Disclaimer : Square-Enix
Pairing : Cloud x Tifa
Setting : After FF VII DoC
Warning : Agak-agak OOC (mungkin), romancenya belum ada di chapter ini, sedikit humor
Akhirnya saya kesampean juga ngebuat fict tentang Cloti! Uhuy uhuy! *lompat2 gaje*
ENJOY! *kabur*
Sepasang mata biru Cloud terfokus pada sebuah benda bulat berwarna emas putih yang terletak dengan manis di kotak kecil berwarna biru tua. Pemuda rambut kuning itu terdiam dengan kagum melihat keindahan sebuah cincin dengan berlian mungil yang indah sebagai penghiasnya. Seorang wanita yang dari tadi ada di depannya hanya menopang dagu, menunggu jawabannya.
"Err...bagaimana, Tuan?" tanya si wanita yang merupakan seorang penjual perhiasan kepada Cloud.
"Tidak ada yang lebih indah lagi? Ini terlalu biasa," kata Cloud kaku seperti biasa, membuat wanita itu sedikit sebal dengan pembelinya itu.
"Eh Tuan, dengar ya... cincin ini sudah terkenal keindahannya dan kecantikannya. SERATUS persen emas putih asli dan NOL persen imitasi. Semua orang yang melihatnya pasti terpesona dengan cincin ini, bahkan anda sendiri juga tadi terpana melihatnya. Iya, kan?" kata wanita itu kesal.
"Hah?" gumam Cloud, dia tidak mengerti mengapa wanita ini jadi marah padanya. Dia lalu mengamati cincin itu kembali, Cloud memang mengakui kalau cincin ini sangat indah, tapi dia takut kalau Tifa tidak menyukainya. Ya, Cloud memang berencana untuk melamar Tifa, tekadnya sudah bulat dan mereka juga sudah cukup umur untuk menikah. Maka dari itu, Cloud harus membeli cincin dahulu, karena jika seorang pria mau melamar wanita yang dicintainya, dia harus memberikannya sebuah cincin pengikat antara mereka berdua.
"TUAAAN...!" panggil si wanita tidak sabar.
"Hah? Apa?" Cloud berkedip, mengalihkan pandangannya dari cincin ke arah wanita yang mukanya sudah kusut itu.
"Anda mau membelinya atau tidak? Jika anda masih tidak mau yang ini, silahkan anda pergi dan cari toko perhiasan lain," kata wanita itu yang sudah lelah karena memang sudah tiga jam lebih dia melayani Cloud hanya untuk memilih cincin.
Cloud merengut melihat sikap sang penjual yang bad mood itu. "Baiklah, aku pilih yang ini!" kata Cloud mantap. Mendengar itu, wajah kusut penjual tadi berubah menjadi cerah dan lega. Cerah karena Cloud jadi membeli dagangannya, lega karena akhirnya pria itu tidak harus membuatnya capek menunggu lagi.
"Baiklah, Tuan!" kata si penjual riang. Cloud bingung dengan kelakuannya yang berubah drastis dalam sekejap.
"Berapa?" tanya Cloud.
Wanita itu nyengir lebar. "Murah kok! Cuma 20 juta Gil!"
"Apa?! Murah katamu? Itu mahal! Apa kau tidak bisa mendiskon sedikit?" protes Cloud dengan mata membelalak kaget ketika mendengar harganya.
"Hei, Tuan... barang mahal begini sudah sangat murah dihargai begitu, bahkan harga aslinya saja mencapai 40 juta Gil lho. Saya berbaik hati dengan anda karena sudah mengurangi 20 juta," kata si penjual membela diri.
Cloud masih tidak terima, bisa-bisa uang yang dia kumpulkan selama ini habis hanya gara-gara membeli sebuah benda kecil bernama cincin. "Bagaimana kalau 500 ribu Gil?" tawarnya.
"Tidak, terlalu murah," tolak si penjual.
"Kalau 1 juta?" tawar Cloud lagi.
"Tidak, tidak."
"Eng... 5 juta?" kata Cloud masih berusaha menawar.
"Ooo... masih belum."
"10 juta...?" Cloud mulai depresi.
"TI-DAK"
Cloud mulai geram. "Baiklah! 15 juta dan jangan protes lagi!"
"DEAL!" kata wanita penjual itu senang sambil mengacungi jempolnya ke arah Cloud. Si wanita langsung sibuk membungkus cincin itu di sebuah kotak yang cantik dan memasukkannya ke dalam sebuah kantong plastik dengan tulisan "EDGE Jewelry", sedangkan Cloud hanya menggerutu tidak jelas.
"Silahkan!" kata si wanita berseri-seri sambil menyerahkan kantong itu pada Cloud. Cloud terdiam sebentar memandangi dompetnya. Si wanita yang dari tadi menunggu bayaran dari Cloud mulai bingung, berpikir pasti pria di depannya ini enggan untuk membayarnya. 'Kenapa bisa ada orang sepelit ini ya?' pikir wanita penjaga toko itu.
Lalu wanita itu memutuskan bertanya. "Tuan, anda membeli ini untuk pacar, bukan?"
Cloud melihat wanita itu lama, dia jadi bingung sendiri menjawabnya. "Pacar? Apakah aku pacar Tifa? Yang kutahu kami hanya teman sejak kecil dan dia adalah cinta pertamaku. Tapi kami tidak pernah berhubungan sampai pacaran. Jangankan pacaran, kencan saja tidak pernah. Lalu, sesungguhnya aku ini apanya Tifa? Apakah hanya sekedar teman sejak kecilnya saja?" Cloud mulai depresi kembali dengan pikirannya yang sudah kemana-mana.
Wanita itu menopang dagu sambil menunggu jawaban Cloud yang tidak kunjung tiba. "Eerr... dia bukan pacar anda ya?" tebak wanita itu dengan sedikit tidak enak.
"Bukan..." jawab Cloud sedikit sedih.
"Jadi?" tanya wanita itu bingung.
"Dia adalah teman masa kecilku, aku sudah menyukainya sejak dulu," ucap Cloud jujur.
"Aw! Manis sekali! Jadi anda ingin melamarnya langsung? Anda menunggu apalagi?! Segera lamar dia sebelum di ambil orang lain!" seru si wanita menyemangati sampai berapi-api.
"Uh.. yeah.." gumam Cloud sambil melihat wanita itu dengan tatapan aneh. Wanita itu melirik dompet Cloud yang sejak tadi masih dipegang oleh pria itu. "Kalau begitu anda jadikan membeli ini? Ayolah jangan merasa sayang dengan uangmu, ini demi orang yang kau cintai juga," dorongnya dengan mata penuh harap sambil berpikir : 'Ayolah, jangan keras kepala.'
