"Yoterasai, miterasai…"

.

"Majulah ke depan, lihatlah…"

.

.

Yami ShibaiILCA

Warning!

(Azuka-nyan hanya mengubah anime tersebut menjadi sebuah Fanfiction dan mengubah beberapa percakapan agar sesuai dengan alur cerita yang disampaikan)

.

.

AU/OOC/Mystery/Horror/Character yang acak!

.

"Yami Shibai no jikan da yo…"

.

"Sekarang waktunya untuk Teater Kegelapan…"

.

.

.

.

Episode 1 – Wanita Jimat (Ofuda Onna - お札)

.

.

.

.

Ini—

"Terimakasih telah membantu, pak!"

adalah sebuah kisah tentang seorang pria yang baru saja pindah ke sebuah kontrakan.

"Yap!" Ucap si pengangkut barang. "Semoga anda betah di tempat yang baru, Sasori-kun."

Pria berambut merah bernama lengkap Akasuna Sasori itu mengangguk sembari tersenyum. Ia kemudian melirik barang-barangnya. Huh, banyak sekali. Untung saja dia memilih kamar yang berada di lantai dua. Tanpa basa-basi lagi, pria yang masih hidup sendiri tersebut langsung membawa seluruh barangnya.

"Yosh! Mungkin yang ini saja dulu," ucapnya sembari meletakkan kardus yang berisi barang-barang pekerjaannya. "aku ingin istirahat sebentar."

Pria itu merebahkan diri—sembari memejamkan matanya perlahan—di tatami yang terlihat kumuh. Hal tersebut justru membuat kaos biru yang dipakainya terlihat kotor akibat debu yag menempel di tatami. Tapi…ah sudahlah. Toh, ia tidak sanggup lagi mengangkuti barang-barangnya yang lain. Walaupun memiliki tubuh yang terbilang atletis, ia juga perlu istirahat yang cukup.

Beberapa saat kemudian, entah kenapa irisnya mengarah ke atas atap. Ia menyipitkan kedua matanya guna memperjelas penglihatan.

Tepat di samping lampu yang menggantung di atas, ada sebuah jimat yang tertempel.

Jimat kuning yang terdapat huruf kanji kuno tak jelas.

Beruntung Sasori memiliki tubuh yang tinggi. Untung saja atapnya tidak terlalu tinggi juga, jadi Sasori bisa menggapai dan mengambil jimat tersebut dengan setengah berdiri.

Ia menatap heran. "Jimat?" Lirihnya bigung. "Uh, bikin takut saja."

Merasa ganjal seperti ada yang menatap, Sasori menoleh kearah kanan—arah jendelanya—tepat disana, seorang wanita berambut hitam panjang terurai tak jelas sedang menatapnya. Wanita itu berdiri di balkon rumah, tepat berseberangan dengan kamar Sasori.

"Dia bukan melihat kemari, 'kan?" Sasori merinding. "Kontrakan ini aman tidak, sih?" Gerutunya semari menutup gorden jendela kasar.

Semoga saja tidak ada hal aneh.

.

.

.

Pagi hari pun telah tiba. Jam delapan pagi, Sasori keluar dengan membawa dua kantong sampah berwarna hitam dan tas kantor selempang. Ia sudah selesai membersihkan kamarnya. Bunyi burung yang berkicau membuat moodnya menjadi lebih baik hari ini.

Tiba-tiba, pria tersebut terkejut bukan main.

Kedua kantong sampah itu terlepas dari genggaman tangannya.

Wanita itu. Ya, wanita yang kemarin itu—dengan penampilan yang masih mengerikan—masih menatapnya dari atas balkon.

Sasori menjadi kaku. Kenapa? Kenapa wanita itu bertingkah aneh?

Dia…psikopat?

Sasori lari tergesa-gesa. Persetan dengan kedua kantong sampai itu! Ia harus pergi menjauh. Ia harus pergi ke kantor secepat mungkin.

.

.

.

"Hei, barang-barangku banyak sekali yang harus dibereskan saat pulang nanti." Ucap Sasori dengan salah temannya yang kebetulan satu arah untuk pulang. "Bi-bisakah kau membantuku hari ini, Itachi?'

"Maaf, aku hari ini ada kencan dengan pacarku."

