Judul : "If I Were In Love With Him"

Author : CatluckKyu

Genre : AU(Alternate Universe), Supernatural, School life, Drama, Tragedy.

Disclaimer : Masing-masing cast bukanlah milik Fi. Fi hanya meminjam nama mereka dan berharap pembaca semakin mencintai Super Junior.

Warned : OOC, TYPOS, Cerita ini mungkin chapter selanjutnya akan diubah ratednya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Ratusan tahun yang lalu, hiduplah sepasang penyihir yang memiliki anak berjumlah tiga belas orang. Masing-masing dari ketigabelas anak itu memiliki kekuatan spiritual yang berbeda-beda juga unik. Tetapi hanya ada satu anak yang menjadi bencana karena memiliki kekuatan yang tidak biasa. Ialah si bungsu. Cantik jelita tetapi menakutkan. Ia dijuluki 'White Rose'. Kekuatannya bagai aib bagi keluarga. Sehingga sejak kecil si cantik jelita itu disembunyikan dibalik tembok yang tinggi lagi kokoh agar tak ada seorangpun dapat melihat wajahnya. Kekuatannya hanya ada di wajahnya, yakni senyumnya yang manis. Siapapun yang melihatnya baik itu keluarganya sekalipun, tak akan pernah bisa lepas dari jeratnya.

Senyum manis membawa bencana. Bencana yang dibawanya adalah siapapun yang melihatnya tersenyum, secara tidak sadar akan mengeluarkan hasrat sexual yang berlebih yang akan membawa si cantik jelita itu ke dalam malam yang panas. Ya. Siapapun mereka, tidak akan bisa mengontrol kendali dirinya. Kekuatan itu, bagai pedang bermata dua baginya. Maka dari itu, anak bungsu dari pasangan penyihir itu adalah sebuah aib.

Suatu hari, White Rose yang sudah beranjak remaja, memandangi burung yang terbang melalui jendela ruangannya. Ia berkeinginan seandainya ia bisa terbang bebas diluar sana, pasti akan terasa menyenangkan.

Dimalam yang terang bulanlah, White Rose berhasil kabur dari penjaranya selama ini. Ia berlari dan terus berlari sejauh mungkin dari rumahnya, hingga ia menemukan gubuk kecil dimana disana adalah tempat tinggal seorang penebang kayu yang hidup sendiri. Darisanalah dimulainya reinkarnasi keturunan penyihir yang memiliki senyum maut itu.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

-Seoul, 1988 February 3rd-

Malam yang dingin dan hujan lebat yang turun disertai angin yang berhembus kencang, menjadi pengiring lahirnya anak laki-laki yang diramalkan sebagai reinkarnasi terakhir dari White Rose. Ramalan itu sudah tercetus sejak keturunan pertama White Rose lahir. Ramalannya adalah akan ada reinkarnasi terakhir dari keturunan White Rose yang dilahirkan sebagai seorang berjenis kelamin laki-laki dan menjadi anak pertama di keluarganya.

Namun, sepertinya ramalan itu sedikit meleset, anak laki-laki dalam ramalan itu bukanlah anak pertama, melainkan anak kedua dari keluarga Cho. Ia adalah Cho Kyuhyun. Anak laki-laki yang menjadi reinkarnasi terakhir dari White Rose dan juga sebagai keturunan terakhir penanggung aib yang selama ratusan tahun selalu bereinkarnasi sebagai anak perempuan.

.

.

.

.

17 tahun kemudian.

"Ini bukan musim gugur, apalagi musim dingin, kenapa kau pakai syal setebal itu? Ha! Kau pasti menyembunyikan kissmark! Gotcha!"

"A-ani! Aniyo hyung!"

"Lalu apa? Dasar aneh. Di kelas kita sudah ada dua orang aneh. Jangan ikut-ikutan aneh seperti mereka bodoh! Cih. Ada apa dengan orang-orang aneh ini."

