Disclaimer: Masashi Kishimoto (Kyaaa! Sensei Masashi)
Genre: Romance, Angst
Rated: T
Pairing : SasuHina
Warning : Typo, gaje, OOC, idenya mungkin murahan, gak romantis kayaknya, jika mulai ilfeel tolong minum obat sesuai saran dan petunjuk dari dokter.
Sumarry : Sasuke berubah menjadi menyebalkan semenjak ibunya meninggal. Mungkinkah hal itu akan berubah jika seorang gadis pelayan di rumahnya seperti Hinata terus menyemangatinya? Meskipun terkadang hatinya selalu tersakiti?
Ini fic ku yang baru saja terpikirkan. Maaf, yang satunya masih belum selesai. Tapi aku lagi kepingin bikin yang lain. Aku mudah bosan sih. Satu pemberitahuan resmi pada chapter 1 yaitu semuanya Sasuke POV. Habis, aku dengan Sasuke kan sepikiran (Plakk! Dijitak Sasuke).
Yah, mungkin aku lebih baik berhenti bicara dulu nanti saja melanjutkannya. Kita langsung saja baca ceritaku yang gaje ini.
.
,
Title: Tuan Muda Uchiha
, , ,
Bagian Satu :Kau yang Amat Ku Benci.
,
.
Aku sedang berjalan di pinggiran pantai. Deburan ombak menyentuh kakiku yang berpasir. Akibatnya aku jadi terbawa suasana. Aku mengingat kembali wajah seseorang dalam kepalaku. Seseorang yang tak mampu memberiku semangat dan kebahagiaan lagi karena dia telah pergi jauh.
Aku paham kenapa dia pergi. Pasti ingin menyuruhku mandiri dan mampu menghargai hidup. Bagiku kepergiaannya hampir sama seperti ombak yang akan menyentuh kakiku hanya untuk sesaat lalu pergi kembali menjauhiku.
"Tu-tuan jangan melamun." Ucap seseorang di hadapanku gugup sambil melambaikan tangannya tepat di depan wajahku membuat kenangan yang terlintas di pikiranku buyar. Aku memandang gadis yang ada di depanku dengan tatapan kesal. 'Mau apa dia menggangguku?'
"Maaf aku mengganggu. Aku hanya ingin memberitahu kalau tuan dipanggil tuan besar."
Aku hanya mendengarkan perkataan singkat gadis itu lalu pergi meninggalkan dia sendirian. Aku tahu itu terlihat kejam, tapi aku memang tidak suka dengan gadis itu. Karena bagiku dia adalah salah satu penyebab orang itu pergi jauh dariku.
Aku membuka pintu depan dengan kasar dan menatap seisinya dengan lepas. Tak ada siapapun. 'Kenapa si Tuan Besar itu memanggilku?' Aku jadi kesal karenanya. Kalau seperti ini lebih baik aku tadi tidak usah berniat menemuinya. Aku terus melangkah sambil sesekali melihat ke dalam ruangan lain. Mungkin saja ayahku ada di sana. Ya, tuan besar yang dimaksud gadis tadi adalah ayahku.
Bukan hal yang mengejutkan kalau ayahku dipanggil dengan sebutan Tuan Besar, karena aku saja dipanggil Tuan Muda oleh gadis itu padahal umur kami hanya beda satu tahun. Bukan aku yang sudah seperti paman – paman sehingga pantas dipanggil tuan olehnya. Namun, itu hanya karena dia adalah pelayan di rumah ini. Rumah ayahku, dan kelak akan menjadi warisan untukku.
Pelayan itulah pekerjaannya. Sebenarnya dia adalah teman untukku semenjak orang itu meninggal. Orang yang harusnya dipanggil Nyonya Besar olehnya. Orang itu adalah ibuku. Ibu yang sangat kusayangi. Dan karena itu aku tak pernah mau berpisah dengannya. Aku menyayanginya. Aku benar – benar sayang ibuku. Namun, takdir telah memisahkan kami.
