedonia malam ini juga. Bertepatan dengan hari esok yang memang merupakan hari libur, sepertinya Si Noblesse merindukan kampung halaman dan mansion besarnya. Yah, kira-kira begitu yang bisa disimpulkan.
"Master, biarkan aku mengantarmu sampai perbatasan" Frankenstein menjeda, membuat Raizel berbalik untuk menatapnya.
"Aku bisa pulang sendiri, Franken. Kau istirahatlah, besok adalah hari liburmu." Sungguh seorang Master yang kelewat perhatian. Sesungguhnya meski Frankenstein terlihat baik-baik saja, Raizel tahu pelayannya itu amatlah sangat kelelahan dengan semua tugasnya sebagai seorang kepala sekolah. Mengurus rumahnya usai bekerja. Dan masih ditambah harus melayaninya ketika Ia pulang sekolah. Bisa dibayangkan seberapa lelahnya dia. Namun untungnya setelah ada Seira, Regis, dan Trio RK, tugas-tugas Frankenstein satu per satu berkurang.
Dimulai dari juru masak yang kini digantikan oleh Seira. Tugas menyapu, mengepel serta membuang sampah yang di ambil alih Regis. Pencuci piring handal seperti Takio dan M21, membuatnya tak lagi memakai pencuci piring otomatis yang boros daya listik, membuatnya jadi bisa berhemat. Dan juga, jangan lupakan tugas menjadi satpam rumah, memastikan keamanan di sekitar rumah dan mengawasinya yang dikerjakan oleh Tao dari pagi hingga pagi lagi. Dan Frankenstein punya banyak waktu untuk bersama Masternya sekarang. Menjadi pelayan yang berbakti. Hmph.
Raizel menghirup angin malam yang dingin, angin kering. Malam ini tak akan ada hujan, jadi dia bisa terbang ke Lukedonia tanpa perlu khawatir akan cuaca. Iya, tidak seperti biasanya jika Ia pergi ke Lukedonia dengan Frankenstein, dia harus memakai pesawat. Saat Ia pulang sendiri, Raizel lebih suka memakai kekuatan kakinya untuk cepat sampai.
"Hati-hati, Master" Pesan Frankenstein sebelum Raizel bersiap menekankan kakinya ke tanah, bersiap melompat ke udara. Raizel mengangguk singkat sebelum akhirnya melesat—melompati bangunan-bangunan di sekitarnya dan semakin jauh ke arah timur. Frankenstein menatap kepergian Masternya itu sampai bayangannya tak terlihat lagi. Baiklah, sejujurnya Frankenstein masih ingin menemani Masternya ke Lukedonia, namun kalau larangan sudah keluar; dia tak punya pilihan selain mengikuti apa kata Masternya. Sigh. Menjadi pelayan itu menahan perasaan.
"Ohohoho~ ada yang sedang galau di sini heh" Frankenstein sontak menoleh ke belakang dan menemukan pemuda dengan kaos kedodoran berambut jamur bersandar di ambang pintu rumahnya. Pegawainya itu tertawa cekikikan sambil melipat tangan di depan dada, menatapnya dengan tatapan meledek. Sontak perempatan muncul di jidat Frankenstein, namun Si Blonde menahan emosi agar tak melampiaskan kekesalannya.
"Hmph, berhenti membual dan awasi keadaan di sekitar rumah, Tao," mengalihkan pembicaraan dan melangkan kembali masuk ke dalam rumah melewati tubuh Tao yang masih setia di ambang pintu. Si Rambut Jamur menahan tawa, sesekali menggoda bosnya kadang menyenangkan juga—pikirnya.
"Baiklah bos, semuanya aman. Dan hanya ada kita berdua sekarang di rumah. Dan sangat aman, apa yang harus dikhawtirkan bos?" Tao nyerocos sambil menutup pintu rumah dan mengikuti langkah Frankenstein masuk ke ruang tengah. Frankenstein duduk di kursi dan Tao ikut-ikutan duduk di depannya, mereka berdua akhirnya saling bertatapan.
