Sebuah fic yang terinspirasi dari komik Western Shotgun dengan alur yang sedikit berbeda dengan komik aslinya.. :D
Enjoy then!
Disclaimer:
Naruto © Masashi Kishimoto
Warning!
AU, OOC, Rate T – Semi M
1st Chapter
Love, Life and Truth © Yoruichi Shihouin Kuchiki
Konoha—kota kecil yang terkenal sebagai kota para hunter berada. Ya, kota kecil ini tidak bisa dibilang aman atau damai. Suara tembakan, hunter yang berkeliaran serta buronan-buronan yang datang silih berganti menjadi suatu hal yang biasa di kota ini. Tapi semua itu tidak mengubah keriuhan dan keramaian yang ada di kota yang tak pernah mati itu.
Konoha memang termasuk kota besar dan merupakan kota yang paling maju yang menjadi pusat pemerintahan dari banyaknya kota-kota kecil lainnya yang dipayungi oleh pemerintahan Konoha. Kota ini juga termasuk kota yang bebas dimana tidak ada aturan yang melarang siapapun untuk membawa senjata kemana-mana. Mengingat kota ini juga terkenal dengan para hunter hebat yang dinaungi oleh satu wadah besar yang menjadi asosiasi bagi mereka.
Berbeda dengan di kota lain, dimana para hunter bergerak sendirian untuk menangkap buruannya. Di Konoha, para hunter terpilih dan terhebat ditampung dalam satu wadah yang mengikat mereka semua untuk bekerja sama. Bahkan, para polisi pun mengakui kehebatan mereka dan banyak terbantu dengan kehadiran mereka. Semenjak asosiasi hunter itu bergerak sekitar 3 tahun lalu, tingkat kriminalitas di Konoha pun semakin berkurang.
Kontras dengan suara-suara tembakan yang selalu bergemuruh disana-sini, di sudut kota ini masih ada pemandangan indah nan menyejukkan. Ya—benar-benar di sudut kota Konoha yang hampir tak terjamah. Tempat dimana para penduduk biasa yang tidak memiliki kekuatan atau kemampuan apa-apa tinggal. Tempat dimana mereka bisa saling bercengkrama satu sama lain. Tempat dimana anak-anak menghabiskan waktu mereka untuk bermain dan tempat yang dipenuhi dengan kehidupan yang menginginkan kedamaian.
"Sakura, mau pergi ke kota ya?" tanya seorang wanita paruh baya dengan rambut hitam ikal yang tergerai kepada surai merah muda yang sedang berjalan melewati pekarangan depan rumahnya.
Gadis bermata emerald dengan warna rambut yang mencolok itu hanya mengangguk pelan sambil tersenyum, "Sudah hari Sabtu, aku harus kembali ke rumahku untuk mengecek keadaan."
"Hati-hati ya, kau tahu sendiri kan bagaimana keadaan di kota.." lanjut wanita itu dengan ekspresi cemas.
"Bibi Kurenai tidak perlu khawatir. Ini kan bukan untuk yang pertama kalinya aku ke pusat kota." Jawab gadis itu pada wanita yang bernama Kurenai sambil tersenyum simpul.
Sakura—gadis bersurai merah muda itu memang tinggal di pusat kota Konoha. Namun sesekali dia kembali ke kampung halamannya—tempat Sakura tinggal semenjak dirinya menjadi sebatang kara karena pembantaian keluarganya. Kurenai memang bukan bibi kandungnya. Wanita itu menemukan Sakura yang saat itu masih berumur 5 tahun di rumah tinggalnya dalam keadaan shock sambil menatap mayat kedua orangtuanya yang berlumuran darah. Sejak saat itu Kurenai lah yang merawat dan membesarkan Sakura sampai sekarang. Walaupun bukan anaknya sendiri tapi Kurenai sangat menyayangi Sakura.
"Kak Sakura, kapan akan kembali kesini lagi?" tanya seorang anak laki-laki dengan rambut hitam jabrik sambil menarik ujung baju Sakura.
"Hm, mungkin minggu depan." Sakura menjongkokkan badannya agar sejajar dengan tinggi anak laki-laki itu.
"Hah, itu lama sekali.." gumam anak itu sedikit kecewa.