'Benar juga, ini demi Tifa,' pikir Cloud. Dia akhirnya mau membayarnya, sehingga wanita penjaga toko itu bersiul riang. Cloud lalu menerima kantong itu darinya. "Terima kasih."
"Sama-sama, Tuan!" Kata wanita itu membungkuk padanya. Ketika Cloud mulai pergi, dia masih mendengar suara wanita itu memanggilnya. "SEMOGA BERHASIL!" teriaknya sambil melambai-lambaikan tangan dengan ceria ke arah Cloud. Orang-orang di sekitar situ mulai memandangi Cloud, sehingga membuat dia malu dan cepat-cepat pergi dari situ.
CxT
Cloud duduk sendirian di bangku taman, merenungi tentang apa yang akan dikatakannya nanti ketika melamar Tifa. Dia membuka kotak kecil berwarna biru tua itu dan mengambil cincin emas putih di dalamnya. Cloud memandangi cincin itu, jantungnya saja sudah berdegup kencang sekarang, apalagi nanti ketika berhadapan dengan Tifa. 'Apa yang pertama kali akan kukatakan padanya? Cloud pikirkan!' Cloud mulai memutar otak.
Dia lalu berdiri dari bangku, memutuskan untuk latihan berkata-kata dulu agar ia nanti tidak gugup di depannya. Tentu saja latihannya dengan nada sepelan mungkin, agar orang-orang tidak mendengarnya. Karena kalau itu terjadi mereka pasti menganggap ia sudah gila.
Cloud berdehem. "Tifa... sudah lama kita berteman, apakah kau mau menjadi teman hidupku? Uuuh... Tidak! Tidak!" Cloud menggeleng kepalanya. Lalu ia berdehem lagi. "Tifa... sudah lama aku menyukaimu, maukah kau menjadi istriku? Aaah... tidak!"
Cloud berpikir sebentar lalu melanjutkan lagi latihannya. "Tifa... kau sungguh cantik, kecantikanmu itu sungguh membuatku terpesona. Ini adalah sebuah cincin yang cantik untuk dirimu yang cantik, maukah kau menjadi pasangan hidupku selamanya dan...-" tiba-tiba Cloud tidak melanjutkan kata-katanya. "Itu terlalu panjang dan bertele-tele, bisa-bisa ia menganggapku gombal. Harus kata-kata yang singkat, padat, dan jelas."
"Tifa... maukah kau menjadi istriku dan hidup bahagia bersamaku? AAARGH..!" Cloud jadi frustasi sambil mengacak-ngacak rambut jabriknya. Ia memang tidak ahli merangkai kata-kata yang indah untuk diucapkan, apalagi di depan orang yang disukainya. Ia yakin bahwa ia pasti sudah pingsan duluan karena gugup yang berlebihan. Ternyata ia masih sama saja dengan dirinya sewaktu kecil, sifat pemalunya ini memang tidak gampang untuk dihilangkan.
Cloud terduduk kembali di bangku, memikirkan Tifa yang sejak tadi tidak lenyap-lenyap juga dari kepalanya. Hatinya bahkan berdegup semakin menjadi-jadi. "Sial! Berhenti dong!" katanya memukul-mukul dadanya sendiri. Tiba-tiba, Cloud mendengar suara cekikikan di depannya, ternyata itu berasal dari dua orang gadis yang sejak tadi sudah memperhatikannya tanpa ia sadari. Wajah Cloud jadi merah dan mengalihkan pandangannya dari mereka, pura-pura tidak tahu. Gadis-gadis itu langsung pergi menjauhinya dengan masih cekikikan.
Cloud menghentakkan kakinya dengan kesal. "Kerja yang bagus Cloud, karena mereka sudah menganggapmu gila sekarang," gumamnya pada diri sendiri. Dia melihat cincin itu sekali lagi, Cloud menjadi ragu dan merasa tidak percaya diri sekarang. Keyakinan dan tekadnya tadi seakan menghilang entah kemana. Ketika ia lagi merenungi nasibnya, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya, membuat Cloud kaget dan menoleh. Dia melihat seorang gadis berambut hitam pendek yang ternyata adalah Yuffie Kisaragi.
"Haiiii Cloudy! Si Ninja hebat, Yuffie Kisaragi dataaaaang!" sapanya riang.
"Hai Yuffie..." Cloud menghela napas.
Gadis ninja itu lantas ikut duduk di sebelahnya, dia melihat wajah lesu Cloud yang memang selalu lesu itu. "Kau kenapa, Cloud?"
"Tidak apa-apa..." jawabnya semakin lesu.
Yuffie memperhatikan kotak kecil yang dipegang Cloud. "Wohoo... apa itu?!" tanyanya penasaran.
Cloud menyadari kotak cincin yang dipegangnya, lalu cepat-cepat disembunyikannya dengan telapak tangannya. "Eerr... bukan apa-apa."
Tapi sudah terlambat baginya, karena Yuffie sudah tahu apa isinya. "Clooouuuud~~... untuk siapa cincin ituuuuu...~~?" tanyanya dengan nada menggoda.
Wajah Cloud memerah drastis, berusaha menyembunyikan wajahnya, tapi Yuffie bersikeras untuk melihat ke arahnya. Yuffie semakin tersenyum nakal, lalu meletakkan tangannya di dagu seperti detektif. "Sepertinya aku tahu cincin itu akan diberikan pada siapaaa...~~"
"..." Cloud hanya diam seribu bahasa.
"Clooouuuud... boleh aku sebut namanyaaaa...?" goda Yuffie dengan nada menyanyi.
"..." Cloud masih diam.
Yuffie menyeringai lebar, lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Cloud dan meletakkan tangannya di sebelah pipinya. "TI-FA, KAN?" bisiknya dengan ketawa kecil. Seketika itu juga, pipi Cloud kembali memerah tapi tetap memasang wajah secool mungkin.
"Ayolah, Cloud! Kau ingin melamarnya, bukan? Bener, kan? Iya, kan?" desak Yuffie.
"..."
"Cloud! Ayolah, aku bisa membantumu!" Yuffie masih menyerocos.
"..."
"Cloud! Cloud! Cloooouuud...!" panggil Yuffie lagi, tapi kali ini sambil mengguncang-guncangkan lengan Cloud dengan mata penuh harap. Cloud tidak tahan dengan Yuffie yang masih berisik tepat di telinganya, lalu ia menoleh ke arah Yuffie. "Baiklah! Baiklah! Aku ceritakan padamu!"
"YIPPIEE!" teriak Yuffie dengan gaya anak kecil yang sedang gembira.
