Fik ini dibuat untuk mengikuti A Lifetime of Memories III yohohoho~~

oke, enjoy it!

.

.

"Sejak kapan kau jatuh cinta padaku?" Mereka sedang menyusuri sepanjang sungai Lise ketika lelaki itu bertanya.

"Jatuh cinta ya.." Lelaki itu hanya memutar matanya bosan ketika melihat wanita di sebelahnya mengerling jahil.

"Baiklah baik, akan kuceritakan. Jangan cemberut gitu dong Saso-chan~" Sakura mencium pipi Sasori. "Bagaimana kalau aku bercerita di kafe seberang sana seraya menikmati secangkir earl grey kesukaanmu itu?"

"Tak buruk" gumam Sasori.

Sakura tersenyum senang. "Kalau begitu, ayo pergi!"

Cerita ini dimulai ketika...

...

Naruto © Masashi Kishimoto

AU, Rated T, OOC

Theme: Body (Eyes)

...

Konoha, 6 tahun yang lalu...

"Ahh, pagi ini dingin sekali~" ujar Deidara sambil merapatkan syalnya.

"Tch. Tutup mulutmu atau aku akan melemparkanmu ke danau depan sana" balas Sasori sarkas.

Ya, mereka sedang berada di danau belakang sekolah. Mungkin hanya Tuhan yang tahu, mengapa dan sejak kapan dua sejoli itu mempunyai rencana gila seperti pergi ke danau setiap sebelum masuk kelas.

"Ayolah Saso-chan, jangan kau rusak awal tahun baru ini dengan kalimat sarkasmu. Kau mau semua perempuan lari karena mendengar itu, hah?" gerutu Deidara kesal.

Sasori hanya memutar matanya bosan mendengar gerutuan Deidara. Ia pun kembali melempar kerikil ke tengah danau.

"Ngomong-ngomong, Saso-chan" tutur Deidara sedetik kemudian.

Sasori menatap kedua aquamarine milik Deidara dengan tajam. "Kau benar-benar ingin kulempar, hah? Berhenti berkata menjijikan seperti itu!"

Deidara mengendikkan bahu. "Kau tahu bahwa ada murid baru di kelas nanti?" tanya Deidara.

"Lalu?" Sasori mendecih pelan ketika kerikil yang ingin dilemparnya ke danau sudah tidak ada. 'Lain kali aku harus melempar si berisik itu, sepertinya.' ujar batin Sasori.

"Dia cantik, sungguh"

"Lalu perlukah aku untuk peduli?" ujar Sasori (kembali) sarkas.

"Tidak, sih." Deidara berdehem pelan. "Ngomong-ngomong, ayo kembali ke kelas! 5 menit lagi kita akan masuk."

Mereka pun pergi ke kelas dan bel masuk pun berbunyi. Setelah selesai berdo'a, tiba-tiba Orochimaru-seorang kepala sekolah yang cantik nan seksi namun albino-datang bersama seorang gadis di belakangnya.

"Perkenalkan dirimu, nona" ujar Orochimaru

"Halo, semuanya. Namaku Haruno Sakura! Salam kenal~" tutur Sakura.

"Baiklah nona Sakura, sekarang duduklah di tempat yang masih kosong" ujar Orochimaru sembari menatap Sakura.

Sakura menyisir matanya ke seluruh ruangan kelas. Ia pun melihat tempat itu-bangku yang terletak di pojok belakang.

"Kenapa aku harus duduk di sana.." ucap Sakura pelan. Sakura pun berjalan gontai ke tempat duduknya.

"Baiklah, saya harus pergi sekarang. Dan Nara, ikut aku" pungkas Orochimaru saat itu.

.

.

"Itu ketika kau pertama kali datang kan?" tanya Sasori, retoris.

Sakura menyesap earl grey nya. "Yup. Lalu setelah itu..."

.

.

Pelajaran pertama sudah selesai 5 menit lalu, tetapi Sakura masih badmood dengan keadaannya. Bagaimana tidak? Ketika kau duduk di pojok belakang kelas, dan tidak ada sistem rolling di kelas ini. Kau dengar? Pojok. Belakang. Kelas. "Aaarrgggh sial!" gerutu Sakura

Pikiran Sakura masih melanglang buana hingga lelaki di depannya memanggil namanya.

