Nightmare
Disclaimer © Naruto - Masashi Kishimoto
Pair : Sasuke U. & Sakura H.
Rate M
Genre : Romance & Hurt/Comfort
Warning : Mature Content. Not Childern ! Banyak adegan kekerasan. No Lime/Lemon. Bahasa kasar. School Life.
.
.
.
Don't Like Don't Read
.
.
.
.
.
-Chapter 1-
Threat
.
.
.
.
Nafasnya memburu berat. Keringat dingin menetes membasahi hampir seluruh tubuhnya. Mata emerald-nya menatap sayu ke depan.
Perlahan namun pasti, cairan merah kental berbau amis itu turun membasahi pelipisnya hingga ke dagu dan menetes ke roknya.
Jejak air mata pun masih membekas pada kedua pipinya yang membiru. Di sudut bibir sisi kirinya ada bercak darah. Pertanda jika bibirnya pecah dan sobek.
Duakk
Tendangan telak mengenai wajahnya hingga ia terjungkal ke belakang. Kepalanya terbentur lantai marmer dengan keras. Hidungnya memerah dan kini mengeluarkan daras segar.
"Ini peringatan untukmu, Haruno Sakura."
.
.
.
-o0o-
.
.
.
Konoha International High School tidak akan pernah berjauhan dengan kata Bully. Tentu saja karena di sekolah ini angka kematian siswa akibat bully pun meningkat.
Kebanyakan korban bully akan mengalami gangguan psikologis hingga membuat mentalnya down. Batinnya juga tertekan hingga saat di ambang batasnya. Dimana ia tidak bisa menahan lagi beban berat itu, mereka akan mengakhiri hidup mereka.
Di tahun ini, korban bully yang memilih mengakhiri hidupnya bisa dihitung puluhan. Tidak sedikit pula yang memilih pindah sekolah atau homeschooling. Namun ada pula yang masih bertahan sekolah di KISH, meski sering keluar masuk rumah sakit karena tindak kekerasan entah itu dari seniornya ataupun teman seangkatannya.
Salah satunya yang masih bertahan adalah Haruno Sakura, gadis berambut merah muda sepunggung ini masih kuat bertahan sekolah disana. Meski hampir setiap minggunya ia mengalami kekerasan dan berakhir di rumah sakit.
Ada juga Yamanaka Ino, Sahabat dari Sakura. Gadis itu juga bermasalah dengan kakak senior dan terkena bully berulang kali meski tidak separah Sakura. Alasannya karena Ino menjalin hubungan dengan senior bernama Shimura Sai.
Jika masalah Sakura, ia terlalu banyak di benci senior. Bukan karena ia menjalin hubungan dengan senior ataupun merebut kekasih salah satu senior itu.
Sakura adalah gadis baik-baik. Semua tahu itu, hanya saja ia terlalu menarik untuk ukuran junior. Sakura dengan mudahnya mendekati sosok siswa populer di sekolah itu.
Bukan salah Sakura juga, karena dari awal sosok siswa populer bernama Hyuga Neji itu memang menaruh hati pada Sakura. Sering sekali pemuda itu mendekati Sakura.
Meski mati-matian Sakura menghindar, namun Neji tidak pernah menyerah mendekatinya. Dia adalah sosok yang tidak peka.
Banyak penggemar dari Neji yang tidak terima hingga terjadilah bullying. Neji adalah senior angkatan ketiga di tahun ini. Ia adalah Most Wanted Boy di KISH.
Jika melihat masa lalu Sekolah ini, ada salah satu siswi pindahan asal China yang mati bunuh diri setelah di bully karena mendekati Neji.
Dan para penggemar Neji yang membully Sakura pun juga menginginkan kematian gadis itu. Tapi bukan berarti mereka harus membunuh Sakura. Mereka tidaklah bodoh melakukan hal itu. Mereka juga tidak mau sampai masuk jeruji besi karena membunuh Sakura.
Hingga jalan satu-satunya adalah dengan menekan batin Sakura hingga Sakura lah yang memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Mereka benar-benar licik.
"Kau tidak apa-apa kan, Sakura ?" tanya Ino yang duduk bersebelahan dengan Sakura.
Gadis itu baru masuk sekolah setelah di rawat intensif di rumah sakit selama empat hari. Kepalanya masih dililit perban. Memar di bibirnya pun masih membekas.