Cloud menghela napas lagi. "Begini ya, aku sebenarnya memang mau melamar Tifa, persis seperti yang kau tebak tadi." Mendengar itu, Yuffie langsung mengangguk-angguk dengan senyum, lalu Cloud melanjutkan dengan murung. "Tapi..."
"Tapi...?" gumam Yuffie penasaran, semakin melihat Cloud dalam-dalam.
"Aku tidak punya rasa percaya diri, lagipula aku tidak tahu bagaimana cara menyampaikannya pada Tifa," kata Cloud sambil di dalam hati memarahi dirinya sendiri karena terlalu pengecut.
"Ooow... jadi kau tidak tahu bagaimana cara ngomongnya ya...?" tanya Yuffie sambil memain-mainkan kakinya.
"Iya, bisa dibilang begitu," Cloud menunduk memandangi kotak cincinnya.
"Jujur, sebenarnya aku juga bingung dengan situasimu karena aku juga belum pernah menyampaikan isi hati pada seseorang, apalagi dilamar," kata Yuffie, membuat Cloud sedikit kecewa.
Tiba-tiba Yuffie mendapat ide. "Cloud! Bagaimana kalau kita kumpulkan semua anggota Avalanche dan kita diskusikan bersama-sama! Siapa tahu mereka bisa membantumu!"
"A-apa? Tidak!" tolak Cloud langsung.
"Kenapa tidak?" tanya Yuffie.
Cloud diam sebentar. "Aku takut nanti mereka semua menertawakanku, mau dibawa kemana harga diriku?"
Yuffie berdiri dari duduknya dan menghadap Cloud dengan berkacak pinggang. "Hei Cloud, ini soal penting lho! Yaitu melamar orang yang kau cintai, bukannya soal harga diri!" ucapan Yuffie cukup menusuk Cloud.
"Tapi..."
"Tidak ada tapi-tapian dan berhenti bersifat gengsi. AYO cabut!" potong Yuffie sambil menarik lengan pria itu dan menyeretnya dengan paksa. Cloud hanya pasrah dengan sikap gadis ini yang memang tidak bisa di bantah.
CxT
Tifa sedang mengelap gelas-gelas di meja counternya, suasana barnya sekarang sungguh sepi. Dia merasa aneh, karena biasanya anggota Avalanche selalu berkumpul di sini. Satu hal lagi yang membuatnya bertanya-tanya adalah kemana Cloud saat ini. Tifa tahu kalau hari ini Cloud sedang libur dari pekerjaannya mengantar barang, tapi bukan berarti dia harus keluar seenaknya. Alhasil, dialah yang harus mengurus anak-anak dan menjaga barnya sekaligus, karena Barret yang selalu kesini untuk menemui Marlene juga tidak muncul batang hidungnya.
Tifa melirik meja di pojok ruangan, di sana seorang gadis berambut pendek berwarna coklat kemerahan sedang meneguk minumannya bersama Marlene dan Denzel, mereka tampak berbicara sangat akrab dan tertawa. Tifa tersenyum melihat gadis yang bernama Shelke itu sekarang sudah akrab dengan mereka berdua. Awalnya Tifa khawatir karena sejak tinggal disini, Shelke selalu diam dan murung. Tapi sepertinya sekarang dia sudah tidak apa-apa. Tifa juga hampir tidak percaya gadis kecil seperti Shelke sudah berumur 19 tahun. Wanita itu sedikit kasihan padanya karena ia tidak bisa tumbuh secara alami seperti orang kebanyakan. Tapi Tifa tidak memikirkan itu, sekarang ia senang karena Shelke tinggal bersama mereka, selain bisa membantunya menjaga Marlene dan Denzel, ia juga ada teman bicara selagi Cloud tidak ada.
Pikiran Tifa tiba-tiba beralih kembali ke Cloud, dia melihat jam di dinding. Sudah siang begini, pria itu belum muncul juga. Tifa yakin kalau Cloud sudah keluar dari rumah sejak pagi tadi. Tifa jadi kepikiran dengan ini. 'Kira-kira Cloud sedang apa sekarang? Apakah ini ada hubungannya dengan semua anggota Avalanche yang juga tidak muncul disini? Akhir-akhir ini juga Cloud jarang berada di rumah, bahkan saat libur sekalipun. Bukan hanya itu, dia juga jadi sedikit dingin padaku. Jangan-jangan dia...' Tifa tiba-tiba sadar kalau dia sudah berpikir terlalu jauh, kemudian memutuskan untuk tidak memikirkannya dan melanjutkan mengelap gelas.
Di meja, Shelke memperhatikan Tifa yang sepertinya sedang murung. Biasanya wanita itu selalu memasang tampang ceria dan lembut, tapi kali ini kok...
"Hei, ada apa dengan Tifa?" bisik Shelke pada Marlene dan Denzel. Mereka berdua melirik ke arah orang yang dimaksud, memang benar kalau wajah Tifa hari ini tampak lesu.
"Mungkin dia merasa kesepian," bisik Marlene.
"Kalau merasa kesepian, dia selalu seperti itu," tambah Denzel yang juga berbisik. Shelke manggut-manggut, dia juga merasa teman-teman Tifa yang lain tidak datang hari ini. Biasanya mereka selalu berisik dan membuat keributan. "Aku akan menemani Tifa, kalian bisa bermain berdua?"
Marlene dan Denzel mengangguk senyum, kemudian berlari keluar dari bar. Shelke melihat kepergian mereka berdua, lalu membereskan gelas-gelas di meja dan menuju ke counter Tifa.
Tifa mendengar suara nampan yang baru saja diletakkan Shelke di counternya. Wanita berambut hitam itu baru tersadar dari lamunan panjangnya dan menatap ke arah Shelke. "Shelke, dimana Marlene dan Denzel?"
"Mereka kusuruh bermain di luar, kau tidak keberatan, kan?" kata Shelke sembari duduk di hadapan Tifa.
"Oh! Tentu saja tidak!" jawab Tifa tersenyum gugup, kenapa dia tidak melihat Marlene dan Denzel berlari keluar ya?
Mantan anggota Tsviets itu terdiam melihat ke arah Tifa, membuat yang dipandangi menjadi bingung. "Kenapa kau melihatku seperti itu?"
"Tifa, kau sedang sedih ya?" Shelke balik bertanya tanpa ekspresi.
Tifa terkejut mendengarnya, dia langsung mengeluarkan senyumnya. "Aku tidak apa-apa kok, kenapa kau berpikir begitu?"
Shelke tahu kalau itu hanya senyum yang dipaksakan. Masih dengan wajah tanpa ekspresinya, ia bergumam. "Kau bisa cerita kepadaku, jangan memaksakan diri." Tifa melihat Shelke, walaupun gadis ini wajahnya jutek dan tidak bisa dibilang ramah, tapi hatinya sangat lembut dan perhatian. Tifa menghela napas dan tersenyum. "Kau benar, terima kasih."