"Halo Haruno, perkenalkan, aku Deidara! Salam kenal ya" ucap Deidara dengan semangat.

"Hn" balas Sakura tak acuh.

Deidara sweatdrop. Ia pun beralih menyapa Sasori. "Oi Sasori, kau sudah mengerjakan tugas matematika?"

Sasori mengangguk. "Hn"

Deidara kembali sweatdrop. "Aku ingin lihat― "

"Sssssttt!" Tenten mendesis. "Tobirama sensei datang!"

Semua murid kembali ke kursinya. Tak terkecuali Deidara yang (kadang) senewen itu langsung duduk di kursinya. Suasana menjadi mencekam saat guru sejarah yang terkenal killer itu masuk.

"Siapkan kertas. Kita akan mengadakan test" ujar Tobirama dingin.

'Aaahh~' semua murid mengeluh―dalam hati tentunya. Kau tidak ingin keluhanmu dibalas lemparan penghapus papan tulis, kan?

"Ingat diskon 2%?" tanya Tobirama, retoris.

Semua mengangguk dalam diam.

Sakura yang notabane murid baru kebingungan. Tanpa sadar, ia bertanya. "Sensei, 2% itu apa?"

Tobirama menengok pada Sakura. "Apa aku memberimu izin untuk berbicara, nona?"

"Maaf, sensei" ujar Sakura sembari menundukkan kepala.

"Aku tidak membutuhkan maafmu, nona. Dan tolong untuk tidak berbicara lagi di kelasku." pungkas Tobirama. Tobirama pun menulis soal test di papan tulis.

Sakura pun menulis soal test tersebut. Tepat pada soal ke 5 ia kebingungan. "Ano," ucap Sakura setengah berbisik pada lelaki di sebelahnya.

Lelaki itu menengok sedikit, menatap Sakura dan mengangkat alis seolah mengatakan 'ada apa?'

"Maaf merepotkanmu, tapi tolong bacakan soal nomor 5. Aku nggak kelihatan." ujar Sakura setengah menyesal.

"Apa penyebab terjadinya penjelajahan samudra-"

"Ah! Jadi itu samudra, terima kasih"

"Hn." Jawab lelaki itu tanpa melihat Sakura.

Suasana kembali hening, semua fokus mengerjakan soalnya. Saat membaca soal nomor 10, Sakura kembali merasa kesulitan. Ia pun bertanya lagi pada lelaki di sebelahnya.

"Maaf mengganggu lagi, kalau soal nomor 10 itu jelaskan makna-" ucapan Sakura terhenti ketika mendengar nada sarkas lelaki itu.

"Kau tidak bisa membaca ya? Apa jangan-jangan kau memang tidak bisa membaca dengan benar―ah tentu saja, kau disleksia kan?"

"Apa kau bilang?!" teriak Sakura. Teriakan Sakura menggelegar di kelas; semua murid menatap mereka—lelaki itu dan Sakura― dengan horor. Tak lama, Tobirama sudah berada di depan mereka.

"Akasuna dan kau, nona, keluar dari kelasku. Sekarang." ujar Tobirama tegas.

Mata Sakura membelalak horor. "Tapi sensei, bahkan aku belum menulis semua soal― "

Tanpa menunggu kelanjutan perkataan Sakura, lelaki yang dipanggil Akasuna tadi memberi hasil jawabannya pada Tobirama dan menarik tangan Sakura keluar kelas.

.

.

Sasori mendengus; ia pun mengacak-ngacak rambut Sakura "Dasar bodoh. Dia guru paling killer di sekolah."

"Hahaha iya. Setelah itu, aku..."

.

.

"Lepaskan!" Sakura menarik tangannya kasar.

"Hn"

Lelaki itu pun melepaskan tarikannya. Ia pun berjalan meninggalkan Sakura sendirian di sana,

"Hei, aku baru sadar kalau kita belum berkenalan. Namaku Haruno Sakura, ngomong-ngomong kau mau kema― "

Lelaki itu menghela napas, kesal mendengar ocehan perempuan di belakangnya. "Namaku Akasuna Sasori. Aku mau pergi kemana pun Itu bukan urusanmu, kan?"

"Mengapa kau selalu memotong pembicaraanku hah? Itu memang bukan urusanku, tetapi aku bosan jika harus sendirian di sini" jelas Sakura.