"Aku baik-baik saja, Ino." jawabnya dengan nada yang sangat pelan. Sakura memang sekarang baik-baik saja. Meski ia akui hampir saja melakukan operasi untuk hidungnya yang hampir patah. Tapi syukurlah tidak jadi, karena hidungnya masih bisa disembuhkan tanpa di operasi.
"Kau membuatku khawatir, Saki." Ino menatap Sakura khawatir. "Kau tahu..." Ino mengecilkan volume suaranya. Sedikit berbisik ke arah Sakura karena takut akan ada yang mendengar pembicaraan mereka. "...para senior itu mendoakanmu cepat mati." ujarnya dengan nada bergetar.
Sakura tertawa dengan wajah yang terlihat ceria seolah tidak ada beban di pundaknya. "Aku tidak akan mati, Ino. Jika aku mati, siapa yang menemanimu disini ?"
"Berhentilah mendekati Neji-senpai, Saki." Ino meremas tangan Sakura pelan. "Kumohon... Ini untuk ke selamatanmu."
Sakura memejamkan matanya. Ia balas meremas tangan Ino. "Aku berusaha Ino, aku sedang berusaha." Sakura membuka matanya. Menatap sendu aquamarine yang tampak berkaca-kaca di depannya. "Tapi... Dia..."
Greekkk
Pintu kelas dibuka membuat ucapan Sakura yang menggantung pun terhenti di tenggorokannya. Sumber mimpi buruknya kini berdiri di ambang pintu. Menatapnya dengan amethyst-nya yang terlihat khawatir.
"Sakura..."
Sosok itu berjalan mendekati Sakura yang kini bergetar ketakutan. Ingin Sakura menghindar tapi bagaimana caranya ?
Beberapa siswi kelas yang tidak menyukai Sakura pun menatap penuh kebencian kepadanya.
"S-senpai..."
Kakak seniornya, siapa lagi kalau bukan Hyuga Neji. Sekalipun Sakura menghindar tapi bagaimana jika Neji yang mendekat ? Apa Sakura patut di salahkan untuk hal ini ? Tentu saja tidak, jika mereka tidak terlalu bodoh untuk melihat keadaan.
"Kau-kau baik-baik saja ?" ujarnya menatap tidak percaya pada Sakura. Matanya fokus pada perban di hidung Sakura. Juga yang melilit di kepala merah muda itu.
"Aku baik-baik saja, Senpai." jawab Sakura tanpa melihat ke arah Neji.
"Senpai..." ada panggilan lirih yang terdengar Neji membuatnya menatap gadis berambut pirang yang sedari tadi duduk di samping Sakura. "Kumohon, jangan dekati Sakura lagi."
Neji menghela nafas panjang. "Tidak bisa Yamanaka. Aku tidak bisa menjauhi orang yang aku sukai."
"Senpai, ini demi kebaikan Sakura. Kumohon."
"Gomen, Yamanaka. Tapi tujuanku kesini bukan untuk membicarakan hal itu."
Ino semakin menatap sendu Neji. "Tapi Senpai, ingatlah kejadian yang menimpa Te-"
"Tutup mulutmu, Yamanaka." Neji menatap Ino tajam. "Atau aku akan menamparmu."
"Senpai !" teriakan Sakura membuat Neji berjengit kaget. Hyuga itu bahkan tidak percaya jika Sakura kini membentaknya. "Cukup ! Aku tidak suka mendengarmu berkata kasar pada sahabatku." Sakura memalingkan wajahnya. "Kembalilah ke kelasmu, jam pelajaran akan di mulai."
"Sakura..."
Sakura hanya diam, enggan menatap Neji yang menatap sendu dirinya. Ia menghela nafas panjang. "Aku akan datang nanti." ujarnya sebelum melangkahkan kaki meninggalkan kelas itu.
Ino mengelus pelan pundak Sakura menbuat gadis itu menatap Ino dengan matanya yang berkaca-kaca. "Nanti sepulang sekolah, kita jenguk Hinata."
Sakura mengusap matanya yang mulai mengeluarkan air mata. Ia tersenyum lalu mengangguk sebagai jawaban.
.
.
.
.
.
Sama halnya dengan Sakura dan Ino. Hinata juga korban bully dari Konoha International High School. Kasusnya pun sama dengan Ino. Ia menjalin hubungan dengan Namikaze Naruto, ketua klub sepak bola. Ia juga pemuda populer.
