Author's note :
Disini cuman ada scene biasa sih, since Panwink umurnya masih cimit jadi aku ga berani bikin yang ada French kiss dan genknya, panwink masih poyos. ;—; liat moment panwink membuat hati ini gejrot gejrot #WOI ada yang sama? CIA. Maka dari itu tercetuslah ini FF. Tenang, gaada hard fluffy / hard romance hOhOhO. Romance yang b aja.
Silent love
ㅅ Twoshot ㅅ
— ; terriata
— ; Sad, Romance, Hurt, Drama, a little bit Comedy
— ; PanWink and other.
— ; i don't take any benefits, cast Belonged, Fanfiction me.
— ; no copas copas club.
Back song ; Cheeze - I like you (bye)
Enjoy reading!
Dering bel sekolah kembali berkumandang memenuhi areal sekolah. Dedaunan jatuh disisir angin sepoi-sepoi pada kala itu. Bebauan manis menyerang indra penciuman lelaki bernama Lai Guanlin.
Ini adalah tahun pertamanya memasuki jenjang SMA dan menjadi bagian dalam pelangsungan festival tahunan sekolah.
"Panas," gumam lelaki polos itu di depan kompor sembari menyipitkan netra kembarnya. Ya, kelasnya kebagian tugas mengadakan restoran mini di dalam kelas. Tugas festival memiliki 3 jenis, yakni makanan, kerajinan, dan pentas seni. Kelas Guanlin kedapatan makanan bersama 1 kelas lainnya, jadi sudah menjadi tugas bila ia harus bersitatap dengan barang dapur.
Sebuah suara tanpa izin mengusik rungu pemuda Taipei yang pada awalnya sibuk bertarung dengan gas. "Guanlin-ya! Layani pelanggan yang itu, gantikan aku sebentar." Ujar salah satu orang dalam timnya, Lee Daehwi. Mendengar permintaan yang merepotkan, Guanlin mendengus kearah pemuda blonde tadi.
"Kenapa harus aku?" Tanyanya terkesan protes walau nada yang dilayangkan begitu santai dan tak acuh. Ia melangkahkan kakinya menuju meja pelayanan dibantu Hyungseob sebagai chef di belakangnya. Lee Daehwi hanya tertawa kecil, "Ayolah, aku ada urusan osis. Dah sampai ketemu nanti." Pemuda pirang itu melambaikan tangannya dan segera berlalu.
Guanlin hanya menghela napas pasrah melayani beberapa orang yang mengantri.
Waktu berjalan 1 jam namun rasa bosan di dalam dada semakin menjadi. Yang ia lakukan hanyalah berdiri dan melayani permintaan pelanggan yang sama sekali tidak menarik perhatian meskipun ada salah seorang wanita jatuh dari kursinya karena terlalu lama mengawasi Guanlin hingga fake lashes-nya copot. Merasa sudah tidak ada pelanggan ia pun memutuskan berbalik berniat untuk mencari pengganti.
"Permisi, apa masih menerima pelanggan—?"
Suara kembali merasuk dalam rungu, kembali siempu berbalik.
Deg.
Manik matanya sontak membelalak kala seorang pria berambut cokelat terang berdiri di sisi pelanggan sembari merapikan jaket payung imut miliknya. Guanlin berkedip beberapa kali agar kesadarannya kembali kepermukaan.
"Selamat datang, menu dapat dilihat di papan," ia berucap sesantai dan sebiasa mungkin. Aneh, padahal daritadi ia biasa saja.
Nampak netra bening teruna itu bergulir menelaah satu persatu daftar menu. Jemari mungilnya tanpa sadar mengetuk-ngetuk ujung dagunya, layaknya orang menimang-nimang keputusan. "Ah, sosis goreng ukuran besar! Jangan lupakan mayonais juga, ne?" Keputusan akhirnya tercetus. Guanlin dengan semangat penuh mengolah panganan panjang nan padat itu dengan piawai. Ditambah lagi seseorang yang ada di depannya terdengar kagum dengan permainan pemuda Lai.
Dan Hyungseob hanya berdiri dengan muka pongo melihat aksi tidak biasa lelaki pendiam nan katanya polos itu mengambil tugas yang seharusnya ia kerjakan.