"Jadi, ada apa?" tanya Shelke menopang dagu.
"Kau tahu... aku menyukai Cloud," jawab Tifa menunduk, pipinya memerah sedikit.
Shelke tersenyum kecil. "Itu bagus, lalu masalahnya apa?"
"Aku merasa dia jadi dingin padaku akhir-akhir ini. Kami tidak pernah saling berbicara seperti dulu, lalu dia juga selalu pergi diam-diam seperti menghindariku. Ketika kuajak bicara, dia sering menghindari kontak mata dan pergi keluar dengan terburu-buru. Kalau pulang selalu larut malam dan kelihatan lelah dan lesu. Aku takut kalau terjadi sesuatu padanya, atau mungkin saja dia... sudah punya pacar," kata Tifa sedih.
"Bukankah dia memang selalu pendiam dan selalu berlagak misterius seperti itu?" kata Shelke.
Tifa menggeleng cepat. "Tidak! Dia tidak seperti itu. Kalaupun ada rahasia, dia selalu menceritakannya padaku. Walaupun di mata orang lain dia itu dingin, tapi dia sebenarnya hangat, baik hati, berani, dan keren," Tifa cukup memerah dengan kata-katanya tentang Cloud, apalagi yang bagian 'keren'.
"Kau percaya padanya?" tanya Shelke.
Tifa mengangguk. "Tentu saja, dia adalah orang yang paling kupercayai di dunia ini."
"Kalau kau percaya, kau harus tetap berpikir positif tentangnya. Aku yakin kalau dia tidak akan menjauhimu begitu saja. Mungkin ia mempunyai sesuatu yang tidak bisa diekspresikannya kepadamu. Setidaknya beri dia waktu, Tifa. Kau pasti paling tahu kalau sifatnya seperti itu," kata Shelke dengan mata birunya menatap lurus ke mata coklat Tifa.
Tifa mengerti dengan perkataan Shelke, ia sudah mencurigai Cloud, itu tandanya ia tidak percaya padanya. "Kau benar, aku sudah mencurigai Cloud, harusnya aku menghilangkan pikiran negatif ini ya. Aku sungguh bodoh..." kata Tifa memukul pelan kepalanya sendiri. Shelke tahu kalau sebenarnya Tifa masih menyimpan rasa cemas pada Cloud, ia hanya bisa menghela napas.
Tiba-tiba ponsel Shelke berdering, tanda ada SMS masuk.
Shelke membuka ponselnya dan melihat pesan masuk dari Yuffie.
From : Yuffie
To : Shelke
"Hei Shelke! Semua anggota Avalanche sekarang sedang berdiskusi untuk membuat kejutan untuk Tifa! Bisa kami minta tolong padamu, untuk membuatnya kelelahan atau tertidur dan kau menggantikannya menjaga barnya sampai malam?! Ya! Ya! Mau ya?! Please...!"
Shelke menaikkan alis, lalu ia mengetik balasannya.
From : Shelke
To : Yuffie
"Boleh saja sih, tapi pesta kejutan apa?"
Shelke menunggu jawaban dari Yuffie, dan tidak lama ponselnya berdering kembali.
From : Yuffie
To : Shelke
"Si Cloud! Cloud mau melamar Tifa! Sekarang dia ada di sini bersama kami! Jadi kami ingin membantunya dan aku berharap kau mau bekerja sama! Terserah deh kau mau berbuat apa pada Tifa, yang penting dia tidak sadarkan diri sampai nanti malam!"
Membaca itu, Shelke tersenyum sendiri. Lalu mengetik balasannya lagi.
From : Shelke
To : Yuffie
"Baiklah, akan kuusahakan dia tidak akan bangun-bangun sampai malam."
Baru tiga detik, ponsel Shelke berdering lagi.
From : Yuffie
To : Shelke
"SIP! Makasih Shelke!" XD
Shelke tersenyum dan menutup ponselnya. Tifa yang sejak tadi memperhatikan Shelke yang tersenyum sendiri jadi penasaran juga. "Siapa yang SMS?"
"Oh, bukan siapa-siapa."
"Terus kenapa kau tersenyum-senyum sendiri? Dari pacarmu ya?" goda Tifa sambil berkacak pinggang.
"Tidak, bukan. Umm.. Tifa aku mau ke kamarku dulu ya, nanti aku kembali," kata Shelke langsung naik ke tangga dengan cepat. Tifa melihatnya dengan aneh, lalu hanya mengangkat bahu.
Di kamarnya, Shelke membuka lemarinya dan menemukan obat tidur yang membuat peminumnya menjadi tertidur sampai 8 jam penuh. Shelke tersenyum licik melihat obat tidur yang dipegangnya. "Ini cocok untuk membuat Tifa ambruk selama berjam-jam," gumamnya seperti orang yang ingin membunuh. Tapi, bagaimana caranya membuat Tifa meminum ini ya? Shelke berpikir sebentar. Lalu tiba-tiba ia tersenyum karena mendapat ide, dengan segera ia beranjak dari kamarnya menuju Tifa.
"Tifa, apakah kau bisa mengajarkanku cara membuat salah satu minuman andalanmu? Aku lihat, banyak sekali pengunjung yang menyukainya, termasuk aku sendiri. Jadi sekalian saja aku ingin belajar," kata Shelke dengan polos.
"Oh hahaha... boleh saja," Tifa yang masih mengelap gelas, menghentikan pekerjaannya. Dia lalu mengajarkan cara membuat minuman yang enak pada Shelke, meskipun gadis itu tidak sepenuhnya mendengarnya. Dia hanya ingin memasukkan obat itu ke dalamnya dan menyuruh Tifa meminumnya.
Setelah beberapa menit kemudian, Shelke berhasil membuat sebuah jus dengan campuran berbagai macam. "Selesai.." ucapnya yang lagi-lagi tanpa ekspresi.
Tifa menepuk kedua tangannya dengan senang. "Baiklah, akan kucicipi minumanmu!"
Tifa mengambil gelas yang dipegang Shelke, dan meminumnya. Shelke tersenyum, karena dia sempat memasukkan obat tidur itu selagi membuatnya tadi. Tifa meminumnya sampai habis dan meletakkan gelasnya ke meja. "Shelke! Minuman buatanmu enak sekali dan... eh?"
Pandangan Tifa tiba-tiba kabur dan ia menguap lebar. "Shelke... kenapa tiba-tiba aku merasa lelah sekali ya...? Mataku... terus menempel nih..." kata Tifa dengan wajah sangat mengantuk.
