Blue Violet
.
.
Summary : Mencintai Rukia adalah ketetapan hatinya… Mencintai Rukia selamanya adalah pilihan hidupnya…
.
Disclaimer : Bleach © Tite Kubo, terinspirasi dari A Walk To Remember (Novel) by Nicholas Spark, Walk To Remember (Movie) by Adam Shankman, dengan modifikasi di sepanjang jalan cerita –plak-
Warning : AU, Typo, rada (?) OOC, don't like don't read
Sore hari di Karakura tidak begitu ramai, sepanjang jalan tidak terlihat banyak orang lalu-lalang. Seorang pemuda tegap menyetir mobilnya perlahan di jalanan. Kota kecil itu tampak tidak berubah sejak terakhir kali dia kunjungi, tepat setahun lalu. Mata birunya menjelajah setiap detail yang terlihat dari kursi kemudinya, bibirnya menyunggingkan senyum.
"Aku pulang, Rukia..." Bisiknya perlahan.
Pemuda berambut biru itu membelokkan mobilnya di perempatan, masih tetap melaju dengan perlahan. Saat matanya menangkap sebuah papan bertuliskan 'Karakura High School', dia menepikan mobilnya dan berhenti. Dipandanginya bangunan megah itu dengan seksama. Begitu banyak kenangan tersimpan di sana, dan gedung itu pula lah yang menjadi saksi dimana semua itu berawal...
FLASHBACK
"Yo! Grimmjow!" Seorang pemuda tinggi kurus berambut panjang menepuk pundaknya.
"Hei Nnoitra!" Grimmjow menyambut gerakan tos pemuda tinggi itu. "Oi... Szayel, Ulquiorra...!" Serunya seraya merangkul teman-teman yang muncul di kanan kirinya.
"Kau tidak masuk lagi di pelajaran Aizen-sensei!" Szayel menyikut Grimmjow.
"Hahaha..." Tawa Grimmjow menggema di koridor sekolah. Semua siswa yang ada di sana mundur untuk memberikan jalan bagi keempat pemuda itu. Penampilan mereka yang urakan dan citra mereka sebagai berandalan sekolah membuat murid lain malas berinteraksi dengan mereka.
"Apa gunanya fisika?" Sambung Grimmjow, "Apa sebelum kau pindahan, kau akan menghitung berapa gaya yang kau butuhkan untuk menganggkat semua barang-barangmu? Cih, menurutku pelajara itu sangat tidak berguna!" Cemooh Grimmjow diikuti tawa Szayel dan Nnoitra, sedangkan Ulquiorra memang terbiasa hidup tanpa ekspresi.
"Jangan bilang kalian ikut pelajaran bodoh itu..." Grimmjow melirik ketiga sehabatnya.
"Ck! Mana mungkin..." Szayel membetulkan letak kacamatanya. Benda berlensa minus itu dia pakai bukan karena kutu buku. Tapi karena dia kecanduan game komputer, dia ahli dalam segala hal yang berbau komputer.
"Kau tau apa yang kami lakukan selama jam pelajaran Aizen-sensei?" Sambar Nnoitra, "Kami ke perpustakaan!" Serunya bangga.
"Yeah..." Ulquiorra menoleh pada Nnoitra, "Untuk tidur." Katanya tajam dan dingin, seperti biasa.
"Hahahaha..." Nnoitra tertawa bangga. Bagi mereka berempat membolos, memalak, dan membully sudah seperti makanan sehari-hari. Para penghuni Karakura High School lebih memilih sebisa mungkin menghindari mereka, karena keempat pemuda itu tidak lebih dari empat remaja yang punya 'kesulitan' berkomunikasi dengan orang lain.
Empat pemuda urakan itu memasuki kantin sekolah, kemudian mengusir seorang pemuda malang dari mejanya, sebelum akhirnya mereka menempati meja itu.
"Loser!" Teriak Nnoitra pada pemuda yang diusirnya sambil mengacungkan jari tengah. Seringai jahat memenuhi wajahnya, begitu juga dengan Szayel dan Grimmjow.
"Sampah..." Hanya satu kata itu yang keluar dari mulut Ulquiorra, rupanya kata itu sudah menjadi favoritnnya.
"Kira..." Terdengar seseorang menyerukan nama pemuda yang dikerjai empat sekawan itu.
Grimmjow, Szayel, Nnoitra dan Ulquiorra menoleh ke sumber suara. Seorang gadis berambut hitam melambaikan tangan pada Kira, menyuruh Kira mendekat dan bergabung di mejanya.