Hanya saja penggemar dari pemuda berkulit tan itu lebih ganas dari Neji. Hinata hanya sekali terkena bully, dimana saat itu ada pertandingan antar sekolah. Ia dibully habis-habisan oleh senior yang begitu tergila-gila dengan Naruto.
Di ingatan gadis cantik itu masih melekat dimana ia akan di hantam bangku besi oleh senior berambut pirang. Namun naasnya bangku itu mengenai Naruto. Pemuda yang selalu menampilkan cengirannya itu berlari dari arah pintu gudang lalu memeluk Hinata yang terkapar di lantai. Dan bangku itu sukses mengenai kepala bagian belakang Naruto. Pemuda itu langsung tak sadarkan diri dengan darah yang keluar dari telinganya dan juga yang membasahi rambut kuningnya.
Hinata yang melihat itu hanya menangis histeris memanggil Namanya. Sempat pula di bawa ke rumah sakit. Namun naasnya Naruto tidak bisa di selamatkan. Ia meninggal saat memasuki ruang UGD. Pemuda itu mengalami gagar otak yang cukup parah. Dan Hinata kritis selama dua hari.
Namun hebatnya, orang yang melakukan tindakan bully itu tidak bisa tersentuh oleh polisi. Tidak ada yang tahu siapa yang melakukan hal itu. Karena yang tahu hanya Naruto dan Hinata.
Dan semenjak kejadian tersebut Hinata menjadi pemurung bahkan sering menangis tanpa sebab. Ia di rawat di rumah sakit jiwa karena kondisi psikologinya yang buruk.
Dan disinilah Sakura dan Ino. Duduk di kursi samping ranjang pasien menatap Hinata yang meringkuk di ujung ranjang. Gadis itu begitu pucat dan kurus. Matanya pun kosong tak memancarkan cahaya kehidupan.
Sakura hanya diam menatap Hinata, ia tidak banyak bicara untuk menghibur Hinata.
"Kapan kau sembuh." sendu Ino. Ia mulai mendekati Hinata. Mengelus rambut biru tua itu dengan pelan. "Aku merindukanmu."
Hinata menatap Sakura dengan tatapan kosong cukup lama. Sekelebat cahaya kehidupan muncul dalam mata amethyst-nya. Lalu mata itu kembali kosong.
Sakura tetap diam menatap Hinata. Sedetik kemuadian ia tersentak melihat Hinata yang kini mengeluarkan air mata. Ia menangis dengan matanya yang menatap kosong Sakura. Hal membuat Sakura segera mendekat dan menenangkannya.
"Hinata, kau jangan menangis." Sakura mengusap bahu Hinata, Hinata tak berbicara apapun, gadis itu perlahan memeluk Sakura. "Aku baik-baik saja, Hinata. Kau jangan menangis lagi."
Batin antara mereka bertiga memanglah terhubung erat. Sekalipun kini Hinata seperti raga tanpa jiwa. Tapi ia bisa merasakan sakit jika melihat sahabatnya terluka.
Ceklek
Suara pintu terbuka membuat dua gadis berakal itu menatap ke arah pintu. Disana berdiri sosok pemuda yang tadi pagi menemuinya. Hyuga Neji.
"Hinata, kami pulang dulu. Nii-san-mu ada disini." Sakura segera melepaskan pelukan Hinata. Ia segera bangkit dan pergi bersama Ino.
Greb
Tangannya di genggam Neji saat Sakura melewati pemuda itu. Neji menatap Sakura dengan tatapan yang begitu sulit.
"Tidak bisakah sekali saja..." tatapannya menyendu. "Kumohon."
"Tidak bisa." ia melepaskan perlahan tangan Neji. "Maaf." Sakura kembali melangkah meninggalkan Neji yang kini mematung.
Neji hanya diam menatap sepatunya. Ada denyutan perih yang hinggap di dadanya. Kenapa begitu sulit mencintai orang seperti Sakura ?
"Nii-san..."
Panggilan lirih itu membuyarkan apa yang di lamunkan Neji. Ia menatap sosok gadis yang duduk di ranjang. Menatapnya kosong. Tangan kanannya terangkat ke atas dan menganyun pelan. Menyuruh Neji untuk mendekat.
Neji memaksakan diri untuk tersenyum saat di depan Hinata.