Sasori hanya mengendikkan bahu. Ia pun berjalan menjauhi Sakura menuju suatu tempat.

Dahinya mengernyit bingung; Matanya menyipit. Dengan penuh kebingungan Sakura terus mengikuti Sasori. Alih-alih menemukan jawaban, ia hanya terdiam ketika sampai di tempat yang di tuju Sasori.

Danau.

"Akasuna? Untuk apa kita kesini?"

Sasori memejamkan matanya. "Menenangkan diri. Hanya itu"

Melihat Sasori duduk, ia pun segera duduk di sebelah Sasori.

Suasana hening beberapa saat. Tak lama, Sakura bertanya pada Sasori. "Saat kita berargumen tadi, kau menyebut disleksia kan? Itu apa?"

Sasori mendengus. "Bahkan disleksia pun kau tak tahu? Kau sebelumnya tinggal di belahan bumi mana, sih? Payah."

Sakura memeletkan lidah. "Peduli apa kau dengan asal-usulku?"

"Disleksia itu sejenis gangguan dalam pembelajaran yang biasanya dialami oleh anak-anak. Biasanya masalah yang dihadapi oleh para penderita disleksia adalah mengenal huruf, mengerti atau memahami maksud bacaan, dan sejenisnya." tutur Sasori.

"Begitukah?"

"Hn." Mereka terdiam beberapa saat. Karena bosan, Sakura bermain ponsel sambil merebahkan tubuhnya di rerumputan. Sasuke yang melihat itu pun langsung mengambil hp Sakura.

"Apa yang kau lakukan Akasuna? Kembalikan ponselku sekarang!"

Sasori mengangkat ponsel Sakura setinggi mungkin. "Jangan bermain ponsel sambil tiduran. Matamu bisa rusak, bodoh."

"Tahu apa kau tentang itu, hah? Kau bukan dokter!" Sakura masih berusaha mengambil ponselnya yang diangkat Sasori tinggi-tinggi.

"Aku calon dokter. Lalu kenapa?" Sakura jengkel. ia kembali duduk dengan tangan terlipat. "Dasar menyebalkan" gerutu Sakura

"Terima kasih untuk pujiannya, nona" Sasori pun kembali duduk.

Tiba-tiba, Deidara datang dengan nafas cepat. "Ya ampun Sasori, aku kira kau kemana! Ayo kembali ke kelas. 10 menit lagi bel istirahat selesai―wait. Apa yang kau lakukan di sini, Haruno? " ujar Deidara bingung ketika melihat Sakura sedang duduk di sebelah Sasori dengan muka kesal.

"Dia mengikutiku. Ayo pergi" ucap Sasori dingin.

"Heeyy tunggu aku! Akasuna, bantu aku berdiri dong." Sakura pun mengulurkan tangannya pada Sasori. Sasori hanya menaikkan alis, lalu menarik tangan Sakura dengan cepat. Sakura yang ditarik seperti itu pun menjadi limbung, lalu tubuhnya jatuh ke dada Sasori.

"Aw! Apa kau tidak bisa menarikku pelan-pelan?" tanya Sakura dengan tatapan garang. Sasori yang mendengar itu hanya terdiam; ia pun menatap mata Sakura yang hanya terpaut beberapa senti dari matanya.

Sakura yang ditatap seperti itu hanya membuang muka. Ia pun bangkit lalu bergegas pergi dari tempat itu―sampai akhirnya ia sadar lengannya ditarik seseorang.

"Tunggu, Haruno." ucap Sasori.

"Lepaskan aku! Aku―"

Sasori memotong ucapan Sakura (lagi). "Matamu bermasalah kan?"

Sakura menaikkan alisnya. "Mataku―apa? Apa maksudmu?"

"Deidara, cepat kesini. Lihat mata kirinya"

Deidara yang tadi hanya diam beberapa meter dari mereka berdua akhirnya beringsut maju. Ia pun memperhatikan kedua mata Sakura dengan serius.

"Lengkungan kornea yang abnormal, " ujar Deidara masih menatap mata Sakura.

"Hn. Kornea nya berbentuk oval. Seperti bola rugby saja." ejek Sasori.