"Wah... Ini baru pas, sampah bergabung dengan sampah!" Celetukan Szayel disambut tawa teman-temannya, minus Ulquiorra.
"Dia siapa sih?" Tanya Grimmjow sambil memandang gadis kecil yang kini telah duduk bersama Kira, "Sepertinya wajahnya tidak asing..."
"Bodoh." Sahut Ulquiorra, "Dia sekelas dengan kita."
"Rukia Kuchiki. Siswi teladan yang cuma bisa bergaul dengan sesama kutu buku!" Dengus Szayel.
Grimmjow dan teman-temannya sedang berjalan di halaman sekolah pagi itu, mencabut papan kecil bertuliskan 'Dilarang Menginjak Rumput' dan melemparkannya sembarangan. Kemudian melangkah menuju tengah taman sekolah dimana tumbuh sebuah pohon cherry yang besar dan rindang.
Mereka menghempaskan tas mereka di rumput seraya duduk bersandar di batang pohon itu. Tiba-tiba serombongan gadis datang menghampiri mereka –dengan pakaian yang bisa dibilang tidak pantas dipakai ke sekolah karena minimnya dan make up yang menghiasi wajah mereka- (Karakura High School tidak memberlakukan seragam bagi murid-muridnya).
"Hai Grimmjow-kun!" Sapa salah seorang gadis dengan genitnya.
"Hai Senna." Sapa Grimmjow seadanya pada gadis yang kini duduk di sebelahnya. Sementara tiga orang gadis lainnya duduk di sebelah pacar masing-masing.
"Kenapa tidak membalas SMS-ku?" Tuntut Senna dengan wajah cemberut, yang disambut tawa jahil dari Szayel dan Nnoitra.
"..." Grimmjow Cuma menjawab dengan delikan kesal.
"Telponku juga tidak pernah kau angkat!" Senna semakin merajuk, dan tawa Szayel dan Nnoitra semakin keras saja.
"Aku bukan pacarmu!" Hardik Grimmjow, "Dan berapa kali kukatakan, jangan bertingkah seolah-olah aku adalah pacarmu!"
"Tapi..." Senna ternyata pantang menyerah, "Aku sudah menganggapmu sebagai pacarku!"
"Tapi aku tidak!" Tandas Grimmjow.
"Ck! Berisik!" Umpat Ulquiorra sambil tetap memejamkan mata dan mendengarkan musik yang mengalun lewat headsetnya.
"Ya. Sudahlah... Lebih baik kita mencari mangsa..." Ucap Nnoitra seraya mengedarkan pandangannya ke halaman sekolah.
"Oh lihat siapa yang datang..." Wajah Senna yang tadinya manyun berubah ceria saat melihat seorang gadis melewati taman tempat mereka duduk. Semua orang di bawah pohon cherry itu memandangi gadis itu lekat-lekat. Penampilannya sangat sederhana. Gadis itu mengenakan terusan panjang putih selutut dan jaket ungu tua yang senada dengan matanya, plus flat shoes putih dan tas ransel hitam.
"Kuchiki Rukia!" Senna memanggil gadis itu dengan teriakan keras, membuat Rukia berhenti berjalan dan menoleh siapa yang memanggilnya.
"Hm...?" Rukia menelengkan kepalanya, pertanda sangat keheranan karena yang meneriakkan namanya ternyata adalah gadis paling seksi di sekolah.
"Bajumu bagus!" Teriak Senna dari bawah pohon.
"Terimakasih" Rukia tersenyum sekilas, kemudian melanjutkan langkahnya yang terhenti.
"Sama seperti punya nenekku!" Teriakan Senna yang disambut dengan tawa teman-temannya itu membuat Rukia menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap mereka.
"Itu bagus!" Seru Rukia agak keras untuk mengimbangi gemuruh tawa murid-murid bermasalah itu. "Setidaknya masih ada satu orang di keluargamu yang mengerti sopan santun." Katanya tajam seraya tersenyum. Senyum sarkastis yang memang biasa ditunjukkannya pada orang-orang tidak sopan seperti ini.
Suara tawa terhenti sejenak oleh kalimat terakhir Rukia. Namun ketika gadis itu beranjak pergi, suara tawa Grimmjow memecah keheningan.
"Hahahahaha...!" Grimmjow menunjuk Senna, "Kau dikalahkan oleh kutu buku itu!"
"Hahahahaha..." Szayel dan Nnoitra ikut terbahak, sementara Senna dan teman-temannya kesal setengah mati.
"Hei Grimmjow, kau serius mau ikut praktikum kimia ini?" Nnoitra mensejajarkan langkahnya dengan Grimmjow yang berjalan terburu-buru, Szayel dan Ulquiorra mengekor di belakangnya.