Sakura hanya tersenyum dan mengusap-usap kepala anak laki-laki itu, "Aku pasti akan kembali lagi. Untuk sementara waktu kau yang harus menjaga bibi ya, Konohamaru." Ucap gadis itu lembut.
"Baiklah! Aku pasti akan menjaga ibu dengan baik!" sahut Konohamaru—anak laki-laki tadi bersemangat. Kurenai dan Sakura yang melihat tingkah Konohamaru—anak semata wayang Kurenai terkikik geli.
"Kalau begitu aku pergi dulu ya Konohamaru, Bibi.." kata Sakura kemudian tegak kembali.
"Hati-hati ya, Sakura.." pesan Kurenai kepada Sakura.
"Hati-hati, Kak.." lanjut Konohamaru sambil melambaikan tangannya. Sakura hanya tersenyum lembut dan melangkahkan kakinya pergi dari hadapan mereka.
oOo
Pusat Kota Konoha
"DOORR DOORR"
Suara tembakan keras itu mengagetkan para penduduk kota yang sedang beraktivitas siang itu. Ya, suara yang begitu lazim didengar di pusat kota tersebut. Seolah penduduk di kota itu tidak mempunyai lagi rasa takut. Penduduk di kota itu tahu betul kalau suara tembakan sudah terdengar berarti di sudut lain di tengah keramaian kota itu sedang terjadi pertarungan antara seorang hunter dengan buronan yang menjadi buruan mereka.
Seolah tidak ada rasa takut sedikit pun, raut wajah para penduduk disana pun sama. Seakan ingin mengatakan kalau mereka semua sudah terbiasa dengan semua itu. Bahkan di sepanjang jalan banyak poster-poster yang ditempel di dinding yang berisi tentang daftar buronan-buronan berikut harganya. Ya, kepolisian di Konoha memang sangat mengapresiasikan bagi siapa saja yang berhasil menangkap para kriminal yang ada di kota itu baik mulai dari yang kelas teri sampai kakap. Dan tentu saja mereka mendapat bayaran yang setimpal sesuai dengan yang tercantum di poster-poster daftar buronan itu. Tentu saja hal itu sangat menggiurkan terutama bagi para hunter.
"DOORR DOORR DOORR"
Dan untuk yang kesekian kali suara tembakan itu kembali terdengar. Mungkin ini yang kelima kali di siang ini atau mungkin malah lebih.
"Hah, kapan ya di kota ini tidak terdengar suara tembakan lagi?" keluh seorang pemuda berambut putih sebahu sambil meletakkan kedua tangannya di belakang kepalanya.
"Tunggu sampai semua kriminal yang ada mati." Jawab seorang pemuda berbadan besar berambut kuning kecoklatan yang berjalan disampingnya.
"Hei hei Juugo, tidak seru kalau mereka semua mati. Lagipula mereka para hunter bisa kelaparan kalau tidak ada buruan lagi." Sahut pemuda berambut putih itu lagi.
"Itu urusan mereka Suigetsu." Jawab pemuda bernama Juugo itu kepada Suigetsu.
"..." keduanya tidak berbicara apa-apa dan terus berjalan sampai akhirnya mereka melihat bayangan beberapa orang yang sedang berkejaran di sebuah lorong sempit di jalanan itu. Keduanya sadar dan menoleh.
"Tampaknya sedang ada perburuan sengit disana. Aku jadi ingin lihat." Ucap Suigetsu yang tiba-tiba ingin menyusul orang-orang itu. Namun Juugo berhasil mencegah niat Suigetsu dengan menarik sebelah lengan pemuda itu.
"Hentikan Suigetsu, kita tidak punya urusan dengan para hunter dan buronan itu. Lagipula kita ini kan bukan hunter." Kata Juugo mengingatkan.
Pemuda bernama Suigetsu itu menghela nafas panjang, "Benar juga katamu, lagipula aku hanya ingin hidup santai dan damai tanpa terikat oleh asosiasi apapun." Jawab pemuda itu sambul mengangkat kedua bahunya.
"..." Juugo tidak berkomentar apa-apa atas jawaban temannya.
Sementara di lorong kecil itu—
Perburuan benar-benar sedang berlangsung. Yang ada sekarang hanyalah dibunuh atau terbunuh—tertangkap atau ditangkap. Tampak dua orang laki-laki yang sedang bermain kucing-kucingan dengan seorang pemuda dengan pistol di genggaman mereka masing-masing. Perbedaan permainan kucing-kucingan kali ini adalah hanya ada satu yang akan hidup diantara mereka. Ya, pertaruhan antara hidup dan mati.
