Oneirataxia
(n.) the inability to distinguish between fantasy and reality
by: seluau
fanfic ini tergabung dengan lomba Giveaway Hunhan Indonesia. I own nothing here, except the story itself. please don't do any plagiarize bcs duh make your own story please?
.
.
.
Bis berjalan menyusuri jalan menuju Gangneung, cuaca hangat dan berangin mungkin membuat siapa saja akan mengantuk. Berbeda dangan sepasang insan yang duduk di barisan paling akhir bagian bus. Sang pria sibuk memandang pasir putih pantai Gyeongpo. Ntah apa yang ada di pikirannya, karena ia terlihat sangat serius daripada menikmati pemandangan.
Sang wanita lantas menatap lekat pada pria di sampingnya penuh arti. Hanya beberapa saat, hingga sang wanita menunduk—tanpa ekspresi. Menggigit bibir bagian bawahnya dan mengepalkan tangannya saat sang pria menarik lengan kaosnya.
"Noona…" sang pria menggumam pelan, tak mengubah atensinya pada pemandangan di sampingnya. Sang wanita menderu nafasnya panjang, "Kau yakin disini destinasi terakhirmu Sehun?" ia tak mengindahkan sang pria.
Sehun tersenyum lebar, menggumam lagi kali ini dengan kata ya beberapa kali. "Tiff… fany!" Sehun nyaris tertawa, telunjuknya menunjuk pada pantai yang mereka lewati. Tiffany menggengam tangan sang pria yang lebih tinggi, wajahnya menengok pada jendela di samping mereka.
"Lu… Luhan! Ada! Luhan…" Senyum lebar Sehun terpampang nyata, membuat Tiffany sedikit mengernyit. "Adikku, sudah sembuh…" gumamnya pelan.
Hari ini jadwal perawatan mereka yang terakhir. Apa karena Luhan? Wanita berkulit pucat ini dengan refleks memeluk adik satu-satunya, ia harus merelakan kaosnya basah. Sehun menangis, hal yang Tiffany benci.
"Ke…napa Tiff? Luhaan! Han!" Tiffany tak mengindahkan teriakan adiknya. Dokter sialan! Para penipu keparat! Batinnya ikut kacau saat Sehun meronta.
"Rindu…" Hati Tiffany nyaris mencelos saat mendengarnya, dengan gemetar tangannya mengusap punggung Sehun. "Kita akan turun dan menemuinya oke?" Sahutnya menenangkan.
Bis pun berhenti pada pemberhentian terakhirnya. Mereka berdua turun, Sehun yang paling antusias. Ia berlari menyusuri pantai indah di depan mata mereka. Sehun bersimpuh sambil tertawa keras, Tiffany hanya mampu berdiri dari jarak sekian meter.
Air mata tak mempu lagi wanita itu bendung, mengalir dengan derasnya. Dengan lantang Sehun menyerukan perasaannya selama ini, kalimat pertama yang berhasil ia katakan dengan lancar tanpa terbata.
"Aku mencintaimu Luhan, jangan pergi lagi…"
.
.
.
.
.
Sehun tertawa, merasa puas dengan dirinya. Ia tak lagi aneh seperti dulu kan? Luhan memeluknya, meski rasanya dingin seperti angin laut musim gugur. Sehun bahagia, lebih bahagia saat burung-burung bersenandung menyambut mereka berdua.
Suara ombak terdengar seperti lantunan lagu, berirama dengan merdu. Sesak, terlalu bahagia, antusias tak mampu dibendung dalam dada pria ini. Hatinya berdesir nyeri, wanitanya tak lagi memeluknya. Melainkan berjalan lurus menuju laut lepas.
"Kemana… tiff?" Sakit, saat menatap wanita pujaannya tak lagi menoleh padanya. "Ia sudah pergi, Sehun-ah," Elusan lembut tangan Tiffany cukup untuk membuat nafasnya kembali tenang.
"Tunggu? Lagi?" Sehun menoleh, menatap pada kakak serta keluarga satu-satunya. Wajah sang kakak tak dapat ia pahami. Tiffany mengangguk, merapikan rambut adik yang sangat ia sayangi.
Senyum kecil tersungging pada wajah sempurna pria ini, ia akan selalu menunggu Luhan. Wanitanya, pujaan hatinya, dan separuh jiwanya. Meski harus menghabiskan berpil-pil obat, Sehun tak keberatan.
Asal Luhan kembali kepadanya, ya ia akan selalu menunggu Luhan.
.
.
.
p.s: Masih prolog ya, jadi masih pendek :)
p.s.s: Judulnya sama penyakit Sehun nanti itu beda. Oneirataxia bukan nama penyakit Sehun. Aku kasih judul kaya gitu soalnya agak berhubungan sih... x"D (padahalgakadaidebuatjudulheh :" ) Kalian bakal nebak-nebak nama penyakitnya sendiri lah nanti di chapter selanjutnya haha :)) or maybe aku bakal kasih spoiler? haha just wait ^^
p.s.s.s: thanks buat kak Re! HunHan Indonesia tetep jaya, jjang! :3
p.s.s.s.s: sorry if I add too much p.s hehehe please support me more yeorobun, gimme review okay :'3
