"If there's a book that you want to read, but it hasn't been written yet, then you must write it~" Toni Morrison.
Krn kutipan itulah one-shot collections ini dibuat. Sebenernya, kumpulan crossover seperti ini bertebaran di fandom IY luar, tp belum ada yg bhs. Indonesia. So, I made it.
Panjang per-chapter crossover ini bervariasi,. Kagome akan jd center, tp, di setiap bab bisa pairing or no pairing. Gak cuma dr animanga, buku, film, serial tv, games juga termasuk in my list for the next chapters.
Well, I'll stop my ramblings. I hope you enjoy it as much as I'm writing it.
Disclaimer: I own nothing.
Series: IY/DeathNote.
Pairing: KagomexL.
Prompt: Let's Make One.
"Kau menangis," sebuah pernyataan yang tak membutuhkan jawaban keluar dari mulut pria itu. Suaranya memang datar, tapi ada sedikit ketakjuban yang merembes di sana.
Kagome hanya menoleh sepintas sebelum mendorong pipi kiri L yang wajahnya hanya beberapa jengkal darinya agar kembali menatap tv dan bukan menatapnya yang sedang menangis karena rasa haru.
Wanita berumur 20 tahun itu mengusap kedua pipi dengan ujung lengan sweater biru mudanya yang panjang. Ia bergegas mengambil tissue di atas meja untuk menyeka ujung hidungnya yang ikut basah. Kemudian, kedua tangan miko itu memeluk kakinya yang tertekuk ke atas sebelum kembali bersandar di sudut sofa.
Sang detektif yang duduk berjongkok di tengah sofa berwarna putih itu segera menatap layar TV LED 40 inci dengan wajah tanpa ekspresinya. Musik latar yang sederhana berpadu dengan senandung merdu sang vokalis pria, menghasilkan senandung indah nan megah yang membahana dari speaker-speaker di sudut ruangan. Keduanya menjadi satu harmoni yang menggerakkan perasaan, membuat adegan yang disajikan di dalam film itu terasa lebih manis dan menggetarkan hati setiap orang yang menonton dengan kebahagiaan. L meraih remote yang tergeletak di atas meja, menekan tombol rewind, lalu berhenti tepat di adegan yang membuat gadis di sampingnya menangis.
"Kenapa kau..." Pertanyaan Kagome tak terselesaikan, pria yang ditatapnya memasang wajah serius kala menyaksikan ulang adegan yang diputar.
Remote telah kembali ke tempat semula, lengan kiri sang detektif bertumpu di atas kedua lututnya dan siku kanannya bertopang di atas tangan kirinya. Tangan kanan pria itu sibuk memutar permen lollipop yang ada di dalam mulutnya. L tak mengindahkan perhatian Kagome padanya, matanya terus menatap tv selagi ia bertahan di posisi favoritnya.
Dan pada akhirnya, Kagome pun kembali menatap layar dan dengan segera larut dalam adegan yang membangkitkan naluri alaminya sebagai seorang wanita. Ribuan bangau mengantarkan bayi-bayi menggemaskan yang hanya dibungkus oleh selimut ke rumah-rumah tertentu. Kedatangan hewan berwarna putih itu disambut oleh tiap pasangan dengan penuh sukacita.
Pasangan-pasangan itu segera merengkuh tubuh mungil tak berdosa itu dengan penuh cinta. Senyum murni si bayi yang dihimpit oleh kedua orang tuanya merekah. Potongan-potongan adegan berikutnya beralih dengan cepat. Dalam sepuluh detik kemudian, warna kulit, rambut, ras si bayi dan kedua orang tua yang mendekapnya berganti-ganti. Namun semuanya menyampaikan satu pesan, cinta paling sejati yang ada di dunia. Cinta kedua orang tua untuk sang buah hati.
Lagi-lagi air mata menetes ke pipinya, kali ini Kagome tertawa kecil. Setelah film telah sampai ke bagian credit, gadis itu bertanya. "Apakah kau puas membuatku kembali menangis?"
Detektif itu hanya balik menatapnya.
"Sekarang, ayo kita-"
L memotong perkataan gadis itu cepat-cepat, dengan wajah datarnya ia berucap. "Aku tidak menyangka film animasi tentang bangau pengantar bayi bisa membuatmu menangis."
