Disclaimer

VOCALOID – YAMAHA, Crypton Future Media, Internet Co., etc.

Genre: Humor

Warning: Garing, misstypo, drabble, ada kalimat tidak baku, mohon maaf bila ada kesamaan ide.

Enjoy…


SeeWoo, kelas tiga SMA, naksir anak kelas dua, namanya Shiena Kokone.

Sebagai gadis populer, Kokone punya wajah yang manis. Rambut cokelat-merah mudanya lurus dan halus. Selalu pakai syal kemana-mana.

Tingginya 159 sentimeter. Golongan darahnya B. Warna favoritnya ungu dan merah muda, anggota klub seni, dan waktu kecil, Kokone pernah bikin nangis anak tetangga karena rebutan karet penghapus berbentuk beruang. Duh, saking sukanya, SeeWoo jadi cari tahu hal yang tak penting.

Menurut Veronica Flower, selaku informan yang SeeWoo sogok pakai es serut dari kantin, Kokone paling jago kalau soal gambar-menggambar.

"Menggambar 'kan butuh imajinasi yang bagus. Kalau pacaran sama aku, mungkin imajinasinya bisa lebih meliar."

Sederet perkataan ambigu tadi diucapkan oleh SeeWoo, sesaat sebelum Flower pamit ke toilet.


Bagi Kim SeeWoo, Kokone itu seperti matahari di pagi hari, oasis di padang pasir, rapat guru pada jam pelajaran matematika, pokoknya keajaiban.

Tapi seindah apapun SeeWoo memujinya, Kokone tetaplah manusia biasa. Dan manusia tidak ada yang sempurna.

Walaupun wajahnya manis, anggun, dan sering dipuji teman dan guru, ternyata kata-kata Kokone terkadang bisa melumpuhkan jiwa dan raga banyak orang.

"Hei, hei! Kokone! Kagamine Rinto dari kelas sebelah keren, ya!"

"Ah, maaf. Tapi tersangka maling ayam yang kulihat di berita kemarin, tampangnya juga seperti dia."

"…"

Dan Rinto yang tak sengaja lewat depan kelas Kokone, mendapat surat peringatan dari BK karena hampir meminum pembersih lantai.


Selain itu, SeeWoo sebagai jomblo keren yang sedang mengejar pujaan hati, ternyata juga sudah mengetahui kalau Kokone adalah perempuan yang tidak peka.

"Kokone, kemarin… kamu menerima cokelat dariku?"

"He? Um… cokelat yang dibungkus kertas ungu ya, kak?"

"I-Iya…"

"Yang di atasnya ada surat dengan tanda hati?"

"Iya."

"Yang kemarin pagi ada di laci mejaku?"

"Iya!"

"Oh, iya! Kuberikan ke Sukone."

"…hah?"

Sore harinya, SeeWoo dicegat di pintu masuk oleh gadis berambut panjang sewarna perak. Sosoknya berwarna hitam karena tertutup bayangan dari cahaya langit sore. Matanya berwarna merah terang. Sukone Tei, berdiri di hadapannya, sambil menggenggam erat gunting yang ujungnya berkilauan. Dia tersenyum manis.

"…kak, mau pulang bersamaku?"

Besoknya, demi menghindari pertemuan dengan Sukone Tei, SeeWoo menolak keluar dari kelas.

Akan ia ingat ini. Setiap ingin memberikan sesuatu ke Kokone, wajib hukumnya untuk menyertakan plang bertuliskan 'UNTUK SHIENA KOKONE' di benda tersebut.


SeeWoo menyukai Kokone, bukan semata-mata karena dia adalah gadis yang populer di sekolah. Semua ada alasannya.

Di suatu hari, di mana musim gugur sedang terjadi. SeeWoo datang ke taman seorang diri. Maklum, sedang depresi karena salah satu koleksi figurenya dirusak oleh adiknya, SeeU, kelas satu SMA.

SeeWoo merutuk dalam hati. Tidak lagi-lagi ia bicara jujur kalau adiknya memang sudah terlihat agak gendut.

Saat sedang asik duduk di bangku ayunan (ya, saking depresinya, SeeWoo bahkan tidak peduli yang dilakukannya dapat merusak image atau tidak), waktu tenangnya terusik oleh suara tangis anak kecil.

Suaranya sangat keras, telinganya jadi terasa sakit.

SeeWoo menoleh. Ke kanan lalu ke kiri. Tapi tak ada siapa-siapa. Hanya daun-daun berguguran yang tertangkap oleh matanya. Oke, sekarang dia mulai merasa takut. Dia ingin pergi sekarang juga.

