Sakura menghela napasnya kasar, temannya kali ini terlambat lagi. Gadis itu menggerutu pelan. Ia memutar bola mata hijaunya ke sembarang arah. Lagi, entah yang ini sudah keberapa kali. Sakura mengambil gelas minumannya dan meneguknya pelan.

Hambar. Ini bukan lagi rasa dari minuman yang ia pesan tadi. Sakura mengangkat gelasnya setara dengan arah pandangan matanya, gelas yang basah dengan embun air mengelilingi setengah bagiannya. Pantas saja rasanya tidak semenyenangkan tadi.

"Pelayan, aku minta satu gelas lagi."

Sakura membuka tas hitam kulit miliknya dan merogoh dompetnya, sebentar kemudian ia menggeleng dan memasukkannya kembali. Gadis itu beralih mengambil tas kecil berisi perlengkapan pribadi miliknya, dan mengeluarkan dua benda berbentuk persegi dan tabung berwarna yang mengilap.

Ia membalik benda persegi tersebut dan kemudian menatap dirinya dalam bayangan. Dugaannya benar, bibirnya kembali pucat. Gadis itu meraih tabung mengilap dan membuka tutupnya, gadis itu memutar lama pada bagian ujungnya hingga bagian sesuatu berwarna peach muncul dari ujung satunya.

Gadis itu memoleskan perlahan ujung berwarna itu pada bibirnya, dan meratakan warnanya. Setelah dirasa pas, ia memasukkan kembali kedalam tasnya. Gelasnya kini sudah penuh kembali. Ia meraih gelas itu dan meneguknya hati-hati.

"Astaga, kau bahkan membuatku harus menambah gelas ketiga."

.

.

.

NarutoFanfiction

Disclaimer : Masashi Kishimoto.

Genre : Romance / Drama / Family / Friendship.

Rate : T+

Warning : OoC, AU, Typo(s), minim deskripsi-maksim dialog, klise, EyD mungkin tidak baku, Bad!Chara, dll.

.

Cast :

Sakura Haruno

Naruto Uzumaki

.

Karin

.

Enjoy :3

.

.

.

C.I.R.C.L.E

.

.

.

"Sakura!"

Seseorang sepertinya meneriakkan namanya dari jauh. Sakura tidak ambil pusing, gadis itu masih meneguk minumannya pelan, seraya menggumamkan nada-nada dari musik yang kini sedang diputar. Sedikit menghentak, untuk kali ini ia suka. Sudah lama rasanya ia tidak merasakan hal seperti ini. Pundaknya ditepuk.

"Hei aku memanggilmu, tahu?"

Sakura melirik bosan pada orang yang menyentuh pundaknya. Ia terlihat seperti kehabisan napas, gadis itu melirik wajah temannya. Polesan warna merah menyala memang menjadi trademark milik gadis itu.

"Ada apa dengan bibirmu? Kau lupa dengan lipstikmu?"

Dan Sakura langsung membahas bibir pucat miliknya. Gadis itu menggerutu dan menarik kursi disebelahnya.

"Tolong minta yang biasa ya." Ucapnya pada pelayan.

Gadis itu menyambung kalimatnya setelah memutar kursinya menghadap Sakura.

"Aku bertemu dengan pemuda seksi didepan, dan kau bisa menebak kelanjutannya?"

"Karin, kau membuatku menunggu lama sementara kau memiliki waktu menyenangkan dengan salah satu pemuda diujung sana."

"Tidak juga, aku baru sampai sepuluh menit lalu. Tidak bisa dibilang terlambat dari waktu janjian kita, sebenarnya."

Karin tertawa sebentar, lalu cepat-cepat berhenti dan menutup mulutnya. Sakura mengangkat alis, bingung. Lalu kemudian gadis itu mengambil sesuatu dari dalam tas miliknya, sesuatu yang sama dengan yang dikeluarkan Sakura hampir seperempat jam yang lalu. Gadis itu mengoleskan lipstik berwarna gelap di bibirnya. Sakura nyengir pelan.

"Kehabisan stok lipstik merah?"

"Astaga, Sakura. Kau mengenalku memangnya baru kemarin? Aku punya banyak. Tapi aku sudah lelah, jika ada pria seksi seperti tadi yang menarikku, mungkin aku tak akan bisa tidur nanti."

"Bukannya kau punya banyak stamina?"

"Tadinya—" gadis itu terkikik pelan dan menggigit ujung bibirnya.

"—Hanya saja aku sudah memiliki banyak waktu menyenangkan dengan fotograferku tadi. Tawaranku masih sama kalau kau tertarik." Ia melirik mata Sakura penuh arti.

Sakura tahu apa yang dimaksud oleh gadis berambut merah ini. Gadis itu hanya memberikan respon dengan mengendikkan bahunya, kamudian mengambil kembali gelas miliknya.