'Bagus, obatnya mulai bekerja,' pikir Shelke, lalu ia berkata. "Sepertinya kau butuh istirahat, kalau begitu kau tidur saja dulu, biar aku yang menjaga bar dan anak-anak," tawarnya.
Tifa tersenyum lemas. "Terima kasih ya... Shelke.." tiba-tiba tubuh Tifa hampir terjatuh, tapi untungnya ditahan oleh Shelke. "biar kuantarkan ke kamar."
"Baiklaah..." kata Tifa teler. Shelke lalu menopang tubuh Tifa ke arah kamarnya dengan sedikit susah payah, karena Tifa lebih tinggi daripadanya. Setelah mereka sampai ke kamar, Shelke membaringkan Tifa ke tempat tidurnya. Mata Tifa sudah tertutup rapat dari tadi dan dia tertidur dengan dengkuran kecil, sepertinya dia tertidur nyenyak sekali. Shelke menggaruk sedikit pipinya, merasa bersalah dengan apa yang dilakukannya. "Sepertinya efek obat itu sangat cepat dan kuat. Maafkan aku, Tifa."
Lalu ia membuka ponselnya sekali lagi, mengetik SMS ke Yuffie.
From : Shelke
To : Yuffie
"Misi berhasil, Tifa sudah tertidur dan tidak akan bangun-bangun sampai nanti malam."
Beberapa detik kemudian, ponselnya berbunyi.
From : Yuffie
To : Shelke
"YEY! Thanks ya Shelke! Sekarang tinggal kita yang mengurus Cloud!" ;)
Shelke tersenyum, lalu menutup ponselnya. Akhirnya ia mengerti kenapa Cloud bertingkah seperti menjauhi Tifa, padahal sikap itu adalah perasaan seorang pria yang gugup karena akan melamar kekasihnya. Apalagi Shelke pernah mendengar dari Tifa kalau Cloud orangnya sedikit pemalu. Memang sih Cloud dan Tifa bukan sepasang kekasih, tapi hei... bukankah mereka sudah dekat dari dulu? Tifa sangat menyukai Cloud, dan ajaibnya ternyata Cloud juga menyukai Tifa. Bahkan pria itu sampai berencana melamarnya. Shelke menjadi gemas pada mereka berdua, karena tidak seorangpun dari mereka yang sadar akan perasaan itu. 'Mereka berdua itu benar-benar naif...' pikirnya sambil geleng-geleng kepala.
Shelke lalu melihat wajah Tifa sejenak, lalu menyelimuti wanita itu. "Tenang saja, kau akan mendapat kebahagian setelah kau bangun nanti. Selamat tidur, Sleeping Beauty..." setelah mengatakan itu, Shelke pun keluar dari kamar.
CxT
Yuffie menutup ponselnya dengan cengar-cengir tidak jelas. Semua Avalanche yang sudah berdatangan bingung dengan reaksinya yang dari tadi melihat ponsel sambil menyeringai, termasuk Cloud. Dia lalu melihat ke arah mereka semua dengan berkacak pinggang bak pemimpin. "Baiklah semuanya! Saatnya kita turun tangan!" katanya ceria. Semua Avalanche bengong melihatnya.
"Anu... Yuffie, turun tangan apa?" tanya Cait Sith memulai bicara.
"Kenapa kau memanggil kami semua kesini? Di pesawatku lagi," tanya Cid.
"Padahal aku mau melihat Marlene hari ini, malah dipanggil oleh gadis ninja ini. Mengapa berkumpulnya bukan di 7th Heaven saja sih?" tanya Barret lemas.
Yuffie terkikik sendiri. "Maaf semuanya! Aku sengaja mengumpulkan kalian semua disini, karena seseorang perlu bantuan kita!"
"Seseorang?" kata Vincent di pojok ruangan.
"Siapa?" tanya Nanaki a.k.a Red XIII tertarik.
Yuffie semakin tersenyum lebar, tampaknya dia bersemangat sekali. Dia langsung berlari ke arah Cloud dan merangkulnya. "Siapa lagi kalau bukan boss kita yang satu ini! Cloud Striiiife!"
Semua mata tertuju pada Cloud dan Yuffie. Cloud jadi malu dengan pengumuman Yuffie yang terlalu berlebihan baginya. The Avalanchers masih bingung terdiam sambil tidak percaya.
"Cloud...?" gumam Cid tidak percaya apa yang di dengarnya.
"Butuh bantuan...?" tanya Barret.
"Kita...?" tambah Nanaki.
"Tumben..." kata Cait Sith melongo.
"..." Vincent hanya diam.
"Benar sekali! Dia sebenarnya ingiiin... teng tong... MELAMAR TIFA!" jawab Yuffie sambil meloncat dan berputar. Cloud diam saja, sambil menghindari semua mata yang melebar dari wajahnya.
"APA?!" teriak semuanya kecuali Vincent, meskipun dia juga sedikit kaget.
Yuffie mengangguk cepat. "Betul, tapi dia tidak tahu cara menyampaikannya pada Tifa. Untuk itu, aku mau meminta kalian semua sebagai pria untuk menunjukkan pada Cloud bagaimana cara melamar seorang wanita!"
Semua terdiam sambil menatap satu sama lain, kemudian tiba-tiba tawa meledak dari mereka. Senyum Yuffie berubah menjadi bingung melihat mereka tertawa, bahkan Vincent juga menyunggingkan senyum kecil di balik mantel merahnya. Muka Cloud jadi panas dan merah, dia berusaha menyembunyikan wajahnya dengan terus melihat ke arah jendela sambil bergumam. "Sial..."
Yuffie menggebrak meja di depannya, cukup membuat mereka diam walaupun masih ada cekikikan kecil. "Apanya yang lucu sih?! Ini serius!"
"Aku... tidak.. menyangka... si Cloud bisa memikirkan itu juga hahahahaha...!" kata Cid di tengah-tengah ketawanya.
"Aku pikir... Cloud tidak akan peka soal itu...!" kata Barret mengusap air di matanya karena tertawa.
"Kalian jangan begitu, Cloud juga manusia yang butuh cinta," bela Nanaki sambil tersenyum geli, diselingi anggukan setuju dari Cait Sith yang sedang mati-matian menahan tawa di balik Nanaki.
"Betul! Aku setuju dengan Nanaki! Bukan begitu, Vinnie?" kata Yuffie melihat ke arah Vincent. Pria berjubah merah itu hanya mengangguk pelan. Tapi Cid dan Barret tetap tertawa, membuat Cloud sebal juga.
"Jadi kalian mau membantuku atau tidak?!" Cloud akhirnya angkat bicara, tidak tahan mendengar suara tertawa Cid dan Barret yang keras. Semua terkejut mendengar suara Cloud yang tiba-tiba.
