Chapter 1 : Awal
We're Brother's Prince's!
By Dhiaz Rusyda N
.
Disclaimer : BoBoiBoy © Animonsta Studio
Warn! : AuthorNewBie!, Sibblings!BoBoiBoy, kingdom! allHuman!Charac, Typo (maybe)
-Family & Brothership-
Hurt/comfort maybe
.
SINOPSIS! :
Kerajaan Valenshia, Kerajaan yang—kawasannya—sedang dilanda dengan terror, juga perang besar yang akan datang dalam waktu dekat—dari musuh kerajaannya. Membuat nyawa semua orang terancam—Terpaksa, sang Raja harus mengikut sertakan kelima putranya— yang masih dibilang belum waktunya untuk berperang.
"Mungkin…setelah perang nanti, mereka semua mengira bahwa kita telah menyerah begitu saja—padahal semuanya belum berakhir,kita hanya menjebak. lihat saja nanti, aku akan menyiksa semua putranya.."
Lalu, apakah kelima saudara kembar itu bisa mengalahkan musuh-musuhnya? Melindungi semua nyawa yang terancam? Dan juga, menghindar dari ancaman yang membuat nyawa mereka terancam? Atau…malah sebaliknya?
.
.
-Hope You Like It-
Enjoy~
.
.
Suara kicauan burung terdengar. Membuat Pemuda beriris Gold itu membuka matanya. Tentu, pertama yang ia lihat adalah langit-langit kamarnya yang cokelat muda, . Lalu menoleh kekiri dan kekanan, pemuda beriris gold itu melihat ketiga saudaranya yang masih terlelap, kecuali 1 tempat tidur yang sudah ditata rapi dan Nampak kosong—tempat tidur si kakak pertamanya—Halilintar—
Pangeran bernama Gempa itu tak terlalu memikirkan 'kemana kakaknya pergi?', ia berfikir, mungkin kakak pertamanya itu Sedang mandi atau sudah beraktifitas dipagi buta. Jadi, ia mengerjapkan matanya sebentar, lalu duduk dan terdiam, sesekali menguap,
"Hoaaaam….Eh, Gempa? kau sudah bangun?" Gempa menoleh ke sumber suara, ia melihat ke Tempat tidur berwarna biru tua yang tengah diduduki kakak keduanya—Taufan, yang baru bangun tidur dan menatapnya dengan heran dan sayu.
Gempa tersenyum, "aku baru bangun, kok" jawab nya sembari bangun dari Ranjangnya, dan merapikan selimutnya, diikuti oleh Taufan.
"Hm? Kak Hali sudah bangun daritadi pagi ya?" Tanya Taufan sembari melihat sekilas ranjang kakaknya yang sudah ditata rapi dan kosong, Gempa mengangguk ragu, "…Mungkin?"
Taufan menghela nafas, "yah, gak bisa jahilin dia lagi deh, kalau dia sudah bangun pagi terus..." keluhnya. Gempa hanya tertawa kecil menanggapi kata kakak keduanya ini,
Setelah selesai merapikan tempat tidurnya, Taufan beralih keluar kamar, "mau kemana?" Tanya Gempa, Taufan menggeleng, "Entah…." Jawabnya dengan wajah polosnya yang membuatnya seperti orang yang belum connect,
Gempa menahan tawanya, "seperti orang sesat…pfft…"
.
TRANG!
Suara pedang beradu terdengar nyaring di Aula, membuat seorang pangeran beriris biru tua itu keheranan, apakah ada penyusup?, batinnya, dengan segera, Taufan masuk kedalam aula itu, dan perlahan pintu terbuka—
"H-Hah!" –Taufan terkejut setengah mati, wajahnya langsung terasa pucat saat pedang yang tiba-tiba melayang kearahnya, untung ia menghindar, kalau tidak, ia tak bisa membayangkannya. Dan pedang itu menancap di pintu Aula.
Taufan mendongak, matanya menajam penuh amarah dan dendam saat melihat kakak pertamanya yang—ternyata—melemparkan pedang merahnya kearahnya, dan ia melihat seorang ksatria yang memegang pedang dan ia berambut ungu—Fang—tengah menahan tawanya.
"kak Hali, kenapa pedangnya dilempar gitu sih! Masih pagi juga! Udah—"
"Maaf, refleks" kata Halilintar cuek, Taufan menggerutu, menatap sebal—sekali—pada kakaknya itu, ditambah dengan Fang yang terkikik pelan.
"apa yang kau tertawakan, hah?!" bentak Taufan,
"Pfft…m-maaf Taufan," jawab Fang sembari meredakan tawanya. Taufan mendengus.
"kenapa bertarung pedangnya didalam Aula, sih? Tempatnya tidak tepat sama sekali, Tau," Ucap Taufan sembari duduk dibangku Aula.