Tapi ternyata SeeWoo lupa menoleh ke belakang.

Anak perempuan kecil itu ada di sana, di belakangnya. Berjarak dua meter dari tempatnya duduk. Suara tangisannya tak kunjung berhenti. Pergelangan tangan menutupi mata.

Tetapi anak itu tidak sendirian. Seorang gadis yang ia kenal karena ramai dibicarakan teman-temannya di sekolah, Kokone, ada di sana.

Dengan buku sketsa yang ada di tangannya, gadis itu membungkuk. Menyamakan tingginya dengan si anak kecil.

"J-Jangan menangis! Aku akan memberimu sesuatu!"

Setelah membuka buku sketsa yang dibawanya, dengan cepat, tangan kanannya menggoreskan pensil ke buku, menggambar sesuatu yang ia pikir akan disukai oleh anak perempuan itu.

"Ini gambar beruang. Kau suka?"

Si anak kecil melirik sebentar ke gambar yang ditunjukkan, lalu menggeleng.

"T-Tidak? Kau tidak suka?"

Kokone tampak kewalahan. Sebenarnya SeeWoo tidak ingin diam saja. Namun setelah melihat gadis itu menggambar untuk kedua kalinya, entah kenapa… saat ini ia sedang ingin menjadi pengamat saja.

"B-Bagaimana dengan ini?"

Lagi-lagi, si anak melirik. Matanya tak lagi tertutupi oleh tangan.

"Apa… itu?"

"Bunga sakura."

"Sakura?"

"Iya. Hehe."

"Cantiknya… T-Tapi sekarang… tidak ada sakura."

"Kata siapa,"

Lengkungan bibir Kokone jelas terbentuk begitu ia mengelus kepala anak itu.

"Tersenyumlah! Maka kau akan cantik. Seperti bunga sakura yang mekar di musim semi!"

Di detik itu, angin berembus, daun-daun yang tadi jatuh sekarang beterbangan di sekelilingnya.

Jantungnya SeeWoo berdetak dua kali lebih cepat. Dalam pandangannya, sosok Kokone bercahaya.


Saat pertama kali mereka berkenalan, SeeWoo tak akan pernah melupakannya.

Di atap sekolah, mereka bertemu. Sebenarnya bukan kebetulan bertemu, tapi SeeWoo yang mengikuti Kokone sampai ke tempat itu. Dasar stalker.

Saat itu Kokone berdiri di dekat kawat besi. Memegang buku sketsa, menggambar pemandangan kota dari atas. Lalu SeeWoo yang sudah cukup mengumpulkan keberanian, menghampirinya sambil pura-pura berjalan santai.

"Kau… Shiena Kokone dari kelas 2 – B, 'kan?"

Kokone menoleh. Ia mendapati laki-laki berambut pirang yang lebih tinggi darinya, tersenyum dan menatapnya.

"Iya, benar…."

"Aku Kim SeeWoo, dari kelas 3 - C. Salam kenal!"

"Salam kenal juga."

"Um… apa yang kau lakukan di sini?"

"…mandi."

"He?!"

"Tidak, aku sedang membuat sketsa."

"O-Oh, begitu…."

SeeWoo menghela napas. Berusaha terlihat cool, padahal grogi setengah mati.

"Ngomong-ngomong, kak,"

"I-Iya, ada apa?"

"Benda itu," dengan wajah datar, Kokone menunjuk ke arah kepala SeeWoo, tepatnya, benda yang sedang dipakai SeeWoo di kepalanya. "Aku tahu namanya,"

SeeWoo melirik ke atas sesaat. Yang sedang ia pakai adalah Axent wear berwarna oranye milik adiknya. Terpaksa ia pakai sampai pulang sekolah karena kemarin main ToD. Sialnya dia memilih Dare. Sialnya lagi yang memberi Dare adalah Meito yang tak berperasaan.

"Oh, ini milik adik perempuanku. Kau tahu namanya?"

"Itu… underwear, 'kan? Jadi kau memakai underwear milik adik perempuanmu?! Sangat cocok!"

"…"

SeeWoo tidak tahu harus senang atau sedih karena merasa harga dirinya telah dihancurkan.

Sejak saat itu, SeeWoo tak mau lagi memakai Axent wear sampai kapanpun.


Tak akan ada mie rebus bila tak ada air panas. Tak akan ada hasil bila tak ada usaha. Prinsip ini dibuat oleh Meito saat sedang mendengarkan curahan hati SeeWoo dalam keadaan lapar.