"...Hah? Sebenarnya apa yang kau bicarakan?" hanya Sakura yang masih bingung di sini.

"Kau menderita astigmatisma." gumam Sasori pelan.

"Astigmatisma?"

.

.

"Ya, astigmatisma. Dan sejak kapan kau menderita penyakit ini? Minus nya besar sekali" ujar Gaara kaget saat melihat hasil pemeriksaan Sakura.

Sakura menggeleng pelan. "Aku tidak tahu, Sabaku-san"

...

Sesaat setelah pulang sekolah berbunyi, mereka bertiga masih berdebat tentang kepastian mata Sakura harus diperiksa atau tidak.

Deidara mendesah pelan. "Mata Sakura harus diperiksa, Sasori. Tidak ada salahnya kan jika kita pergi ke rumah sakit sepupumu sore ini? Lagipula―"

"No" "Aku tidak mau!" jawab Sasori dan Sakura berbarengan.

"―memang kau mau dia terus mengganggu mu sampai kelulusan nanti?"

Sasori terdiam; Sakura terus menolak keinginan―pemaksaan―dari Deidara. "Untuk apa? Aku tidak membutuhkannya. Aku masih bisa melihat kalian dengan jelas, kok"

Setelah terdiam cukup lama, Sasori akhirnya menyuarakan pikirannya. "Baiklah. Aku setuju."

Deidara tersenyum puas. Sakura hanya terbengong melihat Sasori yang mudah berganti keputusan. "Hei, aku tidak apa, sungguh―"

"Tapi bagaimana dengan membaca kalimat di papan tulis? Kau pikir aku tidak terganggu dengan sederet pertanyaanmu sepanjang pelajaran matematika tadi, hah? Dasar bodoh." ucap Sasori tajam

"Maaf," Sakura menunduk. "Aku tidak akan bertanya padamu lagi esok"

"Begini, Sakura." tutur Deidara hati-hati "Kami hanya ingin kau sembuh. Kau tidak mau menyusahkan orang lain terus-terusan, kan?"

"Kau hanya menyusahkanku dengan kelakuanmu yang seperti itu, Haruno. Sadarilah itu!" tambah Sasori sarkas.

Sakura terdiam. Tak lama kemudian, ia mengangguk."Jika ini untuk kebaikanku, baiklah. Aku terima saran kalian."

Deidara tersenyum. "Syukurlah! Kalau begitu kalian bertemu di taman alamanda saja pukul 3, ya! Jaa ne Sakura"

Sakura mengernyitkan alisnya. "Memang kau akan kemana?"

Deidara memegang tengkuknya seraya menatap Sakura dengan perasaan bersalah. "Gomen―maaf―Sakura, aku tak bisa. Sore nanti aku ada les"

Sakura mengangguk pelan. Tak lama, Deidara dan Sasori pun pamit pulang. ia pun pulang setelah melihat mobil keluarganya menunggunya di depan gerbang.

...

Dan di sini lah mereka sekarang, di Rumah Sakit Mata Sabaku milik sepupu Sasori—Sabaku Gaara.

Tiba-tiba, Sasori bertanya: "Apa ciri dari penderita astigmatisma, nii-san?"

"Dia tidak dapat membaca tulisan yang ukurannya kecil, selalu menyipitkan mata saat matanya mencoba memfokuskan sesuatu, pandangan yang berbayang..." Sasori teringat ketika ia melihat Sakura membaca dengan mata yang menyipit, dagu yang ditinggikan―walaupun akhirnya Sakura menyerah dan bertanya pada Sasori―Sasori hanya tersenyum tipis mengingat itu. Ia pun kembali memperhatikan sepupunya berbicara.

"Lalu cara menyembuhkannya?" tanya Sakura kemudian.

"Karena astigmatisma merupakan kondisi yang muncul karena berkas cahaya yang masuk tidak tersebar merata, jadi metode koreksinya adalah dengan membuat berkas cahaya jatuh pada satu bidang saja" jelas Gaara.

Kedua remaja itu menatap serius penjelasan Gaara. "Pertama, menggunakan kacamata dengan lensa yang telah disesuaikan. Kedua, menggunakan Lensa Softlens Toric yang dirancang dengan desain unik dan khusus bagu orang yang menderita astigmatisma"

"Lalu, apakah ada lagi?" tanya Sakura tak sabar.

