Title : Memories in the Autumn
Author : J.H.I a.k.a Nurul Disandi Avogadro
Length : Ditentukan kemudian
Genre : Romance, Sad (tiap episode dapat berubah rubah)
Cast : - Jung Hwa In (OC)
- Shim Hyunseong Boyfriend
Other Cast : - Jo Kwang Min
- Lee Jeon Min
Disclaimer : fanfiction ini murni pemikiran dari jerih payah khayalan otak saya. Jadi tolong jangan diPLAGIAT.
Sebelumnya mohon maaf atas ketidaknyamanan yang tercipta karena alurnya. Kalian juga mungkin akan merasa alurnya sangat datar. Tapi aku harap kalian menyukainya. Karena ini baru permulaan dan juga ini adalah Fanfic Kedua saya.
***************** Happy Reading *******************
Pagi yang tidak begitu buruk untuk kota Seoul hari ini. Awan cerah menghiasi kota itu dengan matahari yang tersenyum begitu sempurna. Memberikan kehangatan pada siapapun yang lalu lalang di hari itu. Indah. Begitu indah. Terasa sangat menyenangkan bagi siapapun yang masih bernapas.
"Aishhh... anak ini. Lama sekali. Katanya mau datang jam 9 ini. Tapi sudah setengah jam lebih anak itu tidak muncul juga. Huh. Menyebalkan sekali,"gumam seorang yeoja yang sedang berdiri di tengah taman kota.
"Hosh...hosh...,"deru napas terdengar sangat jelas terdengar dari mulut seorang namja tampan seperti orang habis berlari.
"Yak... Kwang Min... bisa tidak kau tepat waku sedikit. Aku sudah menunggumu sejak lama. Kalau tidak kita akan terlambat ke tempat kerjaku,"semprot yeoja itu lantang.
"Mianhae Hwa In ah. Aku lupa bilang padamu kalau aku harus mengantar hyung ku ke bandara dulu,"ucapnya dengan nada menyesal.
"Ne. Gwaenchana. Lain kali kau harus bilang dulu kalau kau datang terlambat,".
"Siap bu sutradara. Hahahhaha,"sahut pemuda itu dengan tawa khasnya.
"Jangan tertawa kau,"ujar sang yeoja dengan memberikan tatapan tajamnya "tidak ada yang lucu," lanjutnya lagi.
"Ne. Ne. Arasseo, aku tahu kau orang yang sangat professional. Makanya kau tidak ingin terlambat sekarang,".
"Hhmm.. begitulah. Bagus jika kau mengerti,".
"Ok. Baiklah,"sahut namja itu "kajja kita pergi,"lanjutnya sambil menarik lengan yeoja itu.
**********SKIP**********
Hwa In POV
Pagi yang cukup bersahabat hari ini. Terlebih untuk diriku sendiri. Yup. Memang benar, ini adalah hari pertama aku bekerja sebagai sutradara di Seoul. Sebelumnya aku hanya menjadi seorang sutradara kecil di Gangnam. Sedari tadi aku sudah sangat lama menunggu kwangmin. Namun akhirnya dia muncul juga walaupun terlambat. Dia adalah sahabatku sejak kecil. Dan kami sudah terbiasa bersama. Meskipun pada dasarnya dia sudah memiliki seorang yeoja chingu.
"Annyeonghaseyo,"sapa seseorang mengetuk ruangan kerjaku.
"Ne, annyeonghaseyo. Nuguseyo ?".
"Ini saya, sekretaris Kim,"sahut orang itu luar.
"Ne. Masuklah,"ucapku ramah "ada apa ?"tanyaku kemudian setelah mempersolahkannya duduk.
"Begini nona Jung, pihak Mirror TV meminta saya untuk menyampaikan sesuatu pada anda,".
"Baiklah. Apa yang mereka katakan ?".
"Mereka bilang mereka sangat tertarik dengan naskah yang Kwang Min kirimkan 3 minggu yang lalu,".