"Whoa~ apa kau seorang chef? Daebak!" Puja lelaki itu penuh aura bahagia. Guanlin tersenyum satu sisi; bangga. Waktu 8 menit berhasil menciptakan sosis besar berselimut saus masam dengan sentuhan lada diatasnya, tersaji di atas piring panjang—sosis besarnya ada 2 potong, sangking panjangnya—berwarna putih.
"Silakan," ia memberikan makanan itu pada pelanggan manis yang bertepuk-tepuk akibat akrobat masak Guanlin. "Terimakasih! Ini uangnya," sesuai harga, pria pendek imut itu menyerahkan lembaran dan kepingan uang pada si pelayan. Yang menerima hanya mengangguk.
'Park Jihoon.' Sebuah nama terbaca netra saat mengintip name tag dari seragam seseorang yang masih asing dalam pandangan.
Senyum ketir tiba-tiba terukir di labianya, apa ini adalah pertemuan biasa? Apa tidak ada pertemuan kedua seperti drama-drama? Guanlin masih ingin berdekatan dengan Park Jihoon itu.
"Pft." Napas kasar terlontar dari bibir bentuk kekesalan batin yang menerpa Guanlin. Perlahan ia berjalan keluar mencari angin, namun langkahnya berhenti sampai bibir pintu karana suara piring jatuh di dalam ruangan. Lantas semua mata tertuju pada asal suara.
"Maaf. Maaf." Empu suara khas di rungu tiba-tiba membungkuk berkali-kali seperti habis melakukan kesalahan besar. Benar saja, Jihoon-Jihoon tadi tak sengaja ditabrak pengunjung lain dan malah ia yang meminta maaf duluan.
... Bodoh.
Guanlin langsung bergerak di samping pemuda Park dan berucap sama. "Maaf, ini salahku menggunakan piring yang salah. Maaf," ia membungkuk 90 sesopan mungkin agar masalah ini cepat selesai.
"I-ini juga—" Jihoon tidak sempat melanjutkan ucapannya karena tangan Guanlin terulur mengirimkan jari telunjuk, menunjukkan isyarat diam dalam bungkuknya. Namun, disambut gigitan oleh pemuda disamping Guanlin.
"Ack. Kenapa digigit?!"
"Karena memotong bicara orang lain itu tidak baik!" Sahut Jihoon.
Merasa bersalah, Guanlin menjawab, "Yasudah, lanjutkan ...,"
Jihoon mengangguk.
— 판윙 —
Guanlin rasa ia sedang berada di pihak paling beruntung saat Park Jihoon kini ikut membantunya bekerja di kelas.
"Hati-hati saat melayani pelanggan," peringat pria yang lebih tinggi sok protektif. Jihoon hanya menganggukkan kepalanya sembari menjalankan tugas dengan baik hingga larut malam. Waktunya pertunjukan seni digelar dan persiapan pesta kembang api sebagai acara penutup.
Kedua insan itu telah berada di tengan keramaian lautan manusia yang menikmati hiburan seperti dance, band, dan teater.
"Whoa daebak!" Seru Jihoon menepuk-nepukkan tangannya. Kebetulan juga ada Guanlin di samping pemuda Park tadi. Ia berdeham berharap sang pria peka akan kedatangannya.
Ngomong-ngomong, awalnya mereka berdua terpisah jauh karena pria dari Taipei tadi menjalankan tugas rahasia mengendap-ngendap ke ruang guru yang kala itu masih sepi.
"Eo? Guanlin-sshi, kenapa disini?" Jihoon menoleh lalu melempar pertanyaan setelah itu.
"Hanya kebetulan lewat, Hyung juga kenapa ada disini?"
Setidaknya jangan jadikan malam ini sebagai malam terakhir mereka bertemu.
"Hey..., tidak lihat ya ada pertunjukkan menarik disana?" Jemari Jihoon menunjuk akting berbakat para murid yang kini berada di atas panggung.
Guanlin spontan mengikuti arah pandang yang telah pemuda bersurai gold brown itu tunjuk. Memang benar akting mereka bagus saat memerankan drama pencuri dan gadis penyuka apel. Ditambah lagi ada Jihoon yang tersenyum di sampingnya. Mereka mulai dekat sejak 4 jam mengurusi stan makanan milik kelas Guanlin hingga tidak sadar jadi sering mengobrol.
