Our Illness

Author : CALB

Genre : GS, Hurt, Romance, others.

Rate : T

Cast : Xi Luhan, Oh Sehun, Xiumin, Others

.

.

.

Meskipun aku melupakanmu, tapi aku tak benar – benar melupakanmu

Hati ini masih berdetak untukmu

Meskipun aku tak sepenuhnya mengingatmu

Namun, hati ini masih mengenalimu

Meskipun kamu berlari jauh

Tapi pada akhirnya, Tuhan mempertemukan kita kembali

Percayalah pada hatimu

Percayalah pada kekuasaan Tuhan

Kita tak akan terpisahkan jika bukan maut yang memisahkan

.

.

.

.

FF Pertama author! Yay! Ini request dari anak author lho haha bukan – bukan, tapi temen author yang author anggep anak dan FF ini murni otak author sendiri, kalau ada kesamaan cerita yah author kagak Tao. Haha canda doang, maksudnya author mohon maaf kalau ada kesamaan karna ya author bener – bener buat ini di dunia fantasi sendiri. Mohon maaf banyak typo, author tidak luput dari kesalahan pemirsa.

No Plagiator! No Siders! Pleasee kasihanilah dan hargailah author ini hiks, haha alay ye? Maap :D

.

.

.

.

.

( Autor Pov )

Sinar matahari yang telah menyongsong dunia di siang hari itu membuat seorang yeoja menyipitkan matanya, sesekali ia memejamkan matanya untuk beristirahat sebentar. Yeoja yang terlihat anggun dari caranya berpakaian, bahkan ketika ia sedang duduk dan membaca novel seperti sekarang saja dia masih terlihat anggun dan cantik. Rambut panjang hitamnya yang tergerai indah menambah nilai plus untuk penampilannya.

Yeoja itu bernama Xi Luhan, dilihat dari namanya saja sudah terlihat jika ia adalah orang China. Tapi ia dan orang tuanya telah menetap di Seoul sejak ia masih dalam kandungan. Sekarang ia sedang menunggu kedatangan seseorang, tapi 1 jam yang lalu orang itu bilang jika ada masalah mendadak dan akan terlambat daatang.

Untung saja, ia tak lupa membawa sebuah novel. Bayangkan saja jika ia tak membawa buku kesayangannya itu, ia akan mati bosan karena menunggu. Apa lagi, ia sedang menunggu di sebuah taman yang berada di Rumah Sakit Seoul.

Ini pertama kalinya ia menginjakkan kaki di Rumah Sakit Seoul ini, karena ia membenci Rumah Sakit. Ia pernah mendengar dari beberapa orang mengenai cerita 'Hantu Rumah Sakit' yang jelas membuatnya ketakutan setengah mati, apalagi di Rumah Sakit itu terdapat sebuah Kamar Mayat yang cukup membuatnya kesulitan untuk bernafas hanya karena mendengar nama itu.

Cukup lama ia membaca, hinga akhirnya ia merasa lelah dan merenggangkan otot – ototnya sesaat. Setelah itu ia menutup buku yang telah dibacanya, ia lalu melihat jam tangan yang dikenakannya. Dengusan kasar terdengar darinya, karena orang yang dia tunggu belum juga datang.

Sudah lebih dari 1 setengah jam ia membaca novel yang teramat tebal ini, karena ia belum juga menemukan kata THE END dari bacaan di buku itu. Karena orang yang dia tunggu tak kunjung datang, ia berdiri dan hendak melangkah pergi. Tapi, dengan cepat seorang namja berdiri dihadapannya dan memegang pundaknya.

"Tolong aku, kumohon. " Rintih namja tersebut dengan ekspresi yang memang terlihat butuh pertolongan.

.

( Luhan Pov )

Sudah lebih dari 1 setengah jam aku menunggu Xiumin oppa, tapi ia belum datang juga. Bahkan ia tak memberiku kabar, Hpnya juga tak aktif sewaktu aku menguhubunginya beberapa menit lalu.

'Lebih baik aku pulang, baca novel sambil tiduran di rumah daripada harus menunggu hal yang tidak pasti begini. Antrian novelku juga masih banyakkk' batinku.

