Yunjae fanfiction

Teasing Mr Jung

Remake from novel Minx Malone

Genre : Romance, Drama

Desclaimer : THE GOD, THEMSELVES, THEY PARENT'S, CASSIE, SM Ent and Story by Minx Malone

Warning : GS!Naughty!Jae, EYD Kurang Baku, Typos, DLDR, OOC

Rate : M

Chapter 1

Jaga tanganmu dan kau akan baik-baik saja."

Jung Yunho menaiki tangga menuju lantai dua sebuah townhouse tua dan menghentakkan lapisan salju dari sepatu botnya. Musim dingin di Seoul biasanya ringan, tapi seakan alam tahun ini tampaknya mengalami PMS. Hujan salju selama tiga hari terakhir dan sepertinya akan terus berlanjut. Dia tidak biasanya begitu senang bisa keluar dari rumahnya meskipun dia tahu malam ini akan nyaris mendekati penyiksaan erotis.

"Apa pun lebih baik asalkan tidak terjebak di rumah menonton reality TV." Demam kabin adalah seperti penyakit. Dia tak tahan makan ereal terus atau menonton sekali lagi siaran ulang Variety Show tanpa kehilangan kewarasannya. Dia menepuk sakunya, merasakan gemerisik paket dibungkusan kecil.

Ini kesempatan pertama untuk memberikan hadiah ulang tahun ke-25 bagi Jaejoong karena ia terlalu sibuk akhir pekan lalu. Terlalu sibuk adalah alasan agar ia bisa menjauh darinya.

Melihat Jaejoong selalu membuatnya cukup keras hingga ia bisa membuat lubang melalui celananya, dan ia berjanji pada sahabat baiknya yaitu Changmin bahwa ia akan mengurus adiknya, bukannya tergiur akan tubuhnya.

Mereka menjadi terlalu dekat selama setahun terakhir. Sesuatu yang harus dihentikan ketika tugas Changmin berakhir bulan depan.

"Yang kau lakukan hanyalah melewati makan malam. Jaga tanganmu dan segalanya akan baik-baik saja."

Pintu di depan Yunho terbuka lebar. Kim Jaejoong berdiri di sisi lain mengamati dirinya dengan dengan hati-hati. Hangat, mata bulat dengan bulu mata panjang, menyipit saat ia bersandar di kusen pintu. Rambut tebal hitamnya bergulir dari wajahnya dan jatuh dan bergelombang di sisinya. Dia tampak seperti seorang warrior princess siap untuk melakukan pertempuran.

Yunho mengerang saat tubuhnya segera merespon dengan salut.

"Apa kau masih memakai piyamamu?" Dia mengutuk pelan saat ia melihat Jaejoong dengan ank top ketat dan celana pendek katun terkecil yang pernah dilihatnya.

"Ini adalah pakaian olahragaku, aku sedang melakukan yoga." Dia meletakkan satu tangan di pinggulnya. Atasannya meregang di dadanya dengan cara yang tepat, menekankan sosok mungilnya.

"Aku melihamu saat aku melewati jendela. Aku tak mengira kau akan datang secepat ini."

Dia meringis pada pilihan kata-katanya. Ia hampir saja datang di mana ia berdiri. Celana pendek yang praktis tak senonoh. Ada ber mil mil kulit halus lembut yang terpampang. Kuku Yunho menekan ke dalam telapak tangannya.

Dia bahkan beraroma nikmat. Dia adik Changmin. Jaga tanganmu.

Yunho menarik napas dalam-dalam. Dia membutuhkan lebih dari sekedar mantra yang lemah untuk mengingatkannya siapa yang akan menendang pantatnya jika dia mengacaukan ini.

Apa yang dia butuhkan adalah seember es di dalam celananya dan penutup mata.

"Kenapa kau hanya berdiri di situ bicara pada diri sendiri, sih?"

Jaejoong menggelengkan kepalanya dan meraih lengannya. Dia menariknya di dalam dan menutup pintu di belakangnya.