"Hmmm... benarkah ? Lalu ?".
"Mereka meminta anda untuk menjadi sutradaranya,".
"Mwo ? Apa mereka akan menjadikannya sebuah film ?"tanyaku setengah terkejut.
"Ne. Itu benar. Mereka bilang jalan ceritanya sangat bagus. Mereka sangat yakin jika dijadikan film maka akan mendapatkan rating yang tinggi,".
"Jeongmalyo ? Pihak dari Mirror TV itu bilang begitu ? Lalu kenapa memintaku yang jadi sutradaranya ?".
"Hmmm... mereka percaya pada anda. Dia sangat berharap anda dapat menerima tawaran itu,".
"Hmm.. baiklah, akan kupikirkan lagi. Katakan bahwa aku akan menemuinya minggu depan,"ucapku ramah.
"Baiklah, akan saya sampaikan. Saya harap Anda dapat memikirkannya dengan baik, dan satu hal lagi, Anda disuruh bertemu direkturnya langsung,".
"Ne. Gamsahamnida."
********** SKIP*********
"Mwo ? Benarkah ?"tanya kwangmin setengah terkejut setelah mendengar penuturanku.
"Yak, pelankan bicaramu. Disini restoran. Bukan hutan,"ucapku sambil menggetok kepalanya.
"Arasseo, arasseo. Bagaimana bisa ?".
"Mollayo. Yang aku tahu sekretaris Kim hanya mengatakan kalau pihak Mirror TV sangat tertarik dengan alur cerita yang kau buat. Tapi yang aku tak habis pikir kenapa mereka mengenalku ? Terlebih mereka menyuruhku bertemu direkturnya langsung".
"Oh..itu ? Aku mencantumkan nomor telponmu di belakang naskahku. Aku juga menambahkan sedikit tentang biodata hidupmu,"ucapnya tersenyum.
"Mwo ? Kau mencantumkannya tanpa meminta izin dariku ? Aishhh kau ini,".
"Hahahha.. sekali kali tidak apa - apa kan jika aku melakukan ini. Lagipula ini kesempatan bagus untuk awal karirmu disini,".
"Baiklah. Gomawo. Kau sudah mau melakukan itu. Tapi bagaimana bisa dia percaya padaku. Aku kan bukan sutradara terkenal,".
"Hmm... aku tidak tahu. Aku rasa dia memiliki alasan tersendiri untuk itu,".
Aku berjalan menyusuri jalanan kota Seoul hari ini. Setelah seminggu berlalu, aku melangkahkan kakiku perlahan ke sebuah kantor pertelevisian yang menawarkanku menjadi sutradara kemarin. Aku melangkah pelan memasuki kantor mewah itu. Aku sangat terpana melihat dekorasi ruangan tersebut. Entahlah. Mungkin aku juga agak aneh dengan bentuk - bentuk cermin unik yang tertata di setiap ruangan. Tentu saja. Bukankah ini Mirror TV ? Wajar saja jika banyak cermin dimana - mana.
"Annyeonghaseyo," sapaku pada recepcionist di tempat itu.
"Ne. Annyeonghaseyo. Ada yang bisa kami bantu ?"tanyanya ramah.
"Ne. Bisa kau tunjukkan dimana ruangan direktur Lee ?".
"Oh... tentu saja. Tapi apakah sebelumnya Anda sudah memiliki janji dengannya ?".
"Tentu saja. Aku sudah memiliki janji sejak seminggu yang lalu. Apa dia sibuk ?".
"Hmm.. sebentar,"ucap recepcionist tadi sambil menekan tombol pada telpon disebelahnya. Ku dengar iya seperti berbicara dengan seseorang.
"Maaf Anda siapa ?"tanyanya padaku.
"Katakan bahwa aku sutradara jung mencarinya,"ucapku ramah.
"Baiklah,". Tak lama setelah itu diapun menutup telponnya dan kembali berbicara padaku.