Baru saja aku berdiri, belum ada satu langkahan kaki dari tubuhku. Seorang namja telah berdiri dihadapanku, ia secara tiba – tiba memegang kedua pundakku, menatapku dan berkata.

"Tolong aku, kumohon."

'Apa – apaan namja ini?! Mengenalnya saja tidak, bagaimana mungkin aku membantu orang asing yang tiba – tiba muncul di hadapanku seperti dia? Bagaimana jika dia adalah seorang buronan yang sedang dikejar – kejar oleh polisi?' batinku, aku terlalu terkejut dengan kehadirannya.

"Cepat sembunyikan aku sekarang! Kumohon, aku sangat membutuhkan bantuanmu sekarang nuna!" bisiknya dihadapanku, dia bahkan menggoyang – goyangkan pundakku saat ini.

"Baiklah, sembunyi saja di semak – semak sana. Aku akan menyembunyikanmu." entah setan apa yang merasuki otakku hingga aku mau menyetujui permintaannya.

"Gumawo nuna, eh tapi... Nanti akan ada suster atau dokter, atau siapalah yang datang kemari bertanya pada nuna. Beritaukan saja jika nuna tak melihatku, arasseoyo?" tegasnya.

"Arasseo." seperti terhipnotis, aku hanya meng-iyakan saja tiap perkataannya.

Aku kembali duduk, dan membuka novel yang kubawa. Tapi, aku tak lagi membacanya. Melainkan hanya membukanya, dan memikirkan sesuatu tentang namja itu. Dia tampan, hany itu yang ada di pikiranku saat ini.

Eh tapi tunggu.. Dia berkata apa? Arasseoyo? Bukankah aku ini nuna? Kenapa ada namja muda yang tak sopan seperti dia? Apakah dia tak memiliki etika yang baik? Bahkan aku ini yeoja? Aissh! Kemana saja otakku dari tadi, kenapa aku baru sadar?

Disaat aku sedang meruntuki diriku sendiri karena kelambatan otakku dalam mencerna hal – hal yang terjadi, seorang namja datang lagi menghampiriku. Dia tinggi seperti namja tadi, tapi dia lebih tinggi. Dia bermata bulat, tak sesipit namja tadi. Dia berambut merah wine, dan dia menatapku.

Eh? Dia menatapku?! Aku langsung tersadar seketika dan mengerjapkan mataku berkali – kali, lalu memasang wajah polos se polos mungkin untuk menutupi rasa malu yang jelas membuat wajahku memanas seperti kepiting rebus saat ini.

"Joesonghamnida, apakah saya mengganggu anda agassi?" katanya sopan.

"Ah aniyo, ada yang bisa saya bantu?" jawabku dengan lembut.

"Apakah anda melihat seorang namja yang mengenakan hoodie putih polos dan celana jeans hitam panjang? Rambutnya berwarna putih."

Namja? Dari ciri – cirinya, aku sepertinya tau. Um.. Ah!

"Ne, arrayo!" sahutku dengan semangat.

"Lalu dimana dia?"

"Ah dia, dia dimana ya? Um, mianhae aku lupa." sahutku sambil menggaruk tengkuk leherku yang tak gatal.

"Ah, ne. Gwenchanna, kalau begitu saya permisi dulu. Annyeong!"

"Annyeong!"

Dia pergi. Hanya menghampiriku dan bertanya seperti itu. Tck, apa dia tak ingin sebentar saja duduk menemaniku? Bahkan kami belum saling berkenalan, ah bodohnya kau Xi Luhan!

"Nuna, gumawo!" suara itu mengagetkanku dan ada seseorang yang memegang pundakku!

"Hyaa! Kau siapa?!" teriakku yang menggema hingga hampir seluruk orang di taman ini menatapku dengan pandangan yang sulit diartikan. Aku langsung berdiri untuk meminta maaf.

"Ah.. Joesonghamnida, joesonghamnida." aku membungkukkan 90° badanku dengan perlahan lahan.