"Maksudmu Kim Kibum yang selalu pakai headset itu juga Cho Kyuhyun yang mengenakan masker di wajahnya? Aku bukan seperti mereka hyung. Kau saja yang terlalu peduli."

"Aigoo. Memangnya aku peduli padamu?! Dalam mimpi!"

"Buktinya kau bertanya."

"Lalu apa yang kau sembunyikan? Mana sini lihat! Yak! Jangan lari! Yak! Ceritakan padaku siapa yang membuatnya! Yak!"

"Berisik sekali... Kibum-ah, jangan hiraukan mereka. Baca saja buku tebalmu lagi." Donghae memberikan gestur mempersilahkan ke arah Kibum yang sedikit terganggu hingga mengalihkan pandangannya dari bukunya. Lee Donghae, ia adalah sahabat satu-satunya Kim Kibum. Sahabat sejak kecil. Kim Kibum, hobinya membaca buku, berkacamata, terlihat jelas kalau dia seorang kutu buku. Mendengarkan musik bergenre apapun. Memiliki riwayat penyakit jantung. Vonis dokter mengatakan bahwa ia tak akan bertahan hidup di umur 20 tahun.

"Donghae-ya. Kau ingat anak kecil yang dulu pernah aku ceritakan tidak?"

"Yang mana? Sebentar kuingat. Hmm... ah! Yang memaki-makimu di stasiun! Benar?" Kibum mengangguk dengan poker facenya. Tak tampak bahwa ia tertarik ataupun antusias karena Donghae berhasil mengingatnya.

"Tiga tahun itu waktu yang singkat. Kira-kira apa aku bisa bertemu dengannya lagi?"

"Ki-Kibum-ah...Aku yakin kau akan hidup selama-lamanya agar bisa bertemu dengannya lagi."

"Mungkin, hidup selama-lamanya terdengar buruk."

"Hahahaha benar juga! Bicara apa aku ini. Memangnya kau vampire? Lalu aku apa? Sahabatnya vampire? Hahahha. Kau masih melakukannya ya?" Donghae menghentikan tawa palsunya lalu menopang dagu di atas meja menggunakan kedua sikunya dan memandang serius ke arah Kibum.

"Ne. Kau benar. Aku masih menunggunya. Di stasiun itu. Berharap dia datang dan memarahiku lagi karena berdiri di atas garis kuning. Seumur hidupku hanya dialah yang pernah memarahiku."

"Pasti sakit. Kau merindukannya. Menunggu di tempat yang sama selama bertahun-tahun. Di hari yang sama. Di jam yang sama. Rasanya pasti sakit sekali. Hentikanlah Kibum. Jebal. Kau bisa mencari orang lain selain dia."

"Kau tahu sendiri alasanku menunggunya."

"Benar. Karena dia kau bisa hidup sampai detik ini. Karena menunggu dirinya. Karena harapan besarmu yang berharap bisa bertemu dengannya lagi. Bukankah itu tidak adil? Kau menunggunya bertahun-tahun tanpa dia tahu apa yang kau lakukan selama ini! Cintamu itu begitu besar. Aku sangat iri padamu. Tapi aku bersyukur bisa berada di sisimu selama ini. Jika aku bertemu dengannya akan kubuat dia membayar penantianmu Kibum. Yaksokhae!" Donghae memalingkan mukanya dari Kibum. Ia menyembunyikan air matanya yang mengalir tanpa diaba. Kibum sakit. Tetapi ia masih memiliki keinginan untuk hidup sekuat itu hanya demi seseorang yang tak ia ketahui baik namanya atau tempat tinggalnya. Siapa saja pasti merasa sangat kasihan pada Kibum.

"Neo! Kau buat Donghae menangis ya?"

"Siapa yang menangis? Ini hanya... mataku kemasukan sesuatu. Ha! Ini gara-gara kau Cho. Melihatmu mataku jadi tambah perih."