Wajar ia bilang begitu. Karena faktanya, Meito selaku teman yang duduk bersebelahan dengan SeeWoo, terlalu sering melihat temannya itu dilanda galau berkepanjangan. Masalahnya klise, cintanya belum tercapai. Usaha sih sudah. Tapi belum maksimal.

"Coba, aku mau tahu usaha yang akan kamu lakukan untuk mendapatkan hati Kokone!" kata Meito saat jam istirahat.

"Kamu meragukanku?! Besok saat Kokone sedang berjalan di koridor, akan kutabrak dia sampai jatuh! Lalu, kami akan saling bertatapan sebelum aku membantunya berdiri. Dan saat itulah dia akan jatuh cinta padaku. Itu cara yang ampuh, 'kan?!"

"…duh. Pantes kamu jomblo dua tahun."


Sebenarnya, saat itu SeeWo pernah mengajak Kokone makan siang dengannya.

"Kokone, ayo kita makan siang bersama!"

"Boleh saja! Di mana?"

"Benarkah?! Ayo kita makan di atap sekolah."

"Uh, sayang sekali. Aku lebih suka makan siang di kantin. Di atap sangat panas. Tapi kalau mau, kau bisa makan bersama Sukone, dia akan senang!"

Tiba-tiba saja, Sukone Tei berada di belakangnya.

"Ah! Itu Sukone! Baiklah, kalian kutinggal dulu ya! Sampai jumpa!" Dan Kokone segera berlari menuju kantin. Meninggalkan SeeWoo yang nyawanya sedang terancam.


"Kalau tidak cepat-cepat, nanti Kokone bisa diambil orang, lho!"

"M-Maksud kamu, Kokone mau diculik?!"

"Bukan! Maksudnya, dia bisa jadi pacar orang lain!"

"APA?!"

Bagai ada petir dikala langit cerah, SeeWoo kaget luar biasa. Bagaimana tidak. Kokone jadi pacar orang lain. Itu adalah mimpi buruk keduanya setelah koleksi figurenya yang lain dirusak orang.

"T-Terus, aku harus bagaimana, dong?!"

"Ya… daripada kamu kode-kode terus, lebih baik langsung tembak saja dia."

Tanpa membalas perkataan Meito, SeeWoo mendadak berlari keluar kelas. Tujuannya cuma satu:

Mencari Kokone.


"Sejak pertama kali aku mengenalmu, wajahmu selalu terbayang dalam pikiranku. Senyummu, suaramu, lebih indah daripada batu berlian. Oh, sayangku. Maukah kau… menjadi kekasihku?"

Langkah kaki SeeWoo berhenti ketika mendengar suara yang menurutnya familiar.

Saat ini ia berada di taman belakang. Masih mencari Kokone, tentu saja. Karena kata Flower, gadis itu ada di sekitar sini.

Tapi suara tadi membuatnya penasaran. Daripada mati gentayangan, lebih baik dicari tahu.

Ia mengintip dari balik pohon besar. Berkedip beberapa kali, ia harap tidak salah lihat.

Di depan sana ada Megurine Luki. Si vokalis band sekolah yang duduk di kelas 3 – B. Dia cukup populer di kalangan para gadis. Wajahnya tampan, tinggi, badan dan suaranya bagus pula. Tidak seperti SeeWoo. Walau tingginya hampir sama dengan Luki, badannya sedikit berbentuk karena hobi main basket, tapi suaranya menyeramkan. Jika diumpamakan, perbandingan suara Luki dengan SeeWoo seperti pohon kelapa dengan pohon toge. Jauh.

Yang lebih parah lagi, di hadapan laki-laki berambut merah muda itu, Kokone berdiri. Dia dan Luki saling bertatapan, dan tangan mereka saling menggenggam.

Berarti yang tadi itu… pernyataan cinta Luki?

Kokone mengambil napas. Ingin mengatakan sesuatu. Sedangkan SeeWoo yang masih di balik pohon, sedang panik luar biasa. Wajahnya sudah tidak karuan. Ingin rasanya ia keluar dari persembunyian dan menghabisi Luki sekarang juga. Tapi setelah dipikir-pikir… dia mah apa? Pacar dari Kokone, bukan. Dibilang teman dekat juga kurang tepat. Ah, SeeWoo ingin garuk tanah sekarang juga.