"DOORR"
Suara tembakan kembali terdengar. Lelaki paruh baya itu meluncurkan tembakannya ke arah pemuda berambut raven yang berlari di depannya. Sayang, tembakan itu melest dan pemuda tadi berhasil menghindar dengan mulus.
"Tidak akan kubiarkan hilang 50juta Yen ku!" kata laki-laki satunya. Tampaknya dia merupakan teman dari laki-laki paruh baya yang menembak pemuda itu tadi.
"Cih, keras kepala!" gumam pemuda itu sebal.
Dia kemudian membalikkan badannya—menghadap kedua laki-laki itu sambil tetap menjaga keseimbangan yang baru melompati sebuah kotak besar dihadapannya—menyipitkan kedua onyxnya dan menembak sasarannya.
"DOORR"
Tembakan itu berhasil dihindari oleh kedua laki-laki itu. Kedua laki-laki itu berhenti di tempat ketika sosok pemuda yang ada di depan mereka tiba-tiba lenyap tanpa bekas. Keduanya menoleh kesana-kemari, mencari-cari pemuda itu.
"A—apa?! Menghilang kemana dia?!" guman laki-laki itu kaget melihat pemuda itu yang menghilang bagaikan angin.
"Disini bodoh!"
Kedua laki-laki tadi menoleh ke atas dan kaget ketika melihat pemuda itu sudah berada di atas mereka dan siap melancarkan serangannya.
"BAAKK BUUKK"
Sebuah hantaman dan tendangan keras berhasil mendarat dengan mulus di perut kedua orang itu. Mereka pun jatuh tersungkur. Merasa belum puas pemuda tadi menghampiri pria tadi sambil berlari dengan pistol yang telah siap ditangannya. Pemuda itu melakukan tendangan memutar dengan sebelah kaki jenjangnya tepat ke wajah pria itu kemudian menembak pria tersebut dan mengenai perutnya. Pria tersebut pun ambruk dan darah segar mengalir dengan deras dari tubuhnya.
"Kurang ajar kaaaauuuuu!" pria yang satu lagi berlari menghampiri pemuda tadi dan bersiap untuk menyerangnya. Tapi pemuda itu menghindar dengan mudah dan langsung menyikut perut laki-laki tadi—memelintir kepala laki-laki itu dan merapatkan pistolnya tepat di depan dada kiri pria itu sambil menyeringai dan—
"DOORR"
Satu tembakan tepat di jantung pria itu. Darah pun bercipratan di wajah putih dan baju pemuda itu. Dengan tatapan datar dan tanpa ekspresi sama sekali pemuda itu melepas pegangannya dari pria itu dan membiarkan pria itu jatuh terkulai tanpa nyawa dihadapannya. Genangan darah pun kembali bergelimpangan dimana-mana. Pemuda itu kemudian mulai melangkahkan kakinya meninggalkan dua onggok mayat itu, tapi—
"DOORR"
Pria pertama yang diserangnya rupanya masih hidup dan menembak ke arahnya. Insting tajam pemuda itu membuatnya berhasil menghindari tembakan mengenai bagian tubuhnya yang vital sementara pria tadi pun mati dengan luka tembakan tepat di kepalanya yang sempat dilancarkan oleh pemuda itu sesaat sebelum dia menghindar.
Pemuda raven itu memegangi sebelah perutnya yang bercucuran darah akibat tembakan pria tadi. Dengan darah yang masih menetes pemuda itu berjalan gontai meninggalkan kedua mayat itu sambil berpegangan pada dinding lorong itu. Menjaga keseimbangannya agar tidak terjatuh.
"Sial!" umpat pemuda itu sambil terus mengatur nafasnya yang tersengal-sengal.
oOo
Gadis bersurai merah muda itu berjalan menuju rumahnya dengan langkah santai. Setiap minggu Sakura memang selalu kembali ke rumah aslinya yang berada di pusat kota Konoha. Walaupun masih shock dan tidak bisa melupakan kejadian yang dialaminya sewaktu kecil tidak membuat gadis itu trauma untuk datang ke kota tempat dia dilahirkan. Sudah menjadi rutinitasnya untuk kembali ke rumah aslinya dan mengenang memori dan masa lalunya disana. Bukannya karena dia bosan tinggal di kota yang tak terjamah tadi. Hanya saja perasaan rindunya pada kampung halamannya tidak akan pernah bisa hilang.