"Tadi aku sedang berada didalam aula—hanya sekedar untuk melihat-lihat, dan tiba-tiba saja Fang sudah menyerangku dari belakang dengan mengacungkan pedangnya, terpaksa aku harus melawannya kembali," Jelas Halilintar datar,
Taufan mengangguk-angguk.
"Hei, bagaimana kalau kita latihan saja? Latihan bertarung diluar," ajak Fang. Keduanya terlihat setuju, mereka bertiga pun akhirnya ke Tempat pelatihan.
.
.
"Ice!"
Seseorang memanggilnya berkali-kali, membuat pangeran terakhir dari kelima saudara—Ice—sangat terganggu. Segera ia membuka matanya dengan paksa, lalu ia melihat ada sang kakak keempat—Blaze—tengah tersenyum penuh kemenangan.
"akhirnya! Kau bangun juga! Sudah sejam aku membangunkanmu, tapi kau tak bangun-bangun, mimpi apa sih?"
Ice sweatdrop saat mendengar kata 'sudah sejam aku membangunkanmu' dari kakaknya, ia menatap kakaknya tak percaya,
"benarkah kakak sudah membangunkanku sejam yang lalu?" Tanya Ice ragu, sebab kakaknya ini juga suka bohong.
"iya!"
"Tapi—aku tak mendengar panggilanmu.."
Rasanya, Blaze ingin menghantam kepalanya ketembok segera, melihat kepolosan adiknya—yang sangat terlalu—polos.
"Bisa gak sih, jangan pake wajah polos gitu? Masih pagi," kata Blaze datar, Ice hanya mengangguk-angguk—walaupun ia sama sekali tak mempedulikan kata kakaknya tadi—
"Udah yuk, rapikan ranjangmu segera, mau ikut aku tidak?" Tanya Blaze,
"….Kemana?"
"Ke suatu tempat yang menurutmu enak untuk dinikmati berdua itu apa?"
"….Ranjang?"
Detik berikutnya, terdengar suara gaduh dan keributan didalam kamar,
.
.
Iris Gold Gempa memandang para rakyatnya yang tengah beraktifitas seperti biasa dari jendela lantai atas istana. Ia memandangnya dengan lirih seketika saat mengingat bahwa kerajaannya tengah dilanda beberapa terror dan kekacauan,
Banyaknya ledakan bom membuat nyawa siapapun melayang dengan mudah. Membuat Gempa merasa bersalah dan risau seketika,
"Ah, Gempa, kau disini ternyata," Gempa menoleh ke daun pintu, disana ada sang Ayah yang tengah menatapnya dengan santai,
"Kenapa wajahmu cemberut seperti itu, nak?" Tanya Ayah, Gempa menatap ayahnya lekat,
"Ayah, kapan masa-masa kesulitan dan kesengsaraan rakyat akan berakhir?"
Pertanyaan itu sukses membuat sang Raja diam sementara, lalu ia mencoba untuk tersenyum,
"Gempa, Kau tenang saja lah, masa-masa keresahan dan kesulitan rakyat akan berlalu sebentar lagi, Ayah akan atasi masalah ini semampu ayah,"
Gempa menghela nafas, jawaban dari Ayahnya belum menjawab pertanyaannya dengan sungguh-sungguh.
Sang Raja yang melihat reaksi anaknya yang tengah menghela nafas, langsung memeluk putranya yang bijaksana itu,
Sang Raja tau, kalau Gempa sangat peduli dengan rakyatnya disaat yang seperti ini, sebab itulah ia memeluknya perlahan, berusaha meyakinkan bahwa sang Raja bisa mengatasi semua keresahan rakyat.
DEG!
Gempa tersentak, segera dengan kaget ia melepas pelukannya dari sang Ayah, wajahnya langsung penuh dengan ekspresi takut dan cemas,
"Gempa? Kau baik-baik saja?" Sang ayah memegang bahu anaknya itu, namun anaknya masih tetap diam dengan mimik wajah yang sama.
"Gempa! Kau kenapa?! Hei! Ayah memanggilmu! Gempaa!"
Dengan bergetar, Gempa menoleh kearah ayahnya, mencekram tangan kekar ayahnya dengan erat dan kencang.
"A-ayah,..A-akan ada bencana yang—"
Belum selesai Gempa melanjutkan kata-katanya, seorang pengawal masuk kedalam ruangan raja dan Gempa berada,
"Yang mulia! Daerah bagian barat Valenshia ada penyerangan dari musuh!"
"-Datang"
.
.
.
.
—To Be Continue—
.
a/n : heheh~, Haaaaii semuanya~ salam kenaaal~
ini FFn aku yang pertama, semoga suka yah, sorry banget klo Gaje dan gak nyambung, soalnya aku masih butuh kritik dan sarannya,
apalagi Reviewnya, so, aku gak pandai banyak bicara, jadi, semoga suka dan Reviewnyaa~
salam,
Dhiaz,