Sebentar, Guanlin mulai bertanya pada diri sendiri, ia kenapa? Kenapa ia seagresif ini dalam mendekati Jihoon padahal baru tadi ia bertemu. Aneh, itu yang pemuda Lai rasakan.
Apakah cinta pandangan pertama?
Jika iya, apa yang Guanlin suka dari Jihoon?
Rupa?
Fisik?
Sikap?
Sebuah misteri jatuh cinta pada pandangan pertama. Bisa saja hanya kagum, atau nafsu. Namun, jka anugerah turun mungkin sebuah perasaan nafsu dan kagum yang dicampur menjadi satu dalam ikatan ingin menjaga.
Jadi, apakah itu masih bisa dipanggil "Cinta" ?
"15 menit lagi acara kembang api akan segera dimulai!" Ujar keras sang pembawa acara. Secara otomatis kuasa Guanlin menarik Jihoon dari tempatnya berdiri masuk ke dalam bangunan sekolah, menaiki tangga.
"Eh?! Kau ingin membawaku kemana? Jangan macam-macam ya!" Jihoon agak meninggikan suaranya meski badannya nurut saja dituntun Guanlin menuju tempat paling atas menaiki anak tangga sampai rasanya kaki pegal sendiri.
"Tenang saja, hanya menonton kembang api lebih dekat." Jawab si penarik sembari mengeluarkan kunci.
Dapat darimana ia kunci itu?
Tentu saja, pemuda itu terpisah jauh dengan Jihoon karena mengendap-ngendap ke ruang guru untuk mengambil kunci atap. "Ayo masuk." Pintu ia dorong hingga hawa dingin malam mulai merasuk menusuk kulit.
"He, untuk apa kita kemari?" Jihoon bertanya takut-takut saat berjalan menapaki lantai atap ubin halus berwarna cream. Guanlin menengok, "Sudah kubilang bukan? Apa tidak dengar?" Pria bersurai hitam malah melempari pertanyaan yang justru membuat Jihoon semakin kesal. Timbul kerutan-kerutan jengah di atas air muka Park.
Kedua insan itu kini menjadi penguasa lantai atap karena hanya ada mereka berdua disana. Menghitung mundur untuk menuju puncak acara.
10.
9.
8.
"Hyung." Guanlin tiba-tiba bersuara di kesunyian hening malam memandang Jihoon yang mukanya menyirat berjuta penasaran.
7.
"Ya?" Sahut pemuda bersurai golden brown.
Secara kasar Guanlin menelan ludahnya. Ia tidak peduli akan dilatai pujangga haus cinta karena ini adalah moment yang pas untuk menyatakan perasaan yang terpendam selama beberapa jam lalu. Guanlin yakin ini adalah cinta pada pandangan pertama.
Kedua bola mata lembut Jihoon seakan membuat dunia Guanlin berubah 180 menjadi lebih berwarna. Lalu, tunggu apalagi?
6.
5.
"Dengarkan baik-baik. Aku hanya mengatakannya sekali."
4.
3.
Jihoon mengangguk paham. Degupan jantung Guanlin terus menaikkan tempo begitu habis-habisan.
"Aku— . .
Suara kembang api berkumandang keras. Warna-warnanya jelas otomatis menyiprati badan mereka berdua.
.. —menyukaimu." Dalam satu kali napas ia berucap yakin. Jantungnya secara mencelos keluar akibat pengakuan minim persiapan ini.
Apa Jihoon akan menganggap itu sebagai lelucon?
Ia hanya diam saja tanpa merespon. Apa karena Guanlin terlalu terburu-buru?
Andai bisa memutar waktu, Guanlin ingin menarik ucapannya dan mendekati Jihoon terlebih dahulu agar pengakuan seperti ini jadi lebih siap.
"Guanlin berkata apa? Aku tidak dengar—suara kembang api menghalangi pendengaranku... Bisa diulang?"
"—ha?"
TBC
PART 1nya segitu dulu huhu tanganku pegel ;-; jangan lupa review ya, thxchu!
Oh ya soal ff vkook aku belom sempet rewrite draft. Draft awal kehapus karna hp rusak aaAAaaArgh kezel. Jadi gantinya ini dulu yaw.
