Almost Impossible

Disclaimer: Masashi Kishimoto

[Uchiha Sasuke x Tenten] , [Uzumaki Naruto x Haruno Sakura]

Rated: T/T+

Typo(s), Nista, Abal, EYD kacau, etc

Don't like, don't read

RnR

No Flame! ^^

.

.

Haloha minna-san, Ran Megumi hadir kembali dengan fanfic yang tak kalah nistanya XD Well, ini fanfic pertama Ran dengan dua pair sekaligus yang menjadi tokoh utama XD And then, maafkan jika alur ceritanya amburadul dan typo bertebaran juga judul yang seadanya *salah satu kekurangan Ran adalah pemberian judul. jadi mohon di maafkeun* :)) Mungkin minna sudah melihat banyak plot cerita seperti ini, tapi Ran bersumpah ini karya Ran sendiri kok :)) Tapi Ran sungguh minta maaf jika secara tidak sengaja ide Ran ini menyerupai karya Author lain di luar sana. Ran hanya ingin mempublish apa imajinasi Ran, itu saja ^_^ Sebenarnya fanfic ini teinspirasi dari sebuah lagu :"D Tapi akan Ran jelaskan nanti lagu apa itu :)) *banyak bacod* Okeh, happy read :))

NB: Jika tidak suka, lebih baik kalian kembali. Saya tidak pernah memaksa kalian untuk membaca fanfic saya. Meskipun storyline nya kampungan, tapi saya harap tidak ada review flame di kotak review saya :)) Tolong hargai penulis amatiran seperti saya dan Author yang lain untuk mengekspresikan imajinasinya disini. Thank you :*

Salam hangat penuh cinta, Ran Megumi \(^.^)/

oOo

Tetes demi tetes air hujan menghantam bumi. Jalanan aspal terlihat basah bahkan menjurus ke becek. Atap koridor kampus yang melindungi bagian tersebut terlihat meneteskan air. Meski masih pukul setengah 7 pagi, namun kampus sudah terlihat ramai karena para mahasiswa yang kelihatannya lebih memilih datang lebih awal untuk menghindari jalanan macet di senin pagi dan mengakibatkan mereka terlambat masuk ke kelasnya. Beberapa mahasiswa berlarian dari tempat parkiran menuju bangunan megah tersebut sembari meletakkan kedua tangannya di atas kepala agar mereka tidak kebasahan. Dan beberapa yang lainnya terlihat cuek dengan kucuran titik air dari langit, namun meski begitu mereka mempercepat langkahnya dengan tujuan yang sama.

Mantel tebal merah maroon dengan aksen bulu halus disekitar kupluknya menghalangi udara dingin menusuk mengenai tubuh seorang mahasiswi yang tengah berjalan menuju kelasnya dengan tatapan biasa dan bahu bersandar. Bahu bersandar? Tentu saja, mahasiswi tersebut tengah di antar oleh sopir keluarganya yang setiap hari mendorong kursi rodanya dari parkiran menuju kelasnya. Bukan setiap hari, lebih tepatnya sejak satu minggu yang lalu setelah ia menjalani terapi penyembuhan tulang belakang bergesernya untuk yang ketiga kalinya efek dari kecelakaan yang dialaminya 2 tahun silam.

"Sudah Kotetsu Jiisan, sampai disini saja." Ujarnya membalikkan sedikit tubuhnya kebelakang.

Pria bernama Kotetsu itu praktis berhenti menatap nona mudanya.

"Kenapa Tenten-sama, bukankah kelasmu masih jauh?"

Sesaat Tenten tersenyum teduh menunjukkan garis matanya.

"Tidak apa-apa. Aku bisa sendiri. Tidak akan ada yang berbuat jahat padaku disini. Lebih baik kau antar saja Mirai-cchi. Aku tidak ingin dia terlambat kesekolah lagi karena aku." Katanya lalu memutar bagian atas roda kursinya.

"B-baiklah Nona."

Setelah percakapan singkat tersebut, Kotetsu segera berbalik, sementara Tenten masih berusaha memutar rodanya agar lekas sampai ke kelasnya. Hanya tinggal beberapa centi ujung jemarinya menyentuh knop pintu kelasnya, seseorang menarik kursi rodanya kebelakang dan sontak membuat dirinya terkejut dan mendelik.