"Aku masih tidak tertarik menjadi model bayaran sepertimu."

"Hei, jangan mengatakan hal yang membuat orang lain salah paham."

"Tidak, kau benar-benar menjadi seorang model dan kau dibayar."

"Memang, tapi tadi kau mengatakan hal yang bisa saja membuat orang lain salah paham."

Sakura mengamati penampilan Karin yang hampir selalu memakai pakaian terbuka, kali ini pun begitu. Entah karena warna merah memang ciri miliknya, atau memang untuk menarik perhatian laki-laki yang melihatnya, Sakura pun tidak terlalu mengerti. Setidaknya, gadis ini bisa menjadi temannya setelah Ino dan Hinata masing-masing memilih bersekolah di Universitas yang jauh dari tempat mereka bersekolah sebelumnya.

"Hanya dengan melihat rambut dan blusmu orang lain juga akan dengan mudah menebaknya."

Karin mengerjap, "Kau tahu, konde rambut berantakan seperti ini bisa jadi trend di tahun ini."

Dan gadis ini tidak membahas blus miliknya.

"Baiklah, baiklah. Terserah apa katamu saja."

"Jadi, Sakura. Apa yang ingin kau bicarakan denganku? Dan hei. Kau minum berapa gelas kali ini."

"Tiga, empat, atau lima, mungkin."

"Dan kau belum mabuk seperti dulu? Selamat, Sakura. Kau benar-benar sudah dewasa."

Karin memeluk Sakura, dan menempelkan pipinya pada wajah Sakura.

"Hanya segelas alkohol, sisanya soda biasa."

"Tidak masalah, dulu seteguk saja kau sudah mabuk." Dan Karin semakin erat memeluknya.

"Astaga, hentikan. Jangan membuatku seperti pasangan ho— bau apa ini?"

"Ups! Maaf. Aku belum mandi dari tadi."

"Menyingkir dariku, sialan!"

.

.

.

Sakura memegang kepalanya pening, ia merutuki dirinya yang hampir mabuk saat mengobrol dengan Karin tadi. Si merah sialan itu benar-benar ingin mengerjainya. Gadis itu mengerjapkan matanya berharap rasa pusing tidak membuatnya benar-benar terlihat sedang mabuk.

Sakura menatap angka yang berwarna bergantian didepan matanya. Lima, Enam, Tujuh.

Ting!

Gadis itu keluar dari lift dan berjalan di lorong apartemen, dan berjalan pelan dan merogoh sesuatu didalam tas miliknya, agar terlihat senormal mungkin. Siapa yang tahu kalau misalnya akan nada orang yang lewat nanti.

Sakura melirik tulisan di pintu dan mengurutkannya hingga sampai didepan pintu apartemennya. Menarik kunci yang sejak tadi ia pegang, dan membukanya.

Ia mengantuk. Terlalu mengantuk untuk menyadari kalau teleponnya memberikan tanda ada pesan masuk saat ia tidak ada.

Gadis itu mengunci pintunya, melepas sepatu dan menggantung mantel miliknya, lalu berjalan ke dapur. Ia membuka kulkas dan mengambil sekotak kecil susu segar, dan meminumnya rakus. Beberapa tetes tumpah mengenai kulitnya. Gadis itu memekik kecil.

'Ayolah, aku ingin tidur. Jangan malah mengotori tubuhku, susu sialan!'

Sakura melempar kasar kotak susu yang telah kosong ke tempat sampah. Terhuyung-huyung gadis itu kini menuju ke kamar mandi. Berendam sebentar rasanya tidak buruk.

.

.

.

Sakura menatap langit-langit kamar tidurnya. Gadis itu kini sudah berganti pakaian tidur. Berendam memang waktu yang menyenangkan. Ia menatap jam di dinding, sudah hampir pukul 11 malam. Sakura menutup matanya perlahan. Pintu kamarnya masih sedikit terbuka, berjalan malas gadis itu mendorong pelan dengan kakinya.

Ia kembali duduk, dan mengambil segelas air putih yang memang selalu ia siapkan. Lalu mengambil tasnya, dan mencari ponselnya. Mati. Pantas saja tidak ada dering apapun dari tadi. Gadis itu melemparkan ponselnya ke sisi ranjangnya yang kosong.

Peduli apa ia, dua minggu kedepan adalah waktu istirahatnya. Dan ia sama sekali tidak ingin diganggu.

.

.

.

Sakura menggeliat dari balik selimutnya, rasanya tidur malam tadi nyaman sekali. Bahkan ia tidak merasakan hangover atau apapun itu setelah diberi dua gelas alkohol lain oleh Karin—tentunya sebuah kesengajaan si rambut merah itu yang ia tidak ketahui. Sialan. Sakura mengumpat lagi.

