IF I LOVE YOU TOO

#1 Confession

By: Rieyo

Remake by : adrienlee

Original Pair : Adniel & Levi

Main Cast : Park Jimin, Min Yoongi (Suga)

Team Jimin!Top

Team Yoongi!Bottom

SAYA MINTA TOLONG KALIAN BUAT MEMBACA A/N DIBAWAH INI YA! PENTING!

a/n : FF ini 1000% milik Rieyo. Aku cuman me remake aja karena wtf suka banget sama ff ini. Believe it or not aku mulai baca ff ini 2 tahun yang lalu dan masih nge fans sampe sekarang. Jangan lupa juga kasih review disini karna aku sadar pasti masih ada kesalahan di bagian pengeditannya. Honestly, saya belum dapet izin dari kak Rieyo nya buat me remake ini. Bukannya lancang atau apa, saya udah berusaha buat mencari kontak kak Rieyo ini dan udah setahun lebih saya cari, tapi tetep belum dapet juga. Menurut kalian saya lancang ga? Kalau ada yang nggak setuju saya me remake ini sementara belum dapet izin dari penulis aslinya, silahkan cantumkan di kolom review dan saya bakal ngebatalin niat saya buat nge remake ff ini. Oh iya kalau ada salah satu dari kalian kenal atau tau kak Rieyo ini, tolong kasih tau saya ya. Hubungi saya di DM ya. Terimakasih atas perhatiannya. Selamat membaca.

.

.

.

.

.

"Aku menyukaimu."

Tubuhku terasa membeku sesaat, setelah mendengar sebaris kalimat yang meluncur dari bibir Yoongi. Aku mengamatinya, melihat warna kemerahan yang menyemburat di kedua pipinya, membuat semakin manis wajahnya.

Oh shit. He must be serious.

But how come?

Tanpa sadar, aku malah jadi bertanya-tanya sendiri dalam benakku dan tak memberikan respon berarti pada temanku ini. Yeah, Min Yoongi adalah teman sekelasku di Universitas. Aku memang bukan terkejut kenapa dia yang seorang laki-laki menyatakan perasaan padaku yang juga seorang laki-laki, tapi aku terkejut karena – kenapa bisa dia suka padaku?!

Yoongi is gay. Semua orang di kelas sudah mengetahuinya, mungkin juga seluruh kampus. Tapi memang tak ada yang terlalu mempermasalahkannya —walau kadang aku masih mendengar juga bisikan-bisikan di belakang—

Hal itu bisa dibilang sudah menjadi rahasia umum. Lagipula, Yoongi memang tak pernah berbuat sesuatu yang merugikan siapapun. Di kelas, dia malah menjadi salah satu mahasiswa paling pintar yang bisa diandalkan. Karena itu, mengenai orientasi seksualnya, tentu saja bukan sesuatu yang perlu dicampuri. Itu hak dia.

Dan kembali ke situasi sekarang, kenapa bisa dia suka padaku?

"Jimin-ssi…"

"Eoh?" cetus ku akhirnya, tak bisa menemukan kata-kata yang lebih baik. Aku mengerjapkan mataku, mengembalikan pikiranku pada kenyataan yang sedang berlangsung dan berhenti membuat monolog di dalam benakku.

"Waeyo?" Yoongi bertanya lagi.

Aku menggelengkan kepalaku pelan, lalu mengulas senyuman tipis yang masih terkesan ragu. Dengan gugup, aku juga mengusap-usapkan telapak tangan kananku ke belakang kepala.

Damn, kenapa aku grogi?!

"Kau mendengarku kan?" tanya Yoongi, agak hati-hati.

"Ya."

"Lalu?"

"Lalu apa?" aku bertanya balik dengan bodohnya.

Yoongi tampak mengerutkan keningnya. Aku rasa dia mulai menyadari kalau aku mendadak tidak berkonsentrasi atau mungkin dia baru sadar kalau ucapannya tadi bisa jadi tidak bagus dia ucapkan padaku.

Ok, he's gay and everyone knows it. Tapi dia juga tak bisa sembarangan menyatakan suka pada siapapun, bukan? Apalagi dengan alasan kalau teman-temannya akan memahami itu. Namun terlebih lagi, kenapa aku? Apa aku tampak gay di matanya? Oh please.

"Mian." gumam Yoongi setelah beberapa detik kita malah jadi saling memandang canggung.

Dan tanpa menungguku berkata dulu, dia cepat berbalik, bermaksud meninggalkanku sendirian di taman belakang kampus ini. Tadi sekilas aku bisa melihat raut wajah manisnya yang berubah. Tidak lagi merah merona, tapi lebih terlihat seperti merah padam. Entah dia marah atau sangat malu.

"Tunggu!" panggilku, setelah beberapa saat aku terpekur memperhatikan dia yang semakin menjauh.

Yoongi menghentikan langkahnya, kemudian berbalik perlahan. Aku sedikit bergerak maju, hingga jarak kami tidak begitu jauh dan aku bisa melihat lagi bagaimana raut wajah manisnya sekarang.

"Tadi kau bilang—"

"Ah tidak, lupakan saja." Potongnya sebelum aku sempat berkata. Dia memaksakan sebuah senyuman di bibirnya.

Aku jadi merasa bersalah. Padahal terus terang, aku bukannya benci, hanya terkejut dan… yah aku bingung. Perasaanku diantara tak percaya karena ternyata seorang lelaki manis dan pintar seperti Yoongi bisa suka padaku —that means, aku ternyata tidak hanya bisa menarik perhatian perempuan saja— juga perasaan sebal karena… am I really look like gay?