"Tolong ikuti saya. Saya akan mengatarkan Anda ke ruangan direktur Lee,"ucapnya ramah.
"Hmm... baiklah,".
Akupun berjalan mengikuti recepcionist itu. Hingga langkah kami terhenti di sebuah ruangan mewah dengan dekorasi yang sangat unik. Tok..tok..tok... recepcionist itu mengetuk pintu ruangan tersebut beberapa kali.
"Nuguseyo ?" Terdengar suara seseorang dari dalam.
"Ini aku recepcionist Choi. Aku kesini mengantarkan sutradara Jung untuk menemuimu,".
"Ah baiklah. Suruh dia masuk,".
"Ne. Baiklah," sahutnya sopan "silahkan masuk sutradara Jung," ucapnya lagi padaku.
"Ah ne. Gamsahamnida sudah mengantarkanku kesini,"ucapku ramah. "Ne."
Akupun masuk ke ruangan tersebut. Aku tersenyum dalam hatiku. Semakin kesini. Aku semakin banyak saja menemukan tatanan cermin dimana - mana.
"Annyeonghaseyo,"sapaku ramah pada sosok muda yang kini sedang membelakangiku.
"Ah...ne, annyeonghaseyo,"ucapnya berbalik. Namun, betapa terkejutnya aku begitu melihat orang itu.
"Lee Jeong Min ? Apa kau benar Lee Jeong Min ?"tanyaku tanpa kehilangan raut keterkejutanku.
"Ne. Ini aku. Lama tidak bertemu sutradara Jung,"sahutnya dengan tersenyum.
"Ah, ne. Tentu saja,"balasku canggung.
"Yak. Kau duduklah. Jangan bertingkah canggung seperti ini. Kau seperti tak pernah mengenalku saja,"ucapnya sambil tertawa.
"Hmm...baiklah,"ucapku kemudian.
"Lalu bagaimana ?"tanyanya setelah itu.
"Apa ?".
"Tawaranku kemarin. Apa kau mau menerimanya ?".
"Hmm...aku harus bagaimana. Sebenarnya aku bukanlah seorang sutradara yang terkenal. Sejujurnya aku tak mengerti alasan Kwang Min memasukkan biodataku di belakang naskah itu,"ucapku jujur.
"Nugu ? Kwang Min ? Apa dia namja chingumu ?"tanyanya mengintrogasi.
"Aniyo, Dia sahabat kecilku. Kau ini. Tidak pernah berubah. Selalu saja ingin mengetahui kehidupanku," sahutku seraya memberikan deathglare terbaikku.
"Ah...kau ini. Kau juga tidak berubah. Sejak SMP sampai sekarang ternyata kau masih saja suka memberikan tatapan seperti itu padaku. Aku kira setelah kita beda sekolah kau tidak akan menatapku seperti itu lagi,"celotehnya panjang lebar.
Yup. Dia adalah Lee Jeong Min, sahabatku sejak kelas 1 SMP. Namun, kami berpisah setelah kelulusan dikarenakan iya harus ikut orang tuanya pindah ke Perancis. Tentu saja, dia juga harus melanjutkan SMA disana.
"Yak... kau juga tidak berubah Lee Jeong Min,".
"Hahaha... sudah sepuluh tahun. Tapi sikap kita tak ada memiliki perubahan sama sekali,".
"Ne. Tak ada perubahan,"ucapku sambil tertawa.
"Oh iya. Bagaimana dengan tawaranku tadi ? Apa kau bersedia ?"tanyanya kembali.
"Seperti yang kukatakan tadi. Aku bukan sutradara terkenal. Aku tidak yakin ini akan berhasil,"ucapku tertunduk.
"Yak... Hwa In ah. Bagaimana bisa kau tidak yakin seperti ini ? Aku yakin kau bisa melakukannya. Terlebih juga jalan cerita yang dikemas oleh temanmu si Kwang Min itu sangat menarik,".
"Lalu apa hubungannya denganku ?".