"Pagi Tenten. Tumben sekali Kotetsu Jiisan tidak mengantarmu sampai ke kelas?!" Serunya melongokkan kepalanya dari belakang.

Setelah Tenten reda dari keterkejutannya, ia memelototi gadis di hadapannya dengan sorot mata tajam.

"Kau mengejutkanku Sakura-chan!" Kata Tenten tajam.

Sementara Tenten masih dalam amarahnya, Sakura hanya cengengesan seolah tak memiliki dosa. Dahi lebar gadis itu berkedut sesaat dan akhirnya ia membuka pintu kelas dan masuk kesana dengan membawa serta sahabatnya.

Sakura mendorong kursi Tenten di meja paling belakang tepat di sebelah kursinya. Kedua sahabat itu selalu nyaman dengan kursi bagian belakang tersebut. Mereka berasumsi bahwa meja paling belakang adalah meja paling aman untuk menggunjingkan orang lain, curhat satu sama lain, dan yang paling penting jauh dari jangkauan mata dosen pengajar ketika mereka sedang tidak ingin mengikuti pelajaran.

Ruangan seluas kurang lebih 8x8 meter yang di dominasi warna putih tersebut terasa sedikit sepi karena mahasiswa yang mengikuti kelas ini belum semuanya datang. Hanya ada beberapa anak dengan kelompok mereka masing-masing. Dan tentu saja, Sakura dan Tenten tidak termasuk dalam kelompok-kelompok tersebut. Mereka merasa berdua lebih nyaman daripada harus beramai-ramai seperti anak-anak lainnya. Namun bukan berarti Sakura dan Tenten menyembunyikan diri mereka dari yang lain, mereka berdua berkawan dengan siapapun, namun hubungannya tidak sedekat antara Sakura dan Tenten begitu juga sebaliknya.

"Kau masih terlihat pucat Tenten. Bukankah lebih baik kau istirahat dirumah?" Tanya Sakura meletakkan slipbagnya setelah memposisikan Tenten senyaman mungkin.

Gadis bersurai cokelat itu ikut melepas tasnya sembari menggeleng pelan. "Aku bosan berada di rumah Sakura."

"Aku bisa kerumahmu setelah kuliah."

"Kau yakin bisa kerumahku? Bagaimana dengan acara pemotretanmu?" Tanya Tenten sedikit menyindir.

"Aku masih pemula Tenten. Jobku tidaklah banyak. Aku hanya akan di panggil jika model utama berhalangan datang." Balasnya dengan senyum kecut.

"Sudahlah jangan terlalu di pikirkan. Aku yakin, dengan kemampuanmu, kau bisa menjadi model profesional. Percayalah." Ujarnya menepuk bahu kiri Sakura menyemangati gadis bersurai pink tersebut.

"Hei tapi apa kau tau, kemarin saat aku menghadiri meet n great para model junior dan model profesional di pusat kota, aku melihat Uzumaki Naruto! Dia menjadi mentor untuk kami para model amatiran yang haus akan ilmunya." Serunya dengan mata terpejam semangat.

"Naruto fotografer yang selalu kau bicarakan itu?" Tanya Tenten meyakinkan.

"Hm! Ah~ jika kau berada di sampingku, kujamin pasti tanganmu akan remuk karena kuremas saking bahagianya. Oh, dia sangat tampan! Dia menjelaskan banyak hal. Mulai dari pengalamannya menjadi seorang fotografer terkenal, bagaimana memposisikan body language yang terlihat pas di kamera agar hasilnya menakjubkan, bahkan mengatakan beberapa rahasia agar menjadi model yang sukses." Celotehnya tanpa henti.

Tidak ada balasan dari Tenten. Ia hanya terkikik pelan sembari menggeleng tipis.

"Namun sayang, tempat dudukku sangat jauh darinya. Banyak para model wanita profesional yang mendekatinya lalu membawanya ke ruang make up. Apa daya kami yang hanya model amatiran, hanya bisa duduk diam dan tak berani bicara untuk meminta kesempatan mendekati Naruto." Imbuhnya kembali lesu.