Ibuku mengalami kecelakaan bersama ayah. Namun, ayah masih selamat sementara itu ibu . . . .
Hal itu terjadi saat aku ditinggalkan bersama dengan gadis itu. Yah, awalnya gadis itu hanya datang ke rumahku sebagai penjagaku sekaligus sebagai temanku jika ibu dan ayah pergi. Aku tak merasakan firasat apapun ketika ibu pergi. Yang kurasakan hanya senang karena ada gadis itu bersamaku. Aku baru sadar ketika ayah menangis sambil menatapku.
Saat itu semua terjadi aku masih kelas 2 SD. Dan sekarang aku sudah SMA. Umurku saja kira – kira saat itu masih 7 tahun dan sekarang aku sudah hampir 17 tahun. Aku memutuskan berhenti memikirkan semua itu. Aku kembali mencari ayahku. 'Dimanakah dia?'
"Ayah!" Aku memanggilnya dengan kuat. Namun, tak ada jawaban. Lalu, berdirilah gadis itu di hadapanku seraya menundukkan wajahnya. 'Mau apa lagi dia?' gumamku dengan kesal. Ku dengar dia bicara dengan nada kecewa dan gemetar, "Tu-tuan Besar tadi pergi naik mobil ke kota besar untuk menemui orang penting."
Aku menghela nafas panjang lalu aku memalingkan pandanganku menjauhi gadis itu kemudian berjalan tanpa tujuan. Semenjak ibuku meninggal aku belum pernah bicara akrab dengan gadis itu lagi. Aku yakin dia tidak suka dengan perlakuanku yang kasar padanya hanya saja dia mencoba bertahan karena kedatangannya di sini adalah perintah ibuku kepada ayahku sebelum ia menghadap sang pencipta.
Aku mengambil tasku lalu melirik jam tanganku yang berwarna biru dengan sedikit corak berwarna putih. Aku suka perpaduan warna itu. Aku tersenyum kecil karena aku ingat ada temanku yang akan mengajakku Double Date nanti.
Aku berjalan keluar rumah dan menuju garasi. Aku melirik motorku dan dengan kencang aku melaju pergi meninggalkan rumah itu dan gadis itu sendirian. Aku tahu ia akan sedih karena ditinggal sendiri di rumah, namun kesedihannya bukan apa – apa bagiku di bandingkan dengan kesedihanku ditinggal ibuku.
Aku melihat antrian panjang di depan. 'Ada apa itu?' pikirku dengan kesal. Aku terpaksa memelankan laju motor yang hampir mencapai 100 km/jam (gak ditilang polisi tuh?). Aku melihat dengan lebih jelas lagi. Oh tidak, ada kecelakaan di depan. Aku takut melihatnya. Bahkan sekalipun jika itu sebuah ketidaksengajaan melihatnya. Aku tidak mau mengingat detik – detik saat ibu meninggalkanku. Oleh karena itu aku memutar laju motorku padahal itu adalah jalan satu arah.
Aku tahu apa resikonya. Namun, dengan pakaian pelajar yang masih kupakai karena malas ganti baju ini pasti hukuman dari polisi akan lebih ringan. Itu pun jika aku bertemu dengan polisi. Aku terus memusatkan perhatian kepada jalanan yang kulintasi. Mungkinkah ada temanku di sana. Dan tebak apa yang kulihat.
Itu temanku. Yang berambut warna kuning, dengan goresan tipis di pipi, dan terlihat heboh sendiri sedang berdiri di samping motornya dengan tangan yang dikecakkan di pinggang. Ia sedang berbincang dengan dua gadis cantik dan seksi di dekatnya. Yang satu berambut panjang pirang sepinggang berpakaian seksi dengan baju ketat berwarna ungu yang tidak menutupi perutnya dan celana yang panjangnya hanya selutut sehingga memperlihatkan betisnya yang aduh, duh, duh, Author kalah deh.