"Hanya berpikir keras. Aku melakukannya kadang-kadang"

Anehnya Yunho merasa defensif. Mengalami ereksi hebat bisa berefek seperti itu pada seorang pria.

"Apa, berpikir?" Jaejoong tertawa saat Yunho melotot padanya.

"Ha ha, sok tahu. Aku akan ingat itu jika lain kali kau memerlukan bantuanku dengan sesuatu."

Yunho berbalik untuk melihatnya mengunci gerendel, matanya mengamati pada kakinya yang panjang dan telanjang. Dia memakai cat ungu cerah dan memakai sebuah cincin perak kecil di kedua jari terakhir dari kaki kanannya.

Gelombang panas nyaris memaksanya untuk berlutut. Gadis ini bahkan memiliki kaki yang seksi. Untungnya dia tak punya kebiasaan untuk bertelanjang kaki.

Dia berbalik dan menyibukkan diri dengan melepas jaketnya. Dia harus fokus pada sesuatu yang lain atau dia tak akan pernah melewati malam ini.

Sialan Changmin untuk menempatkan dia dalam posisi ini. Itu seperti dia bergabung dengan militer dan bermain sebagai pahlawan di luar negeri. Teman kuliahnya itu adalah tipe pria yang Yunho merasa bangga karena mengenalnya. Changmin telah datang menolongnya berkali-kali hingga ia tak bisa menghitung, dan satu-satunya yang pernah ia minta adalah agar Yunho mengawasi saudara kembarnya Jaejoong selama penugasannya. Dia berharap dia tahu sejak awal betapa sulitnya akan menepati janjinya itu.

Dan betapa sulitnya akan menjaga tanganku sendiri.

"Jadi, seberapa cepat kau bisa bersiap-siap untuk pergi?" Yunho melipat mantelnya di atas lengan sofa. Dia menatap sekeliling tempat itu dengan pandangan ingin tahu. Dia sering mengganti barang-barang, membawa perabotan rumah yang ditemukan di sebuah toko barang bekas atau menambahkan pernak pernik aneh yang ia beli di eBay.

Tempatnya mencerminkan jiwa eklektiknya. Furniture bermotif liar berwarna terang beradu dengan dinding berwarna hijau mint di belakang sofa. Dia membantunya mengecat warna gila itu hanya beberapa bulan yang lalu. Dia bilang dia akan menjadi "energik." Yunho malah berpikir itu tampak seperti bagian dalam dari rumah bermain.

"Yah, aku berpikir mungkin kita bisa tetap tinggal di dalam" Jaejoong menjatuhkan dirinya di sofa dan meringkuk dengan kaki terselip di bawah dirinya.

Dalam posisi itu, atasannya membentang ketat ada bagian payudaranya. Ia bisa melihat tonjolan kecil di mana putingnya menempel pada kain.

Sial.

"Aku tahu kau punya rencana besar bersenang-senang malam ini di kota tapi ... Aku tak tahu. Aku hanya merasa enggan pergi keluar. Apa kau keberatan?"

Yunho berkedip beberapa kali dan kemudian memaksa menjauhkan pandangannya. Dia memandang berkeliling dengan putus asa. Ada video yoga yang diputar di TV dan lampu di meja samping sebelah sofa memancarkan cahaya kuning lembut ke seluruh ruangan. Bau hangat terpancar dari dapur, membuat mulutnya berliur.

"Kau memasak?"

Dia duduk tegak dan melemparkan salah satu bantal berbulu hijau di sofa kearahnya.

"Ya, aku memasak. kau tak perlu terdengar begitu terkejut. aku membuat lasagna dan menyewa beberapa dvd. Kupikir kita bisa melakukan makan malam dan nonton film di sini."

Jaejoong memandanginya penuh harap, jadi Yunho mengangguk. Senyum mengembang di wajah dan hatinya sedikit mempertimbangkan itu. Dia melengos dan menyelipkan tangannya di saku celana. Jika sesuatu yang sederhana seperti tetap tinggal di dalam rumah membuat ekspresi wajahnya seperti itu, ia akan dengan senang hati melakukannya.