"Tolonglah," Sasori makin memelas. "Ada seorang wanita mengerikan yang tinggal diseberang kontrakanku. Dia terus mengawasiku. Aku—"

"—Maaf, aku sibuk, Sasoriku. Mengertilah." Pria raven itu memotong perkataan Sasori. "Sudahlah, besok jangan sampai telat. Aku pulang duluan."

Sasori terdiam saat Itachi sudah masuk ke arah perkomplekannya. Sial beribu sial! Ia gagal mengajak Itachi untuk menginap malam ini. Jujur saja, pria ini takut sendirian. Apalagi ada wanita tersebut.

Sasori melirik jam tangannya. Pukul lima sore. Hari sudah senja. Terpaksa ia harus sendirian malam ini.

Dengan langkah gontai, ia pun pulang. Berbagai macam khayalan muncul di dalam kepalanya. Bagaimana jika wanita tersebut membunuhnya malam ini juga?

Tidak, tidak, tidak! Sasori bukan remaja cengengesan lagi. Ia dewasa! Umurnya sudah duapuluh tujuh tahun!

Kriet!—ia membuka pintu rumah kontrakannya perlahan. Pria itu mengerutkan dahinya perlahan. Bingung.

Tunggu sebentar.

"Apa aku lupa mengunci pintu?" Lirihnya.

Ia buka perlahan pintu tersebut. Perasaan…ia menguncinya. Ah, sudah lupakan. Ia terlalu lelah memikirkan hal sepele tersebut.

Ia harus istirahat.

Sasori merebahkan dirinya ke tatami sambil merenggangkan tubuhnya. Tetapi ia merasakan hal aneh lagi.

Kedua matanya menatap lurus ke arah atap.

Kertas jimat itu ada lagi.

Persis seperti kemarin, menempel didekat lampu.

Sasori langsung bangkit dari tidurnya.

"Ke-kenapa?"

Detak jantungnya mulai tak mengumpulkan nyali, ia menahan nafas kemudian mencoba mengambil jimat itu lagi.

Tubuhnya mulai memproduksi keringat dingin. Oh, tuhan. Kenapa jimat itu ada lagi?

Tangan kanannya hampir sampai menggapai jimat tersebut. Yap, sedikit lagi. Sedikit la—

—"Jangan kau ambil jimatnya!"

Sasori terkejut setengah mati ketika wanita tersebut muncul disampingnya dan berteriak tidak jelas. Ya, wanita berambut panjang terurai dengan tatapan kosong.

"Aaaaarrrggghh!"

.

.

.

"Wah, wah, wah, ternyata dia masuk ke rumah orang baru itu ya?"

"Mengerikan sekali!"

Sasori terdiam menatap wanita tersebut yang sedang berada di dalam mobil polisi. Untung saja tetangga Sasori mendengar pria tersebut berteriak keras dan langsung menghubungi polisi. Jujur, Sasori benar-benar heran dengan wanita tersebut. Namanya saja ia tidak tahu, berkenalan pun juga belum.

Kemudian, wanita tersebut menoleh kebelakang. Ia menatap Sasori. Wajahnya yang pucat menampilkan perasaan takut yang mendalam.

Sasori meneguk air liurnya.

Apalagi sekarang, eh?

Sasori pandangi dengan seksama.

Wanita itu sepertinya sedang bergumam.

Belum jelas Sasori menangkap apa yang digumamkan wanita tersebut, mobil polisi pun langsung melaju cepat membawa si wanita.

"Sepertinya ada yang ia ingin sampaikan…" lirih Sasori heran. "Ah, sudahlah!" Tak baik jika ia banyak pikiran.

Sasori langsung naik ke lantai dua menuju kamarnya. Ia ambil kain pel yang terletak diantara rak sepatu, kemudian membersihkan tatami.

"Dasar, kenapa wanita itu masuk pakai sepatu?!" Gerutunya kesal.

Sial!

Srek!—Sasori terdiam sejenak ketika ada sesuatu yang jatuh ke tataminya. Pria itu heran. Apalagi sekarang?

Ia sipitkan matanya guna memperjelas penglihatannya. Seketika matanya terbelalak kaget.

Itu kertas jimat.

Lagi.

Kertas itu jatuh dari bawah meja bundar yang terletak tak jauh darinya.

Habis sudah kesabaran Sasori. Selama tinggal disini, ia hanya dihantui oleh jimat dan wanita gila itu. Memuakkan sekali!