"Apa katamu ikan?! Katakan lagi atau aku akan menelanjangimu di kelas!"

"Aku akan melepas masker keramatmu kalau kau berani melakukannya. Hahaha"

"Andwe! A-aah... kau hanya takut padaku kan karena aku pernah berhasil membuatmu malu. Hahaha. Lihat. Kau marah."

"Siapa yang takut padamu huh?! Ngomong-ngomong aku belum pernah melihat mukamu. Aku jadi penasaran. Bukalah sedikit Cho. Anggap saja kau sedang baik hati hari ini."

"Andwe. Andwe. Andwe. Hari ini kau memutar lagu apa Kibum? Aku mau dengar. Aku mau dengar." Kyuhyun tak lagi menggubris ancaman Donghae karena ia sudah tertarik pada Kibum yang hanya diam saja meski dirinya dan Donghae saling berteriak di hadapannya. Kyuhyun mendekatkan telinganya pada headset yang selalu terpasang di telinga Kibum.

"Hoooo... pantas saja dia tidak terganggu dengan teriakanmu Lee. Dia sedang mendengarkan lagu rock! Seleranya bagus juga."

"Siapa yang berteriak?! Kaulah yang dari tadi berteriak seperti hidup di hutan belantara."

Tak menghiraukan Donghae lagi, Kyuhyun menarik wajah Kibum agar memandangnya, lalu memberikan isyarat tangan dengan menunjuk dirinya sendiri, menengadahkan tangannya, lalu menunjuk headset yang sedang dipakai Kibum.

"Kibum-ssi, aku pinjam headsetmu boleh?" Begitulah kira-kira arti isyarat Kyuhyun. Respon Kibum? Ia hanya memandang datar Kyuhyun dan memegangi headsetnya dengan kedua tangannya, melindungi agar tak diambil secara paksa darinya.

"Haaaahh... lagi-lagi tidak boleh. Kenapa sih dengan Kibum, Donghae-ssi?"

"Mana kutahu. Yak! Daritadi kau mengabaikanku Cho Kyuhyun."

"Memangnya begitu? Apa terlihat jelas ya?"

"Jangan sok polos begitu! Yak!"

"Hahahha... mengganggu kalian berdua sangat menyenangkan. Bye bye aku lapar. Kajja Changminie!"

"Dasar si masker itu... kerjaannya hanya mengganggu saja. Terserahlah. Aku selalu kesal kalau si masker dekat-dekat."

"Katamu kau belum pernah melihat wajahnya sama sekali. Kau tanyakan saja pada Shim Changmin."

"Ide bagus! Tapi untuk apa? Pasti mukanya sangat jelek makanya ia tak mau melepas maskernya."

"Kau lihat saja saat ia sedang makan."

"Ide yang briliant Kibum-ah! I Love You! Bye! Rasa penasaranku saat ini sedang meluap hahahaha Cho Kyuhyun aku akan mengabadikan muka jelekmu ke dalam foto dan menyebarkannya! Hahaha" Kibum memandang datar punggung Donghae yang menjauh.

10 menit kemudian.

Donghae kembali dan sudah duduk di hadapan Kibum dengan raut wajah murung. Kibum yang penasaran dengan perubahan mood sahabatnya ini, menanyakan apa sebabnya.

"Lihat. Ternyata wajahnya tidak jelek sama sekali. Haaaaa... kenapa si menyebalkan itu menyembunyikan wajahnya yang semanis ini?! Dia benar-benar membuatku frustasi!" Kibum menerima smartphone yang berisi foto Kyuhyun yang sedang makan tanpa mengenakan masker, tentunya diambil secara diam-diam. Benar apa kata Donghae. Cho Kyuhyun ternyata memiliki wajah yang sangat manis. Kibum melihat lamat-lamat foto Kyuhyun. Rasanya ia seperti melihat wajah yang tak asing di wajah Kyuhyun. Tunggu. Kibum memperbesar foto Kyuhyun dan melihat lagi dan lagi.