Yunho duduk di tepi kursi mungil. Di suatu tempat di dapur ada suara ding lembut dan Jaejoong

melompat berdiri.

"Saatnya bagiku untuk memasukkan lasagna ke dalam oven. Tak butuh waktu yang lama untuk

memanggang. Apa kau ingin bir sementara kita menunggu?"

Tatapannya mengikuti goyangan pinggulnya saat ia bergegas ke dapur.

"Yunho? Halo, sadar Yunho"

Jaejoong berdiri di ambang pintu dapur, melambaikan tangannya bolak-balik seperti pengawas lalu lintas udara.

Dia mendongak, rasa panas membanjiri pipinya saat ia bertemu dengan tatapannya.

"Hah?"

"Bir. kau ingin satu?"

Dia mengucapkan kata-kata itu pelan-pelan. Bagus, sekarang dia piker dirinya adalah seorang idiot.

Dia menelan ludah dan mengangguk bersemangat.

"Tentu. Bir. Benar."

Jaejoong menyipitkan mata ke arahnya sebelum kembali ke dapur. Segera setelah ia diluar pandangan, senyum tegang Yunho langsung jatuh.

Ini adalah tahun pertama Changmin dalam tugasnya dan dia khawatir Jaejoong akan terlalu sering sendirian, terutama pada hari ulang tahun mereka. Orang tua mereka tidak tertarik lagi melakukan perjalanan dari Osaka begitu cepat setelah liburan dan Jaejoong tidak bisa mendapatkan waktu liburan untuk terbang mengunjungi mereka. Yunho tidak lagi punya pacar jadi beban untuk meluangkan sedikit waktu bersama Jaejoong.

Dia telah mengatur makan malam ulang tahun yang benar-benar aman di sebuah restoran umum. Mereka akan makan, menari sedikit dan pulang ke rumah, cerita selesai.

Rencana tersebut tidak termasuk makan malam yang nyaman untuk dua orang, dilanjut menonton film di sofa dengan hanya remote control sebagai pendamping.

Dan itu pasti tidak termasuk menjilatinya dari ujung kepala sampai jari kaki kecilnya yang dicat ungu.

Sial.

"Jadi kuharap kau tak keberatan jika aku menyelesaikan latihan rutinku. Makanan akan siap dalam waktu sekitar satu jam"

Jaejoong kembali dari dapur dan menaruh bir di atas meja sebelah Yunho. Dia bertengger di tepi sofa tunggal, tampak tak nyaman sama sekali. Rambut pirang gelapnya itu berdiri di atas kepalanya seakan dia telah menggerakkan tangannya disana.

"Oh, tentu. Tak ada masalah."

Dia meneguk birnya dan menggosok kedua telapak tangannya. Dia menatap ke segala arah kecuali ke arah Jaejoong.

Jaejoong mengambil remote control dan menyalakan DVD ke mana dia ingin mulai. Bukan berarti dia benar-benar membutuhkan video. Dia sudah berlatih sepanjang minggu bagaimana menggodanya dan berkhayal tentang hal itu selama bertahun-tahun.

Malam ini dia akhirnya akan merayu Yunho. Mereka menjadi semakin dekat daripada sebelumnya sejak Changmin ditugaskan ke luar negeri. Dia tahu kakaknya yang meminta Yunho untuk menemaninya tapi dia tak keberatan sama sekali. Dia adalah seorang wanita dewasa, meskipun kakaknya mungkin berpikir sebaliknya.

Itu ironis, saudara kembar overprotective-nya benar-benar mendorong apa yang dia minati tepat di jalannya. Jika dia punya cara, ia akan mendapatkan lebih banyak hal daripada sekedar kartu ucapan ulang tahun.

" Namaste. Mari kita bernapas dalam-dalam dan meraih langit."

Mengikuti instruksi dari suara melodi pada DVD, Jaejoong mengulurkan tangannya di atas kepalanya, mengetahui tank top-nya akan naik dan mempertunjukkan beberapa inci dari perut.

" Sekarang Angsa Menyelam; menyentuh tanah."

