Marionette putih, menuntut kebebasan.
Nyawa akhir siklus hidup.
Marionette putih, cipta malaikat merah.
Hancurkan semua, penuhi hasrat.
Hidup dalam malam, terbakar saat petang.
Melodi bisu saksi seringai.
Nada bisu, adalah fakta.
Getir saat berjumpa, menari bersama siang.
.
.
.
.
Manette
VOCALOID (c) Crypton Future Media and Yamaha Corp.
rate: K—T, dapat berubah-ubah sesuai alur.
genre: horror, suspense, tragedy, crime, mystery.
Manette (c) Me (mizu hanashi)
chapter 1: Unknown Tale.
summary: mansion tua, seorang gadis, dan misteri dibalik semua perkara dari masa lalu yang kembali terbuka saat sang gadis menapaki kakinya ke sana. / Marionette dan Malaikat, siapa yang terbaik?
Warning: beberapa scene gak jelas. orz jangan salahkan saya. ooc, au, ar, bad diction, saya gila (diksi), misstypo bertebaran, terlalu banyak teka-teki gaje to the extreme, dark fiction.
don't like? don't read, please._.
.
.
Mansion berlapis cat warna gelap di balik bukit yang terbentang membentuk horizon perbatasan antara langit dan tanah. Dahan pohon kering yang sudah tidak lagi terawat seperti dulu lagi menyambut kedatangan sang gadis bersama dua orang anak kecil yang bersembunyi di belakangnya dengan nuansa gelap yang akan membuatmu bergidik ngeri saat pertama kali menapaki kaki ke sana.
Ia menilik tekstur mansion tersebut—entah kapan terakhir kali mansion tua ini direnovasi. Cat yang mulai mengelupas, tembok yang retak, lantai kayu yang berdecit tiap kali kau menginjaknya, pintu tua yang gagangnya terlihat tidak akan bergeming bila kau tidak menggunakan seluruh tenangamu untuk membukanya, dan juga atap-atap yang mulai berwarna hitam dimakan umur.
Saat gadis belia dengan marga Suzune tersebut mengetuk pintu depan mansion tua tersebut, dalam sekali kedip seorang wanita tua langsung membuka pintu, dan mengintip melalui celah-celah kecil yang pintu dan mulut pintu tersebut ciptakan, "ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan suara parau.
Ring mengerjapkan matanya, "Anu… saya Ring Suzune—"
"Ah, anda. Saya… sudah mendengar semuanya dari—orang tua anda. Silahkan masuk, masuk." wanita tua itu memberikan akses penuh agar Ring bisa memasuki tempatnya tinggal-nya. Gadis pemilik rambut sebiru langit tersebut kemudian memberikan isyarat agar kedua adik-nya masuk lebih dulu, dan kemudian mereka berdua dengan takut-takut melangkah masuk ke dalam mansion tua itu.
Kemudian setelah kedua adik-nya memasuki mansion tersebut dengan malu-malu, Ring mengikuti mereka dari belakang dengan membawa beberapa tas.
Tampak dalam, mansion yang dihuni oleh seorang wanita tua ini tidak terlihat sama tua-nya dari penampilan luar-nya. Lukisan artistik tampak menggantung, tumbuhan dalam vas maupun pot terlihat sangat hijau dan terawat, jendela besar memasukkan cahaya matahari dan menampakkan panorama yang sangat asri dan hijau.
Ring dan kedua adiknya—Miku dan Mikuo—mengerjap, dan berdecak kagum melihat pemandangan tersebut. Kupu-kupu berwarna-warni beterbangan dengan bebas, burung bersuling nan merdu, menggantungkan tubuhnya pada sebuah dahan pohon, dan padang rumput yang terbentang luas, dengan bukit sebagai batas akhir yang menutupi padang rumput tersebut seperti pagar.
"Kak!" Miku berteriak antusias, menarik rambut sang kakak, membuat Ring meringis pelan, "disana ada anak perempuan—" kemudian menunjuk batang pohon yang paling lebat di sekitar sana. "dan dia melihat kemari! Manisnya!"