Aduh betapa malunya, untung saja namja tadi telah pergi jauh dan tak berada di daerah sekitar taman ini. Jika saja ia masih ada dan melihatku seperti ini, entah mau ditaruh mana wajahku yang memalukan ini. Tapi ini bukan sepenuhnya salahku, siapa suruh dia mengagetkanku.

Tunggu dulu, aku baru saja menyebut 'Dia'?

Siapa?

Langsung kubalikkan badanku untuk melihat orang yang mengagetkanku tadi. Hening. Hanya ada suara agin dan seruara gesekan daun – daun. Sepi. Tak ada siapapun di belakangku.

Apa jangan – jangan tadi itu manusia jadi – jadian?! Huaaa... Lebih baik aku segera pergi dari Rumah Sakit ini!

Leganya, akhirnya aku keluar juga dari rumah sakit menyeramkan itu. Ya meskipun ada rasa sedikit kecewa, karena jarang – jarang aku menemukan taman senyaman itu. Tapi kenapa harus di rumah sakit?

Jika dilihat dari luar begini, rumah sakit itu tak terlihat menyeramkan. Tapi, kejadian tadi benar – benar sangat menyeramkan! Suara namja mengagetkanku hingga membuatku berteriak ketakutan hingga harus menanggung malu, tapi tak ada siapapun di belakangku? Mistis.

"Ya!"

Suara itu, suara yang tadi. Dia memegang pundakku lagi, apa yang harus kulakukan?! Tuhan! Tolonglah umat malangmu ini!

Baiklah, tarik nafas dalam. Tutup mata. Kepalkan tangan. Lalu bersiap untuk berteriak.

1 . . . .

2 . . . .

3 . . . .

"Hhump.." aku tercekat seketika, ada sebuah tangan yang membekap mulutku.

"Jangan berteriak nuna, ini aku." jawab namja yang tak kukenali ini.

Dia bukan hantu? Dia manusia, namja. Dan dia membekap mulutku! Siapa saja tolong aku! Kenapa disaat seperti ini, sekitar parkiran ini sepi sekali melebihi kuburan di film – dilm yang aku tonton.

BUGH!

Kuhentakkan sikuku ke dada bidangnya, dia langsung melepaskan bekapannya dan mungkin ia memegang dadanya yang kesakitan sekarang. Baru beberapa langkah aku berlari, aku mendengar suara rintihan yang sepertinya memang teramat sangat keasakitan.

Apa pukulanku semenyakitkan itu? Xiumin oppa saja bilang jika pukulanku sama sekali tak berasa sama sekali di tubuhnya. Apa ia hanya berpura – pura?

Tapi... Ahh, aku benar – benar tak tega.

Ku balikkan tubuhku menghadap namja itu, dia tergeletak begitu saja di tenggah parkiran ini. Ku langkahkan kaki perlahan, ragu jika ia ternyata hanya berpura – pura. Tapi ia tak terlihat berpura – pura.

Aku sekarang berada di sampingnya, aku melihat wajahnya yang penuh keringat, pucat pasi dan darah yang mengalir dari lubang hidungnya. Apa yang terjadi dengan namja ini? Apa hanya karna aku memukul dadanya seperti itu, ia bisa sampai seperti ini?!

GAWAT! Beberapa orang mulai berdatangan, mereka mulai mendekatiku! Tuhan, apa yang harus aku lakukan?!

"Apa dia baik – baik saja?" tanya seorang ajussi yang ikut tertunduk di sampingku.

"E.. ah! Dia pingsan ajussi! Tolong panggilkan suster di sini! Cepat! Tolonglah kami!" teriakku mulai panik.

Awalnya aku berfikir untuk berkata jika dia adalah orang tak bertanggung jawab yang hendak menculikku, tapi saat kulihat dia telah tak sadarkan diri. Aku benar – benar tak tega, tiba – tiba kepanikan itu muncul begitu saja.

"Tidak perlu, biar aku yang membawanya masuk ke dalam. Aku adalah dokter di sini. Minggirlah!" katanya dingin.