Disertai senyum jenaka, Kagome berkilah. "Dan aku tidak menduga kau mau menemaniku menonton film itu."
Untuk sesaat, L pun menanyakan hal yang sama pada dirinya. Sejak kapan ia bisa menyia-nyiakan waktu untuk bersantai dan menonton film seperti ini? Oh, iya, tentu saja dia tahu. Sejak gadis yang berprofesi sebagai miko di kuil itu membantunya memecahkan kasus tidak masuk akal yang beberapa waktu lalu mengguncang tak hanya wilayah Kanto atau Jepang, tapi juga dunia.
Kasus aneh itu memang terpecahkan, sang pelaku yang hanya murid sekolah itu tertangkap. Namun, masih ada satu misteri yang mengganggunya yang belum terkuak. Misteri yang berat oleh emosi yang baru-baru ini disadarinya. Misteri itu adalah segala hal yang berhubungan dengan gadis yang kini duduk di sebelahnya.
Satu, dua, hingga puluhan detik berlalu. Hingga iris kelabu itu mengerjap beberapa kali pun belum juga ada tanggapan dari sang detektif. Sudah terbiasa dengan sifat sahabatnya yang sering tenggelam dalam pikirannya sendiri, Kagome melanjutkan. "Lagipula, tidak ada yang salah dengan menangis. Karena film itu berakhir dengan sangat indah." Senyum merangkak secara perlahan di wajah gadis itu dan tak menghilang untuk waktu yang lama ketika ia kembali memaku perhatiannya pada layar TV.
Selagi memutar stik lollipopnya dan menatap gerik-gerik gadis itu, sebuah telaah psikoanalitis mendalam tentang penanda sinematografis yang diterangkan secara tertulis oleh seorang filsuf yang lahir di Prancis bagian Selatan tahun 1931 berkelebatan di sel-sel kelabu sang detektif. Filsuf itu membandingkan film dengan tataran proses primer yang ada dalam teori Freud. Intinya, film adalah salah satu cara untuk memberikan kepuasan imaji. Menonton film mirip dengan bermimpi. Kepuasan penonton tidak datang dari subjek yang ada di film itu sendiri, tetapi bersifat narsisistik.
L mencabut lolipop rasa jeruk dari mulutnya, kemudian mengutarakan kesimpulan yang ia dapat secara verbal, "Kau menyukai bayi." Dan mungkin ingin memiliki satu.
Atas keunikan sahabatnya itu, Kagome tertawa kecil. "Tidak ada orang yang tidak menyukai bayi, ya kan?" Ia balik bertanya. "Mereka sangat lucu, imut, manis, menggemaskan, dan kau tahu apa yang paling aku sukai dari mereka?"
'Mereka, jamak, tidak hanya satu.' Analisisnya hanya sedikit meleset, pikir L.
Tak menunggu pria itu menjawab, Kagome menambahkan. "Aku sangat, sangat, sangat, menyukai harum mereka." Dadanya mengembang ketika gadis itu menarik nafas panjang, pandangannya menerawang, kedua tangan yang terpisah di depan dada terkepal karena gemas. Sudah dapat dipastikan Kagome sedang membayangkan menghirup wangi dari bayi-bayi mungil yang ada di pelukannya.
Di beberapa kesempatan, detektif itu memang pernah mendapati Kagome bercengkrama dengan bayi-bayi lucu, di taman, di kereta. Bukan berarti L berada di tempat-tempat umum seperti itu, hanya saja, ia melihat adegan itu dari mata kamera yang diam-diam ia taruh di suatu tempat tersembunyi di benda-benda milik Kagome. Memasang kamera pengintai pada gadis yang diam-diam diincarnya memang membuat moralnya dipertanyakan. Tapi, yang ia lakukan hanyalah memastikan keamanan Kagome. Setidaknya, itu pembenaran yang ia miliki.
Meskipun begitu, dia bukanlah voyeuristic dissorder, ia tidak mengintip waktu-waktu paling pribadi Kagome. Monitor-monitor yang memperlihatkan visual dari kamera-kamera itu segera dimatikan ketika gadis itu sedang berganti baju atau semacamnya. Dan sudah pasti, tidak seperti pengidap voyeuristik sejati, L masih ingin menyentuh Kagome dengan cara yang selama ini hanya ada di fantasinya. Fantasi yang ia sendiri pun jarang mau akui. Dan suatu saat nanti, ketika khayalannya itu menjadi nyata, ia kan memberikan apa yang gadis itu inginkan. Mahluk mungil yang menggemaskan yang mewarisi darahnya, darah mereka berdua. Sudut-sudut bibir L segera terangkat, membentuk senyum teramat tipis sebelum kembali lenyap.
