Disclaimer: Masashi K.

.

Princess?

by Rei-kun 541

.

Pair: SaixDei

.

.

Aku berjalan dengan langkah gontai menuju markasku. Markas yang kini sudah seperti neraka saja. Ada rasa malas untuk pulang karena ketika aku sudah berda di sana, akan aku lihat lagi kondisi yang sama sejak tujuh hari yang lalu.

Tobi, rekanku yang autis itu selalu duduk si sudut ruangan sambil menangis tersedu-sedu inginmkan lolipop. Kemudian Hidan menggores tubuhnya sendiri dengan kunai sambil membaca puji-pujian kepada DJ-nya yang sama sekali tidak membawa hasil baik bagi nasib kami. Zetsu yang yang beberapa hari lalu hampir memakan Konan saking laparnya harus rela berbaring di tempat tidur setelah di Shinra Tensei ileh Pein. Tentu saja, siapa yang mau kekasihnya dimakan oleh makhluk aneh seperti Zetsu. Kemudian Sasori yang kemarin hendak meneguk racunnya sendiri karena tak kuat lagi, dan Kakuzu yang menangis tersedu-sedu karena tak lagi memegang uang. Kisame yang tak mampu lagi memegang samehadanya, itachi yang keriputnya tambah terlihat dan Konan yang sering keluar rumah setelah Zetsu hampir memakannya serta Pein yang terdiam dengan pearching yang karatan. Semua menderita, aku juga menderita.

Apa artinya hidupku tanpa tanah lempung? Setelah tanah lempung habis, maka selesailah seni milikku, alias tamat.

Semua terjadi tetika kami menderita krisis uang sejak 10 hari lalu. Pada akhirnya uang adalah segalanya. Sudah lama, kami tidak menjalankan misi sebagai pembunuh bayaran sehinnga uang persediaan habis kami makan. 2 hari lalu, sempat ada seseorang yang meminta bantuan kami. Tapi kami yang tak berdaya itu tentu saja tak mampu bekerja sementara sang pemilik misi memegang azas bekerja dulu baru makan, sementara kami terbalik, makan dulu baru bisa kerja. Entahlah mana yang benar dan mana yang salah, tapi yang jelas sang pemilik misi meninggalkan kami dan memberikan misi itu kepada orang lain.

"Aku pulang, un!" sapaku ketika aku membuka pintu markas.

"Selamat datang, Deidara..." jawab semua anggota Akatsuki tanpa terkecuali menyambut kedatanganku dengan wajah berseri-seri. Tidak seperti biasanya.

" Kenapa kalian tiba-tiba..." belum selesai aku bicara, Tobi dan Itachi menarik tanganku untuk segera masuk ruang tengah. Kenapa teman-teman jadi seperti ini? Ah... atau jangan-jangan ini adalah firasat selamat tinggal. Firasat yang selalu datang ketika akan ada yang meninggal. Oh... Kami-Sama, tolong jangan ambil mereka. Aku masih ingin bersama mereka.

"Ah... Deidara, syukurlah kau pulang." Kata Konan kemudian mendudukanku di kursi ruang tengah.

"Ada apa dengan kalian semua, un? Kalian aneh sekali hari ini, un? Aku takut, un!" jawabku.

"Hari ini adalah hari dimana kita semua akan terbebas dari penderiataan ini." Jawab Pein.

Nah benar kan, apa yang aku duga! Hari ini hari pembebasan. Kami-sama akan mengambil nyawa mereka.

"tidak, tidak boleh! Tolong teman-teman, jangan mati dulu! Aku masih ingi bersama kalian, un!"

DUUAAK... Kepalaku dipukul sesuatu.

"siapa yang akan mati, bodoh!" Kisame angkat bicara setelah sukses melayangkan Samehadanya dan mendarat dengan indahnya di kepalaku. Kurang ajar!

"Sudah, Kisame! Deidara jangan dipukul! Nanti kalau dia pingsan, gagal lagi ketemu Pangeran." Jawab Konan.

"Hah... maklud so? Eh.. maksud loe? Aku tidak mengerti Konan!"

"Ssssttt... Sudah! Nanti Deidara akan mengetahuinya sendiri," jawab Hidan.

Aku benar-banar tidak mengerti. Apa yang sebenarnya terjadi? Disela-sela ketidak mengertianku itu, kulihat Konan masuk kedalam kamarnya dan keluar dengan membawa gaun perampuan. Aku semakin tidak mengerti.

"Ini baju terbaik yang aku punya. Bagaimana Deidara ini bagus bukan?" tanya Konan.

"Apa maksudmu bertanya seperti itu padaku, un?"

"Ah... Berisik! Buka!" ujar Pein memerintahkan teman-teman lainnya. Segera Sasori dan Kakuzu melepas jubah Akatsuki yang akukenakan.