Aku hanya menurutinya dan mengikutinya ketika ia menggotong namja itu ke dalam rumah sakit. Dia segera mengatakan hal – hal yang tak kumengerti pada suster yang langsung menggerumuni kami. Dia segera berlari pergi, dan suster – suster tersebut segera membawa namja ini ke dalam ruang ICU. Kenapa ICU?

Suster – suster itu tak mengizinkanku ikut masuk ke dalam ruang ICU. Jadi aku hanya duduk merenung di kursi yang tersedia di depan ruangan itu, baru saja aku mendudukkan diriku pada benda keras itu. Ajussi yang tadi datang dengan pakaian jas layaknya seorang dokter.

"Apa yang sebenarnya terjadi tadi? Kenapa dia pingsan dan mengalami pendarahan hebat seperti itu?" tanyanya dengan cepat, tatapan matanya seolah mengintimidasiku untuk segera menjawab segalanya dengan jujur.

"Aku tadi memukul dadanya dengan sikuku, tapi itu karna dia yang membekap mulutku. Dia sepertinya orang jahat yang ingin melakukan sesuatu padaku." ucapku cepat.

"MWO?! Apa kau gila?! Apa kau mau bertanggung jawab jika sesuatu terjadi padanya?!" bentaknya.

"A.. Ak.. Aku.. Aku.. Aku ..." aku tak sanggup untuk berkata – kata, aku terlalu terkejut dengan amarah ajussi ini.

"Sudalah, aku tak punya banyak waktu untuk berbincang denganmu. Dia membutuhkan pertolonganku segera. Permisi nona." ucapnya memotong perkataanku begitu saja.

Ia masuk ke dalam ruangan UGD dan meninggalkanku sendirian di koridor rumah sakit ini. Rasanya merinding juga jika aku harus duduk sendirian begini. Lebih baik aku melanjutkan membaca novel yang sedari tadi ada di genggaman tanganku.

Tapi, seperti biasa. Jika ada masalah seperti ini, buku itu hanya menjadi pajangan dan otakku melayang – layang. Beberapa pertanyaan bermunculan dalam pikiranku.

Memangnya ada apa dengan namja itu? Dia kenapa? Kenapa ajussi ini memarahiku seperti ini? Apa ajussi tadi mengenal namja itu? Lalu siapa namja itu? Kenapa dia seolah – olah mengenalku, dia bahkan memanggilku dengan sebutan nuna. Apa ia tak mengerti etika dan kata agassi?

Belum selesai aku bergulat dengan pikiranku, suara langkah cepat terdengar oleh indra pendengaranku. Suara itu terdengar semakin keras namun semakin melambat.

Dan muncullah sesosok namja di balik persimpangan tembok – tembok rumah sakit ini, diikutin sengan sesosok yeoja yang terlihat lebih pendek di belakangnya. Namja itu terlihat tak asing bagiku. Ah benar! Namja itu adalah namja yang kutemui di taman tadi.

Apa yang ia lakukan? Ia berjalan menuju ke arahku?

"Agassi?! Apa yang sedang agassi lakukan di depan pintu ruang ICU ini? Apakah agassi mengenal Sehun?" tanyanya dengan nafas yang masih tersenggal.

"Ne? Jega? Ah nugu? Sehun? Jadi namanya Sehun? Ahh..." jawabku enteng.

"Ne. Agassi tidak mengenal Sehun? Lalu apa yang agassi lakukan di sini? Apa agassi yang menolong Sehun? Apa yang terjadi hingga Sehun mengalami pendarahan lagi?" tanya seorang yeoja yang sekarang berada di samping namja itu.

"Joesonghamnida, bisakah anda bertanya satu persatu? Saya tak secerdas itu hingga dapat mengingat pertanyaan – pertanyaan anda. Jeongmal joesonghamnida."

"Ah, harusnya saya yang meminta maaf. Joesonghamnida ne, saya terlalu khawatir dengan keadaannya." kata si yeoja dengan lembut.

"Gwenchanna, lebih baik kalian duduk saja dulu. Nanti saya akan menceritakan kejadiannya. Tapi, maaf sebelumnya. Boleh saya mengetahui nama kalian?" tanyaku, sebenarnya aku bingung saja mau memanggil mereka apa.