Tentu saja berhubungan babo. Jalan cerita yang bagus dan dengan sutradara berbakat pasti akan menghasilkan kombinasi yang bagus pula,"ucapnya bersemangat.
"Hmm...begitu yah,"sahutku pelan "lalu ? Bagaimana bisa naskah itu sampai ke tanganmu ?".
"Beberapa minggu lalu manager No memberikan itu padaku. Dia bilang ada seseorang yang mengirimkannya. Dia juga mengatakan kalau alurnya sangat menarik dan menyuruhku membacanya lagi. Dan ternyata itu benar. Itu sangat menarik,"ceritanya panjang lebar.
"Oh..begitu rupanya,".
"Ne. Bagaimana ? Apa kau bersedia menjadi sutradaranya ?".
"Hmmm... baiklah. Akan ku coba,".
"Baguslah. Aku senang mendengarnya. Bagaimana kalau penggarapannya kita lakukan bulan depan ? Kau tidak keberatan kan ? Mengingat aku juga harus mencari para pemerannya,".
"Tentu saja tidak pak direktur,"ucapku dengan penekanan pada kata direktur.
"Baikalah. Oh iya, bagaimana kalau kita makan - makan dulu di restoran milik pamanku yang ada di seberang sana ?"ucapnya sambil menunjuk restoran yang tepat berada di pinggir jalan dan terlihat dari ruang kerjanya.
"Untuk apa ?"
"Hanya bersantai. Berbagi cerita tentang masa lalumu selama aku tak ada, bagaimana ? Hitung - hitung sebagai nostalgia tak disengaja," ucapnya dengan memasang wajah puppy eyesnya.
"Hmm... baiklah. Tawaran diterima,"ucapku kemudian.
"Yak, Hwa In ah, ceritakan padaku bagaimana kau bisa menjadi seorang sutradara seperti ini ? Bukankah sebelumnya kau ingin menjadi penulis ?".
"Ceritanya panjang, aku tak tahu harus memulainya dari mana,".ucapku sembari menghela nafas panjang.
"Ceritakanlah, aku akan mendengarkanmu dengan baik,".
"Hmmm... begitu yah. Cukup kuat juga yah ternyata nyalimu ini,"ucapnya sambil menepuk bahuku pelan,".
"Hmmm... begitulah. Kau juga, ceritakan kenapa kau bisa menjadi seperti sekarang ini,".
"Hmmm... sejak aku pergi ke Perancis, aku belajar banyak hal yang menyenangkan. Termasuk menjadi seorang pebisnis. Awalnya aku memang kurang yakin. Tapi disaat aku menceritakan pada appa, dia mendukungku dan memberi saran agar aku mendirikan stasiun tv itu,"ungkapnya panjang lebar.
"Hmmm... lalu ?".
"Apa ?".
"Sejak kapan kau kembali ke korea,".
"Dua tahun yang lalu. Aku memulai semuanya dari awal. Hanya sebuah channel yang tidak terlalu terkenal,"ucapnya sambil mengingat kenangan itu "tahu sendiri kan channel pertelivisian disini tidaklah sedikit,"lanjutnya lagi.
"Iya. Kau benar. Tapi aku kagum padamu. Kau sangat hebat. Baru dua tahun kau bisa membuatnya seperti sekarang ini,"ucapku berbinar.
"Hahahha... tentu saja. Sekarang kau mengakui kan kehebatan seorang mirror prince ini,"ucapnya dengan kadar PD yang sangat tinggi.
"Ya... ya... ya... aku mengerti. Kau memang hebat penggila cermin.".
"Eh... kau bilang apa ?".
"Tidak apa - apa,".
"Aishhh... oh iya, kau ingat tidak kebiasaan kita saat SMP dulu ?".
"Hmmm... apa yah ? Aku lupa,"ucapku dengan polosnya.
"Itu tuh... disaat kita berlomba meniup permen karet. Aku selalu saja kalah darimu. Setelah itu kau pasti meledekku,".
