Chanyeol menaruh payung birunya di depan salah satu toko kue favoritnya. Pagi di hari Minggu dihiasi dengan rintik hujan yang tidak cukup deras, tapi tidak juga kecil. Suhunya menurun hingga membuat beberapa orang mengeratkan mantel dan jaket mereka. Juga beberapa remaja yang lewat sambil menutupi kepala mereka dengan tas maupun tangan.
Harum roti menyapa penciuman Chanyeol. Hari minggu membuat Toko Eclàire tidak sepiㅡyang memang tidak pernah sepi. Banyak yang datang ke toko kue ini sekedar untuk berbincang, menghabiskan waktu sendiri, nongkrong, atau berteduh.
Alunan musik The Man Who Can't Be Moved milik The Script menyapa manis pendengaran Chanyeol. Ia merutuk pada orang yang memilih lagu ini karena lagu itu sangat menggambarkan keadaanya saat ini.
Gagal move on. Bisa dibilang keadaan Chanyeol saat ini. Mantan terakhirnya, Do Kyungsoo memutuskannya tepat malam tahun baru dengan pengakuan yang begitu menyakitkan.
Menyukai sahabatku? Cih, apa-apaan, batin Chanyeol.
Sepotong pavlova tersaji di hadapannya dengan segelas cappucino panas dengan asap mengepul. Suhu pagi ini sangat dingin jadi menirut Chanyeol segelas cappucino akan menghangatkannya.
Ia menyuap sesuap pavlova dan rasa manisnya benar-benar lumer di lidahnya. Jujur, Chanyeol tidak begitu menyukai stroberi. Tetapi, stroberi dalam pavlova itu benar-benar membuatnya jatuh cinta.
"Hoe voelt het, mijnheer?" (Bagaimana rasanya, Tuan?)
Chanyeol terkejut saat seseorang tiba-tiba bertanya padanya. Ia mendongakkan kepalanya dan matanya bersiborok dengan mata coklat meneduhkan. Orang itu berbicara dengan aksen Belanda yang cukup baik. Namun, wajah orang itu tidak seperti orang Eropa.
"Het smaakt goed, zacht en zoet," (Rasanya enak, lembut, dan manis.)
Tatapan matanya tidak beralih dari orang itu. Saat orang itu tersenyum, Chanyeol merasa fokusnya terhisap pada satu titik. Senyum orang itu. Katakan Chanyeol berlebihan, ia tidak peduli.
"Aku pikir Tuan adalah asli Belanda. Tapi, ku dengar dari aksen Tuan, apakah Tuan orang Korea?" Orang itu tiba-tiba berbicara dalam bahasa Korea.
"Ah, ya, aku orang Korea. Apa kau juga? Saat kau berbicara dalam aksen Belanda, kau terlihat seperti orang Belanda asli." Chanyeol hanya penasaran, tidak masalah kan?
"Aku tinggal lama di Belanda dan bekerja sebagai koki di sini. Kira-kira delapan tahun." Chanyeol tidak begitu terkejut saat orang itu mengatakan bahwa ia bekerja sebagai koki mengingat orang ini menghampirinya menggunakan pakaian koki.
"Ah, begitu rupanya."
Orang itu mengangguk pelan sebelum seseorang memanggilnya untuk kembali ke dapur. Orang itu mengangguk dan melemperkan senyumnya sekali lagi untuk Chanyeol.
"Silakan dilanjutkan, Tuan. Saya permisi."
Orang itu pergi meninggalkan Chanyeol yang masih melamun memikirkan orang yang baru saja pergi dari hadapannya. Begitu ia sadar, ia merutuk tidak menanyai nama orang itu.
Dasar bodoh, batin Chanyeol.
~sundaymorning~
"Bee, seseorang menyuruhku memberikan ini padamu." Wendy memberikan sebuah kertas dari seseorang.
"Terima kasih, Wendy." Wendy mengangguk sebelum kembali ke pantry untuk mengantarkan kue lainnya untuk pelanggan lainnya.
'Eh, hai? Boleh aku tau namamu?'
Baekhyun tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Dilepasnya topi koki miliknya dan ia meminta izin kepada Yutaㅡkepala kokiㅡuntuk keluar sebentar.
Matanya mencari sosok laki-laki tinggi yang sudah menarik perhatiannya. Ia menemukannya, berteduh di depan jendela tokonya dengan payung biru di tangannya. Tidak menunggu lama, Baekhyun menghampirinya.
"Byun Baekhyun."
Chanyeol berbalik begitu mengetahui itu adalah suara yang sedari tadi ia tunggu.
"Aku, Park Chanyeol."
Dan tidak ada yang lebih indah dari melihat senyum cerah keduanya yang begitu kontras dengan hujan pagi hari.
