Naruto © Masashi Kishimoto

.

.

.

.

Aku tidak mengerti jalan pikiran gadis merah muda yang berdiri di tengah ruangan mansion, Haruno Sakura gadis berambut merah muda (teman satu sekolahku) yang selalu menyebar senyum pada semua penghuni sekolah, beberapa menit lalu dia datang bersama kakak sepupuku, Uchiha Madara, dia masih memakai seragamnya, berdiri di hadapan kami para Uchiha dengan kepala menunduk sampai sebagian wajahnya tertutupi rambutnya yang panjang. Mau apa dia? Kenapa dia ada disini, kalau Madara yang membawanya kesini aku memiliki firasat buruk. Aku memijat keningku yang sedikit berdenyut memikirkan nasib si pinky. Arghh... Sial! Untuk apa aku peduli, dia bukan urusanku. Madara merangkul bahu Sakura, satu tangannya yang bebas menarik dagu Sakura sampai gadis itu mendongak menatapnya yang lebih tinggi dari gadis berperawakan mungil itu, aku menggeram tertaham. Sebenarnya apa yang dipikirkan Madara sialan itu, kenapa dia menatap Sakura seperti itu dan kenapa sudut bibirnya sedikit tertarik, apa dia tersenyum. Mataku membulat tak percaya melihat Madara mencium bibir mungil menggiurkan Sakura, memagut bibir mungil sedikit penuh gadis itu sampai sang empunya menegang dan mendesah kecil, CK sialan. Tangan Madara tidak tinggal diam. menyusup ke balik baju seragam Sakura, mengelus punggung kecil gadis itu sensual. Lagi-lagi Sakura mengerang karena ulahnya, dasar om-om tidak tahu malu! Apa dia tidak tahu Sakura gadis di bawah umur, harusnya aku yang melakukan itu. Argghh... Apa yang aku pikirkan. "Apa maksud semua ini Nii-san?" Itu Izuna, adik Mandara yang artinya Kakak sepupuku, dia duduk di sofa merah maroon di samping Itachi, kakakku, menatap Sakura dan Madara yang sedang berciuman panas di tengah ruangan intens. Ck adik dan kakak sama saja. Madara melepaskan ciumannya. Sakura kembali menunduk, bibir bawahnya sedikit membengkak dan kedua pipinya memerah seperti tomat.

"Namanya Haruno Sakura, mulai malam ini dan seterusnya dia akan tinggal disini, melayani aku dan kalian semua." Aku melirik Madara sinis saat om-om sok keren itu mengatakan itu pada kami semua, aku terdiam. Melayani? Apa Sakura akan jadi pembantu di rumah ini. Aku menatap Sakura yang menundukkan kepala di depanku, satu tetes air jatuh dari wajahnya, entah itu air liur, peluh atau air mata, aku tidak tahu.