Sementara yang satunya berambut berwarna soft pink yang manis. Wajahnya cantik, badannya juga tidak kalah dari temannya yang blonde itu. Bajunya yang berwarna merah tidak berlengan memperlihatkan bahunya yang putih dan licin itu. Selain itu dia memakai rok yang mekar dan hanya setinggi pahanya. Jika saja ada angin pasti roknya itu wahhh! Tentunya sudah melayang dan memperlihatkan apa yang ada dibalik rok pendeknya itu.
Aku dengan segera menghentikan motorku dan memarkirkannya di samping motor temanku. Aku yakin dia tahu itu aku. Dengan senyum aku menyapanya, "Hai Naruto!"
Dia dengan semangat seperti biasa balas menyapa salamku, "Hai Sasuke! Kenapa terlambat?" Aku tahu dia akan bertanya seperti itu. Oleh karena itu aku hanya membalas dengan senyum dahulu kemudian berkata, "Seperti biasa, aku harus mengantar ayahku sampai ia pergi."
Mereka yang ada di sana hanya merespon dengan senyum yang seakan – akan akrab denganku. Aku belum pernah bercerita tentang gadis pelayan yang ada di rumahku. Karena aku dengan gadis itu satu universitas. Kalau ketahuan dia ada di rumahku sebagai pelayan apa kata temanku nantinya? Huh, untung saja aku dengan gadis itu tidak sekelas. Ternyata aku masih memiliki keberuntungan di dunia ini.
"Sasuke, kenalkan yang ini namanya Ino dan yang ini namanya Sakura." Ujar Naruto sambil menunjuk Ino dan Sakura secara bergantian. Aku mengangguk. Lalu, Naruto mengajakku pergi dengan yang berambut soft pink lebih jelasnya yang bernama Sakura. Tentu saja aku mau. Untuk apa aku menolak gadis yang seksi. Terpikir olehku untuk menyentuh bahunya atau mengerem secara mendadak supaya badannya dapat menyentuhku tapi entah mengapa aku tidak melakukannya.
Kami sampai di sebuah taman. Sakura mulai merengek meminta - minta. Aku tentu saja menurutinya. Kami kan sedang kencan. Yah, setidaknya anggap saja begitu. Lagipula berdua dengan gadis yang dalam hal keseksian lebih pandai menunjukkannya daripada menutupinya lebih menyenangkan. Aku serasa terbawa sensasi tersendiri ketika dia berdiri lalu mencoba mendekatiku saat ia sedang meminta sesuatu dariku dan hampir membuat jantungku berhenti berdetak.
Aku senang sekali malam ini. Menjadi playboy memang menyenangkan. Aku tak peduli apa kata orang. Tapi, aku suka. Aku suka bisa bebas mendekati semua cewek yang memang sengaja mengajakku untuk tidak berhenti berada di sampingnya, untuk terus ada memanjakannya, sampai akhirnya aku melupakannya.
Naruto masih enggan untuk kembali ke rumahnya. Dia bersama dengan gadis yang bernama Ino itu. Mereka masih asyik bermain di bianglala. Sebenarnya aku pun begitu. Namun, waktu terus bergerak dan membuatku tersadar akan suatu hal.
Sekitar jam setengah sembilan malam aku sadar kalau aku harus segera pulang. Memang aku sedikit mabuk namun kurasa tak masalah kalau hanya mengendarai motorku. Sebelum pulang ke rumahku, aku harus mengantar Sakura pulang ke apartemennya. Aku tahu kewajibanku sebagai seorang laki-laki walau kadang aku terkesan tidak pernah peduli dengan itu.
Aku masih berada dalam kondisi mabuk karena terlalu banyak minum. Enak memang, tapi efeknya ternyata berat juga ya. Bahkan karena itu aku tak bisa merasakan hangatnya tubuh Sakura ketika dia melingkarkan tangannya padaku. Atau pun saat dia hampir tidur di punggungku. Dan itu terjadi sampai aku berhenti di depan apartemennya.