Setelah menyimak pernyataan adik perempuannya, sang kakak mengikuti arah dari jari telunjuk milik adiknya, dan kemudian arah tersebut mengacu hanya pada sebuah batang pohon tua. Tidak ada apapun disana.
Ring kemudian ikut tersenyum—mengira apa yang adiknya lihat hanyalah imajinasi-nya. "Iya, ya. Dia manis sekali."
Kemudian adik laki-laki-nya—Mikuo menggenggam tangan Ring dengan sangat erat. Hal ini dirasakan Ring, yang kemudian mengacak-acak puncak kepala Mikuo, "Ada apa, hmm Mikuo?"
Sedikit tersirat perasaan takut dari bola mata azure Mikuo, "Di—Dia akan mati, ya?" setelah itu, bocah bersurai teal menunjuk ke pohon tua itu, "Habis… dibelakangnya ada seorang gadis lain—" sedikit terisak, "membawa pisau besar, dan melihatku dengan pandangan mengerikan."
Iris biru azure milik Ring membulat, mengganggap imajinasi milik adik laki-laki-nya terlalu berlebihan, "Apa maksudmu?" kemudian air mata Mikuo tumpah. Tangisan terdengar menggema ke seluruh penjuru lorong mansion itu.
Ring terdiam, heran.
Gadis di bawah pohon rindang itu, menangis dalam diam, ditemani hembusan angin musim gugur yang membelai surai nila-nya yang lembut. Dari salah satu iris milik-nya, air mata mengalir turun, membasahi rerumputan hijau dengan warna merah kental.
(—dan di suatu ruangan dalam mansion, sang wanita tua tersenyum sinis dalam pekatnya kegelapan yang mendominasi.)
.
.
Malaikat merah, menuntut balas.
Mati ujung adalah awal.
Malaikat merah, cipta Marionette putih.
Bebaskan satu, demi kejayaan.
Mati saat malam, menari dalam fajar.
Tarian semu adalah nyata.
Jeritan palsu adalah fakta.
Dendam saat berpisah, menangis saat bertemu.
.
.
Ring sebenarnya kemari atas permintaan kedua orang tua-nya. Ia ditugaskan untuk memotret pemandangan yang ada di balik bukit itu. Tidak ada yang berani kemari karena rumor mansion mengerikan ini, mungkin hanya Ring dan keluarganya yang berani menapaki kaki mereka ke mari.
Dan juga, alasan lain mengapa Ring membawa kedua adik-nya kemari karena pasti mereka berdua tidak akan bisa tidur sendiri dalam apartemen yang biasanya dihuni oleh lima orang—termaksud Ring dan kedua adik kembarnya.
Kenapa bukan orang tua-nya saja yang memotret? Sayang sekali mereka harus pergi ke suatu tempat karena tuntutan pekerjaan, sementara mereka juga ingin sekali memuat foto tersebut dalam majalah—karena mereka seorang jurnalis.
Tapi, kini kejiwaan Ring seolah terhantam ombak besar yang menyeretnya dalam enigma. Tangannya bergetar hebat memandang sebuah foto—ya, foto yang baru-baru saja ia tangkap melalui lensa kamera miliknya. Suaranya tercekat, tertahan di tenggorokannya. Pupil matanya mengecil, tampak takut, ingin mengeluarkan air mata, terlalu takut.
Bibir Ring kini terlihat seperti merapalkan sebuah mantra. "…I—ini… apa…?"
Lembaran foto itu menampakkan panorama samar berwarna kehijauan, dengan sedikit bayang-bayang yang menghalangi. Tapi, hal yang membuatnya lebih terkejut adalah saat ia melihat batang pohon yang paling rindang dari antara semua pohon yang tumbuh disekitarnya.