"Hidung ini, bibir ini, lalu matanya yang tak pernah kuperhatikan, tahi lalat di dagu dan di bawah matanya. Ini... dia... sekarang aku ingat!" Jerit Kibum di dalam hati.

"Kibum-ah! Ya! Kau mau kemana?"

"Aku akan memastikan sesuatu. Bye." Donghae hanya bisa bertanya-tanya dalam benaknya.

"Memastikan apa? Tidak biasanya. Ah sudahlah. Menggoda gadis cantik kelas sebelah sepertinya ide yang bagus."

.

.

"Cho Kyuhyun. Aku ingin bicara. Bisa kau ikut denganku sebentar?"

"Hey, kau mau membawa Kyunie kemana? Dia belum menghabiskan makan siangnya! Ya! Ah, daripada mubazir lebih baik untukku saja. Gomawo Kyunnie." Biarlah Shim Changmin mengisi perut karetnya.

"Penculik! Omo! Kim Kibum menculikku!" Teriak Kyuhyun dengan tertawa sepanjang jalan menuju atap sekolah. Benar-benar tak tahu malu.

Sesampainya di rooftop, Kibum melepaskan tangan Kyuhyun yang dari tadi dipegangnya untuk dibawanya ke atap sekolah.

"Ada apa? Tempat ini jauh sekali dari kelas kita. Aku juga belum menyelesaikan makan siangku. Pasti si perut karet Changmin sudah menghabiskannya."

"Mianhe Cho Kyuhyun-ssi. Aku harus melakukan ini." Kibum memojokkan tubuh Kyuhyun di tembok, menyatukan pergelangan tangan Kyuhyun menggunakan satu tangannya, sedang satu tangan lagi untuk membuka masker yang Kyuhyun kenakan.

"Ki-kibum-ssi... kenapa... tidak ada satupun yang boleh membuka masker ini termasuk kau! Enyahlah!"

"Jebal. Tenanglah. Hanya untuk kali ini saja. Kumohon biarkan aku melihat wajahmu untuk memastikan sesuatu. Agar aku bisa mati dengan tenang. Jebal."

"A-apa maksudmu... mati? Apa yang kau maksud itu?"

"Kumohon biarkan aku tanpa mengutarakan alasanku. Aku mohon padamu Cho Kyuhyun-ssi."

"Ba-baiklah. Hanya untuk kali ini saja. Aku mengijinkanmu. Lihatlah wajahku sepuasmu." Kibum melepaskan tangan Kyuhyun. Kyuhyun melepaskan sendiri maskernya yang hanya di turunkan di bawah dagu oleh Kibum tadi. Kyuhyun kembali menatap Kibum yang juga menatapnya tanpa berkedip.

Kibum berulang kali menatapi wajah Kyuhyun dari mata, hidung, bibir, sampai dagunya. Benar. Tak salah lagi. Dialah anak kecil itu. Anak kecil bertubuh gembul yang dahulu memarahinya di stasiun kereta api karena berdiri diatas garis kuning saat menunggu kepulangan Ayahnya. Dialah orang yang selama ini Kibum tunggu. Dialah anak kecil yang membuatnya berjuang atas hidupnya. Tanpa sadar, air mata merembes turun membasahi pipi Kibum dan mengaburkan pandangannya. Kibum perlahan melepas headset yang selalu terpasang ditelinganya yang ia gunakan untuk meredam suara yang mampu mengagetkannya dan membahayakan kesehatan jantungnya. Memasangkannya di telinga Kyuhyun.

"Selama ini kau ingin meminjamnya kan? Maaf, aku tak tahu kalau itu dirimu. Apa kau mengingatku?"

"Hey, jangan menangis. Apa mukaku aneh sehingga kau melihatnya sampai menangis seperti ini?" Kibum menggeleng. Tentu saja muka Kyuhyun tidak aneh. Sangat tampan juga manis malah. Anak kecil gembul itu, ternyata telah tumbuh menjadi seseorang yang mempesona seperti ini. Kibum kembali memasangkan masker di wajah Kyuhyun.