Bunyi telepon bordering dari ruang tamu, Sakura menggeser selimutnya dan berjalan cepat untuk mengangkat. Geez! Kenapa harus telepon rumah yang dihubungi sih?

"Ya, Moshi-moshi?"

"Forehead! Kenapa lama sekali? Aku meneleponmu dari tadi!"

Terdengar suara bentakan dari ujung sana, Sakura bahkan harus menjauhkan telepon tersebut dari telinganya.

"Sabar, Ino-Pig. Aku baru bangun tidur." Sakura mengerjapkan matanya pelan mengusir rasa kantuk.

"Maksudmu kau dikamar? Kamarmu yang mana? Aku sedang dikamarmu sekarang."

Mata Sakura melebar, "Maksudmu?"

"Iya, di kamarmu. Memangnya dimana lagi? atau kau ada dikamar lain, maksudmu?"

Terdengar nada jahil diseberang sana, Sakura bahkan tak sempat menjawab ketika Ino mulai menyambung kalimatnya,

"Eh, aku dipanggil Baa-san sekarang. Cepatlah bersiap, Sakura."

Sakura menutup teleponnya, mulutnya terbuka. Ia shock. Ada apa sebenarnya?

Gadis itu melirik teleponnya, ada beberapa pesan suara yang belum ia baca. Ia baru ingat, ponselnya mati. Mungkin itu sebabnya. Sakura duduk di kursi terdekat dan menekan tombol di teleponnya.

"Sakura, ini Kaa-san. Kau dimana, nak?"

"Telepon Kaa-san setelah kau membuka pesan ini, Sakura."

Wow. Dua pesan langsung dari ibunya, sepenting itukah?

"Foreheeeead! Astaga,, kenapa aku tidak bisa menghubungi ponselmu? Telepon aku nanti."

Ah, ia baru ingat ponselnya mati. Pantas saja tidak bisa dihubungi. Sakura mengulas senyum.

"Sakura-chan, benarkah itu? Ah, sumimasen. Ini aku, Hinata. Sakura-chan, Hontou ni gomenasai, sepertinya kali ini aku belum bisa datang, Hanabi-chan minta ditemani untuk ujian masuk universitas. Setelah ujiannya selesai, aku akan datang kok. Aku benar-benar minta maaf. Ah, Ittaaiii."

Gadis itu terkikik pelan, ia bisa membayangkan adegan terakhir dimana Hinata pasti meminta maaf sambil membungkuk, dan tidak sengaja kepalanya terbentur. Gadis itu masih saja ceroboh rupanya.

"Sakura sayang, telepon Kaa-san."

"Heh, forehead. Kau benar-benar tidak mau menceritakannya ya? Baiklah, bersiap-siaplah nanti kalau kau akan kutanyai banyak pertanyaan."

"Sakura, ada yang ingin Kaa-san bicarakan. Ini penting, secepatnya kau harus pulang kerumah."

Itu pesan yang terakhir, ngomong-ngomong sebenarnya ada apa ini? Padahal baru satu hari saja ia tidak berbagi kabar dengan ibunya, itupun karena ponselnya kehabisan baterai.

Apapun itu, sepertinya ia tidak bisa menjamin kalau ini berita baik atau buruk.

.

.

.

tobecontinue

.

.

.

I'm back. Sama seperti dalih dalam membuat fanfiksi sebelumnya, saya dapet inspirasi baru. Lagi.

NaruSaku's pertamaku, tapi Narutonya belum muncul. Haha. Sedikit bertema dewasa, hanya sekitar kata pernikahan sebenarnya, sehingga masih cukup aman, dan saya juga berusaha menyelipkan kata-katanya sehalus mungkin. Lagipula saya belum berminat membuat yang benar-benar bertema dewasa yang rumit. Belum sanggup tepatnya.

Btw, sebenarnya saya mau Ino yang menjadi tokoh Karin, tetapi, sepertinya image badassbitchy lebih cocok ke mbak-mbak berimage merah seperti Karin.

Ada yang tahu kira-kira ini berkisar tentang apa?

Tadinya chapter ini mau saya tulis sampai bagian yang itu, tapi mungkin karena kepanjangan basa-basi jadinya malah lebih dari 3k words. Bukan saya banget kayaknya. Jadilah saya cut jadi dua chapter. Atau udah ada yang merasa konfliknya sudah muncul disini?

OoT's side : yang kebetulan menunggu lanjutan ff pairing sebelah akan saya update nanti, saya masih memikirkan plot yang tidak terlalu terkesan mengkhayal, tetapi juga tidak pasaran. Ahaha.

Terima kasih buat para pembaca

Kritik dan saran dari kalian sangat saya harapkan. :)

Sign,

Ra Rūni