Jaejoong membungkuk perlahan dan menyentuh ujung jarinya ke lantai kayu yang mengkilap. Dia mengintip Yunho dari sudut matanya. Dia memegang bir dengan genggaman yang sangat keras. Mata elangnya menunjukkan kelegaan diantara pipinya yang memerah.

" Raihlah langit lagi. Salam Matahari ."

Jaejoong berbalik sehingga punggungnya menghadap ke arah Yunho. Dengan cara ini Yunho dapat melihat efeknya secara penuh ketika Jaejoong membungkuk. Dia terlihat lebih berlekuk daripada biasanya, beberapa mantan pacarnya telah berkomentar bahwa keindahan dari tubuh bagian belakangnya bisa membuat seorang pria bertekuk lutut.

Dia membungkuk perlahan, berusaha agar kakinya tetap lurus, pantatnya terlihat sangat jelas saat ia menyentuh lantai. Sebuah suara tercekik datang dari belakangnya.

"Kau baik-baik saja Yun?"

Ia berdeham beberapa kali. "Wow. Kau, Eh ... benar-benar lentur."

Dia meluruskan punggungnya sedikit-sedikit sambil mengulurkan tangan ke arah langit-langit lagi.

"Yah, aku melakukan yoga secara teratur dan aku juga joging beberapa kali seminggu."

Dia mengeluarkan suara lembut yang bisa berarti apapun mulai dari "Olah raga itu bagus" sampai "Ayo lepaskan pakaianku."

" Turun ke bawah Menghadap Anjing. Sebarkan ari-jarinya. Tenggelamkan tumitmu ke lantai. "

Jaejoong tersenyum kecil saat ia beralih ke posisi yang disebut Menghadap Anjing. Itu adalah salah satu posisi favoritnya tetapi itu juga bonus tambahan membiarkan dirinya menggoyangkan pantatnya di depan wajah Yunho.

"Tidak keberatan jika aku minta kau memegangiku?"

Jaejoong tersenyum padanya dengan cerah. Mudah-mudahan dia tidak cukup tahu tentang yoga hingga sadar bahwa tidak perlu bantuan orang lain dalam Yoga.

"Tentu, apa yang perlu aku lakukan?" Yunho melompat dan berdiri di sampingnya. Jaejoong mendongak pada saat yang tepat sehingga memergoki Yunho menatap pantatnya lagi.

"Aku mengalami sedikit sakit punggung jadi kurasa aku hanya perlu kau untuk memegangku ketika aku berdiri lagi."

Dia bergerak sedikit lebih dekat dan ragu-ragu menyentuh pinggangnya.

"Di sini?"

Dia berdiri tegak dan kemudian menarik Yunho di belakangnya.

"Tepat di belakangku, sebenarnya. Kita akan melakukan Salam Matahari dan aku butuh sedikit bantuan ketika aku membungkuk."

Benar saja, suara instruktur yang menenangkan mengatakan pada mereka untuk meraih langit lagi. Jaejoong mengulurkan tangannya ke atas, merasakan jari Yunho memegang dengan ragu-ragu di atas kulitnya saat ia bergerak. Dia menoleh ke arahnya dan tersenyum.

"Apakah kau siap?"

Dia mengangguk pelan, seolah-olah dalam keadaan linglung.

"Tidak juga, tapi teruskan saja. Aku tak ingin kau mengalami cedera."

" Sekarang Angsa Menyelam; menyentuh tanah."

Jaejoong membungkuk perlahan, memiringkan pantatnya sehingga ia menekan Yunho dari pinggul sampai ke paha.

"Oh sial ..." gumam Yunho.

Yunho menelan ludah. Dia tidak ragu pasti sekarang Jaejoong sadar persis sebetapa besar dia menginginkannya. Bukti dari itu adalah sesuatu yang saat ini berusaha untuk menyodok melalui celana yoganya. Dia tidak pernah memikirkan olah raga bisa sebegitu sensual sebelumnya, tapi ia tak yakin apakah ia akan sanggup bertahan melewati sesi yoga ini.