"Apakah jika aku berdoa agar kau berjodoh dengannya bisa membuatmu lega dan berhenti mengoceh?" Tenten menoleh pada Sakura.

"Tentu saja!" Balasnya cepat dengan kedua alis terangkat. "Tapi itu tidak mungkin." Imbuhnya lirih.

Lagi-lagi Tenten terkekeh geli melihat perubahan ekspresi sahabatnya.

Sakura menoleh menatap Tenten serius. Manik emeraldnya menatap dalam gadis brunette tersebut.

"Tenten.. kau masih mendekati ringmu?" Tanyanya ragu.

Gadis itu tak bersuara namun mengangguk samar.

"Tenten, kemarin Kurenai Baasan menelponku. Dia tidak tau lagi bagaimana caranya untuk mengatasi sifat cengkalmu itu. Dia memintaku untuk memohon padamu agar berhenti bermain basket. Carilah hobi lain yang sekiranya tidak menguras seluruh tenagamu. Tubumu tidak di rancang untuk menjadi atlet basket. Terlebih dengan keadaanmu yang sekarang." Sakura menautkan kedua alisnya.

"Aku hanya perlu sedikit melawan diriku Sakura-chan. Jika aku pasrah dengan keadaanku, aku hanya akan menjadi pecundang tanpa impian."

"Tapi bukan basket. Lihat luka baret diseluruh tubuhmu itu. Bagaimana jika kau melanjutkan kursus pianomu? Kau bisa menjadi seorang pianis. Bukankah itu hebat?"

"Dan hanya duduk di balik piano diatas kursi rodaku begitu? Tidak Sakura. Aku tidaklah lumpuh. Aku masih bisa berjalan, otot-ototku hanya kaku. Itu saja."

Sudah hampir satu tahun sejak ia di diagnosa oleh dokter mengidap Fraktur Vetebrata, Tenten selalu memaksakan dirinya untuk bisa berjalan dan bermain basket seperti yang selama ini dia impikan walau rasa sakit yang dia rasakan ketika kakinya terlalu banyak di gerakkan menjalar dari punggung hingga ke tungkai. Bahkan tak jarang kepalanya terasa pusing dan matanya berputar akibat terlalu lama ia memaksa kakinya untuk berdiri. Memang benar di tempat terapi ia dilatih untuk berjalan, namun tidak untuk berlari, melompat, dan melakukan rebound jika bolanya meleset.

"Tapi Tenten.."

Srek..

"Lihat Sakura, aku mendapatkan edisi terbaru majalah ini. Awalnya aku kira majalah ini akan terbit bulan depan, tapi sahabat Ayahku yang juga editor majalah ini memberikan ini pada Ayahku." Sela Tenten mengalihkan pembicaraan dengan menunjukkan sebuah mahalah fashion yang baru ia dapat dari Ayahnya tadi malam.

"Tenten.."

"Lihatlah, dia tetap terlihat tampan sama seperti biasanya bukan?" Selanya lagi dengan wajah berbinar. "Dia memang sangat fotogenic!" Puji Tenten.

Sakura tersenyum samar ketika menangkap gelagat sahabatnya yang tak ingin membicarakan topik pembicaraan yang sebelumnya. Ia menghela nafas panjang lalu beralih pada majalah yang berada di atas meja. Berkali-kali ia menatap wajah Tenten dan cover majalah secara bergantian, dan setelah beberapa menit berjalan, tidak ada perubahan wajah gadis itu menatap foto seorang pria dengan setelan jas tuxedo dengan potongan yang sangat pas melekat di tubuhnya. Sesaat kemudian Sakura berhenti memandang Tenten yang menyangga kepalanya dengan kedua tangannya sembari mengalunkan sebuah nada lirih dari bibirnya walaupun tertutup.

"Kau benar-benar fans yang setia Tenten." Kata Sakura.

"Benarkah?" Tanya Tenten menoleh.

Sakura mengangguk. "Jika aku sudah menjadi model profesional, model pria pertama yang ingin kutemui adalah dia. Dan aku sangat ingin memperkenalkan pria itu pada sahabat baikku."