"Ternyata kau serius?" tanya Barret dan Cid bersamaan.
Muka Cloud masih memerah. "Tentu saja aku serius, kalian pikir aku bercanda?!"
"Maaf, aku pikir dia membohongi kita lagi dengan tipuan murahannya," kata Cid menunjuk ke arah Yuffie.
"Hei! enak saja!" protes Yuffie marah, hendak ingin melemparkan Fuma-Shurikennya ke arah Cid, tapi keburu ditahan oleh Nanaki dan Cait Sith.
"Aku serius, sudah lama aku memikirkan ini... tapi entah kenapa hatiku belum sanggup saat itu. Setelah kupikir-pikir lagi, barulah aku sadar betapa aku membutuhkannya, dan aku bertekad untuk melamarnya," jawab Cloud mantap, membuat semuanya terpana dan kaget kalau seorang Cloud bisa berbicara seperti itu.
"Awww... so sweeeet...!" seru Yuffie girang dengan meletakkan kedua tangannya di pipinya.
"Cloud, kau sungguh pria romantis" puji Nanaki.
"Aku terharu..." kata Cait Sith mengusap matanya.
"Gentle, bro!" komentar Cid sambil mengacungi jempol dan mengedipkan mata ke arah Cloud. Vincent tersenyum ke arah Cloud, senyum yang mengartikan dukungan.
"Kalau begitu, tunggu apalagi?! Segera lamar dia!" seru Barret.
"Iya, tapi masalahnya aku tidak bisa mengucapkannya seperti yang Yuffie bilang tadi.."
"Tenang saja Cloud! Mereka akan mempraktekkan cara pria melamar wanita di depanmu, pasti kau akan mengerti!" Kata Yuffie yang langsung ditatap para pria dengan pandangan yang seolah mengatakan 'apa katamu? Kami tidak bisa akting!'
Yuffie berbalik melihat mereka dengan pandangan tajam yang mengatakan 'ini demi Cloud, apa kita yang merupakan temannya tidak membantunya?!'
"Terima kasih," kata Cloud lega.
"Jangan sungkan-sungkan, Cloud! Kitakan sesama teman pembela kebenaran, harus saling membantu!" kata Yuffie nyengir. Semuanya pada mengangguk bersamaan ke arah Cloud.
"Nah kalian semua! Aku akan memanggil kalian satu-persatu dan harus berperan menjadi pria yang melamar, dan yang berperan sebagai wanitanya tentu saja aku!" kata Yuffie menunjuk dirinya sendiri dengan bangga.
"Haaah? Kenapa harus kau yang jadi pemeran wanita?" protes Cid.
"Itu sudah jelas, kan? Karena aku satu-satunya wanita disini. Kenapa? Mau protes?" kata Yuffie dengan wajah menantang.
Cid menggaruk-garuk kepalanya. "Yah... baiklah, terpaksa deh..."
Yuffie mempelototi Cid, tapi pria itu pura-pura tidak tahu. Lalu gadis itu berdehem. "Ok, kita mulai saja! Di mulai dariii..." Yuffie mulai memperhatikan satu-persatu anggota Avalanche yang semuanya berwajah tegang dan berpikir kata-kata apa yang harus diucapkannya nanti.
"Yak! Barret!" tunjuk Yuffie pada Barret.
"Ha? Aku?" Barret menunjuk dirinya sendiri dengan telunjuknya.
"Ya kau! Silahkan berdiri, dan beri tepuk tangan yang meriah!" Kata Yuffie ceria yang akhirnya mendapat tepuk tangan juga dari Cid dan Cait Sith. Barret dengan berat hati berdiri.
Barret dan Yuffie berdiri berhadapan. Yuffie tersenyum pada Barret. "Ayo Barret, jangan malu-malu! Katakan apa saja boleh!"
"A-aa-a..." Barret tidak tahu harus berkata apa, dari tadi hanya menggumam-gumam tidak jelas. Pria negro itu melihat semua orang yang menonton mereka dengan serius, bahkan ia bisa mendengar cekikikan entah dari siapa. Lalu tatapannya kembali ke arah Yuffie yang dari tadi berharap ia mau bicara.
"Yuffie... aku.. s-sayang.. pada.. padamu. Maukah.. kau ber-bermain denganku?" kata Barret terbata-bata yang sudah jelas kata-katanya jauh dari kata 'melamar'. Semuanya tertawa terbahak-bahak melihat akting Barret.
"Hei Barret! Kau berakting sebagai pria yang mau melamar wanita, bukannya seperti mau mengajak anak-anak bermain!" protes Yuffie.
Barret memonyongin mulutnya. "Habis, mau bagaimana lagi, aku tidak ahli dalam beginian. Lagipula kau sendiri bilang mengatakan apa saja boleh, jadi aku hanya bisa berakting sebagai ayah yang mau mengajak Marlene bermain."
Yuffie sweatdrop. "Yah... sudahlah, Barret silahkan duduk. Sekarang giliran... Cid!"
"Apa?" Cid masih melongo.
"C'mon here! Dasar lamban," suruh Yuffie tidak sabar.
"Cih!" Gerutu Cid sambil berdiri dengan ogah-ogahan. Dia berjalan sampai di hadapan Yuffie seperti Barret tadi. Yuffie berkacak pinggang. "Sekarang silahkan tunjukkan aktingmu, anggap saja aku ini adalah Shera."
Cid menggaruk kepalanya lagi dengan suntuk. Dia lalu mengambil tangan Yuffie dan menggenggamnya, lalu menatap gadis itu dengan serius, sampai Yuffie sendiri hampir deg-degan. "Yuffie..." Cid mulai bicara. "Aku menyukaimu ah tidak.. mencintaimu, maukah kau menikah denganku?"
Semua orang mulai terkagum-kagum dengan Cid. Cloud juga mulai serius menontonnya.
"Cid..." gumam Yuffie yang kagum dengan akting Cid. Tapi dia merasa ada yang aneh, tangannya yang digenggam Cid jadi sakit, tentu saja karena pria itu meremas tangannya sampai gadis itu meringis kesakitan. Di dalam hati, Cid ketawa setan. "Hahaha, rasakan pembalasanku ini!"
"Aduuuuh... Cid! Kau mau meremukkan tanganku ya?!" teriak Yuffie melepaskan tangannya dari genggaman Cid.
"Hahaha, rasakan kau!" Cid tertawa.
Yuffie menggertakkan giginya dan mulai akan melempar Fuma-Shurikennya ke Cid, tapi lagi-lagi ditahan oleh Nanaki dan Cait Sith. Adegan romantis yang berupa akting tadi jadi hancur seketika. Cloud menghela napas panjang, dia jadi ragu apa cara seperti ini akan berhasil.