"Terima kasih Sasuke." ujar Sakura sambil mencoba mencium pipiku namun aku menghindarinya. Aku memang hobi membuat orang lain kecewa. Namun, itu semua karena kau meninggalkanku, ibu. Aku menatap Sakura yang hanya tersenyum kecut lalu masuk ke dalam apartemennya dan memberiku kiss bye khusus darinya.
Aku hanya tersenyum kemudian kembali memasang helm-ku dan melaju. Aku melaju dengan mengebu – gebu. Pasti ayah maupun kakak belum ada yang di rumah. Yang ada paling juga cuma gadis pelayan itu yang sedang memasak atau mungkin sedang ketiduran di sofa karena menunggu kami kembali. 'Percuma' ledekku dalam hati. Maksudku adalah percuma menungguku, kakakku, ataupun ayahku. Tak ada yang langsung makan ketika pulang ke rumah.
"Aku pulang." Ujarku dengan dingin. Aku sudah terlalu biasa mengucapkan hal itu jika kembali ke rumah. Karena itu aku selalu menyebutnya meskipun aku tidak mau. Karena bukan ibuku yang akan menjawabnya.
"Eh, Tu-tuan! Silahkan masuk, makanan sudah kusiapkan. Tuan Besar dan Tuan Muda Itachi sudah makan tadi. Tinggal Tuan yang belum makan." Ujar gadis pelayan itu dengan wajah panik. Aku yakin dia sudah lama menungguku di ruang tengah. Tapi, apa peduliku?
"Aku tidak lapar." Ucapku dengan kasar. Pengaruh mabuk benar – benar buruk. Sampai – sampai aku bicara dengan gadis lelet ini. Aku ingin membanting pintu sebenarnya, namun tenagaku sulit dikendalikan. Bukankah tadi katanya ayah dan kakak sudah pulang? Kalau begitu aku sebaiknya segera ke kamar dan tidur supaya aku bisa menghilangkan efek mabuk ini.
.
.
To be continued
.
.
.
.
Rin : "Hueh, Sasuke maafkan aku. Kamu jadi terlihat kasar ya?"
Sasuke : "Enak saja minta maaf, memangnya atas dasar apa kamu bikin aku kasar sampai segitunya? Mana aku dibikin genit gitu. Yang genit kan si pertapa itu!"
Rin : "Maaf, maaf!" nangis Bombay.
Sasuke : "Judulnya saja murahan gitu. Gak ada romantis – romantisnya."
Rin : gak bisa ngomong lagi.
Hinata : "Rin, bisa bicara sebentar?"
Rin : mendekati Hinata
Hinata : "Kenapa aku dibuat sebagai pelayan?" sweatdrop
Rin : "Aduh, maaf deh. Habis aku bingung. Pekerjaan yang cocok dengan sifatmu itu apa?"
Hinata : "Maksudmu sifat yang seperti aku ini cocoknya jadi pelayan ya?" super sweatdrop.
Rin : "Bu-bukan gitu, hanya saja kalau kamu jadi atasan dan Sasuke jadi bawahan aku bingung bikin alur ceritanya."
Hinata : "Maksudmu dibandingkan Sasuke, aku tidak cocok jadi atasan?" super duper sweatdrop.
Rin : "Aduh, SASUKE!"
Sasuke : "Kenapa?"
Rin : "Tolong hibur Hinata ya!" kabur meninggalkan Sasuke dengan Hinata.
Sasuke : "Woi Author gak bertanggung jawab!"
~Rin POV~
Karena Aku sebagai Author banyak kesalahan mohon dimaafkan ya. Tolong para readers semua kirimkan kritik, saran, atau apa pun deh suka – suka kalian mau ngomong apa sama aku! Flame juga gak apa – apa kok.
(Break)
Oh iya, aku bikin Poll nih. Tolong dilihat melaui profilku lalu dibaca poll-nya tuh kemudian tentukan jawaban yang readers sukai. Aku butuh ide dari kalian semua. Ku tunggu.
(Kembali ke cerita)
.
I love everyone, because everyone is friends for me
.
,
.
RnR please