Dia melihat di mana pantatnya menempel di pangkal pahanya. Pantatnya penuh dan berbentuk hati, lebih dari cukup untuk mengisi tangannya sesuai dengan yang dia suka. Jari-jarinya tertekuk di pinggangnya dan Jaejoong mengeluarkan suara lembut.

"Apakah kau baik-baik saja? Apakah kau memerlukan bantuan untuk bangun?"

Yunho berharap dia tidak mencengkeramnya terlalu keras saat ia berada di tengah-tengah fantasinya. Dia seharusnya membantu Jaejoong dengan peregangannya, bukannya membayangkan dirinya berbaring di atas tubuhnya.

"Aku baik-baik saja. Aku hanya mengalami kram di kaki." Jaejoong duduk di lantai dengan tiba-

tiba.

"Nah, setidaknya aku punya sedikit pengalaman tentang kram. Aku biasanya mengalaminya ketika aku bermain football. Coba aku lihat."

Yunho berlutut di sampingnya dan membantu meregangkan kakinya agar lurus.

"Berbaringlah dan biarkan aku memijatnya."

Segera setelah dia berbaring di punggungnya, Yunho segera menyadari bahwa ini adalah ide yang sangat bodoh. Dia seharusnya menatap punggungnya ketika ia memijat pahanya sehingga dia tidak bisa melihat dia terangsang.

Benar .

Yah, jika ia melakukan hal ini dengan hati-hati mungkin dia tidak akan tahu. Ia bisa menahan kakinya dan meregangankannya keluar tanpa dia sekilas melihat tongkat lompat galah ukuran Olimpiade di celananya.

Jaejoong sedikit terkejut ketika Yunho mengangkat kaki kanannya dan meletakkan di bahunya. Dia mendongak, dan pandangan mereka bertemu dan tertahan di sana. Untuk waktu yang lama, Yunho bertanya-tanya apakah mereka membayangkan hal yang sama yaitu: Dia memegang kakinya saat mereka berdua telanjang.

"Aku hanya akan memberikan sedikit tekanan dan kau bisa menekan balik kearahku."

Ia mencondongkan tubuhnya ke depan, memaksa pahanya untuk menekan ke dadanya.

"Itu saja. tidak terlalu banyak tekanan, kan? Bagaimana rasanya?"

Bagaimana rasanya? kau menyukai itu sayang?

"Sial."

Yunho menutup matanya ketika gambaran erotis bermain lagi dalam pikirannya. Dia membukanya lagi dan melihat Jaejoong mengawasinya. Jaejoong mengangkat tangannya dan dengan lembut mengelus rambut Yunho. Suara ding keras datang dari arah dapur dan Jaejoong pun tersentak. Yunho melepas kakinya dan mundur kebelakang, terkejut pada apa yang hampir ia lakukan. Beberapa detik terlambat maka jari-jarinya pasti sudah di pinggang celana pendeknya dan akan menariknya ke samping. Beberapa detik setelah itu, ia pasti telah memijat dirinya dari dalam tepat di tengah-tengah ruang tamunya.

"Kau harus pergi mengurus makanannya, Jaejoong."

Dia menjauh darinya dan mengusap wajahnya. Dia tampak terluka untuk beberapa detik sebelum kemudian duduk tegak.

"Maaf. Aku hanya sedang bad mood hari ini. Aku tak bermaksud untuk membawanya keluar padamu princess ."

Ia membungkuk dan mencium ringan di dahinya sebelum kemudian duduk di sofa.

"Tidak masalah. Terima kasih telah merawat kakiku."

Dia bangkit dengan gerakan anggun dan berjalan ke arah DVD player. Layar menjadi gelap untuk beberapa saat sebelum tulisan

" An Affair to Remember " berguling di layar TV.

"Kau akan menyiksaku dengan film chick flick sekarang? Bukanlah itu sesuatu yang hanya cewek lakukan untuk pacar-pacar mereka?"

Jaejoong menoleh dan menjulurkan lidahnya keluar.

"Kau hampir bisa dibilang pacarku juga. Kau membawaku keluar untuk makan malam, kau memperbaiki sesuatu ketika rusak dan kau orangnya yang aku panggil ketika aku melihat binatang kecil. Satu-satunya hal yang tidak kau lakukan adalah ..."