'Tolak! Tolak! Tolak! Tolak!' dia berdoa. Tapi, yang keluar dari mulut Kokone adalah,

"Baiklah—"

Saat itu juga. Harapan SeeWoo hancur berkeping-keping. Semuanya. Mimpinya, semangatnya, pudar begitu saja karena Kokone menerima Luki sebagai kekasihnya.

SeeWoo balik badan, ingin kembali ke gedung sekolah dan mencari pembersih lantai untuk diminum. Selamat tinggal, dunia.


"Baiklah— sudah cukup! Caramu menembak perempuan sungguh menjijikan, kak Luki! Kalau begini, bagaimana kak Gakuko mau menerimamu?!"

"He? Apanya yang salah? Jangan seperti itu dong, Kokone. Ini satu-satunya kesempatanku. Kalau masalah cinta, hanya kamu yang bisa kumintai bantuan."

"Loh, kenapa hanya aku?!"

"Karena aku tidak begitu mengerti, dan temanku yang lain selalu minta imbalan, sedangkan kamu tidak."

"Hidupmu menyedihkan sekali, kak!"


Angin meniup helai-helai rambut pirang SeeWoo dengan lembut.

Dia berada di atap sekolah. Duduk sendirian, bersandar pada dinding. Surat peringatan berada di tangan kanannya.

Berterimakasihlah pada Meito, yang datang di saat yang tepat dan segera menyeretnya ke ruang BK. Karena itu, SeeWoo tidak jadi keracunan.

Jika mengingat kejadian tadi, dada SeeWoo sakit. Seperti ada ribuan jarum yang menusuk secara bersamaan. Salahnya juga sih, padahal sudah tahu kalau Kokone kebal terhadap kode. Tapi mau tembak langsung malah ragu-ragu. Penyesalan selalu datang belakangan. Waktu tidak bisa diputar kembali.

Renungan SeeWoo terputus begitu seorang gadis berlari menghampirinya. Tepatnya, gadis itu orang yang dikenalinya. Tepatnya lagi, itu Kokone.

Saat gadis itu tepat berada di depannya, SeeWoo menatapnya bingung sekaligus kaget. Kokone tampak kelelahan. Dia memegang lutut. Napasnya tersenggal-senggal. Jelas sekali kalau ia baru saja menghadapi tantangan menaiki puluhan anak tangga sambil berlari.

"K-Kokone—"

"Kak!"

"He?!"

"Aku suka kak SeeWoo!"

"He?!"

"Sejak kita berkenalan, aku selalu memikirkan kakak!"

"H-He?!"

"T-Tapi aku selalu malu jika berhadapan denganmu!"

"He—"

"Maaf kalau terlalu mendadak, tapi… maukah kakak jadi pacarku?!"

"…HEEEEEE?!"

SeeWoo tak dapat berkata-kata. Lidahnya kaku. Dia terlalu kaget.

Di dalam mata cokelat madu Kokone, ada cahaya yang berkilau. Dia tidak berbohong. Dia sangat serius.

Di saat seperti ini, apa yang harus dia lakukan. Tertawa keras karena ternyata gadis yang disukainya mempunyai perasaan yang sama dengannya, atau mencubit diri sendiri menggunakan tang untuk memastikan kalau ini adalah ilusi atau bukan?

Sudahlah, mungkin di saat seperti ini, dia hanya harus mengangguk dan menjawab,

"Ya, aku mau."

Dia harap, setelah ini tak ada lagi penyesalan.


Tamat


.

.

.


Epilog


"Eeeeeh?! Kau mengira aku sudah berpacaran dengan kak Luki?! Tidak, tidak, tidak. Mana mungkin aku mau dengan manusia menyedihkan maniak ikan tuna seperti dia. Lagipula, kak Luki itu sepupuku. Ahaha,"

"…Kokone. Bagaimana bisa kau mengatakan hal kejam dengan wajah polos seperti itu, dan— SEPUPU?!"

"Iya? Kenapa?

"…apa kau bawa pisau? Aku mau bunuh diri."

"Duh, jangan!"


Benar-Benar Tamat


A/N

*Axent Wear: Headset berbentuk telinga kucing.

Kurang asupan OTP, jadilah saya buat fic ini. Dan… aduh endingnya… Ha-Hahaha *watados*

Oh ya, karena saya sadar karakter di cerita ini karakter minor semua, sekalian fic ini jadi setoran kedua Minor Chara Paradise *tebar convetti*

Ditunggu reviewnya!

Senin, 23 Februari 2015

Salam,

Kuzuryuuu