Disana kedua permata azure-nya merekam sosok seorang gadis, tersenyum lembut menatap lensa kamera. Lekukan senyumnya tampak menyiksa batin, mengusik hati dan sanubari Ring. Tangan kanannya menggenggam erat telapak tangan kiri—dengan darah mengalir dari bawah lengan kanan gaun putih bermotif renda-renda manis yang mengitari sekeliling kaki gaun
Lebih dari itu, tatapan mata sendu milik bayangan gadis itu seolah memperingati Ring akan sesuatu yang akan datang, sesuatu yang berbahaya. Permata milik Ring kini mencermati sesuatu yang lebih penting dari penangkapan bayangan gadis itu.
Ah, ya. Pemilik helaian rambut yang warnanya senada dengan warna langit melihat sesuatu di balik pohon itu. Ia mendapati bayangan tangan-tangan yang seolah ingin menyeret gadis itu ke suatu tempat yang tertutup, dan gelap.
Ring kemudian mengalihkan pandangannya ke arah gadis dalam foto itu. Kini ia mencermati bahwa gadis itu menangis pilu, membasahi rerumputan dengan warna merah segar. Mulutnya sedikit terbuka, tangannya seolah berusaha memperingati Ring kembali pada sesuatu yang dapat mengancamnya.
Tidak mempedulikan foto itu, sang gadis berlari dengan kecepatan konstan menuju halaman belakang dari mansion itu. Manik matanya mencermati jendela dalam mansion yang memberikan akses untuk melihat ke dunia luar, kemudian tiap kali melewati jendela sang gadis selalu berusaha melihat pohon yang mengusik-nya.
Ia kemudian mengatur napasnya saat berada tepat di depan pohon tua tersebut. Dengan batang yang kokoh berdiri dan dedaunan yang bergemerisik tiap kali angin musim membuat mereka menari. Ring terdiam, kemudian berjalan maju memperhatikan tumbuhan tersebut dari atas hingga bawah.
Saat itu, matanya tanpa sengaja menangkap suatu hal yang ganjil. Tangannya kemudian meraih batang besar tersebut, dan menyentuhkan jemari putih miliknya dengan sesuatu yang ganjil itu. Ia merasakan cairan menodai tangannya.
Si gadis kemudian menarik kembali tangannya, dan ia menyadari benda apa itu.
Tersirat rasa terkejut dari pupil matanya yang mengecil. Tangannya kembali bergetar hebat.
"…Apa… ini…?"
—Ia mengeluarkan senyum tidak percaya, dan kemudian terjatuh, matanya ia usahakan untuk terfokus pada noda itu—yang perlahan membentuk suatu kata-kata yang tidak dapat Ring mengerti hingga akhirnya kata itu terbentuk saat angin berhembus semakin kencang.
(—Seolah ikut tersanjung bahagia saat permainan ini akan dimulai.)
Mata sang empunya rambut biru langit semakin melebar—seolah ingin melompat keluar dari tempatnya.
"—To—'Tolong… aku…?'."
.
...Bayangan tersenyum memandang kegagalan dengan sesamanya. Cahaya berusaha memperkuat eksistensi-nya tanpa sosok sang lawan yang selalu menyertai-nya.
.
—END OF THE PAGE—
Terima kasih bagi yang berkenan untuk membaca fiksi gak mutu seperti ini. Hahahaha, saya buat gara-gara iseng, loh. Ulangan kan nge-bosenin._.
wao, diksi super panjang ;A; chapter ini pendek karena saya… ya emang sengaja #ngeles
AAAAABARUSADARALURNYAKECEPET ANBANGET
kunci untuk pemecahan masalah sudah saya selipkan di dalam beberapa kata. silahkan dicari tau apa yang saya maksud dengan 'marionette' dan 'malaikat' sebagai langkah awal. yah, maksud dari kedua kata nista diatas tidak akan bisa ditemukan di chapter ini—mungkin hanya sedikit bayangan mengenai sosok mereka.
arti dari judul? bahasa italia. artinya borgol. tapi pendapat saya disini mungkin lebih mengacu ke rantai (catena). paksain biar masuk=="
ada yang niat mengoreksi? flame? kritik? saran? komentar? pujian? (jangan ngarep!)
(saya masih bingung soal pairing. terakhir rencana RitsuRing, tapi yah ada yang mau kasih saran?)
Mind to review?