Dia dengan cepat memalingkan muka. Pipinya berubah menjadi merah muda.

"Aku akan pergi mengambil makanannya sekarang."

Dia bergegas pergi ke dapur. Satu-satunya hal yang tidak kau lakukan adalah bercinta denganku .

Pikiran itu menggantung di udara sama jelasnya seolah-olah Jaejoong mengucapkannya dengan keras. Yunho menjatuhkan kepala ke tangannya dan mendesah. Dia benar-benar berharap Jaejoong tidak dalam suasana hati yang cerewet. Karena jika pembicaraan mereka kembali urusan tugas seorang pacar, ia takut ia akan memberinya demonstrasi apa yang sebenarnya bisa dia lakukan terhadap dirinya.

Jaejoong menarik roti dari oven dan menaruhnya dengan hati-hati di atas kompor. Dia memandang anggur yang belum dibuka dan lasagna yang sudah ia atur di piring terbaik. Semuanya sudah siap - kecuali kepercayaan dirinya.

Kumpulkan semua kepercayaan dirimu. Sudah saatnya untuk mendapatkan apa yang kau inginkan.

"kau perlu bantuan?"

Suara Yunho melayang masuk dari ruang tamu. Tentu saja big boy. Lepas saja pakaianmu untukku. Ini akan menghemat waktu nanti.

"Tidak, terima kasih. Aku bisa sendiri"

Jaejoong tertawa dan mengembuskan napas, memutar kepalanya dari satu sisi ke sisi. Dia sudah mendapat kram kaki dan mengatakan sesuatu yang tolol dengan memanggil Yunho sebagai pacarnya. Menjadi penggoda ternyata adalah pekerjaan yang sulit. Terutama ketika ia bahkan tak yakin apakah itu berhasil.

Apapun hasilnya, aku harus menjalaninya. Ketegangan seksual yang belum terselesaikan di antara mereka sudah berlangsung terlalu lama. Sejak tahun pertama di perguruan tinggi ketika dia masuk ke kamar asrama Changmin dan bertatap muka dengan Yunho yang sedang bertelanjang dada, Jaejoong sudah tahu.

Dia adalah orangnya.

Yunho mengajarinya dalam bidang kimia, bersorak untuknya pada pertandingan bola voli dan membantu Changmin mengintimidasi mantan pacarnya. Dia selalu ada di sana bersama saudara kembarnya sebagai pendukung terbesarnya atau bahu untuk menangis, tergantung yang mana paling ia dibutuhkan.

Saat itu Jaejoong tak tahu bahwa ia jatuh cinta padanya.

Jaejoong mengambil dua piring lasagna dan membawanya keluar ke meja ruang tamu. Yunho langsung duduk tegak ketika ia mendekat, memberi ruang gerak padanya untuk manuver.

Yunho tak mau beradu pandang dengannya namun tatapannya tertuju berlama-lama pada tonjolan payudaranya ketika ia membungkuk untuk menempatkan makanan di atas meja.

Bagus.

Sekarang Jaejoong hanya perlu membuat Yunho menjadi rileks. Jauh lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Setelah sesi penyiksaan yoga-nya, pria malang ini digantung lebih ketat dibanding jemuran milik neneknya.

Dia bergegas kembali ke dapur dan meraih keranjang roti dan botol anggur. Itu tidak meninggalkan banyak ruang baginya untuk memegang dua gelas anggur kosong tapi dia berhasil membawanya ke atas lengannya.

Sedetik kemudian, ia menaruh semuanya di meja ruang tamu dengan suara dentingan yang khas.

"Jaejoong, yang harus kau lakukan hanyalah minta bantuan." Yunho terdengar agak geli. Jaejoong

mengernyitkan hidung padanya. Yunho memperlakukan dia seperti sahabat tapi juga adik perempuan yang menjengkelkan. Sesuatu yang ia harap akan berubah akhir pekan ini.