"Bagus jika keadaannya begitu, Tao. Mereka semua pergi saat esok hari libur seperti ini dan bukannya istirahat dengan tenang di rumah. Sigh," Frankenstein menghela nafas sejenak dan Tao menyandarkan pungunggnya menyamankan diri di kursi.
"Malam minggu bukan waktunya tidur di rumah sepertimu bos, mereka semua punya acara masing-masing heh" Tao berujar santai sambil memperhatikan Frankenstein yang kelihatan frustasi—menurutnya. Mengernyit heran, apa maksudnya dengan acara? Frankenstein menautkan kedua alisnya seraya menatap pegawai yang sudah seperti tangan kanannya ini menyelidik.
"Acara apa yang kau maksudkan, Tao? Kau tahu sesuatu soal alasan perginya M21 dan Takio?" Nah! Waktunya mengurusi masalahnya yang sebelumnya soal Ia yang curiga kalau M21 dan Takio yang seperti membohonginya saat berpamitan pergi keluar tadi. Tao menyeringai seperti cenayang.
"Bukan hanya alasan kenapa M21 dan Takio yang ijin keluar. Bahkan Seira, Regis, dan juga Tuan Raizel. Aku tahu semuanya bos." Oh baiklah, nada bicara bocah ini sudah seperti orang paling pandai di dunia saja karena mengetahui apa yang tidak Frankenstein ketahui. Sedikit membuat Frankenstein jengkel sebenarnya. "Kau ingin kuberi tahu, bos?" Tao menawarkan seperti nada pedagang sekarang. Frankenstein mengangguk. Tao kembali menyeringai seperti cenayang. Oh ayolah, Frankenstein tak suka kalau ada yang menyeringai di depannya—padahal dia sendiri tukang menyeringai.
"Kalau Seira, Regis bilang dia akan menemui Shinwoo. Kurasa mereka berdua berkencan, dan Regis berniat menggagalkannya. Untuk M21 dan Takio, kurasa mereka berdua menyembunyikan sesuatu soal menjemput salah satu muridku. Hmh, dan kalau Master, kurasa dia hanya merindukan tempat asalnya?" Frankenstein mengutarakan apa yang ada di pikirannya dan sontak Tao menggerakkan jari telunjuknya ke kanan-kiri tanda bahwa dia tak setuju dengan pemikiran Frankenstein. "Jadi apa yang salah dari pemikiranku heh?" Frankenstein mulai habis kesabaran juga lama-lama karena Tao suka sekali bertele-tele sedang dirinya lebih suka to the point.
"Yah, tak sepenuhnya salah sih. Hanya kurang tepat saja bos." Tao menjawab sekenannya, dan Frankenstein langsung menatapnya tajam—tanda bahwa Ia ingin jawaban lebih dari itu—yaitu penjelasan. "Baiklah," Tao menghela nafas ditatap seperti itu, seram rasanya dan membuat bulu kuduk Tao hampir berdiri, takut-takut sinar ungu kehitaman muncul. Dan Tao tak akan berlama-lama sampai hal buruk di pikirannya nanti terjadi. Si jamur menarik nafas dalam sebelum berniat menjelaskan apa yang ia ketahui.
"Begini bos, untuk Seira dan Regis; kau memang benar. Kecurigaanmu pada M21 dan Takio juga benar, mereka memang setengah berbohong—err—" Tao mendadak merasa berdosa usai mengucapkan ini. Dia merasa jadi pengkhianat di antara persahabatan karena membuka kedok teman sendiri. Sementara Tao mulai merasakan aura aneh dari Frankenstein dan dia memberanikan diri melihat bosnya itu dan…
DAMN—aura hitam menguar. Astaga, sepertinya Tao sudah salah cerita. Frankenstein menatapnya kelewat serius.
"Lanjutkan." Perintah mutlak dari bibir Frankenstein dan Tao takut kalau bercanda dalam situasi ini, dia bisa kena tusuk benda hitam menyakitkan seperti dulu lagi. Ohh! Tidak mau—batin Tao, ngeri. Dikesampingkannya rasa persahabatan demi keselamatan hidupnya dan Tao mulai membuka mulutnya lagi melanjutkan. Dia sudah menggali kuburannya sendiri karena terlalu banyak bicara! Poor Tao.