BRAK!—Sasori banting kasar meja tersebut. Lagi. Ia membelalakkan matanya lagi.

Oh, Tuhan! Ada banyak kertas jimat yang tertempel di bawah meja tersebut. Jimat tersebut menutupi bagian bawah meja. Banyak sekali. Meja bundar ini besar. Tentu saja ada lebih seratus jimat yang menempel.

Keringat dingin mengucur diseluruh tubuh pria merah tersebut. Kedua telapak tangannya dingin seketika. Ia menatap ngeri ke arah meja yang sering ia gunakan untuk belajar atau makan.

"I-ini…bohong, 'kan?"

Nafasnya tersengal.

Tanpa basa-basi, ia lepas kasar dan robek kasar semua kertas jimat tersebut. Persetan!

"Sial! Apa mau wanita itu sebenarnya?!"

Setelah ia robek kecil, pria itu tertawa. Tertawa canggung. "Haha, tidak ada lagi yang menghantuiku sekarang!"

Sayangnya, Akasuna Sasori tidak menyadari akan satu hal.

Pria itu lengah…dan bodoh.

Ia tidak menyadari ada sejumlah arwah penasaran yang sedang mengelilingi dirinya.

Akasuna Sasori menoleh ke atas dengan perlahan saat ia merasakan atmosfer disekitarnya terasa dingin dan sesak.

"Tidak…" lirihnya bergetar. "…tidak mungkin!"

"…"

"Aku tidak melihat apa-apa! Aku tidak mungkin bisa melihat kalian semua!"

"…"

Arwah-arwah itu menatapnya dengan tatapan kebencian yang amat mendalam.

"Ma-mafkan aku!"

"AAARRRGGGHHH!"

.

.

.

.

.

Oshimai…

.

Selesai…

.

.

.

.

.

Hai~ Kembali lagi dengan saya, Azuka-nyan!

Kali ini saya datang membawa Fict baru yang berjudul Yami Shibai!

Sesuai degan judulnya, fict ini berasal dari Anime yang berjudul Yami Shibai. Sebuah anime horror yang terdiri dari dua season (Satu season ada 13 episode) yang menceritakan tentang urban legend Jepang.

Yah, walaupun anime ini memiliki gambar grafis/visual yang lebih mirip seperti gambar tangan. Mungkin lebih real. Mata pun tidak seperti kebanyakan anime yang besar. Mata mereka sama seperti mata manusia pada umumnya.

Cara gerak mereka berbeda. Mungkin kaku. Sama seperti wayang.

Yami Shibai berasal dari Kami Shibai, yaitu sebuah drama yang disampaikan melalui kertas. Mungkin kalo di Indonesia, bisa disebut wayang. Saat bercerita, para seniman kami shibai menjelaskan satu persatu gambar yang mereka tampilkan kepada penonton, biasanya penonton kebanyakan anak-anak. Search aja di google biar lebih tau.

Tapi anime ini top banget. Cocok untuk kamu yang suka sekali anime genre horror. Apalagi kamu jomblo *digebuk* pas banget nonton sendirian saat malam jum'at! (Authornya jomblo)

Sebenarnya baru jum'at lalu saya download animenya. Padahal cuma mau nonton satu episode aja, eh ternyata kebablasan download sampai season 2. Ekekeke. Seru!

Tapi sayang, sangat disayangkan. Anime ini hanya berdurasi empat menit tigapuluh detik. Oemji Hellow! Sempat kecewa juga sih, huhu. Tapi yah apa boleh buat. Endingnya bahkan sering membuat penasaran. Gantung.

Jadi, yang berminat silakan download~ *Promosi*

Oke, kembali ke fanfict. Dalam episode pertama, saya mengambil Akasuna Sasori utuk menjadi peran dalam cerita ini. Karena ini adalah fict yang melibatkan seluruh tokoh yang ada di Naruto, jadi saya pilihnya acak ya XD

Yap, saya akhiri Author note disini. Maafkan jika masih ada typo yang bertebaran. Alhamdulillah, saya menyelesaikan fict ini dalam waktu dua jam! *nangis bahagia*

Maaf jika feel-nya gak terasa. Saya lemah bikin fict genre horror huhu.

Mohon kritik, saran, dan komentar. Agar fict ini menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Menurut kalian, dilanjutkan atau tidak?

Akhir kata,

REVIEW X3