.
.
.
-o0o-
.
.
.
Dua minggu berlalu begitu saja. Luka di tubuh Sakura pun mulai sembuh dan menghilang. Tidak ada lagi perban di kepalanya. Tidak ada lagi memar di sudut bibirnya.
Sakura diam membaca novel yang ada di atas mejanya. Bukan membaca ceritanya, lebih tepatnya coretan asal yang ada di novel miliknya.
'Mati !'
'Kau harus mati !'
'Jalang'
'Detik ini kau harus mati !'
'Aku ingin kau mati !'
'Sampah !'
Tidak hanya coretan itu. Kini surat ancaman pun kembali mampir di bangkunya. Terkadang di lokernya. Terkadang di dalam tasnya.
Sakura menghela nafas panjang. Ini tidak ada akhirnya, kecuali Sakura mati. Tapi Sakura tidak sebodoh itu untuk bunuh diri. Ia masih memiliki cita-cita yang belum tercapai.
Jika ia mati ? Bagaimana tanggapan kedua orang tuannya ? Sakura memang jarang bertemu dengan orang tuanya. Tapi ia tahu jika orang tuanya menyayanginya.
Sakura mengeluarkan hampir ada sepuluh amplop yang berisi surat ancaman entah dari senior ataupun dari teman seangkatannya.
Ia bermaksud membuang kertas-kertas tersebut. Ia tidak ingin Ino tahu jika ia mendapatkan hal seperti ini lagi.
"Haruno."
Suara yang sama.
Sarat akan ancaman.
Dengan perlahan ia menengok kebelakang tubuhnya. Menatap sosok gadis berambut hitam panjang yang di kuncir kuda. Gadis itu menatap sinis Sakura.
Gadis yang sama, yang selalu menjadi mimpi buruknya.
Gadis yang selalu berdiri di depan tubuhnya yang lemah.
Gadis yang dengan suka hati menginjak dirinya.
Dia Shizuka. Dia adalah mantan dari sang Hyuga Neji. Ia adalah sosok yang berbahaya saat ini. Sakura hanya merunduk tak berani menatap Shizuka.
"Temui aku di gudang tempat biasa kita bermain."
Sakura menggeleng. Ia melangkah ke belakang menatap Shizuka takut. "Ti-tidak, Senpai. K-kumohon jangan, a-aku sudah menuruti apa yang kau ucapkan. A-aku akan menjauhi Neji-senpai. Kumohon jangan lagi."
Shizuka menatap Sakura dengan tatapan dingin. "Yang ku inginkan adalah kau, aku akan melepaskanmu jika kau sudah mati." tatapan gadis itu menajam. "Kau berbohong, kau tidak menjauhi Neji seperti apa yang kau ucapkan."
Shizuka menarik kerah seragam Sakura lalu ia membenturkan tubuh Sakura dengan keras ke arah tembok. Ia juga mencekik dan menarik rambut Sakura. "Dengar Haruno, kau tidak akan pernah lolos dariku." dan dorongan keras dari Shizuka membuat kepalanya terbentur tembok.
Gadis itu pergi begitu saja dari hadapan Sakura yang mulai menangis. Ia tidak tahu lagi bagaimana ia bisa lepas dari jeratan seperti ini.
"Sakura ?"
Sakura segera mengusap air matanya saat ada seorang gadis berambut biru keabu-abuan menghampirinya.
"Kau kenapa ?"
"Sana." Sakura menggeleng pelan. "Aku tidak apa-apa. Hanya saja tadi mataku kemasukan sesuatu."
Sana mengangguk paham lalu ia segera masuk ke dalam kelas. Sakura menghela nafas panjang. Di usapnya kembali pipinya, ia tidak ingin ada yang tahu jika ia menangis.
Kami-sama... Kuatkan aku.
.
.
.
-o0o-
.
.
.
.
Sosok pria berambut hitam panjang itu menatap adiknya yang sedang bersandar di kursi sofa. Kepalanya mendongkak menatap plafon rumahnya.
"Kau yakin ingin bersekolah disini ?"
"Hn."
Pria itu menghela nafas panjang. Ia menyingkirkan anak poni yang menghalangi pandangannya. "Kau tahu, sekalipun pendidikan sekolah ini bagus tapi sistem keamanannya minim. Terlalu banyak kasus bully disana."