"Ya, dan ini yang terbaik. Prosedur bedah dengan teknologi laser LASIK atau dengan menggunakan insisi manual untuk mengembalikan bentuk kornea mata dengan cara membuang sebagian kecil jaringan dari kornea.."

Gaara menatap Sakura tajam. "Minus astigmatisma mu besar. Dengan kiri minus 5 dan kanan minus 3. Aku tidak yakin kau akan sembuh dengan cepatdengan bedah LASIK pun kau akan baru benar-benar pulih setelah beberapa bulan"

Sakura mengangguk. Ia pun membungkukan tubuhnya "Baiklah, aku mengerti. Terima kasih, Sabaku-san."

.

.

.

Sakura memakan cheescake nya. "Duh, jadi kangen Gaara-san~"

Sasori menatap Sakura tajam. "Berisik."

"Ahahaha Sasori-chan marah. Baiklah, ketika kita pulang dari rumah sakit..."

.

.

.

Sasori dan Sakura sedang berjalan pelan menelusuri trotoar ketika hujan tiba-tiba turun dengan derasnya.

"Ayo cepat" ujar Sasori seraya mencengkram pergelangan lengan Sakura agar berlari bersamanya.

"Lepaskan aku. Tak bisakah kau memperlakukanku secara baik-baik hah? Sakit, tahu!" Sakura memijit pelan pergelangan lengannya yang dicengkram Sasori tadi.

"Kalau begitu―" Sasori menautkan jarinya pada jari Sakura dan meremasnya pelan. "―begini tak akan menyakitimu kan?"

Wajah Sakura memerah melihat jari Sasori yang saling bertautan dengan miliknya. 'A-apa apaan dia..' desisnya pelan.

Tanpa mendengar jawaban Sakura, ia pun menarik Sakura dan berlari menembus hujan.

Mereka pun berhenti di salah satu halte; badan mereka berdua basah kuyup. Melihat Sakura yang menggigil kedinginan, Sasori pun berinisiatif menyampirkan jaket yang ia kenakan pada Sakura―dia dididik untuk menjadi gentleman sejak kecil―dan Sakura hanya terdiam menerima perlakuan Sasori.

Nyaman, sesungguhnya. Tapi melihat Sasori yang menggigil lebih hebat dibanding dirinya, ia pun segera melepas jaket Sasori dan dan mencoba memakaikannya sampai jari nya diremas kuat oleh jari Sasori. "Jangan melepasnya.. Sakura. Nanti.. kau.. kedinginan―" ujar Sasori terbata-bata.

Sakura memakainya kembali dengan berat hati. "Kalau begitu, peluklah aku." ucapnya tanpa sadar. Sasori dengan cepat merengkuh tubuhnya; ia pun memeluk Sakura erat, seolah takut kehilangan Sakura jika ia melepasnya barang sebentar.

Sakura pun terdiam; ia kembali mengingat kejadian dalam sehari ini. Saat ia bertemu Sasori, Saat ia bersama Sasori pergi ke rumah sakit, saat ia dipeluk oleh Sasori..

Ia menatap Sasori dalam. Dan dalam guyuran hujan yang semakin deras, serta pelukan Sasori yang tak mengendur sama sekali, Sakura menyadari satu hal:

Ia jatuh cinta pada seorang Akasuna Sasori.

.

.

.

Konoha, sekarang.

Hari sudah sore. Senja masih menggurat di cakrawala, membuat loreng-loreng oranye yang indah. Sudah beberapa cangkir earl grey yang mereka habiskan. Setelahnya Sakura menatap lembut pada Sasori, "Saat itulah aku pertama kali jatuh cinta padamu, Sasori-chan."

Sasori tersenyum kecil; mengacak-ngacak rambut Sakura lalu menarik Sakura ke pelukannya. "Terima kasih.."

Sakura tertawa saat berada di pelukan Sasori. "Aku juga mencintaimu"

FIN


Akhirnya..tamat. #elapingus Maafkan daku karena endingnya ambigay banget, sebenernya mau nulis bagaimana saso awal mulanya mencintai sakura tapi maleshnn~ btw, kalian ngerti ga sih baca fic ini? Aku mah rada ga ngerti euy... /slap

udah ah ngomong mulu cape. Review yuk?