Kurenai pun mengerti perasaan Sakura sehingga mengizinkannya untuk kembali ke rumah aslinya seminggu sekali. Sakura tahu jika dia kembali ke rumahnya tidak akan ada lagi yang menyambutnya seperti dulu. Rumahnya benar-benar sepi dan hanya tinggal dia sendiri. Tapi entah kenapa Sakura tetap merasa baik-baik saja dan hanya dengan itulah semua rasa kangennya bisa terobati.
Sakura melangkahkan kakinya berbelok ke arah lorong kecil menuju rumahnya. Lorong itu bisa dikatakan hanya muat untuk satu motor. Ia menaiki anak tangga pendek yang menghubungkannya dengan pintu masuk rumah rumahnya. Gadis itu hendak membuka kunci rumahnya sampai akhirnya kegiatannya terhenti saat ia mendengar erangan kecil di samping bawah tangga rumahnya. Gadis itu pun menoleh dan betapa kagetnya dia ketika melihat sosok pemuda dengan darah yang membasahi pakaiannya.
"Astaga!" Sakura menutup mulutnya dengan satu tangannya dan menghampiri pemuda itu.
"Hei! Kau tidak apa-apa?!" rasa panik sekaligus cemas menghampiri gadis itu. Pemuda yang ada di depannya sekarang ini benar-benar dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Tatapannya pun sayu seolah dai bisa matanya bisa terpejam kapan saja.
"Ah! Hei! Sadarlah!" Sakura makin panik ketika pemuda itu menutup matanya dan tidak sadarkan diri. Ia menoleh ke kanan-kiri berharap ada seseorang yang dapat menolongnya. Namun nihil—pada akhirnya Sakura sendirilah yang memutuskan untuk membopong pemuda itu masuk ke dalam rumahnya.
oOo
Malam kembali menampakkan dirinya. Di sebuah rumah yang sederhan itu tampak sosok gadis berambut merah muda yang belum terlelap dalam tidurnya. Padahal sudah larut malam saat itu. Gadis itu duduk di kursi samping ranjang tempat pemuda yang ia temukan tadi tidur. Pemuda itu masih terlelap dan belum sadarkan diri. Sakura masih memandang pemuda itu cemas. Dia memang sudah mengobati luka pemuda itu. Tapi kesadarannya yang belum pulih lah yang membuat Sakura masih belum bisa memejamkan matanya sekalipun hari sudah tengah malam.
"Ngh.." terdengar suara erangan pemuda itu. Sakura terkejut dan berharap cemas—berharap pemuda itu segera membuka matanya.
Onyx itu pun perlahan-lahan muncul dari balik kelopaknya. Sakura menatap pemuda itu sambil tersenyum dan menghela nafas lega, "Kau sudah sadar? Bagaimana keadaanmu?" tanya Sakura lembut.
Pemuda itu diam saja dan memperhatikan sekitarnya. Mungkin dia merasa asing dengan pemandangan sekitarnya, "Dimana ini?" tanya pemuda itu datar.
"Kau ada di rumahku. Tadi aku menemukanmu pingsan dan bersimbah darah." Jawab Sakura pelan.
"..." pemuda itu tidak memberi tanggapan dan berusaha menegakkan badannya.
"Ah, hati-hati. Lukamu belum sembuh benar." Ucap Sakura lagi kemudian membantu pemuda itu duduk.
"Lukamu cukup parah, tapi tidak mengenai bagian yang vital." Jelas Sakura lagi.
"..." pemuda itu hanya diam dan menatap Sakura tajam.
"Apa yang terjadi? Kenapa kau sampai terluka seperti itu?" tanya Sakura penasaran.
"Bukan urusanmu!" jawab pemuda itu dingin.
Raut muka Sakura berubah—sedikit kecewa dengan jawaban pemuda itu. Tapi seolah tidak menyerah, gadsi itu kembali melontarkan pertanyaan kepada pemuda tadi, "Oh ya, siapa namamu?"
"Sasuke—Sasuke Uchiha." Jawabnya datar.