Setelah keadaan tenang kembali, Yuffie kembali berdehem dengan masih menggerutu. "Yah berikutnya... Cait Sith!"
"Aku juga ya?" tanya Cait Sith dengan bodohnya.
"Tentu saja, semua mendapat giliran! Sekarang kemarilah," suruh Yuffie. Cait Sith berjalan ke hadapan Yuffie, tapi karena dia sangat pendek jadinya Cait Sith mendongakkan kepalanya ke atas, sedangkan Yuffie menunduk ke bawah.
"Kok jadinya sedikit aneh ya?" gumam Barret melihat Cait Sith dan Yuffie.
"Memang," kata Cloud dan Nanaki bersamaan, sedangkan Cid hanya ketawa-ketiwi.
Cait Sith mulai meletakkan tangannya ke dadanya, sedangkan yang satu lagi mengarah ke arah Yuffie. "Cinta adalah buta... cinta adalah kejujuran... cinta adalah kebaikan... cinta adalah...
Cait Sith terus mengumandangkan puisi-puisinya yang tidak jelas itu. Cid masih melongo, Barret menguap, Nanaki bahkan sudah tidur duluan, Cloud mulai gerah, Vincent tetap diam di pojokan. Yuffie yang mendengar mulai bosan juga, karena kata-kata yang keluar dari mulut Cait Sith hanya 'cinta adalah... cinta adalah...' terus seperti kaset rusak.
"Cinta adalah cahaya... cinta adalah kedamaian... cinta adalah...-" Yuffie langsung membungkam Cait Sith. "Sudah cukup Cait Sith, terima kasih ya." katanya dengan senyum maksa.
Setelah Cait Sith duduk, Yuffie mulai melanjutkan. "Nanaki, kesini!"
Nanaki langsung berdiri dari posisi tidurnya dan berjalan ke arah Yuffie. "Hooo... baru kali ini, aku melihat hewan melamar manusia," Cid berkomentar yang disertai dengan anggukan semuanya.
"Silahkan!" Yuffie menyilahkan.
Nanaki memulai aktingnya. "Yuffie... aku menyukaimu. Izinkan aku untuk melamarmu karena kau adalah orang yang kupuja selama ini..."
"Wah, dia bagus juga," kata Cid.
"Aduuh... aku kalah sama hewan," Barret merasa kecewa pada dirinya sendiri.
"Padahal lebih bagus lagi kalau ada puisinya," kata Cait Sith manyun. Cloud dan Vincent diam menonton akting Nanaki yang hebat.
'Akting Nanaki bagus, andai saja dia seorang manusia,' pikir Yuffie yang rasanya tidak mungkin.
Nanaki mulai berdehem lagi. "Kalau kau bersedia menjadi istriku, kita akan hidup bahagia 500 tahun lagi, memiliki banyak anak. Lalu kalau musim kawin datang, kita akan...-"
"Stop Nanaki, terima kasih!" potong Yuffie cepat yang sudah merasa aneh dengan perkataan Nanaki yang sudah kemana-mana. Nanaki mengangguk lalu duduk dan kembali tiduran dengan tenang, semua orang memperhatikannya dengan sweatdrop.
"Huuuh... apa sudah tidak ada lagi pria yang normal...?" gerutu Yuffie mulai frustasi.
"Sepertinya kau melupakan seseorang," kata Cloud.
"Eh?" Yuffie melihat Cloud dengan bingung. Semua orang menunjuk ke seorang pria tampan berjubah merah yang dari tadi diam di pojokan, yah... dia adalah Vincent Valentine. "Oh iya ya hehehe..." gumam Yuffie tertawa dengan gugup sambil membelai kepalanya, dia memang berpikir ada dan tidak adanya Vincent sepertinya sama saja.
"Ok, Vinnie! Kemarilah!" kata Yuffie.
"... Aku tidak usah..." tolak Vincent pelan.
"Hei Vince, jangan begitu! Kita semua sudah, tinggal kau saja," kata Cid.
"Iya benar!" dukung Cait Sith.
"Yeah! Ayo Vincent!" seru Barret, sedangkan Nanaki sudah molor dari tadi. Vincent memperhatikan Cloud yang dari tadi melihatnya, sorot mata Cloud seolah-olah mengatakan 'ayolah Vincent, hanya kau satu-satunya harapanku.'
"Ayolah Viiiince~~!" Yuffie memohon.
Karena tidak tahan dengan seruan lainnya dan tatapan Cloud yang bisa dibilang 'puppy eyes'nya itu, Vincent akhirnya berdiri dan berjalan ke hadapan Yuffie, tentu saja disertai sorakan dan tepuk tangan dari yang lainnya.
Awalnya, Vincent dan Yuffie hanya saling bertatapan dalam diam, suasana pun hening sejenak. Bahkan para penonton semuanya menjadi ikut serius, mungkin karena aura Vincent yang bisa membuat suasana menjadi diam.
"Umm... kau bisa mulai, Vince," kata Yuffie memecah keheningan.
Vincent menutup matanya sebentar, membuat Yuffie bingung. Tiba-tiba pria itu duduk dengan posisi berlutut di depan Yuffie dan menggenggam tangannya. Tatapan Vincent saat itu juga mulai melembut dan sangat menghayati. "Yuffie... dirimu yang sungguh menawan itu sangat menusuk hatiku. Aku sangat mencintaimu dari lubuk hatiku yang paling dalam. Bersediakah dirimu menikah denganku?"
Semua orang disitu terdiam, bahkan semuanya nyaris menganga'kan mulutnya. Cloud yang juga menonton sampai merinding dan mengeluarkan keringat dingin. Semuanya tidak menyangka bahwa pria mutan seperti Vincent bisa seromantis dan semelankolis ini.
"Vinnie..." Yuffie yang terpaku karena pesona Vincent, mulai deg-degan dan tersipu. Wajahnya merah padam dan tubuhnya juga bergetar pelan. Mata merah Vincent benar-benar melihat dalam mata Yuffie, membuat gadis itu salah tingkah dan gugup tingkat tinggi.
"Hebat sekali aktingnya..." gumam Barret, kagum.
"Sangat alami..." kata Cid.
"Romantis..." kata Cait Sith, dia sampai membangunkan Nanaki yang lagi tidur agar juga ikut menonton, seolah hal seperti itu sangat langka untuk dilewatkan. Cloud tetap memfokuskan matanya ke arah Vincent dan Yuffie dengan amat sangat serius. Ia membayangkan Vincent sebagai dirinya, dan Yuffie sebagai Tifa, ah... andai saja ia bisa seperti itu.