"Ekhem. Sebenarnya tadi Yuna menelepon M21 untuk datang menemuinya. Aku tidak tahu pasti sih bos, tapi mendadak M21 mengajak Takio dan mereka berdua sepakat pergi bersama-sama. Awalnya aku berniat ikut dengan mereka namun mereka melarangku dengan alasan aku tak dibutuhkan. Hiks, lihat bos mereka pengkhianat karena tega meninggalkanku sendirian sementara mereka berduaan." Melow Tao dengan ekspresi tak layak dideskripsikan. Frankenstein sweatdrop dalam amarahnya—bocah jamur ini memang selalu saja begitu, selalu bercanda mau seserius apapun keadaannya. Namun apa itu tadi katanya? Tao menyebut M21 dan Takio penghianat? Sementara dirinya sendiri sedang menceritakan aib sahabatnya, dan dia juga sama-sama penghianat.
[[Amethystein/Note :: Ck—jangan di tiru ya readers~]]
"Hmh, jika mereka tak mengijinkanmu ikut, pasti ada alasan yang lebih masuk akal selain itu." Frankenstein menopang dagu mengira-ngira. Tapi pikirannya buntu, tak menemukan alasan tepat. Setahunya, yang lebih sering berduaan adalah Tao dan Takio. Kalaupun tidak, mereka biasanya lebih sering bertiga. Jadi kenapa mendadak M21 dan Takio berduaan meninggalkan Si Jamur yang mendadak malah galau ini? Huh.
"Tentu saja karena mereka akan kencan juga bos!" Tao menyeletuk emosi. Frankenstein mengernyit, kencan? Dua pria mengencani satu gadis?—pikir Frankenstein. "Mereka berdua kencan dengan Yuna namun aku tak boleh ikut, hiks. Mereka kelewatan, aku harus update status ini di facebook," Black eyes. Frankenstein tak memahami jalan psikis Tao, apakah dia sedang mengutarakan kesedihan atau sedang melawak. Sigh.
"Lalu bagaimana dengan Master?" Daripada membahas M21 dan Takio lebih jauh. Frankenstein lebih penasaran dengan alasan Masternya pulang ke Lukedonia, karena dia sama sekali tak punya bayangan yang lebih imajinatif jika menyangkut Raizel. Karena Frankenstein tak suka berprasangka buruk pada Masternya sendiri. Jika Tao tahu sesuatu tentang Raizel yang tak diketahuinya, maka Frankenstein akan mengorek sedalam-dalamnya.
"Apalagi yang kau pikirkan bos! Tentu saja kemungkinan besar dari dua kejadian sebelumnya adalah; Tuan Raizel juga akan pergi berkencan! Masa' begitu saja kau tak bisa menarik kesimpulan? Kukira kau ilmuan hebat heh" Tao nyerocos tanpa menatap Frankenstein dan sibuk menarikan jemarinya di atas layar ponsel—sedang update status facebook. Perempatan sontak muncul di jidat Frankenstein.
"Kau hanya membual Tao. Master tak mungkin berkencan, sejauh lebih dari seribu tahun aku menjadi pelayannya. Aku tak pernah melihat dia tertarik atau memperhatikan seorang wanitapun" Frankenstein menampik pemikiraan Tao seketika. Yah memang begitu yang Ia lihat selama ini kan? Lagipula, Noblesse bukanlah sejenis manhwa romance yang akan membahas kisah cinta manis dua pasang insan, bukan?. Tao mendongak menatap Frankenstein tetap tak setuju dengan pendapat bosnya itu.
"Hei bos, kau kira Tuan Raizel akan jadi jomblo abadi sepertimu? Tidak mungkin lah! Aku melihat ada seseorang di mata Tuan Raizel, dan bla bla bla—" Apa katanya? Jomblo abadi? Seorang Frankenstein? Yang benar saja! Semakin lama, mulut cerewet Tao akan semakin menjadi jika dibiarkan—pikir Frankenstein—dan setelah kalimat itu keluar, dia tak lagi mendengarkan apa ucapan Tao selanjutnya.