"Tidakkah kau juga menyukai mereka?" Tanya sang miko.
Bukannya menjawab pertanyaan yang diajukan, L malah mengutarakan usulan yang membuat rahang gadis itu jatuh dengan cara yang tidak elegan. "Ayo kita buat satu."
Raut heran Kagome berubah menjadi tawa geli yang lantangnya mengalahkan lagu penutup film yang sedang memenuhi ruangan. "Membuat bayi?!" Ulang Kagome dengan nada penuh canda. Namun, sebuah kesadaran yang tiba-tiba menghentaknya, membuat Kagome tergagap, "Tu-tunggu, apa maksudmu dengan... kita?"
"Tidak ada yang salah dengan apa yang kau dengar."
"Kau tahu, aku menyayangimu L." Sang detektif mengangguk, wajahnya tidak terlalu memberi kesan meyakinkan ketika lagi-lagi ia memasukkan dan memutar lollipop di mulutnya. "A-aku menyayangimu lebih dari..." Kagome menggigit bibir bawahnya sesaat, melepasnya, lalu melanjutkan, "teman."
"Begitu juga aku."
"Benarkah?" Kagome telah lama sadar akan perasaannya pada L, tapi ia tidak menyangka detektif itu pun melihatnya dengan cara yang spesial seperti dirinya. Hell, bila dilihat dari semua keunikan pria itu, ia bahkan menyangka L adalah mahluk aseksual pada awalnya. Jadi, bukan salahnya bila saat ini ia terperanjat.
"Bila itu benar," Kagome berdeham beberapa kali, mengusir keraguan. "Bukankah, seharusnya kau..." L menatapnya dalam-dalam.
Ketika mereka bertukar pandang, benak Kagome penuh perdebatan. Satu suara dan yang lainnya saling mencemooh. 'Mengucapkan kata cinta?' Tanya sebuah suara dengan sinis. 'Melamar dengan cara romantis? Kagome, yang benar saja?' Sahut suara lain dengan sarkastis. Lalu, intonasi kedua suara imajinya itu meninggi secara bersamaan, 'Dia itu L!' Melamar dengan satu lutut menyentuh lantai dan satu kotak cincin di tangan? Jelas-jelas itu bukan cara L.
Perhatian dan kasih sayang pria itu berikan dengan caranya sendiri. Hanya segelintir kecil yang beruntung mendapatkan itu dan, Kagome merasa beruntung termasuk di dalamnya. Gadis itu mengikik kecil, "Lupakan saja," ucap miko itu secara acuh sebelum mendekat pada L, menarik lolipop dari mulut sang detektif, menyentuh halus pipi pria itu, kemudian mengecup bibirnya sepintas lalu.
Setelah Kagome menarik diri, beberapa menit yang berlalu mereka habiskan dengan saling menatap lekat. Kemudian, sang detektif melisankan enam kata yang membuat mata wanita itu kembali berkaca-kaca. "Kau akan jadi ibu yang baik."
Kagome tertawa kecil, dan dengan wajah yang terbakar, ia bertanya, "Bukankah seharusnya menjadi istri yang baik terlebih dahulu?"
Sebagai jawaban, pria itu memberikan ciuman pertamanya yang manis, kikuk, namun lembut dan penuh perasaaan pada sahabat yang beralih status menjadi kekasihnya. Tubuh keduanya masih saling mendekap, tangan mereka saling terkait di leher dan surai satu sama lain, bibir L hanya berjarak satu sentimeter dari bibir Kagome ketika ia menambahkan. "Tentu saja. Secepatnya, Kagome."
End notes: First installment ini semacam prequel dari one-shot crossover IYxDeathNote yang gw posting dengan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia di dua akun yg berbeda beberapa bulan yang lalu.
I made this for my own enjoyment. But, review is an inspirations! So, I'd like to say thanks to anyone who leaves a review.
P.s. menerima saran dan request, as long I know the character.
Next chapter would be: Tadashi Hamada from Big Hero 6
For all reader, minna saiko arigatou.