Yuffie mulai tersenyum, bahkan ia hampir menangis. "Te-tentu saja aku bersedia, Vinnie!" tanpa basa-basi lagi, Yuffie langsung menerjang Vincent dan memeluknya erat-erat, sampai Vincent sendiri hampir kehilangan keseimbangan.
"Hei, hei Yuffie!" Vincent kaget dan berusaha melepas pelukan Yuffie.
"Oi...oi...oi!" kata Cid, Barret, Nanaki, dan Cait Sith bersamaan, semuanya sweatdrop.
Setelah Vincent (akhirnya) berhasil melepaskan pelukan Yuffie, dia melihat ke arah Cloud yang masih terdiam. "Dengarlah ini Cloud, menyampaikan isi hati itu bisa saja mudah jika kau benar-benar menyampaikan apa yang ada di dalam hatimu saat ini padanya, hatimu yang paling dalam. Jangan biarkan emosi negatif atau apapun masuk ke dalamnya, berpikir sejernih mungkin dan itu akan membuatmu menjadi lebih tenang."
"Iya Cloud! Kau harus jujur pada dirimu sendiri dan juga pada Tifa!" kata Yuffie mengepalkan tangannya ke arah Cloud.
"Wanita itu senang dengan pria jujur," kata Cid menyilangkan tangannya.
"Lepaskan semua yang ada di dalam hatimu, Cloud," kata Nanaki.
"Percayalah pada dirimu sendiri, demi masa depan kalian!" Barret tersenyum sambil mengacungkan jempolnya.
"Yeah Cloud! Aku mendukungmu!" kata Cait Sith menyemangati.
Cloud melihat semua teman-temannya yang tersenyum ke arahnya. Dia menutup matanya perlahan, rasanya dia mengerti maksud ucapan teman-temannya itu. Ia harus serius, ia harus benar-benar melepaskan apa yang selama ini terkurung di hatinya sejak beberapa tahun lamanya, yaitu rasa cintanya pada Tifa. Awalnya ia sempat ragu akan perasaannya, karena Aerith sempat mengisi hatinya. Tapi ia sekarang benar-benar sadar bahwa hanya Tifa yang selalu menemaninya di saat sedih ataupun senang, selalu mendukungnya apapun yang dia lakukan, selalu menunggunya kalau mereka berpisah, bahkan Tifa tidak pernah meragukannya sekalipun. Gadis itu selalu mempercayainya apapun yang terjadi.
Cloud bisa mengingat wajah senang Tifa ketika menyambut Zack dan Sephiroth yang merupakan SOLDIER datang ke Nibelheim, dan gadis itu menanyakan mereka tentang dirinya. Tapi ia malah sembunyi karena malu menjadi prajurit biasa saja, saat itu juga Cloud sadar bahwa Tifa sepertinya sedikit kecewa ketika tahu orang yang dicarinya tidak datang. Bahkan ketika Sephiroth mulai gila dan membunuh banyak warga Nibelheim, termasuk Tifa, ia sangat... sangat marah. Sampai terluka parah pun Cloud akhirnya berhasil melempar Sephiroth ke kolam Mako, demi Tifa, ibunya, dan warga Nibelheim. Saat itu juga, Tifa tersenyum penuh kebahagiaan ketika melihat dirinya akhirnya menampakkan wujudnya di depan gadis itu. Cloud juga sadar sekali bahwa hanya Tifa yang mengisi hatinya dari dulu. Dia ingin menjadi SOLDIER juga karena Tifa, agar ia selalu bisa melindungi Tifa. Tifa adalah cinta monyetnya, cinta monyet yang berubah menjadi cinta sejatinya.
"Cloud..."
Suara seorang wanita membuat Cloud terkejut, ia sangat mengenal suara itu. Itu adalah suara Aerith. Cloud celingak-celinguk, dia merasa berada di alam bawah sadarnya sekarang, semuanya putih. Tepat di hadapannya seorang wanita berambut coklat dikepang dan bergaun merah muda berdiri di hadapannya.
Mata Cloud melebar. "Aerith...?"
Aerith tersenyum manis padanya. "Akhirnya kau menyadari perasaanmu yang sebenarnya. Aku turut bahagia, Cloud."
Lalu seorang pria dengan rambut hitam jabrik muncul di belakang Aerith, dia tersenyum lebar ke arah Cloud. Cloud melihat ke arah pria yang sangat di kenalnya itu. "Zack..?"
"Hei Cloud! Jangan menangis karena bertemu denganku!" kata Zack pede, lalu ia melanjutkan, "Tapi, aku senang kau akhirnya jadi juga dengan Tifa. Kau harus berani, Cloud! Seorang pahlawan tidak akan jadi pengecut di depan tuan putrinya! Kalau kau takut atau ragu-ragu, aku akan kecewa berat! Camkan kata-kataku baik-baik!"
Aerith tertawa kecil, lalu melihat ke Cloud lagi. "Kami akan selalu mendukungmu dari sini. Berjuanglah! Jangan pernah membuat Tifa sedih ya."
Cloud tersenyum pada mereka berdua. "Terima kasih... Zack... Aerith.."
Mereka berdua mengangguk. Perlahan-lahan Zack dan Aerith menghilang ditelan cahaya. Zack melambaikan tangannya ke arah Cloud, sedangkan Aerith hanya tersenyum. Cloud masih memandang kepergian mereka, walaupun cahayanya menyilaukan, ia tidak merasa silau sama sekali. Zack dan Aerith memang sangat berharga bagi Cloud, bahkan sampai sekarang mereka masih tetap menyemangatinya. Dukungan mereka berdua tadi sangat membuatnya bersemangat, ia bersyukur mempunyai teman seperti mereka.
Cloud membuka matanya perlahan, melihat seluruh teman-teman yang mendukungnya, sekarang dia sudah ada di alam nyata. Dia akhirnya tersenyum, tersenyum hangat yang benar-benar dari hatinya. "Terima kasih teman-temanku..."
"Cloud..." gumam Yuffie, sepertinya ini pertama kali ia melihat senyum Cloud yang begitu manis, berbeda sekali dengan yang dulu.
"Berarti sekarang kau sudah siap menemui Tifa?!" tanya Barret.
Cloud mengangguk mantap. "Iya!"
"Bagus! Itu baru namanya pria pemberani!" seru Cid merangkul Cloud dengan tertawa, diikuti semuanya yang mengelilingi Cloud.
"Sekarang... rencana selanjutnya!" kata Yuffie tiba-tiba.
"Eh?" acara saling tertawa tadi berubah menjadi bengong.
"Apalagi rencanamu, Yuffie?" tanya Cid.
Yuffie tersenyum penuh arti, lalu menyuruh mereka semua mendekat padanya. The Avalanchers mendekati Yuffie sehingga membentuk sebuah lingkaran dan mendengar rencana gadis itu.