"Sudah. Aku sudah melihatnya. Mukamu tidak aneh. Kau sangat tampan. Gomawoyo."

"Apa kau mengajakku kesini hanya untuk melihat wajahku saja? Kupikir kau akan mengatakan sesuatu yang penting."

"Kyuhyun-ssi, apa kau masih mengingatku?"

"Mengingatmu? Kau berdiri di hadapanku tentu saja aku ingat."

"Bukan itu. Apa kau ingat kejadian sepuluh tahun lalu saat kau memarahi seorang anak kecil di stasiun kereta api yang saat itu berdiri di atas garis kuning sedang menunggu Ayahnya pulang?"

"Hmmmm... sebentar. Sepertinya... aku... tidak. Ingat. Ingat apa tidak ya? Berpikir... berpikirlah Kyuhyun... kejadiannya sudah lama sekali. Tapi sepertinya aku pernah melakukan hal itu. Ingatanku buruk sekali. Apa itu kau? Anak kecil yang memakai jaket tebal berwarna apa ya... kuning? Biru? Ah aku lupa."

"Jaket hitam."

"Iya! Kau benar! Waktu itu aku memakai topi kupluk yang aku benci! Jadi? Ada apa? Apa kau mau mengadakan reuni setelah ini? Atau kau mau berbalik memarahiku."

"Tidak kedua-duanya. Aku sangat senang kau masih ingat kejadian itu. Aku tak perlu menunggumu lagi. Karena orang yang dulu marah-marah tanpa kejelasan sama sekali akhirnya sudah berdiri di hadapanku."

"Jadi? Apa yang akan kau lakukan setelah bertemu denganku lagi?"

"Aku akan membuatmu mencintaiku."

"M-mwoya?! Apa aku tak salah dengar?!" Kibum menggeleng. Ia menahan pinggang Kyuhyun yang akan bergerak menjauh. Kibum mendekatkan wajahnya di depan wajah Kyuhyun.

"Apa aku boleh tahu kenapa kau selalu memakai masker seperti ini?"

"Ti-tidak. Tentu saja aku tak akan mengatakannya. Ya! Jauhkan wajahmu!" Tangan Kyuhyun refleks mendorong wajah Kibum menjauh.

"Araseo. Araseo. Kajja. Kita harus segera kembali ke kelas. Ingat kata-kataku tadi ne?" Dengan wajah memerah, Kyuhyun mau tak mau mengikuti Kibum di belakangnya dan mereka berdua pergi dari atap sekolah dengan membawa gangguan pikiran masing-masing.

Keesokan harinya.

Donghae berteriak histeris saat melihat Kibum tersenyum ke arahnya masih dengan headset yang terpasang di telinganya.

"Kibum tersenyum! Kibum tersenyum! Woaaahh... ada apa dengan hari ini?! Apa matahari bersinar begitu cerah? Ini pertama kalinya aku melihat Kibum tersenyum! Hah! Jinjja! Ada apa denganmu Kibum-aaaaaaa..." Donghae menggerak-gerakkan bahu Kibum yang masih memasang senyumnya. Ia tak percaya sama sekali bahwa hari ini telah melihat senyum Kibum. Senyum Kibum telah kembali setelah hari dimana Kibum mengetahui vonis dokter mengenai hidupnya. Kibum hidup seperti mayat hidup selama ini setelah mengetahui vonis itu. Tak ada ekspresi apapun di wajahnya. Bahkan saat ia kesakitan sekalipun. Ia hanya memukuli dadanya saat sakit itu datang. Dalam hati, Donghae mengucapkan banyak syukur atas kembalinya Kibum yang dulu.