"Mengapa kau menyukaiku?" tanyaku, tak mempedulikan elakkannya. Dia tampak terpaku beberapa detik, dan senyuman penuh paksaan di bibirnya memudar berganti jadi senyuman gugup.

"Kau baik." jawab Yoongi.

"Hanya itu?"

Yoongi agak mengernyitkan keningnya, dia seperti kesulitan menemukan kata-kata yang tepat. Mungkin ini yang biasa orang-orang bilang bahwa menyukai seseorang terkadang tak membutuhkan alasan. Tapi bagi ku rasanya ini absurd. Aku dan Yoongi memang berteman, tapi kami tidak bersahabat dan kami jarang sekali kemana-mana bersama. Hubungan kami hanya baik dengan seadanya, dan menurutku tidak begitu cukup untuk Yoongi sampai bisa berpikir bahwa dia menyukaiku.

Aku baik? Semua orang juga baik padanya. Ini kurang masuk akal untukku. Terlebih lagi, setahuku, mendengar dari gosip-gosip mahasiswa wanita disini, Yoongi sudah banyak menjalin hubungan dengan laki-laki yang luar biasa. Beberapa dari temanku pernah memergoki Yoongi sedang bersama laki-laki tampan yang tampak sepadan dengannya —dan jelas sesama gay—

Come on, I'm so confused over here.

"Aku sudah lama menyukaimu. Tapi baru sekarang aku memberanikan diriku untuk bicara."

Wajah merah merona itu lagi. Yoongi bahkan sampai tak bisa mengangkat wajahnya. Dia tidak mungkin berpura-pura mengatakan itu.

"Yang jelas, aku menyukaimu, Jimin. Dan aku tidak bisa menjelaskannya kenapa."

That's it.

"Mianhae." kata Yoongi lagi, dan sebelum aku sempat menyahut, dia kembali bersiap untuk pergi. Reflek, aku semakin maju, lalu mengulurkan tangan untuk menahannya. Tanganku memegang tangannya begitu saja.

"Lalu?" ucapku. Aku tak mau kalau pembicaraan ini hanya jadi menggantung dengan aku yang tahu tentang perasaannya, padahal aku tahu kalau dia menginginkan kelanjutan.

"Uhm..." Yoongi bergumam gugup, dan masih tak bisa mengangkat wajahnya.

"Kau ingin aku menjawab perasaanmu? Kau ingin kita…" kataku lagi, sengaja menggantungkan kalimat ku.

Yoongi pun memandangku. Mata kami saling bertabrakan. Ada harapan yang terpancar di sepasang mata besarnya.

Astaga. Aku sendiri padahal tak tahu apa yang aku inginkan. Aku hanya merasa excited. Ini pertama kalinya bagiku mendapat pernyataan dari seorang lelaki, apalagi Yoongi bukan lelaki yang bisa diabaikan. Kalau saja dia tidak gay, aku yakin dia akan mendapat antrian panjang dari para wanita sekampus dan pasti aku akan semakin iri mati-matian padanya.

Dan sekarang, lelaki yang sudah pasti akan diinginkan semua wanita ini – menyatakan perasaan padaku, mengatakan menyukaiku dan mungkin ingin menjalin hubungan denganku, apa bisa aku menolaknya? Apa bisa aku mengacuhkannya? Lagi pula sudah hampir setengah tahun ini, aku memang tidak mendekatkan diri dengan wanita manapun. Aku bisa dibilang sedang berada dalam titik jenuh untuk menjalin hubungan. Tapi yang satu ini rasanya unik, bisa memberi warna dalam hidupku. Who knows.

"Aku memang berharap kau mau menjadi kekasihku." cetus Yoongi akhirnya setelah beberapa saat kami terdiam.

Aku mengedipkan kedua mataku, sekali.

"Oke." bibirku tiba-tiba seperti bergerak sendiri, mengikuti apa yang diperintah oleh otakku begitu saja, tanpa berpikir terlalu panjang.

"Eoh?" Yoongi tercengang.

Aku mengangguk agak kaku.

"Aku setuju untuk menjadi kekasihmu." aku menegaskan.

Yoongi masih terlihat tak percaya, sampai beberapa detik – entah apa yang sudah dia temukan di mata ku, dia pun mengembangkan senyuman lagi di bibirnya dan kali ini ditambahi dengan gerakan tubuhnya.

Dia mendekat, memelukku – membenamkan wajahnya di bahu kiri ku. Tubuhnya yang lebih sedikit kecil dan pendek dari ku, terasa menggoda untuk aku peluk kembali. Belum lagi ada wewangian yang menyeruak dari tubuhnya ditambah harum shampoo di rambut halusnya.

Wanginya seperti bayi. Hangat, lembut, menenangkan pikiran dan jiwaku.

Tanpa sadar aku pun jadi memejamkan mata, dengan agak ragu, tanganku menyentuh kedua pinggang rampingnya.

Then we're lovers since now, aren't we?

.

.

CUT!

Hallo ini bukan chapter 1 ya, tapi ini sebagai percobaan aja apa banyak responnya atau engga. Kalau sedikit ya terpaksa saya cancel walaupun saya pingin banget nyelesain nge remake FF ini.

MOHON REVIEW DAN PARTISIPASINYA YA SEMUANYA!

TERIMAKASIH~~

.

.

Bandung 22:17