"Sakura-chan~" Lirih Tenten terharu. Ia berhambur kepelukan Sakura. "Tidak perlu memikirkan apa yang aku inginkan Sakura-chan, melihatmu berhasil dengan karirmu adalah sebuah kebahagiaan tersendiri bagiku."

Sakura tersenyum damai dibalik pelukan Tenten. Ia kembali melirik majalah yang tergeletak di atas meja. Maniknya bergerak sedikit ketika ia membaca nama "Uchiha Sasuke" tercetak jelas dengan tinta warna merah disana.

Klik..

Knop pintu yang di tekan menggema di seluruh ruangan yang tak begitu ramai tersebut. Seorang wanita dengan setelan sederhana serta mantel tebal masuk kedalam membawa serta sebuah tas di tangan kanannya.

"Sepertinya para mahasiswa lebih nyaman bergumul dengan selimut tebalnya daripada membuat jalan untuk masa depannya disini. Bukan begitu?" Katanya meletakkan kedua telapak tangan pucatnya akibat udara dingin diatas meja.

Dan kehadiran dosen di kelas tersebut membuat percakapan antara Tenten dan Sakura berakhir.

oOo

"Jangan menghubungiku lagi. Jika kau ingin uangmu kembali, datangi saja Fugaku!" Titah Sasuke tajam pada pria di sebrang telefonnya.

Pria itu melempar kasar ponsel di tangannya kearah sofa lalu menyisir rambutnya menggunakan sela-sela jarinya.

"Apa penagih hutang lagi?" Tanya seorang pria datang dari arah dapur membawa dua cangkir kopi di tangannya.

Sasuke tidak menjawab. Ia hanya membuang muka kearah lain. Ekspresinya membuat temannya semakin yakin dengan dugaanya.

"Yang terpenting mereka tidak mengetahui apartemen barumu." Ujar Naruto duduk di ujung sofa seusai meletakkan cangkir kopi Sasuke du atas meja. Ia menyesap seperempat cairan hitam di cangkirnya lalu berdecap. "Kurasa kau harus membuat kontrak baru dengan agensimu itu mengenai privasi seorang model. Mereka terlalu transparan untuk ukuran agensi yang mempekerjakan model profesional."

"Aku akan membicarakan itu dengan managerku nanti." Balas Sasuke berkacak pinggang.

"Aku akan ke club. Apa kau mau ikut?" Tawar Naruto.

"Tidak. Aku mau istirahat."

"Baiklah sepertinya itu keputusan yang bagus. Istirahatkan tubuhmu, rawat setiap incinya. Besok kau akan berkencan lagi dengan flash kameraku semalam suntuk." Ujar Naruto diiringi tawa geli.

Tak mempedulikan Naruto, Sasuke berjalan menuju dapur guna mengambil air mineral untuk membasahi kerongkongan keringnya setelah berdebat argumen panjang melalui telefon dengan para penagih hutang. Bagaimana bisa? Seorang Sasuke memiliki hutang hingga para rentenir memburu dirinya. Untuk persoalan itu, silahkan tanya pada Uchiha Fugaku yang gemar berfoya-foya menghabiskan uang kesana kemari dengan para wanita jalang di club malam di seluruh Jepang. Belum lagi untuk menutupi kasus korupsi perusahaannya hingga akhirnya pria itu dipecat dari perusahaan dan menjadi pengangguran selama berbulan-bulan dan ujungnya ia meninggal akibat mengemudi dalam keadaan mabuk di jalan bebas hambatan 2 tahun yang lalu.

Ujung jemari Sasuke menyentuh pegangan kulkas hendak membuka peti es tersebut. Namun ia urung karena kedua alisnya bertaut terlebih dahulu ketika melihat beberapa kaleng minuman beralkohol diatas meja makan rangkap dapurnya.

"Naruto!" Teriak Sasuke lantang.

Tak lama kemudian Naruto datang dan berdiri di sebelah rak piring menatap Sasuke dengan tatapan bodohnya.

"Bukankah sudah kubilang untuk tidak meletakkan benda ini di apartemenku? Aromanya membuatku ingin muntah." Katanya sebal.

"Baiklah.. baiklah maaf, aku akan segera membuangnya." Balas Naruto dengan wajah masam.