Ya meskipun aku tau, ini bukan saat yang tepat untuk menanyakan hal semacam ini. Tapi rasanya aku harus, ini termasuk jenis kesopanan kan?

"Ah, joesonghamnida. Saya tadi tak memperkenalkan nama, saya Chanyeol. Park Chanyeol, dan ini tunangan saya Baekhyun. Byun Baekhyun, bangapta." sapanya ramah dengan senyuman yang mempertontonkan deretan gigi – gigi putihnya.

"Annyeonghaseyo, joneun Xi Luhan imnida. Panggil saja Luhan, nado bangapta Chanyeol-ssi. Bangapta Baekhyun-ssi." sahutku tak kalah ramah dengan senyuman semanis mungkin.

"Bangapta Luhan-ssi." ia membungkukkan badannya.

Sopan sekali yeoja ini, pantas saja ia mendapatkan pendamping yang menawan. Eh? Aduh Luhan, back to the topic! Jangan salah fokus terus!

Akhirnya kami bertiga duduk menunggu di depan ruang UGD sambil bercerita mengenai namja yang bernama Sehun itu.

.

. ###

.

( Xiumin Pov )

Harusnya sekarang aku telah berada di toko buku bersama Luhan, harusnya. Tapi mau dikata apa jika sesuatu yang mendesak telah terjadi. Sebenarnya tak begitu mendesak, hanya saja ada seseorang yang membuat itu menjadi sangat mendesak.

Kim Jong In.

Hanya satu nama itu yang membuatku kerepotan dan harus membiarkan Luhan menungguku sendirian di taman RS Seoul, dan menggagalkan rencanaku untuk membawanya ke toko buku seusai aku melakukan chek up. Bukan penyakit serius, hanya saja gigiku akhir – akhir ini terasa begitu ngilu.

Sebenarnya Jong In hanya memintaku untuk membantunya menyiapkan surprise party untuk acara anniversary 1 tahun hunbungannya dengan yeoja bernama Do Kyungsoo atau biasa dipanggil Dyo. Tapi, ia mengharuskanku untuk mebantunya sekarang!

Dan lihatlah betapa sibuknya aku sekarangang, hanya untuk menghias dapur apartement tempat tinggal Dyo dan Luhan. Sedangkan Jong In hanya memutari ruangan, mengomentari pekerjaanku, dan menyuruhku ini itu. Apakah ia tak tau jika aku sedang ada janji dengan Luhan?!

"Hyung, itu balonnya terlalu kecil. Kekurangan udara! Warnanya juga jelek, ganti saja dengan yang lain!" serunya menunjuk sebuah balon yang terpasang di pinggir lukisan wajah Dyo – hadiah dari Jong In -.

"Jong In." panggilku.

"Hmm?" sahutnya malas.

"Kai."

"Yes?" ia langsung menoleh ke arahku.

"Kenapa kau suka sekali dengan sebutan Kai? Namamu Kim Jong In, dan nama Kai itu terlalu bagus untuk seukuran manusia sepertimu." ejekku.

"Hyung! Terus saja hina dongsaeng kesayanganmu ini! Hyung sendiri juga sama kan? Kim Min Seok."

"Ya! Ini berbeda. Kau tau kan kalau aku it..."

"Mirip dengan orang China, ya ya ya. Aku tau hyung, ara! Dan itu bukan alasan kenapa hyung suka sekali dipanggil Xiumin. Alasan sebenarnya hanya karna seorang yeoja china yang lahir dan bertempat tinggal di Korea sampai sekarang! Week." ucapnya memotong perkataanku sambil menjulurkan lidahya untuk meledekku.

"Apa maksudmu? Bukankah kau yang suka dipanggil Kai karna Dyo suka berkata jika kau adalah kunci permainan dari sebuah kata dance?! Bahkan kau mogok makan dan tak mau keluar kamar jika appa atau eomma tak mau mengganti namamu di akta kelahiran dan kartu keluarga kita? Hahahaha!" tawaku pecah seketika.

"Ya! Hyung! Kejadian itu hanyalah masa lalu, aku masih berusia 8 tahun. Namja polos yang berusia 8 tahun hyung, aku sedang labil saat itu! Lagipula, aktaku juga tak jadi diganti kan sampai sekarang!"