"Hei, hei! Apa yang akan kalian lakuakn padaku, un?" Aku memberontak, tapi apa dayaku? Aku dikeroyok, hingga akhirnya jubah Akatsuki yang aku kenakan digantikan oleh gaun itu. Gaun berwarna putih cerah dengan lngan panjang dan kerah leher model china serta rok panjang gombar gingga menutupi seluruh kakiku.

"ah... menjijikan!" teriakku.

"Wah... cocok sekali!" kagum Konan.

"Deidara mirip Barbie Rapunzel." Teriak Sasori.

"Apa yang kalian lakukan dengan mendandaniku seperti ini, un? Apakah kalian akan menjual diriku kepada orang-orang tua, un?" tanyaku. Aku benar-benar tidak percaya teman-temanku akan melakukan ini padaku.

"Tidak.. tapi lebih istimewa." Jawab Itachi.

"Ternyata iya! Kalian jahat, un!"

"Aduh... derisik kau, Deidara! Konan, cepat kau ambil alat Make Up-nya. Kita tak akan munngkin membiarkan dia menunggu terlalu lama bukan?" kata Pein dan Konan segera kembali masuk ke kamarnya. Aku hendak melarikan diri tapi yang menghalangi terlalu banyak ditambah lagi dengan gaun yang membuatku sulit bergarak.

"Oh... mau melarikan diri ya? Teman-teman, ikat dia!" perintah Pein. Mereka semua patuh.

Aku diseret dan didudukan di sebuah kursi kayu yang memiliki sandaran. Aku dipaksa bersandar dan kemudian Itachi mengikatku dengan tali tambang pada kursi itu. Aku sama sekali tidak bisa bergerak.

Konan kembali dengan alaat Make Up di tangannya. Konan mulai mendandaniku.

Ketika Konan hendak memakaikanku krim pelembab, aku mulai memberontak dengan menggoyang-goyangkan kepalaku sehigga krim pelambabnya menjadi tidak rata.

"Deidara, bisa diam sedikit tidak sih?" tanya Konan.

"Aku tidak mau Konan, jadi kalian jangan memaksa, un!"

"Ugh... Akan kubuat kau diam!" Kata Konan sambil melayangkan telapak tangannya ke pipiku. Tapi, belum sempat dia menamparku, Tobi sudah menangkis tangan Konan.

"Jangan Konan-senpai! Nanti wajah Deidaara-senpai tidak cantik lagi." Katanya. Kemudian Tobi berlutut di depanku dan melingkarkan tangannya di pundakku. Dia memelukku.

"Tolong senpai, tolong jangan bergerak! Ini semua demi kebaikan kita." Tobi mulai berbicara."Tak tahukah senpai betapa aku ingin makan lolipop?"

"Kalian mementingkan diri kalian sendiri dengan mengorbankanku, un." Jawabku.

"Tidak! Ini juga demi kepentingan Deidara-senpai"

"apanya, un?"

"Senpai ingin tanah lempung kan? Dengan melakukan ini senpai akan mendapatkannya. Tidak hanya itu, nasib kami semua ada di tangan senpai. Tak ada yang bisa melakukan ini selain Senpai. Karena itu, tolong menurutlah!" kata Tobi. Pelukannya semakin erat. Hatiku luluh juga karena dia.

"Baiklah! Tapi aku butuh penjelasan!" kataku pasrah.

"terima kasih Senpai." Kata Tobi dan melepaskan pelukannya.

Akhirnya aku pasrah sajadidandani oleh Konan. Sambil memndandaniku, Konan mulai bercerita. Disitulah aku menangkap alasannya.

Ada seorang Pangeran Negeri seberang yang terganggu jiwanya setelah kematian kekasihnya yang sangatia sayangi. Suadah bepuluh-puluh tabib dikerahkan untuk menyembuhkan sang Pangeran tapi tak ada yang berhasil. Semua tabib menyerah dan berkata hanya Putrilah yang mampu menyembuhkan sang Pangeran. 2 minggu yang akan datang, akan ada tamu agung yang akan mengunjungi kerajaan Sang Pangeran. Permaisuri yang sekaligus menjadi Ratu negeri itu menjadi kalut pikirannya. Akan rusak reputasi kerajaan jika orang luar mengetahui bahwa pangeran memiliki jiwa yang rapuh.

Lalu apa hubungannya denganku? Ternyata wajah sang putri sangat mirip denganku, warna rambut dan matanya juga sama persis. Jadilah aku harus berpura-pura menjadi sang putri untuk mengembalikan jiwanya yang terganggu sebelum 2 minggu. Akatsuki berjanji setelah 2 minggu mereka akan mengambilku kembali. Tentu dengan upah yang sangat besar dari kerajaan. Akhirnya aku menurut dengan berkata "ya".

"Akhirnya selesai!" jawab Konan.