"Tidak apa-apa. Aku sudah selesai semua. Wine?" Jaejoong sudah menuangkan dua gelas sebelum Yunho sempat menjawab dan ia langsung meneguk cukup banyak wine miliknya.

Jaejoong gugup sekali dan tatapan waspada di wajah Yunho tidak membantu keadaan sama sekali.

Mereka menetap di sofa dan mengambil piring mereka, keheningan di antara mereka nyaman. Dia mencintai ketika mereka hanya menghabiskan waktu santai bersama-sama seperti ini. Yunho tidak perlu mengisi keheningan dengan obrolan berarti. Malam hanya terjadi beberapa momen canggung, seperti ketika ia memergoki Yunho menatap mulutnya sambil makan. Ia menjilat garpunya dan mata Yunhopun melebar.

Setelah kejadian itu, Yunho tidak berani memandangnya lagi. Yunho makan lasagna dengan apresiasi yang hangat. Menyenangkan untuk melihat dia menikmati sesuatu yang ia masak. Ia merasa kurang sering memanjakan dirinya.

Ketika Yunho selesai, dia menurunkan piringnya dan menggeliat, mengistirahatkan tangannya di belakang sofa.

"Itu bagus. Aku sudah lama sekali tidak makan lasagna rumahan."

Jaejoong mengirim pandangan licik padanya.

"Tidakkah dia-siapa-namanya pernah memasak untukmu?"

Ia tak bisa menahan nada mencemooh dalam suaranya. Pacar terakhir Yunho telah menjadi perempuan menyebalkan paling bonafide.

Yunho tidak menjawab langsung, tapi sudut-sudut bibirnya terangkat.

"Aku menolak menjawab untuk yang satu ini. aku tahu lebih baik daripada mempersalahkan diri sendiri."

"Uh huh. Aku akan mengartikan itu sebagai jawaban tidak"

Jaejoong menyingkirkan piring mereka dan kemudian mengisi ulang kedua gelas anggur mereka. Film di layar telah berakhir dan kredit title sudah bergulir. Dia begitu terfokus pada paha Yunho yang menggesek pada pahanya hingga ia hampir tidak menaruh perhatian pada plot ceritanya.

Ketika ia mencondongkan badannya untuk menaruh gelas anggur di meja di sisi sampingnya, lengan mereka tersentuhan. Yunho menegang tapi tidak bergerak. Ketika ia berbalik untuk memandangnya, wajah mereka begitu dekat hingga mereka hampir berciuman.

Sekarang atau tak pernah sama sekali. Lakukan saja sesuatu. Jaejoong lebih mendekat dan menyentuh bibirnya pada bibirnya. Yunho terdiam, matanya yang gelap berubah menjadi lembut dan seperti mengantuk saat ia memandang dirinya dari bawah bulu matanya.

"Jaejoong? Apa yang kau lakukan?" Bisiknya.

Dia mencondongkan tubuhnya ke depan dan menangkap bibirnya dengan ciuman lembut lagi sebelum menggigit bibir bawahnya dengan lembut.

"Aku menciummu."

Lalu ia mengayunkan akinya dan duduk di pangkuannya. Mulut mereka bergabung dalam ciuman begitu dalam dan basah hingga Jaejoong lupa segala di sekelilingnya. Yunho meneroboskan tangan ke rambutnya dan memantapkan posisinya saat ia mengambil alih inisiatif ciuman, gigitan kecil terasa sakit saat ia mencengkeram rambutnya benar-benar merangsang. Dia menjilat ke dalam mulutnya dan mengisap bibir bawahnya dengan lembut. Jaejoong mendesah lembut saat ia menekan terhadap ereksi miliknya yang mengesankan. Kemana dia telah sembunyikan selama ini?

"Wah, tunggu dulu."

Yunho beringsut mundur tiba-tiba dan memindahkan tubuh Jaejoong dengan tidak terlalu lembut pada sofa di sampingnya.

"Ada apa? Kenapa kau berhenti?"

Jaejoong menarik lutut ke dadanya, tiba-tiba merasa sangat rentan. Ketika Yunho berpaling padanya dengan rasa bersalah terlihat di mata, Jaejoong merasa lebih buruk lagi.