Ia langsung mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu, dan melipat tangannya di depan dada.

"Namja polos 8 tahun? Yang tergila – gila dengan sunbae berusia 2 tahun lebih tua bernama Do Kyungsoo? Hahaha. Tentu saja aktamu tak diganti, mana mau appa ataupun eomma jauh – jauh pulang dari Jepang hanya untuk mengurus masalah yang tak penting itu. Lagipula, Dyo berhasil menjelaskan jika ia tak ingin kau merubah aktamu kan? Kau saja yang salah paham dengan maksud dari perkataannya! Pemahaman bahasa koreamu payah! Hahaha." aku langsung berlari seketika, karna ia telah melempar sebuah bantal yang berada di sofa itu ke arahku.

"Hahaha, damai damai. Aku sakit perut, hahaha."

"Ya! HYYUUNNGGG!"

"Hahaha, sudahlah sudah! Cepat selesaikan pekerjaan ini! Aku ada janji dengan seseorang dari 1 jam lalu!"

"Haish! Awas saja kau hyung!"

Sangking sibuknya aku dengan anak kecil yang satu ini, aku sampai lupa waktu. Sudah 1 jam lebih aku bergulat dengan benda – benda aneh ini! Aish! Kalau saja Kai a.k.a Kim Jong In ini bukan namdongsaengku satu – satunya! Pasti sudah kubuang dia ke Planet EXO!

Aku langsung mencari Hpku dan berniat untuk menghubungi Luhan lagi. Tapi saat kuraba saku celanaku, aku tak menemukan Hpku di sana. Bahkan aku membongkar seluruh saku yang ada pada kain ditubuhku saat ini. Tapi hasilnya nihil!

Aku baru ingat! HPku tertinggal di rumah! Aish! Kai tadi menelfonku dengan keadaan panik dan terburu – buru, apa lagi ia mengatakan kata 'Darurat'! Aku jadi terbawa suasana dan ikut panik hingga meninggalkan HPku di sembarang tempat!

Ah! Lebih baik aku meminjam HP Kai saja!

"Kai." panggilku

"Sstt. Dyo menelfonku." ucapnya sambil mengacungkan jari telunjuknya kehadapanku.

Mwo? Dyo?! Ini pasti akan lama, sangat lama. Bersabarlah Xiumin, berdoalah. Luhan, kuharap kau baik – baik saja menungguku sendirian di sana.

Aha! Aku ada ide! Kenapa aku tak menyuruh Dyo untuk menemani Luhan disana? Tapi, Kai bilang Dyo ada jadwal kuliah sampai 2 jam lagi. Ahh! Bisa gila aku!

.

.###

.

( Autor Pov )

Kurang lebih sekitar 30 menit kemudian, seorang dokter keluar dari ruang UGD. Dokter yang bername tag 'Dr. Suho' itu memanggil Chanyeol dengan akrabnya bagaikan mereka saling mengenal lama. Ia lalu mengajak Chanyeol untuk menjauh dari Baekhyun dan Luhan yang terlihat cemas di tempat duduk mereka sekarang.

"Cahnyeol – ah, kondisinya kembali drop seperti saat 5 hari lalu. Tapi ini lebih parah jika dibandingkan dengan 5 hari Suho.

"Aku tau kalau ia akan mengalami hal itu lagi, dan aku tau apa yang menyebabkan keadaannya menjadi lebih parah dibandingkan 5 hari lalu." jawab Chanyeol sambil menundukkan wajahnya.

"Aku yakin jika gadis itu telah menceritakan segalanya padamu, bersabarlah. Ia tak tau apapun tentang Sehun, ia juga tak bersalah dalam hal ini." ucap Suho, ia menepuk pundak Chanyeol ringan untuk menenangkannya.

Sedangkan Chanyeol menolehkan wajahnya ke arah Baekhyun yang sedang tersenyum kepadanya dan memberikan tanda semangat dengan mengepalkan kedua tangannya. Lalu ia mengalihkan pandangnya ke arah gadis di sebelah Baekhyun, Luhan.