"Gin-sensei si rubah itu bilang, kalau aku bolos kali ini, dia sendiri yang akan mengantarkan surat panggilan orang tua pada ibuku." Dengus Grimmjow.
"Oh ayolah... Aku benci kimia! Persetan dengan panggilan itu!" Maki Nnoitra.
Tiba-tiba saja Grimmjow menghentikan langkahnya, "Berisik!" Geramnya seraya berbalik dan mencengkram kerah kaos Nnoitra. "Aku tidak menyuruhmu ikut! Kalau kau mau pergi, pergi saja!"
"Kau...!" Ucapan Nnoitra terpotong saat Ulquiorra mendorong kedua orang yang sedang beradu emosi itu.
"Sudahlah." Ucap pamuda pucat itu tajam, "Kelas praktikum sudah mau dimulai."
Tanpa bicara lagi Grimmjow meninggalkan ketiga temannya. Dia berjalan ke laboratorium kimia dengan wajah memerah menahan amarah.
"Apa-apan dia itu?" Nnoitra masih bicara dengan nada tinggi, rupanya sama seperti Grimmjow, emosinya juga belum mereda.
"Kau lupa ya?" Tegur Ulquiorra
Szayel menepuk pundak Nnoitra, berusaha menenangkan sahabatnya. "Kalau ibunya sampai tau, dia akan dikiirim ke 'sana'." Melihat Nnoitra yang diam merenung, membuatnya melanjutkan ucapannya, "Ayo kita ke lab..."
Sementara itu di lab...
"Ah Jeagerjaques..." Gin tersenyum lebar melihat Grimmjow muncul di pintu laboratorium. Sementara seisi kelas menampakkan wajah terkejut karena si tukang bolos pelajaran sains itu tiba-tiba menunjukkan batang hidungnya.
Tanpa basa-basi, atau pun permisi pada guru kelasnya, siswa biru muda itu melangkah masuk. Meski tau bahwa deret bangku belangkang sudah ditempati oleh beberapa anak, tapi Grimmjow todak peduli. Dia tetap melangkahkan kakinya ke sana, karena tau anak-anak itu pasti menyingkir begitu melihat seringainya. Saat ini Grimmjow sedang tidak ingin tersenyum, jadi dia memutuskan untuk menggunakan matanya. Dan benar saja, begitu dia memberi pandangan sadis pada siswa-siswa itu, mereka langsung kabur, merelakan sederet bangku belakang untuk Grimmjow seorang.
"Rukia-chan..." Panggilan Gin membuat Grimmjow menoleh ke bagian depan ruangan, tempat dimana guru nyentrik itu berdiri sambil menuangkan larutan –yang entah apa- ke dalam Erlenmeyer.
'Rukia? Chan?' Grimmjow mengerutkan dahinya. 'Guru model apa yang memanggil muridnya 'chan'? Dasar tidak waras!' Batinnya.
"Tolong berikan Jeagerjaques pedoman praktikum kita. Dari wajahnya terlihat kalau dia membutuhkannya." Sambung Gin dengan senyuman maut-nya. "Dan sepertinya dia perlu jas lab, ambilkan saja di lemari, yang paling bulukan."
"Baik sensei..." Dengan sigap Rukia memakai sarung tangan, lalu berjalan ke arah lemari, mengeluarkan setumpuk jas dan modul, kemudian berjalan ke arah Grimmjow yang berwajah masam.
"Jadi..." Grimmjow mengambil (baca : menjambret) jas dan modul di tangan Rukia dengan ogah-ogahan, "Kau pembantu si wajah rubah itu?"
"Aku asistennya di lab." Sahut Rukia acuh.
"Bagiku tidak ada bedanya." Seringai muncul di wajah Grimmjow.
"Aku tau." Rukia tersenyum, "Kau bahkan tidak bisa membedakan jas lab dengan kain lap."
"Hah?" Grimmjow melongo, dalam sedetik dia langsung menatap gundukan kain di tangannya. "Sial!" Makinya seraya melempar kain yang berbau dan berwarna aneh itu ke meja.
"Wah! Schiffer, Granz, dan Jiruga!" Seruan Gin membuat Grimmjow dan Rukia menoleh ke depan laboratorium. Gin menyambut teman-teman Grimmjow yang berdiri di depan pintu, "Masuklah! Mimpi apa aku semalam..." Sindirnya dengan senyum khas.
Ketiga remaja bermasalah itu melangkah menuju deret belakang, dimana Grimmjow menatap mereka heran.