"Hahhaha... aku baru ingat. Meskipun begitu, kita tetap saja menjadi sepasang sahabat,".
"Kalau dipikir - pikir kita dulu sangat konyol,".
"Iya. Aku baru ingat disaat kau membuang bekas kunyahan permen karet mu lewat jendela. Dan tanpa sengaja itu mengenai rambut Soyou sonsaengnim yang sedang lewat,"ucapku sambil tersenyum - senyum.
"Hmmm.. sudah lama juga yah kejadian itu ?".
"Mungkin sudah sekitar 12 tahunan,"ucapku tersenyum "tak terasa waktu berlalu sangat cepat ya Jeong,"lanjutku kemudian.
"Sangat cepat. Dan sekarang sudah ada sutrada manis di depanku,"ucapnya menggodaku.
"Aisshhh... kau ini. Menyebalkan sekali,".
"Hahahha... kalau dipikir - pikir kau sudah berubah banyak Hwa In ah. Dulu kan kau seorang gadis yang sangat tomboy. Dan sekarang, kau terlihat sangat feminim dan elegan. Menjadi seorang sutradara lagi. Aku kagum padamu,"ucapnya seraya tersenyum dengan eyes smile khasnya.
"Hahh... kau juga. Dibandingkan denganku. Kau jauh lebih sukses dibanding diriku,".
"Kau terlalu berlebihan Hwa In ah. Aku begini juga karena appaku. Beda denganmu. Yang selalu mandiri dalam keterbatasan ekonomi. Kau mampu berdiri seperti ini,"sahutnya padaku "oh iya. Bagaimana keadaan orang tuamu sekarang ?"lanjutnya dengan bertanya.
"Hmm... sekitar 5 tahun yang lalu aku pindah ke Gangnam. Tepatnya beberapa bulan setelah wisuda sarjanaku. Namun, 1 tahun yang lalu eommaku meninggal. Kami memutuskan untuk kembali ke Seoul dan melanjutkan pekerjaanku kembali disini. Tak kusangka aku akan bertemu Kwang Min dan juga dirimu,"ceritaku panjang lebar.
flashback 7bulan yang lalu.
"Appa... kau tidak apa - apa ?"seorang yeoja manis berjalan mendekati sang appa. "Aku tidak apa - apa. Hanya saja stasiun kereta ini sepertinya tambah ramai sekarang,"ucap orang yang dipanggil appa tadi.
"Iya juga yah,"sahut yeoja itu "eh kau tidak apa - apa ?"ucap yeoja itu sambil menoleh kepada orang yang ditabrak appanya.
"Ne. Gwaenchana,"sahut orang itu sambil membereskan barang bawaannya tanpa menoleh pada sang yeoja tersebut.
"Ah... gamsahamnida. Maaf karena sudah membuatmu seperti ini,".
"Ah... ne,"sahut namja yang ditabrak tadi sambil menoleh ke arah pembicara
"eh... kau ?"seketika saja namja itu menatapnya sambil terkaget - kaget.
"Wae ? Apa kau mengenalku ?".
"Yak... kau pikir aku sudah pikun eoh ?"ucap namja itu sambil membuka kacamatanya dan sontak hal itu membuat kaget sang yeoja.
"Eh kwang ? Kwang Min ?".
"Iya. Aku Kwang Min. Kenapa ? Kau pangling melihatku yang setampan sekarang ?"ucapnya sambil menunjukkan tingkat PDnya yang sangat tinggi.
"Aish... kau ini. Sikapmu benar - benar tak berubah".
"Iya. Aku tidak berubah. Tapi kau sangat berubah,".
"Berubah apa ?".
"Kau semakin fashionista yah sekarang. Aku hampir pangling melihatmu. Kupikir kita tak akan bertemu lagi,".
"Yak...Kau pikir aku akan bunuh diri eoh ? Aishh menyebalkan,".
"Iya. Aku pikir begitu,".