"Wow... Cantik sekali kau, Deidara! Seandainya kau benar-benar perempuan, pasti sudah kujadikan kau kekasihku." Kagum Itachi

"hoeek.. najis!" jawabku.

"kurang ajar kau!" balas Itachi.

"Kisame, ambilakan kaca!" perintah Konan.

"Ini..." jawab Kisame sambil menyodorkan kaca pada Konan.

"Sekarang lihat wajahmu!" kata Konan padaku sambil meletakkan kaca didepanku.

"Bandingkan dengan wajah sang putri!" tambah Pein.

Awalnya aku risih melihat wajahku sendiri di cermin. Tapi rasa penasaran mendorongku untuk melihatnya.

"Ah... ti..tidak mungkin!" kataku. Aku benar-benar kaget. Wajahku entah kenapa bisa mirip sekali dengan perempuan. Pandai juga Konan meriasku. Kembali kubandingkan wajahku dengan wajah sang Putri dan untuk keduaan kalinya aku tersentak kaget. Wajah kami sama persis. Rambutku yang tergerai telah disanggul oleh Konan menyerupai sanggulan rambut sang Putri dan itu menambah kemiripan kami. Tak ada satu titikpun dariku yang memberitahukan bahwa aku seorang laki-laki.

"Bagaimana? Mirip kan? Aku hebat buakn?"

"iya, mirip. Konan hebat, un!" kulihat dia tersenyum. Sasori melepaskan ikatanku.

"ini sentuhan terakhir." Katanya. Dia melepaskan sepatuku dan menggantinya dengan sepatu high hils.

"masa harus pakai sepatu ini juga, un?"

"tentu saja! Sekarang kau seorang Putri, jadi berusahalah untuk memakai seepatu ini setiap kau berada bersama Sang Pangeran. Wah cocok. Kakimu mulus juga." Aku hanya mencibir mendengar itu. Setelah sepatu, sekarang Konan mengenakanku sarung tangan.

"Sekarang apa lagi, un?" tanyaku.

" Ini sarung tangan. Gunakanlah selalu saat kau bersama Sang Pangeran dan warga kerajaan lain. Jangan sampai mereka muntah melihat mulut yang ada di telapak tanganmu ini." Ujar Konan. Aku hanya mengangguk saja.

"Sebentar lagi yang menjemputmu datang. Bersaip-siaplah!" perintah Pein.

"gunakan suara yagn halus, jangan coba-coba menggunakan jutsu selama berada di sana. Jangan sampai kedokmu terbongkar, atau tamat riwayat kita!" perintah Konan.

"Iya Konan, aku mengerti apa yang harus aku lakukan. Aku bukan anak kecil, un!" Konan mengangkat kedua bahunya.

Tak menunggu lama saat seseorang mengetuk pintu.

" Biar aku yang buka. Mungkin dari Kerajaan." Ujar Konan dan berlari menuju pintu. Kudengar samar-samar mereka berbicara dan akhirnya Konan memanggilku. Dengan langkah yang kubuat seperti perempuan aku keluar dari ruang tengah menuju ruang tamu. Dan kudapati seorang laki-laki paruh baya menatapku dengan tatapan kaget.

"benar-benar mirip." Katanya dengan nada kaget.

"sudah kubilangkan. Aku tidak mungkin berbohong." Timpal Konan." Jadi bagaimana, setuju, tidak?"

"tentu saja aku setuju. Silahkan anda menandatangani dua surat ini!" katanya dan menyodorkan dua surat kepada menandatanganinya. Satu surat dari kedua surat itu diberikan kepada Konan. Lelaki paruh baya itu juga memberikan sebuah koper pada Konan. Sepertinya isinya uang. Dengan wajah berseri-seri Konan menerimanya.

"Terima kasih" jawab Konan.

"Iya, sama-sama, Konan-san. Boleh saya membawa perempuan ini sekarang?"

"Oh, tentu! Tapi ingat jangan buat wanita ini terluka ya!" jawab Konan.

"Baik, Konan-san" kata laki-laki itu.

"mari ikut saya, nona!" katanya padaku. Sempat kutatap Konan. Konan menundukkan kepala memberi syarat kalau aku harus ikut. akhirny a keluarlah aku bersama orang itu dari markas Akatsuki. Sepertinya dia tidak tahu kalau aku seorang lelaki.

Didepan markas, sebuah kereta kuda menunggu -laki membuka pintu kereta kuda mewah khas kerajaan itu dan mempersilahkan kau masuk. Dengan pasrah aku menuruti. Laki-laki itu menutup kembali pintu dan segera melompat duduk disamping kusir. Kereta mulai berjalan. Samar-samar kudengar teriakan teman-temanku. Mereka sudah bahagia. Lalu bagaimana denganku?

. . . . .


mind to Review?