"Bla…bla…bla…ugh, aku tak tahan lagi mendengarnya" Gumam Frankenstein sambil memijat pelipisnya, aura hitam keunguan menguar membuat Tao terkesiap dan sadar dia baru saja membangunkan ular yang tertidur. Oh tidak! Danger zone!
"Ahaha, bos…" Tao bangkit berdiri pelan-pelan dan Frankenstein setengah membungkuk menatap lantai, dia benar-benar naik darah sekarang. "L-Lu-Lupakan saja apa kataku barusan. Hehe, istirahatlah bos!" Swing! Dan entah sepersekian detik Tao mengambil langkah seribu untuk kabur dari ruang tengah menuju kamarnya. Meninggalakn Frankenstein di ruang tengah yang dalam mode siap mencabik.
Sigh.
'Jomblo abadi? Mana mungkin! Aku bukan jomblo abadi. Ck.' Batin Frankenstein yang perlahan reda emosinya dan aura hitam di tubuhnya menguar hilang.
.
[[~AKHIR EDISI PERTAMA~]]
.
[[ Amethystein/Note ]]
.
.
Akhirnya bisa publish FF di fandom Noblesse. Sebenarnya sudah lama ingin publish namun baru kesaampean *emot lirik*
Nah—jadi ini adalah Fanfiction bertema STRAIGHT ya, yang artinya; pair/pasangan yang akan saya jadikan romance adalah BOY x GIRL. Ahaha~ padahal sebenarnya saya ini Fujoshi *gaknanyawoy =="*
Berhubung ini adalah cerita Series, maka cerita di chapter depan bisa saja berhubungan atau malah tak berhubungan sama sekali dengan chapter sebelumnya. Namun semuanya adalah kesatuan yang saling nyrempet satu dengan yang lainnya. Namun tetap bisa dibaca terpisah di tiap chapternya dan masih bisa dipahami dengan/tanpa membaca chapter lainnya. (Contohnya dalam Anime Doraemon. Banyak episode, namun kalian tak harus menonton dari episode awal untuk bisa memahami jalan ceritanya karena merupakan cerita terpisah yang punya tema berbeda-beda dan judul yang berbeda pula di tiap episode)—penjelasan cerita bertema SERIES.
NAH! Untuk awalan di edisi pertama ini, saya kenalkan dulu gambaran pair/couple yang sekiranya bakal mengisi "Series :: Lets Talk About Love" ini. Haha~ ada yang sudah menebak? Atau ada yang mau menambahkan kira-kira siapa lagi yang harus saya tambahkan?
PSTHHH! Mau intip Edisi Kedua minggu depan? Yuk! Intip aja! LOL XD
.
.
[[ NEXT SERIES :: EDISI KEDUA :: SPOILER]]
.
.
Wajah tampan. Tubuh atletis. Pekerjaan yang mapan. Harta berlimpah. Muda. Ramah pada banyak orang. Selalu tersenyum dengan sangat tulus dengan eyesmile khasnya. Itu daya tarik seorang lelaki bukan? Jika dipikir-pikir, Si Blonde ini sudah mendekati kata perfect boyfriend jika kita kesampingkan kepribadian terselubungnya.
Tap
Tap
Tap
Frankenstein melangkah menuruni tangga. Dia menekan tombol saklar otomatis untuk menyalakan lampu di sepanjang tangga, satu per satu lampu menyala seiring langkahnya yang semakin turun. Ruangan yang remang dan merupakan ruangan yang tak pernah ditampilan dalam manhwa Noblesse. Dan juga ruangan yang sudah sangat lama tidak Frankenstein kunjungi. Ruangan yang—
LEB!
TBC~ :P
Sampai jumpa minggu depan~~~
#QUIS :: Ada yang bisa menebak siapa couple pertama yang bakal muncul di Edisi Kedua?
Akhir kata, berikan review, komentar, kesan, saran, ataupun kritik yang membangun untuk tetap berlanjutnya Series abal-abal ini. Haha~
~TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA~
BACA DAN TINGGALKAN JEJAK YA~