"Teman-temanmu akan memerlukan ini." Rukia menurunkan barang-barang bawaannya dan berbalik meninggalkan Grimmjow.
"Kalian kelihatan akrab." Goda Szayel yang mengambil tempat duduk di sebelah Grimmjow.
"Cih!" Dengus Grimmjow, dia merasa 'dikerjai' oleh Rukia. Ditambah lagi, Rukia membiarkan lap yang dilemparnya tetap berada di atas meja.
"Maafkan aku, teman!" Nnoitra menepuk pundak Grimmjow, yang hanya dibalas Grimmjow dengan senyum.
"Hei kalian yang di bangku belakang!" Panggil sang sensei rubah, "Cepat pakai jas labnya! Kita akan mulai praktikumnya sekarang!"
"Mana jas labnya?" Celetuk Szayel.
"Sudah kutaruh diatas meja kalian." Sahut asisten lab dengan wajah tanpa dosa.
Keempat pemuda itu berjengit. "Ini jas lab?" Nnoitra memandang onggokan kain bulukan di depannya dengan pandangan tidak percaya.
"Ini harus dipakai?" Szayel bergidik ngeri.
"Sampah..." Komentar Ulquorra dengan wajah datar.
"What the...?" Umpat Grimmjow.
"Pakai..." Gin membuka mata sipitnya, memperlihatkan tatapan penuh intimidasi. "Atau kalian lebih suka mencuci semua peralatan praktikum selama sebulan?"
Mungkin otak empat sekawan itu terbuat dari bahan yang sama. Serentak mereka memakai jas bulukan itu, pilihan mencadi budak cuci Gin selama sebulan pastilah sangat menyiksa. Rupanya sensei jenius itu sudah sangat ingin membalas dendam atas aktivitas bolos mereka yang sudah terlalu sering.
"Bagus..." Gin terseyum lebar melihat ekspresi merana keempat orang itu, "Mari kita mulai..." Dan dia pun menjelaskan berbagai macam hal di depan lab dengan Rukia yang membantunya mencontohkan tiap langkah praktikum yang akan mereka lakukan pagi itu.
"Ya begitulah..." Gin dan Rukia mengakhiri demonstrasi mereka, "Sekarang mulailah melakukan apa yag sudah saya jelaskan tadi dengan kelompok kalian masing-masing."
Para siswa sibuk membuka buku, menghitung, menimbang, dan menakar bahan-bahan. Sedangkan empat siswa di belakang hanya memainkan tabung-tabung di meja mereka dengan malas.
"Ck. Sial..." Keluh Nnoitra. Penjelasan gurunya sama sekali tidak dimengertinya. Jangankan masuk telinga kanan keluar kiri, penjelasan itu belum masuk ke telinganya, sudah mental duluan.
Szayel tampak membolak-balik halaman modul praktikum dengan frustasi. Tapi tetap saja tidak satu pun ilmu di buku itu yang menempel di kepalanya. "Sh*t!"
Ulquiorra duduk tenang, dia sudah menutup kedua lubang telinganya dengan headset sejak Gin memulai penjelasannya. Dan kelihatannya tidak berniat mencopotnya sampai pelajaran berakhir.
Grimmjow hanya memandangi kesibukan teman-teman sekelasnya. Mereka tampak begitu antusias mengikuti arahan dari Gin dan Rukia. "Hei..." Tiba-tiba Grimmjow buka suara, sontak ketiga sahabatnya menoleh. "Bagaimana kalau kita buat sesi praktikum ini lebih 'menarik'?"
TBC
Halo minna! *senyam-senyum nista*
Saya dateng dengan fic baru, request dari sepupu nan gaje saya... hohoho (padahal sendirinya juga gak kalah gaje)
Sorry sist, gak bisa buat yang yaoi ato sho-ai.. ternyata jiwa straightku ini gak bisa dibelokin.. hehe –plak-
Tentang pemilihan main characternya, kenapa saya pilih Grimmy *dicakar Grimmjow* dan Rukia. Itu karena saya rasa memang mereka berdua yg paling cocok sama karakter di filmnya.
Grimmjow yang begitu mencolok, tampan, sangar dan urakan cocok banget sama Landon Carter. Sedangkan Rukia yang manis, baik hati, tapi kuat pas banget sama Jamie Sullivan.
Fic ini mungkin bakal berakhir dalam 2 atau 3 chapter, jadi ga usah takut bosen bacanya.. hehehe *dilempar sendal*
Okeh deh.. sekian dari saya, Mind to RnR? *puppy eyes no jutsu*