"Namaku Sakura Haruno. Kau bisa memanggilku Sakura." Sahut Sakura sambil mengulurkan tangannya kepada Sasuke. Sasuke memandang tangan kecil itu sebentar kemudian kembali memalingkan wajahnya—tidak menyambut tangan yang terulur padanya itu.
Dan Sakura nampak kembali kecewa. Gadis itu kemudian membuka laci mejanya dan mengeluarkan pistol yang berada di laci itu.
"Kau seorang hunter ya? Senjatamu bagus." Puji Sakura sambil menggenggam senjata pemuda itu.
"Jangan sentuh!" secepat kilat, Sasuke langsung merampas pistolnya dari tangan Sakura membuat emerald itu membulat melihat ekspresi pertama pemuda tadi.
"Ma—maafkan aku, aku hanya menemukannya terjatuh disampingmu saat kau pingsan tadi." Ujar Sakura merasa bersalah.
"..." pemuda itu tidak berkomentar apa-apa dan menatap lekat senjata miliknya itu. Sakura hanya menatap pemilik onyx itu kecewa dan menghela nafas panjang.
"Maaf aku mengganggumu, Sasuke. Mungkin kau harus istirahat. Untuk sementara kau boleh tinggal disini sampai lukamu benar-benar pulih." Sakura bangkit dari tempat duduknya dan mulai melangkahkan kakinya keluar.
"Selamat istirahat ya, Sasuke! Selamat malam!" ucap gadis itu sambil tersenyum sebelum dia menutup pelan pintu kamar pemuda itu.
Pemuda itu tetap diam dan menatap Sakura dengan pandangan yang sulit diartikan. Ia kemudian merebahkan dirinya kembali di ranjangnya dan menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan yang dalam dan tajam. Tidak ada seorang pun tahu apa yang sedang dipikirkannya.
oOo
Matahari kembali terbit di ufuk timur Konoha. Di sebuah dapur sederhana, tampak seorang gadis sedang sibuk dengan pekerjaan paginya. Apalagi kalau bukan menyiapkan sarapan. Mungkin hari ini dia harus membuat porsi lebih untuk tamu tak diundang yang singgah di rumahnya. Setelah siap, gadis itu membawa sebuah mangkuk berisi bubur dan secangkir teh hangat di atas nampannya. Dia berjalan ke arah kamar tempat Sasuke tidur tadi malam.
"Sasuke, aku masuk ya.." ucap Sakura ketika sampai di depan kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
Emeraldnya membulat ketika ia tidak menemukan sosok Sasuke di kamarnya. Kamar itu kosong tanpa. Seprei yang kemarin berantakan pun sudah rapi. Semuanya telah tertata seperti sedia kala.
"Sasuke?" Sakura memanggil nama itu sekali lagi memastikan kalau Sasuke masih berada di kamar itu atau tidak. Tapi tidak terdengar jawaban sama sekali.
Sakura melangkahkan kakinya masuk dan meletakkan nampannya di meja. Irisnya tidak sengaja menemukan secarik kertas yang berada di atas meja itu.
Terima kasih telah merawat lukaku..
-Sasuke-
Sakura tidak bisa berkata apa-apa setelah membaca memo singkat dari Sasuke. Baru disadarinya kalau pemuda itu telah pergi meninggalkannya. Semestinya Sakura tidak apa-apa, karena Sasuke memang hanya akan tinggal sebentar di tempatnya. Tapi entah kenapa Sakura merasakan perasaan yang lain saat tahu pemuda itu pergi tanpa berpamitan langsung padanya.
"Sasuke.." gumamnya lirih.
Dan siapa yang tahu takdir selanjutnya yang akan jadi penentu. Sadar atau tidak, keduanya telah terhubung dengan ikatan yang tidak akan terputus. Sampai akhirnya takdir dan kebenaran lah yang akan kembali mempertemukan mereka.
~TBC~
Author's Note :
Sebenernya udah lama pengen bisa nulis fic dengan tema sedikit berat dan bergenre crime.
Tapi entah kenapa baru bisa ketulis sekarang.. ToT
Gimana menurut kalian tentang fic ini?
Pantas untuk dilanjutkan atau tidak?
Semua tergantung dari review kalian.. XD
Thanks for read,
Finally KEEP or DELETE?
REVIEW PLEASE.. :D