Pria itu mengemasi kaleng-kaleng berwarna hitam dengan bau menyengat tersebut dan membuangnya ke tong sampah dekat kompor.

"Kau yakin tidak mau ikut bersamaku?" Tawarnya lagi.

"Tidak. Kau pergi saja. Aku anti dengan wanita jalang." Tukas Sasuke cepat.

Kedua bahu Naruto mengedik cepat. "Baiklah."

Sasuke berhasil meraih botol kaca berisi air mineral didalam kulkasnya. Ia lantas meneguk separuh isinya dalam satu tegukan.

"Siapa model wanitanya kali ini?" Tanya Sasuke.

Naruto menengadah. "Aku tidak yakin. Tapi kudengar kau akan bekerjasama dengan Karin."

"Lagi?" Sasuke memandang Naruto dengan tatapan tak percaya.

"Hm, kau tidak bisa menolaknya Sasuke. Job ini bernilai tinggi. Kau bisa melunasi separuh hutang Ayahmu jika kau menerimanya."

"Jangan membicarakan Ayahku, itu membuatku muak." Timpal Sasuke.

"Terserah." Singkat pria pirang itu dengan ekpresi wajah tak peduli.

"Sasuke, ada bingkisan untukmu." Kata seseorang tiba-tiba datang entah sejak kapan. Ia langsung menghampiri dua pria yang duduk bersebrangan tersebut.

Wanita pembawa bungkusan itu meletakkan kotak berukuran sedang di atas meja sebelum ia melepas mantel dan syal yang membalut tubuhnya.

"Dari siapa? Bukankah aku baru saja pindah, siapa yang mengetahui apartemen baruku?" Tanya pria itu memandang kotak pink dengan pita merah diatas meja makan.

"Bukan, orang ini mengirimkannya le agensi. Dan dia bilang ini untukmu." Balas Matsuri seadanya.

"Kau dari kantor agensi?" Tanya Naruto.

"Iya, ini tentang jadwal Sasuke besok. Harusnya besok malam adalah jadwalnya untuk melakukan pemotretan dengan Karin. Tapi Bos besar menyuruhku untuk mengundurnya dan menggantikannya menjadi lusa karena Karin berhalangan hadir. Dan akhirnya kemenangan di pihak Sasuke, kau akan bebas dari jepretan kamera selama dua hari penuh." Jelasnya duduk di salah satu kursi kosong di depannya.

Sasuke mengangguk paham. Ia meninggalkan kotak tersebut di tempat awal dan berjalan menuju ruang tv.

"Hei, ini.."

"Biarkan saja Matsuri, paling juga isinya syal rajutan tangan." Jawab Sasuke santai.

"Apa dia cenayang? Bagaimana dia bisa tau?" Giliran Naruto buka suara.

Naruto segera bangkit dari posisi bersandarnya dan meraih kotak yang tergeletak tak jauh darinya. Ia membuka cepat pita pink tersebut dan membuka tutup kotaknya. Dan benar saja apa yang di katakan Sasuke, isinya syal abu-abu rajutan tangan. Sangat tebal dan indah dengan inisial 'S' diujungnya. Manik safirnya lantas berlari pada Matsuri.

"Orang ini selalu mengirimkan hadiah syal pada Sasuke setiap 3 bulan sekali dengan warna yang berbeda sejak nama Sasuke meroket dijajaran model yang di perhitungkan." Jelas Matsuri.

Naruto mengangguk paham.

"Hei Dobe, kau tidak pernah menggunakannya sekalipun?" Tanya Naruto lantang.

Tidak ada jawaban dari pria berambut raven itu.

"Puluhan syal seperti ini tertumpuk di lemarinya. Sekalipun ia tidak pernah memakainya."

"Kenapa?"

Matsuri tidak menjawab. Gadis bersurai cokelat itu hanya mengedik singkat sembari menggeleng.

Drrt.. drrt..

Ponsel di saku Naruto bergetar lama. Pemuda itu lantas merogoh sakunya untuk mengambil benda berdering tersebut.

"Ya, ada apa kakek?" Tanyanya singkat.

[Cepatlah pulang, nenekmu menghilang!]

To Be Continued..

Keep or Delete?

See you minna-san \(^0^)/