"Aish...kau ini,"ucap yeoja itu sambil menjitak kepala namja bernama Kwang Min itu "oh iya, appa masih ingat dengannya kan ?"tanya yeoja itu sambil berpaling pada sang appa.
"Dia ? Nugu ?"tanya sang appa.
"Dia Kwang Min appa. Sahabat kecilku dulu. Dia anak orang kaya disebelah rumah kita dulu. Appa ingat kan ?".
"Ah...baru ingat sekarang. Kau tumbuh dengan sangat tampan. Maafkan aku yang sempat tak mengingatmu. Aku memang sudah pikun sekarang,"ucap appa itu pada namja yang diketahui bernama kwangmin.
"Ah.. ne gwaenchana ahjussi,".
****SKIP*****
taman kota
"Hmmm...bagaimana hidupmu sekarang ?"tanya namja bersurai hitam itu pada sosok yeoja disampingnya.
"Hmmm... aku sudah menjadi sutradara sekarang. Walaupun bukan sutradara yang ternama,".
"Oh ya ? Hmmm. Menarik,".
"Begitulah. Eh... lalu kau sendiri ?".
"Aku sekarang menjadi seorang penulis naskah,".
"Benarkah ? Kerjasama dengan sutradara atau stasiun tv yang mana ?".
"Aku penulis bebas. Tidak terikat dengan siapapun. Aku hanya akan mengajukan naskahku pada sutradara atau stasiun tv yang tertarik saja. Lalu setelah itu aku akan menerima bayaran,".
"Eoh... kenapa memilih untuk tidak terikat ?".
"Tidak apa - apa. Kau tahu kan aku selalu ingin bertindak sesukaku. Aku takut akan sulit jika sudah terikat kontrak,".
"Hmm.. begitu yah ?".
"Iya. Eh. Kau sutradara kan ? Bagaimana jika kita bekerja sama ?".
"Eoh aku ? Bukankah kau ingin bebas ?"tanya yeoja itu bingung.
"Hmm... tidak apa - apa jika bekerjasama denganmu. Kau kan sahabatku. Aku percaya kau sangat memahami kepribadianku,".
"Eoh... hmm...baiklah. Tapi jangan protes jika karya - karyamu tak bisa laku ditanganku. Tahu sendiri kan aku baru membuka kantor disini".
"Hahaha... aku percaya padamu,"ucap namja itu "eh, selama ini kau membuat naskah sendiri atau bagaimana ?".
"Hmmm... karena aku tak terkenal aku selalu menulis naskah sendiri. Tak berani menerima naskah dari orang lain karena takut mengecewakan,".
"Hmm... ternyata kau bisa menulis juga yah,".
"Tentu saja babo. Aku kan suka membuat cerita meskipun terkadang ceritanya aneh,".
"Hmmm... iya. Aku percaya. Hmm tapi... aku pernah menonton drama yang judulnya Please Be Mine itu lo ? Aku dengar itu ditulis sendiri oleh sang sutradara. Dan aku mendapati inisial namanya Jhi. Apakah itu karyamu ?".
"Eh... Please Be Mine ?".
"Iya... yang ditayangkan di Kwangchu TV itu. Aku yakin kau yang menulisnya langsung,".
"Mwo ? Aku ?".
"Iya... aku tahu. Kau kan selalu menggunakan inisial itu setelah selesai menulis cerita pendek. Kau pikir aku lupa ?".
"Ah... itu... iya.. aku yang menulisnya. Kenapa ? Apa ceritanya sangat aneh ?".
"Tidak. Justru ceritanya sangat keren. Aku menyukainya, kau benar - benar hebat Hwa In ah,".
"Ah... gomawo,"sahut yeoja yang dipanggil Hwa In itu dengan sedikit blushing.
To Be Continue
NB: Semua nama statiun TV dan nama judul film yang ada di fanfic ini (read: Please Be Mine) hanya rekayasa. Mohon kemaklumannya untuk penulis abal – abal seperti saya ini