"Oh, aku mengerti. Aku bukan tipemu atau apa pun"

Jaejoong menahan keinginannya untuk menunjuk pada ereksi yang terus-menerus. Dia sangat paham bahwa seorang pria bisa menjadi terangsang bahkan oleh seorang wanita yang tidak begitu mereka sukai.

"Bukan karena itu Jaejoong. Kau sangat cantik. Kau adalah tipe semua pria. Tapi ini bukan ide yang bagus. Untuk banyak alasan "

Yunho menggerakkan tangannya di atas rambutnya sampai ujungnya berdiri acak-acakan.

"Kau seperti adik perempuanku, demi Tuhan."

"Aku bukan adikmu."

Jaejoong memandang gelas-elas anggur setengah kosong di atas meja, menonton jalan cahaya lampu bersinar di tepian kaca. Sesuatu yang lebih baik daripada melihat ke mata Yunho saat ia menemukan cara untuk membiarkan dirinya turun dengan mudah. Dia punya harga diri lebih dari itu.

"Kau tahu apa yang aku maksudkan. Dengar, aku mungkin harus pergi"

Yunho menunjukkan maksudnya dengan pergi ke jendela untuk melihat keluar. Jaejoong menyaksikan hujan salju yang stabil dari tempat duduknya di sofa. Perutnya melilit. Dia benar-benar harus segera pergi atau menghadapi risiko terjebak dalam badai salju. Ulang tahun ternyata begini hasilnya. Sedikit anggur, sebuah film lama dan ... satu penolakan besar. Rencananya untuk merayu telah gagal total. Lebih buruk lagi, sekarang mereka akan bersikap canggung terhadap satu sama lain.

"Yah, terima kasih telah datang jadi aku tak harus merayakannya sendirian."

Dia mencoba untuk tidak membiarkan kekecewaannya muncul melalui suaranya. Itu bukan salah Yunho bahwa dirinya mengharapkan sesuatu yang lebih pada malam ini.

"Aku hanya akan menggunakan kamar mandimu sebelum aku pergi. Kelihatannya aku akan menyetir pulang dengan lambat menuju rumah"

Yunho memamerkan seringai cepat sebelum merunduk ke bawah lorong. Jaejoong membawa gelas anggur mereka ke dapur dan memasukkan ke mesin cuci piring sebelum kembali lagi untuk duduk di sofa. Ia membungkuk dan mengintip di pintu kamar mandi, mencatat bahwa cahaya di dalam masih tetap menyala.

Sepuluh menit berlalu sebelum ia bangkit dan berdiri di depan pintunya.

"Apa yang sebenarnya dia lakukan di sana?" Gumamnya.

Dia hampir mengetuk sebelum menyadari akan potensi rasa malu yang ia hadapi.

Dia berjalan mondar-mandir beberapa kali sebelum memutuskan untuk berganti pakaian sambil menunggu. Usahanya memakai sesuatu yang seksi ternyata tidak berhasil. Ia mungkin akan lebih merasa nyaman dengan celana olahraga favoritnya.

Pintu kamarnya terbuka sedikit, jadi ia mendorongnya terbuka. Pintu yang menghubungkan kamar mandi dengan kamar tidur terbuka lebar dan cahaya terang lampu neon tumpah ke dalam ruangan.

"Aku tak ingat meninggalkan pintunya terbuka..."

Dia berhenti bicara di tengah kalimat. Yunho berada di dalam kamarnya. Berdiri di samping tempat tidurnya.

Memegang vibrator berwarna pink miliknya.

New Story karya Minx Malone yang sangat singkat. Kalo ga two shot ya tri shot.

Saya ambil cerita ini karena saya suka banget sama Naughty Jae! Hehe

Semoga suka sama cerita ini, dan untuk chap selanjutnya bakal ada NC-nya. Jadi yang tidak suka atau belum cukup umur diharapkan tidak usah membaca #NahLoh

Terimakasih semuaa… jangan lupa kasih tanda di kolom Review yaa…