"Aku tidak peduli."
"Kau... Tidak bisa melupakannya ?"
Sosok itu melirik pria itu dengan tatapan datarnya. "Hn."
.
.
.
-o0o-
.
.
.
Luka yang di timbulkan Shizuka empat hari yang lalu memang tidak separah yang dulu. Namun itu cukup membuat Sakura kesulitan berjalan pulang.
Sakura diam menatap papan tulis di depan sana. Sakura tidak mau lagi terlibat urusan dengan Neji. Ia tidak mau terkena masalah dengan Shizuka. Sakura berharap ini terakhir kalinya Shizuka membullynya.
Karena Shizuka adalah mimpi terburuknya di sekolah ini.
Ino menepuk bahu Sakura membuat gadis musim semi itu berjengit. "Kau sudah berusaha."
"Iya... Aku berharap dia benar-benar tidak akan membully-ku lagi." kali ini Sakura benar-benar menjauhi Neji sepenuhnya. Menghindari pemuda itu berulang kali.
Ia sudah berjanji pada Shizuka tidak akan pernah terlibat percakapan ataupun kontak mata dengan Neji. Dengan jaminan dirinya tidak akan dibully lagi. Ia sudah terlalu lelah untuk di bully. Ia ingin bersekolah dengan tenang.
"Bagaimana hubunganmu dengan Sai-senpai ?" tanya Sakura mengalihkan pembicaraan.
"Berjalan baik, setidaknya aku tidak di bully seperti dulu. Meski beberapa surat ancaman selalu mampir ke lokerku."
Ia memang tak seberuntung Ino yang lolos dari aksi bully. Ucapkan terima kasih pada Sai karena mengancam siapa yang berani membully Ino akan bermasalah dengannya.
Andai saja Neji juga seperti itu. Mungkin Sakura masih bisa melanjutkan perasaan sukanya pada Neji. Namun pemuda itu begitu pengecut. Membiarkan Sakura di pukul oleh banyak penggemarnya. Dan Sakura jengah akan hal itu.
Kakashi masuk ke kelas 2-2 membuat kelas itu sunyi. Tidak sepenuhnya karena kehadiran Kakashi, melainkan sosok yang kini berdiri disamping pria yang suka mengenakan masker.
Sakura diam menatap pemuda yang ada di samping Kakashi. Ingatannya pun melayang-layang tak karuan. Mata emerald-nya melebar dengan perlahan.
Kakashi berdehem pelan. "Kita kedatangan murid baru, ia pindahan dari Kiri Industrial High School." Kakashi melirik sosok pemuda di sampingnya. "Perkenalkan dirimu."
"Hn, Namaku Uchiha Sasuke, aku pernah tinggal di daerah ini tiga tahun yang lalu." ujarnya dengan nada datar. Mata Onyx-nya menjelajahi seisi kelas hingga ia menemukan bola mata emerald.
.
.
.
-o0o-
.
.
.
"Sakura."
Sakura terdiam menatap pemuda yang kini menghimpitnya di dinding atap. Ia menatap Sakura dalam membuat gadis itu merona dengan jantung yang berdetak cepat.
"A-apa ?"
"Aku..." pemuda itu merunduk menyembunyikan wajahnya sebentar sebelum menatap Sakura mantap. "Aku menyukaimu. Kau mau jadi kekasihku ?"
Sakura diam menatap pemuda di hadapannya. Ia berpikir terlalu lama sebelum senyum tipis terukir di bibirnya.
Matanya menatap pemuda di hadapannya dengan tatapan bersalah dan penuh penyesalan. Di sentuhnya tangan yang sedang bertumpu pada tembok di belakang Sakura.
Rona merah itu perlahan hilang dengan jantungnya yang berdetak normal. Ia menghirup nafas dalam sebelum mengucapkan satu kata yang menggantung.
"Maaf..."
.
.
.
lanjut atau nggak masih belum di tentukan :v #dilempar sandal#
Hehehehe... Mungkin segini aja ya :v udah gitu aja. Bubye #tabok pake laptop# #hiks
Padahal masih ada tanggungan tapi masih aja publish ff lain lagi #hahhh~
Fic ini cuma sekitar dua atau tiga chapter saja. :v biar gak terlalu maruk-maruk :v :v :v :v :v :v
Jumpa di chap selanjutnya :* :* :*
Banana Byun