"Tebak saja Donghae-ya. " masih dengan senyumnya, Kibum pergi ke kelas mendahului Donghae yang masih terpaku di tempatnya. Dengan otak pas-pasannya, Donghae berpikir bahwa hanya ada dua kemungkinan yang mungkin bisa membuat senyum Kibum kembali. Jika bukan tentang penyakitnya yang dibawa dari lahir itu sembuh, maka ia sudah bertemu dengan orang yang selama ini di tunggunya. Donghae menggeleng. Jika opsi pertama benar, maka Donghae sangat amat bersyukur sekali, tetapi itu mustahil, Kibum harus operasi sedangkan Donghae sangat tahu kalau Kibum tidak pernah absen sekolahnya. Maka hanya ada opsi terakhir. Setelah yakin apa yang akan ditebaknya, Donghae berlari ke arah Kibum yang sudah berjalan jauh meninggalkannya.

"Kibum-ah. Kalau tebakanku benar, aku minta padamu untuk tetaplah bertahan hidup."

"Tentu saja." Mendengar jawaban antusias dari Kibum, Donghae semakin yakin.

"Kau bertemu dengan orang yang selama ini kau tunggu. Apa aku benar?"

"Gotcha!"

"Jinjjayo?!" Donghae merangkul bahu Kibum dan menggoyangkannya. Ia tak percaya bahwa tebakannya adalah benar. Bisa saja ada tiga opsi pilihan.

"Jadi? Dia seperti apa?" Kini Donghae bisa melihat Kibum tersenyum misterius. Baru kali ini juga Donghae melihat Kibum mengeluarkan smirknya.

"Kau akan melihatnya begitu sampai di kelas."

"Yak! Kibum-ah! Cakkaman!"

Sesampainya di kelas, teriakan-teriakan heboh memenuhi seisi ruangan setelah melihat Kibum melepas kacamata yang selama ini dipakainya untuk meredam raut datarnya.

Kibum melangkah menghampiri meja Kyuhyun yang sedang membicarakan sesuatu yang sepertinya sangat seru dengan Changmin. Sesampainya di hadapan Kyuhyun, Kibum melepas headsetnya dan mengalungkannya di lehernya, jari tangannya yang panjang itu mengacak rambutnya, selanjutnya apa yang dilihat mata benar-benar sangat mengejutkan juga tak pernah terlintas dipikiran siapapun.

Kyuhyun yang tempat duduknya adalah di bangku ke empat dari depan dekat tembok, tak bisa kemana-mana selain merapatkan tubuhnya ke tembok saat melihat Kibum mendekatkan tubuhnya padanya. Entah dengan kecepatan apa, masker Kyuhyun sudah diturunkan di bawah dagunya dan hal yang selanjutnya Kyuhyun terima adalah sebuah ciuman dibibirnya yang mampu membekukan seluruh sendi tubuhnya. Terlebih lagi orang yang melakukannya adalah si pangeran yang baru saja terungkap ketampanannya yang selama ini tertutupi oleh kacamata dan sikap dinginnya.

"Kyaaaaaa..." teriakan demi teriakan tak percaya keluar dan menghebohkan seluruh isi kelas.

"Ch-Cho K-Kyuhyun! Maldo Andwe..." Donghae yang baru sampai di pintu kelas mematung melihat apa yang sedang terjadi di depan matanya.

"Sensasi bibir lembutnya ini... teriakan yang terdengar sangat jelas...juga detak jantung ini yang semakin cepat...Aku mencintainya." Setelah mengucapkan itu di dalam hatinya, apa yang terjadi selanjutnya adalah tubuh Kibum yang ambruk di pelukan Kyuhyun disusul oleh teriakan histeris seluruh penghuni kelas.

"Kim Kibum!"

"Te-telepon ambulan cepat!" Teriak Donghae panik.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC.

.

.

.

.

Benter lagi Ultah KIM KIBUM! Yosh! Fi jadi semangat nulis lagi! Maafkan Fi yg apdet ff baru lagi tapi Fi usahain request dari kalian sebelumnya akan update segera.