"Aku tau jika ia tak bersalah, ia bukan orang yang jahat. Ia baik, lembut, itu terlihat jelas di matanya. Aku berharap ia tak terus merasa bersalah atas kejadian ini." ucap Chanyeol lembut.

"Tunggulah selama 10 menit, Sehun akan dipindahkan kembali ke ruangannya. Bawalah gadis itu kehadapannya, sepertinya Sehun telah merepotkan gadis itu." ucap Suho lirih.

"Pasti! Gumawo hyung!" ucap Chanyeol sambil tersenyum ke arah Suho.

Suho lalu membalikkan badannya untuk pergi ke ruangannya, tapi sebelum pergi. Ia membungkukkan badannya untuk menyapa Baekhyun dan Luhan.

Chanyeol pun kembali duduk di sebelah Baekhyun. Ia berekspresi sedih, dan Baekhyun yang tau akan kondisi kekasihnya itu hanya bisa mengelus – elus punggung Chanyeol.

"Ia semakin memburuk, bahkan lebih parah dari 5 hari lalu." ucap Chanyeol sedih.

"Gwenchanna. Ia bukan namja yang lemah!" ucap Baekhyun semangat.

"Mian, ini semua karna kesalahan saya. Jeongmal mian." ucap Luhan sambil menundukkan kepalanya.

"Ani, ini bukan salahmu. Ini sudah takdir Tuhan, ini adalah jalan yang telah ditentukan oleh Tuhan untuk kita. Kau tak perlu menyesalinya. Lagipula aku sudah berkata padamu, jika kita ini teman. Jangan terlalu resmi seperti itu jika berbicara dengan kami." jawab Baekhyun lantang.

"Baekyun benar Luhan – ah. Ini bukan salahmu, ini salah Sehun sendiri. Sapa suruh dia melarikan diri dari ruangannya. Bergaya seakan – akan dia adalah pengunjung di rumah sakit ini dan berusaha kabur dari kami, padahal kondisinya sangat tidak baik." ucap Chanyeol meyakinkan.

"Gumawo, kalian memang sangat baik. Bagaimanapun juga aku akan tetap menjenguk Sehun. Aku merasa bersalah karna telah mengira ia adalah namja jahat yang ingin menculikku begitu saja, aku juga tak mengingatnya ketika aku membantunya bersembunyi di semak – semak taman tadi."

"Nah kan, jangan merasa bersalah lagi Luhan. Ini bukan salahmu." ucap Baekhyun lembut.

Setelah sekian lama Baekhyun menghentikan kegiatannya menenangkan Chanyeol dengan cara mengelus – elus punggung Chanyeol. Baekhyun lalu menggenggam erat tangan Luhan, seakan memberikan kekuatan batin untuknya.

Di saat seperti ini, seorang suster keluar dari ruang UGD. Hal ini sontak membuat mereka bertiga berdiri kaget, lalu menatap suster itu penuh tanda tanya.

"Pasien bernama Oh Sehun telah dipindahkan ke Ruang Inap nomor 94." kata suster itu seolah menjawab pertanyaan yang ada di fikiran mereka.

"Ha? Kapan dipindahnya? Aku tak melihat ada yang lewat di depanku ? " tanya Luhan dengan polosnya.

"Hahaha." Tawa Chanyeol dan Baekhyun.

"Kenapa kalian tertawa? Aku serius." jawab Luhan.

Bahkan suster tadi masuk kembali ke ICU sambil menahan tawanya, ' apanya yang lucu? ' batin Luhan

"Sudahlah Lu, lebih baik kita ke ruangan Sehun sekarang. Nanti saja penjelasannya ya." ucap Baekhyun.

"Kajja!" ajak Chanyeol semangat.

Chanyeol menggandeng Baekhyun dan Luhan pergi dari tempat itu untuk melihat keadaan Sehun di ruangannya.

.

.

.

.

~~ TBC ~~

.

.

.

Bagaimana? Kurang menghibur kah? Kurang garam kah? Atau kurang apa?

Duh maaf, author masih abal – abal, masih NEW #bow